Kerajaan Garbaloka diliputi mendung. Raja Taweng Dahana yang sudah lanjut usia saat ini sedang sakit. Sudah puluhan tabib kerajaan berupaya untuk menyembuhkan. Tak satu pun dari mereka berhasil menyembuhkan raja.
Jangankan menyembuhkan, menguarai sakit saja tak ada yang mampu. Semua tabib kerajaan mengatakan bahwa raja sakit tua. Sakit karena usianya sudah tua. Sakit menjelang ajal yang diderita manusia bila sudah tua usianya.
Sebenarnya Taweng Dahana sudah ikhlas mati karena takdir kematian pasti dialami manusia. Hanya saja, dia sedih karena belum bisa menentukan siapa yang kelak menjadi penggantinya. Karena ada satu hal yang menjadi penghalang baginya untuk menentukan siapa yang kelak menggantikan kedudukannya sebagai Raja Garbaloka.
Penghalang yang mengganjal niatnya untuk menentukan calon raja adalah hilangnya pusaka sakti milik kerajaan berupa tombak. Namanya Tombak Siung Sardula.
”Bersedia, Baginda,” jawab Wilis Batari . ”Hamba selama ini tidak membedakan mereka. Semua hamba perlakukan sama sebagai putra-putra hamba. Jadi siapa pun di antara mereka menjadi raja, hamba rela menerimanya. Baginda jangan khawatir hamba akan sakit hati atau iri hati. Sumpah... demi apapun juga, hamba merelakan satu dari ketiga putra kita nanti menjadi raja.””Hamba pun demikian, Baginda,” sahut Mayang Kencana. ”Selama ini sikap hamba kepada Jalung Dahana dan Lodra Dahana sama dengan sikap hamba kepada Kentar Dahana, anak kandung hamba. Walau nanti misalnya yang jadi raja adalah Jalung Dahana atau Lodra Dahana, hamba ikhlas menerimanya. Hamba bersumpah tidak akan sakit hati atau iri. Baginda harap percaya pada sumpah hamba.””Syukurlah kalau begitu. Aku gembira setelah mendengar secara langsung pernyataan tentang kerelaan kalian. Sekarang aku akan mati dengan tenang,
Wilis Batari, Mayang Kencana, Denta Singir, dan punggawa meninggalkan pendapa istana. Endragiri masih duduk termenung di kursi patih. Sejenak dia mengamati singgasana Garbaloka yang masih kosong.Kenapa bisa terjadi begini? Apakah ada orang dalam kerajaan yang merencanakan semua ini untuk mengambil keuntungan bagi diri sendiri? Demikian tanya Endragiri dalam benaknya. Bila ada orang dalam yang merencanakan untuk membunuh Baginda Raja, pastilah orang itu musuh yang sangat berbahaya!Endragiri tersadar dari lamunannya ketika seorang prajurit datang bersama laki-laki muda berpakaian serba putih. Laki-laki muda itu memakai ikat pinggang yang bagian depannya menonjol gagang pedang berbentuk kepala burung rajawali. Dia mengenakan kalung bundar bergerigi, berbentuk cakra. Tak salah lagi..., Suro Joyo!Prajurit itu melaporkan bahwa ada tamu yang ingin menghadap. Setelah menyelesaikan tugasnya, si
”Saya belum bisa menduga atau mengira, karena saya belum tahu banyak tentang mereka,” jawab Suro Joyo. “Lagi pula ini baru dugaan. Baru perkiraan. Artinya, dugaan ini bisa saja salah. Bisa saja yang menginginkan kematian baginda raja secepat ini adalah orang lain selain mereka berdua.””Lalu siapa saja yang pantas dicurigai?””Semua orang bisa dicurigai. Termasuk Endragiri, saya, dirimu, dan semua orang di muka bumi ini.”“Itu namanya mementahkan kembali masalah yang kita bicarakan, Suro Joyo.”“Ini sekadar mengingatkan bahwa kamu mesti mencurigai semua orang ketika menangani masalah ini. Kamu juga mesti hati-hati dalam menghadapi masalah suatu pembunuhan! Karena orang atau orang-orang yang terlibat dalam suatu pembunuhan pastilah manusia atau manusia-manusia keji! Dan....”“Dan apa, Suro
Malam itu Endragiri belum bisa tidur walau sudah lewat tangah malam. Sebagai patih yang memegang kendali kerajaan, dia merasa bertanggung jawab terhadap semua tindakan yang diambilnya.Patih yang masih lajang itu selalu tidur di bangsal kepatihan yang letaknya di luar beteng kerajaan. Namun dari bangsalnya, dia dapat melihat gapura istana dan benteng kokoh yang mengelilingi istana.”Mengapa semua ini bisa terjadi?” gumam Endragiri pada diri sendiri. “Mengapa Baginda Raja terbunuh dengan pedang milik Ananda Jalung Dahana? Oh, Tuhan Yang Maha Kuasa, berilah kekuatan pada hamba-Mu untuk mengemban tugas berat ini....”Setelah mengucapkan kata-kata itu, perasaan Endragiri merasa tenang. Tak lama kemudian dia tidur. Tidur pulas dibuai mimpi.Namun belum lama tidur, Endragiri merasakan ada langkah-langkah kaki menyusuri atap rumah atau bangsalnya. Dia sebenarnya sudah b
Sebenarnya Denta Singir sangat geram atas ejekan yang dilontarkan Endragiri dengan bahasa halus itu. Namun dia menyadari bahwa dalam hal kedudukan, dia kalah tinggi. Dalam ilmu silat pun dia di bawah Endragiri. Jadi walau merasa sangat marah, tapi hanya disimpan di dalam hati.”Sekarang kembali ke masalah,” kata Endragiri. ”Topeng ini tadi pagi ditemukan seorang prajurit di emper bangsalmu. Coba, ungkapkan pendapatmu tentang kenyataan ini!””Saya tidak punya pendapat apa-apa tentang topeng itu. Memangnya saya ahli soal topeng?””Bukan maksudku menganggapmu sebagai ahli topeng, tetapi mungkin kamu bisa menjelaskan, mengapa topeng itu ada di empermu?””Seperti yang sudah saya katakan, saya semalaman tidur nyenyak, sehingga tidak tahu apa-apa tentang kejadian semalam. Saya juga tidak tahu apa-apa tentang topeng yang berada di emper saya
Wuut! Chabbb!Wilis Batari mengalami nasib yang sama dengan dua prajurit jaga. Dadanya tertembus pisau. Tubuhnya limbung. Ambruk ke lantai dalam keadaan tewas.Keesokan harinya Garbaloka kembali berduka. Keluarga istana kerajaan dan seluruh rakyat Garbaloka kehilangan Wilis Batari. Selir pertama atau selir satu mendiang raja Taweng Dahana itu telah pergi untuk selamanya. Dikubur berdampingan dengan makam sang baginda rajaSemua keluarga dan kerabat istana menghadiri pemakaman Wilis Batari. Semua punggawa kerajaan hadir dalam pemakaman istri mendiang raja. Suro Joyo dan Jalung Dahana juga tampak dalam upacara yang diliputi kesedihan itu.Endragiri mengijinkan kedua pesakitan itu untuk hadir dalam pemakaman Wilis Batari. Namun dia menyuruh prajurit untuk mengawasinya secara ketat.Usai menghadiri pemakaman, Suro Joyo dan Jalung Dahana dimasukkan kembali ke penjara. Mereka kem
Lodra Dahana telah melepaskan tali-tali tersebut, lalu bertanya, ”Siapa yang menyuruh kalian? Ada tujuan apa ingin membunuhku?””Kami akan tutup mulut,” sahut salah satu dari mereka. ”Yang perlu kamu ketahui, kami disuruh mencincangmu!”Dalam sekejap mata, delapan pengeroyok sudah menyerbu Lodra Dahana dengan golok besar di tangan mereka. Lodra Dahana menghadapi hanya dengan tangan kosong. Menangkis pergelangan tangan disertai jotosan pada tubuh satu dari pengeroyok. Menendang perut lawan sebelum golok disabetkan. Kadang-kadang Lodra Dahana menggunakan paduan pukulan dan tendangan pada dada dan wajah lawan.Hanya dalam dua jurus empat pengeroyok terjerambab ke semak. Mereka segera kabur meninggalkan Lodra Dahana. Empat yang lain masih ngotot untuk menghabisi Lodra Dahana. Namun tiga dari mereka dihajar sampai membungkuk-bungkuk karena menahan sakit. Mereka lari sambil merunduk-runduk c
Kentar Dahana benar-benar heran melihat penampilan Patni kali ini. Dulu sewaktu menjadi permaisuri mendiang Jati Kawangwang alias Dewa Naga Baja, Patni hanyalah sosok wanita yang halus. Dia sosok yang cantik, lemah lembut, gerak tubuhnya serba gemulai. Tidak pernah mengenal ilmu silat apa pun.Namun setelah lama menghilang entah ke mana, tahu-tahu kini muncul dalam keadaan yang sangat berbeda! Dari penampilan fisiknya saja sudah ketahuan bahwa Patni merupakan sosok pendekar perempuan. Sosok pendekar yang tentu saja tidak bisa dianggap enteng.”Ada apa, Kentar Dahana? Kelihatannya kok heran?” Patni balik bertanya. ”Apa tidak pantas seorang Patni menguasai ilmu silat? Apa tidak layak seorang perempuan bekas permaisuri berpenampilan lain?””Bukan..., bukan begitu. Maksudku, kamu sekarang semakin cantik, hehehehehe....”Dada wanita yang pernah jadi permaisuri raj