Suatu saat pedang sakti Suro Joyo hendak membabat bahu Riris Manik, tapi pendekar wanita itu mampu menghindar. Pedang Suro Joyo membabat satu tiang Sanggar Teratai Perak hingga putus. Sabetan lain dihindari Riris Manik, maka pedang sakti membabat tiang sanggar yang lain.
Braaak!
Terdengar suara keras yang menggemuruh. Suara suatu bangunan yang runtuh. Suara sesuatu yang runtuh membuat hati Riris Manik lantak luluh.
Serambi depan sanggar milik Riris Manik itu ambruk. Kenyataan ini membuat Riris Manik naik pitam.
“Bedebah! Kamu telah merubuhkan sanggarku!” teriak Riris Manik dengan suara lantang. “Kamu harus mengganti Sanggar Teratai Perak dengan nyawamu, hiaaat!”
Riris Manik meningkatkan serangan untuk segera melumpuhkan lawan. Dia melakukan serangan dengan perasaan marah yang meluap-luap. Serangan yang dilandasi kemarahan cenderung kurang terarah da nasal-asalan.
Beberapa pisau beracun dia lemparka
Kerajaan Garbaloka diliputi mendung. Raja Taweng Dahana yang sudah lanjut usia saat ini sedang sakit. Sudah puluhan tabib kerajaan berupaya untuk menyembuhkan. Tak satu pun dari mereka berhasil menyembuhkan raja.Jangankan menyembuhkan, menguarai sakit saja tak ada yang mampu. Semua tabib kerajaan mengatakan bahwa raja sakit tua. Sakit karena usianya sudah tua. Sakit menjelang ajal yang diderita manusia bila sudah tua usianya.Sebenarnya Taweng Dahana sudah ikhlas mati karena takdir kematian pasti dialami manusia. Hanya saja, dia sedih karena belum bisa menentukan siapa yang kelak menjadi penggantinya. Karena ada satu hal yang menjadi penghalang baginya untuk menentukan siapa yang kelak menggantikan kedudukannya sebagai Raja Garbaloka.Penghalang yang mengganjal niatnya untuk menentukan calon raja adalah hilangnya pusaka sakti milik kerajaan berupa tombak. Namanya Tombak Siung Sardula.
”Bersedia, Baginda,” jawab Wilis Batari . ”Hamba selama ini tidak membedakan mereka. Semua hamba perlakukan sama sebagai putra-putra hamba. Jadi siapa pun di antara mereka menjadi raja, hamba rela menerimanya. Baginda jangan khawatir hamba akan sakit hati atau iri hati. Sumpah... demi apapun juga, hamba merelakan satu dari ketiga putra kita nanti menjadi raja.””Hamba pun demikian, Baginda,” sahut Mayang Kencana. ”Selama ini sikap hamba kepada Jalung Dahana dan Lodra Dahana sama dengan sikap hamba kepada Kentar Dahana, anak kandung hamba. Walau nanti misalnya yang jadi raja adalah Jalung Dahana atau Lodra Dahana, hamba ikhlas menerimanya. Hamba bersumpah tidak akan sakit hati atau iri. Baginda harap percaya pada sumpah hamba.””Syukurlah kalau begitu. Aku gembira setelah mendengar secara langsung pernyataan tentang kerelaan kalian. Sekarang aku akan mati dengan tenang,
Wilis Batari, Mayang Kencana, Denta Singir, dan punggawa meninggalkan pendapa istana. Endragiri masih duduk termenung di kursi patih. Sejenak dia mengamati singgasana Garbaloka yang masih kosong.Kenapa bisa terjadi begini? Apakah ada orang dalam kerajaan yang merencanakan semua ini untuk mengambil keuntungan bagi diri sendiri? Demikian tanya Endragiri dalam benaknya. Bila ada orang dalam yang merencanakan untuk membunuh Baginda Raja, pastilah orang itu musuh yang sangat berbahaya!Endragiri tersadar dari lamunannya ketika seorang prajurit datang bersama laki-laki muda berpakaian serba putih. Laki-laki muda itu memakai ikat pinggang yang bagian depannya menonjol gagang pedang berbentuk kepala burung rajawali. Dia mengenakan kalung bundar bergerigi, berbentuk cakra. Tak salah lagi..., Suro Joyo!Prajurit itu melaporkan bahwa ada tamu yang ingin menghadap. Setelah menyelesaikan tugasnya, si
”Saya belum bisa menduga atau mengira, karena saya belum tahu banyak tentang mereka,” jawab Suro Joyo. “Lagi pula ini baru dugaan. Baru perkiraan. Artinya, dugaan ini bisa saja salah. Bisa saja yang menginginkan kematian baginda raja secepat ini adalah orang lain selain mereka berdua.””Lalu siapa saja yang pantas dicurigai?””Semua orang bisa dicurigai. Termasuk Endragiri, saya, dirimu, dan semua orang di muka bumi ini.”“Itu namanya mementahkan kembali masalah yang kita bicarakan, Suro Joyo.”“Ini sekadar mengingatkan bahwa kamu mesti mencurigai semua orang ketika menangani masalah ini. Kamu juga mesti hati-hati dalam menghadapi masalah suatu pembunuhan! Karena orang atau orang-orang yang terlibat dalam suatu pembunuhan pastilah manusia atau manusia-manusia keji! Dan....”“Dan apa, Suro
Malam itu Endragiri belum bisa tidur walau sudah lewat tangah malam. Sebagai patih yang memegang kendali kerajaan, dia merasa bertanggung jawab terhadap semua tindakan yang diambilnya.Patih yang masih lajang itu selalu tidur di bangsal kepatihan yang letaknya di luar beteng kerajaan. Namun dari bangsalnya, dia dapat melihat gapura istana dan benteng kokoh yang mengelilingi istana.”Mengapa semua ini bisa terjadi?” gumam Endragiri pada diri sendiri. “Mengapa Baginda Raja terbunuh dengan pedang milik Ananda Jalung Dahana? Oh, Tuhan Yang Maha Kuasa, berilah kekuatan pada hamba-Mu untuk mengemban tugas berat ini....”Setelah mengucapkan kata-kata itu, perasaan Endragiri merasa tenang. Tak lama kemudian dia tidur. Tidur pulas dibuai mimpi.Namun belum lama tidur, Endragiri merasakan ada langkah-langkah kaki menyusuri atap rumah atau bangsalnya. Dia sebenarnya sudah b
Sebenarnya Denta Singir sangat geram atas ejekan yang dilontarkan Endragiri dengan bahasa halus itu. Namun dia menyadari bahwa dalam hal kedudukan, dia kalah tinggi. Dalam ilmu silat pun dia di bawah Endragiri. Jadi walau merasa sangat marah, tapi hanya disimpan di dalam hati.”Sekarang kembali ke masalah,” kata Endragiri. ”Topeng ini tadi pagi ditemukan seorang prajurit di emper bangsalmu. Coba, ungkapkan pendapatmu tentang kenyataan ini!””Saya tidak punya pendapat apa-apa tentang topeng itu. Memangnya saya ahli soal topeng?””Bukan maksudku menganggapmu sebagai ahli topeng, tetapi mungkin kamu bisa menjelaskan, mengapa topeng itu ada di empermu?””Seperti yang sudah saya katakan, saya semalaman tidur nyenyak, sehingga tidak tahu apa-apa tentang kejadian semalam. Saya juga tidak tahu apa-apa tentang topeng yang berada di emper saya
Wuut! Chabbb!Wilis Batari mengalami nasib yang sama dengan dua prajurit jaga. Dadanya tertembus pisau. Tubuhnya limbung. Ambruk ke lantai dalam keadaan tewas.Keesokan harinya Garbaloka kembali berduka. Keluarga istana kerajaan dan seluruh rakyat Garbaloka kehilangan Wilis Batari. Selir pertama atau selir satu mendiang raja Taweng Dahana itu telah pergi untuk selamanya. Dikubur berdampingan dengan makam sang baginda rajaSemua keluarga dan kerabat istana menghadiri pemakaman Wilis Batari. Semua punggawa kerajaan hadir dalam pemakaman istri mendiang raja. Suro Joyo dan Jalung Dahana juga tampak dalam upacara yang diliputi kesedihan itu.Endragiri mengijinkan kedua pesakitan itu untuk hadir dalam pemakaman Wilis Batari. Namun dia menyuruh prajurit untuk mengawasinya secara ketat.Usai menghadiri pemakaman, Suro Joyo dan Jalung Dahana dimasukkan kembali ke penjara. Mereka kem
Lodra Dahana telah melepaskan tali-tali tersebut, lalu bertanya, ”Siapa yang menyuruh kalian? Ada tujuan apa ingin membunuhku?””Kami akan tutup mulut,” sahut salah satu dari mereka. ”Yang perlu kamu ketahui, kami disuruh mencincangmu!”Dalam sekejap mata, delapan pengeroyok sudah menyerbu Lodra Dahana dengan golok besar di tangan mereka. Lodra Dahana menghadapi hanya dengan tangan kosong. Menangkis pergelangan tangan disertai jotosan pada tubuh satu dari pengeroyok. Menendang perut lawan sebelum golok disabetkan. Kadang-kadang Lodra Dahana menggunakan paduan pukulan dan tendangan pada dada dan wajah lawan.Hanya dalam dua jurus empat pengeroyok terjerambab ke semak. Mereka segera kabur meninggalkan Lodra Dahana. Empat yang lain masih ngotot untuk menghabisi Lodra Dahana. Namun tiga dari mereka dihajar sampai membungkuk-bungkuk karena menahan sakit. Mereka lari sambil merunduk-runduk c
CataAkibat kena hantaman Ajian Maruta Seketi, tubuh melesat tinggi ke langit dengan tubuh berputar. Namun kali ini Suro Joyo bisa menguasai angin puting beliung. Dia bersalto beberapa kali sehingga lepas dari kisaran angin puting beliung Ajian Maruta Seketi. Malah dengan gesitnya dia menghantamkan pukulan Rajah Cakra Geni ke arah lawan saat dirinya melayang ke bumi! Sinar merah melesat ke arah Keksi Anjani yang sudah berada pada keadaan luka. Dia berusaha menghantamkan ajiannya dengan menggunakan tangan kiri. Paniratpati tidak tega mengetahui keadaan Keksi Anjani. Dia menyambar tubuh Keksi Anjani. Dia bawa lari ke tempat yang aman, lalu meletakkannya di bawah pohon besar. Leretan ajian dari Suro Joyo menghantam batu besar. Batu itu hancur menjadi kepingan-kepingan kecil. Bahan ada yang menjadi debu. Debu melayang ke udara bebas. ”Paniratpati..., kalau kamu ingin mempersuntung diriku, habisi Suro Joyo terlebih dahulu!” rayu Keksi Anjani dekat telinga Paniratpati. Laki-laki muda berwa
Godar mundur beberapa langkah untuk menghindari tendangan yang lebih keras dan mematikan. Setelah berjarak beberapa tombak, Godar berhasil menguasai diri. Dia pasang kuda-kuda lagi sambil mengarahkan pedang yang ujungnya telah patah, ke arah lawan.“Wooo, kamu bisa selamat dari serangan pertamaku,” kata Rumpang. “Hanya pedangmu yang patah, bukan lehermu! Kalau orang lain, mungkin ada anggota tubuh yang kutung.”“Aku berbeda dengan siapa pun, termasuk denganmu,” sahut Godar untuk mencari celah-celah kelemahan supaya bisa menundukkan lawan. “Kalau orang lain mati akibat serangan pedang bajamu, tetapi aku tidak. Aku masih bisa menandingi serangan pedang baja.”“Baiklah, kalau pada serangan pertama kamu bisa lolos dari maut, sekarang kamu tidak bisa lolos lagi, hiaaat!” kata Rumpang sambil menyabetkan pedang bajanya. Rumpang pmengalirkan tenaga dalam ke tangan kanan yang menggenggam pedang baja warna hitam.
Benturan keras dua pedang tak terhindarkan. Saat menangkis tadi, gerakan Sengkalis agak terlambat. Pedang Sengkalis melencong. Melenceng. Menyerempet bahu kiri lawan. Palarum terperanjat setelah menyadari bahwa dirinya merasakan sengatan panas akibat goresan kecil pedang di tangan Sengkalis.Palarum mundur beberapa langkah untuk melihat luka di bahu kirinya. Dia lihat hanya goresan kecil akibat terserempet ujung pedang Sengkalis.“Ternyata tidak parah,” gumam Palarum. “Aku bisa menyerang lagi untuk menghabisinya. Seperti yang pernah dikatakan Gusti Putri Keksi Anjani, dengan cara apa pun, lawan harus dilenyapkan!”Sengkalis yang lolos dari sabetan pedang lawan yang mengarah kepala, juga mundur beberapa langkah. Meskipun ujung pedangnya tadi telah menggores bahu kecil Palarum, tapi Sengkalis tetap pasang kuda-kuda untuk menyongsong serangan lawan. Dia lihat Palarum telah siap melakukan serangan lagi dengan ujung pedang mengarah ke depan. M
Setiap ingat kematian Riris Manik dan Mayang Kencana, Keksi Anjani jadi naik pitam. Kemarahannya meledak-ledak tak terkendali. Dua saudara seperguruan telah tewas oleh Suro Joyo. Hanya satu cara dendam Keksi Anjani terlampiaskan, bunuh Suro Joyo. Tak ada hal lain yang bisa menuntaskan kemarahan dan dendam Keksi Anjani kecuali kematian Suro Joyo.Keksi Anjani mengumpulkan segenap tenaga dalamnya pada kedua telapak tangan. Dia ingin melancarkan serangan tangan kosong. Satu jurus dia siapkan untuk menyerang, tapi Suro Joyo tiba-tiba menahan Keksi Anjani supaya tidak menyerang terlebih dulu.”Tunggu! Aku perlu memberi penjelasan padamu dulu,” kata Suro Joyo dengan tenangnya. ”Bukannya aku sombong, memang beginilah pembawaanku. Sifatku seperti ini. Aku kadang-kadang suka bercanda. Mungkin karena kata-kataku kadang-kadang ada yang kasar, mungkin orang-orang menyebutku sombong.”Keksi Anjani menahan gerakannya untuk lawan sedang berbicara untuk
Suro Joyo menghela napas sejenak sambil mengingat-ingat mimpi yang dialaminya saat dirinya tidur. Tepatnya pingsan, lalu dilanjutkan tidur. Waktu pingsan dan tidur itu selama sehari semalam. Berapa lama dirinya pingsan dan berapa waktu pingsan, Suro Joyo tidak tahu. Pingsan dan tidur dialami manusia dalam keadaan tidak sadar. Suro Joyo mimpi saat dirinya tidur.“Tadi aku mimpi didatangi seorang pendekar muda yang umurnya sebaya denganku,” Suro Joyo memulai cerita mimpinya. “Wajah orang itu persis dengan wajahku. Hanya bedanya pakaian yang dikenakannya berwarna kuning. Mulai baju, celana, dan ikat kepala, semua berwarna kuning.”Banaswarih, Bandem, dan Lunjak mendengarkan cerita Suro Joyo sambil mengamati pakaian Suro Joyo yang serba putih. Pakaian yang dikenakan Suro Joyo robek-robek di sana-sini karena kena Ajian Maruta Seketi kemarin.“Pendekar muda yang mirip aku itu membentak-bentakku dengan suara keras,” lanjut Suro Joyo.
Ketika bangun dari pingsannya, Suro Joyo merasa dirinya berada di sebuah tempat yang asing. Dia kini juga bertatapan dengan tiga orang yang asing. Padahal, baru saja dirinya mimpi ditemui sosok yang membuatnya terbangun. Terbangun dari pingsan, juga tidur selama sehari semalam.Suro Joyo duduk sambil mengucek-ngucek mata beberapa kali. Dia ingin memastikan bahwa dirinya sedang sadar. Sudah bangun dari mimpinya. Mimpi yang membuatnya merasa ngeri karena bentakan orang dalam mimpi yang tidak pernah dikenalnya!“Eh…, maaf, kalian ini siapa?” tanya Suro Joyo kepada tiga orang yang menungguinya selama Pendekar Kembara Semesta itu tak sadar diri. “Dan…, aku ini di mana sekarang?”“Namaku Banaswarih,” jawab kesatria tampan itu. “Ini anak buahku, Bandem dan Lunjak.”Banaswarih melanjutkan perkataannya, “Coba Kisanak Suro Joyo ingat kembali peristiwa kemarin. Kemarin Kisanak bertarung melawan Keks
Keksi Anjani tahu bahwa Palasih ingin mengincar nyawanya. Pedang di tangan Palasih yang sekarang berada di ketinggian, siap membabat leher Keksi Anjani. Keksi Anjani menyadari bahwa Palasih tak kan ragu sedikit pun untuk menghabisi dirinya. Palasih sangat bernafsu untuk membunuh bekas pemimpinnya. Perasaan dendam Palasih terhadap Keksi Anjani membuatnya tega melakukan perbuatan keji. Perbuatan keji yang dilakukan Palasih ada dua. Pertama Palasih mencuri kitab Ajian Maruta Seketi. Perbuatan keji kedua, yang sekarang akan dia lakukan. Palasih sangat yakin dirinya bakal bisa memenggal Keksi Anjani! Saat Palasih berada berada di atasku, ini kesempatan yang baik. Kata hati Keksi Anjani. Ini kesempatan yang kutunggu-tunggu. Setiap lawanku melesat ke udara, maka itu kesempatan nyata yang tidak boleh disia-siakan. Aku bisa melakukan sesuatu yang menguntungkan diriku. Benar, kesempatan tersebut tidak disia-siakan Keksi Anjani. Dia menghantamkan ajian
Mereka berdua keluar dari goa. Mereka berdua terbelalak kaget demi dilihatnya sosok pendekar wanita yang berdiri membelakangi mereka. Sosok itu memandang lurus ke timur. Tempat ke arah matahari terbit. Janurwasis dan Palasih tahu siapa wanita yang berdiri tegak dalam posisi membelakangi. Wanita pendekar. Wanita cantik yang menjadi pendiri Pesanggrahan Alas Waru! Ya…, dia Keksi Anjani! Janurwasis sebagai orang selama ini naksir, menginginkan Keksi Anjani untuk dijadikan istri, tentu sangat mengenal Keksi Anjani. Baik dari segi fisik, tubuh, kecantikan, Janurwasis sangat hafal. Begitu juga dengan Palasih. Palasih anak buah sejak lama. Tentu saja Palasih sangat mengenali bentuk tubuh tuan putrinya itu. Keksi Anjani sengaja memunggungi kedua orang yang sama-sama dia anggap pengkhianat dan jahat. Palasih dia anggap pengkhianat karena telah mencuri kitab Ajian Maruta Seketi. Janurwasis dia anggap jahat karena telah memperdaya Palasih, sehingga mencuri kitab rahasia
Godar sejak tadi sudah merasa bahwa posisi pasukan Parangbawana mulai terdesak. Banyak prajurit berguguran di tangan lawan. Lebih-lebih sekarang Suro Joyo yang secara langsung atau tidak langsung membantu Parangbawana dalam keadaan terluka dan dibawa kabur oleh Banaswarih. Kalau keadaan seperti ini terus berlangsung, maka lama kelamaan pasukan Parangbawana bisa tumpas. Kata Godar dalam hati. Pasukan Parangbawana bisa habis tak tersisa. Sehebat apa pun pasukan Parangbawana, mereka sebagian kalah mengenali medan pertempuran, sehingga mudah ditundukkan lawan. Pasukan Parangbawana banyak yang gugur karena kalah mengenal areal pertempuran. Ketika Sengkalis memberi isyarat kepada dirinya, Godar sudah tanggap. Dia memberikan isyarat balik pada Sengkalis bahwa dirinya sudah paham akan isyarat yang diberikan Sengkalis. ”Mundur...!” teriak Sengkalis lantang. Suaranya menggema membelah angkasa. Dia berharap seluruh pasukan Parangbawana yang tersisa bis