Beranda / Romansa / PEMERAN KEDUA / 1. AWAL PETAKA

Share

PEMERAN KEDUA
PEMERAN KEDUA
Penulis: AzZahra N

1. AWAL PETAKA

Penulis: AzZahra N
last update Terakhir Diperbarui: 2022-02-16 14:33:54

Brak!!!

Sebuah gebrakan keras di meja mengejutkan semua orang termasuk orang yang sedang tidak berada di dalam ruangan tersebut.

“Bagaimana bisa perusahaan itu mencuri desain kita dan malah lebih dulu memproduksi serta mendistribusikan produk ini, Lian?” CEO muda itu tampak memarahi sekretaris pribadinya. 

PLian yang sejak tadi menjadi sasaran kemarahan bosnya hanya bisa diam menunggu kemarahan atasannya yang terkenal keras kepala itu sedikit mereda sebelum ia menjelaskan sesuatu. 

Pria beraut wajah dingin yang sudah  menjadi CEO di perusahaan milik keluarganya itu merenggangkan ikatan dasinya dengan kasar. Ia menghempaskan dirinya ke kursi. Amarahnya hari ini meledak karena desain suku cadang mesin yang rencananya baru akan diproduksi oleh perusahaannya bulan depan tiba-tiba sudah beredar di pasaran. Setelah diselidiki ternyata yang memproduksinya adalah perusahaan yang sudah sejak lama menjadi saingan berat perusahaannya.

“Satu-satunya dugaanku untuk saat ini adalah ada karyawan Frederic Corp yang menjadi mata-mata untuk Aiden Grup,” jelas Lian. Ia sendiri sebenarnya juga masih bingung bagaimana bisa desain itu jatuh ke Aiden Grup. Padahal desain mesin itu masih sangat di rahasiakan dari pihak luar perusahaan, kecuali ada orang dalam yang berkhianat tidak ada penjelasan lain yang masuk akal untuknya.

“Selidiki siapa mata-mata itu, pastikan kamu menangkapnya dalam keadaan masih bernafas. Kalau tidak… ."

Belum sampai Marvin menyelesaikan perkataannya tiba-tiba gawainya berdering. Nama Darren --CEO Aiden Grup-- yang muncul di layar gawainya membuat darahnya semakin mendidih. 

"Apakah kamu sudah melihat berita tentang produk terbaruku, Marv? Bagaimana hebat sekali, 'kan?" Pemilik suara bariton langsung menyombong dari seberang. 

Marvin tertawa sinis mendengarnya, "Aku baru tahu kalau ternyata kamu adalah pencuri kerdil, Darren."

Terdengar gelak tawa puas milik Darren, "Semuanya adil dalam perang kita, Marv. Oh, sebagai tambahan hadiah untukmu akan kuberitahu kamu satu hal. Aku tahu istrimu masih hidup."

"Jangan konyol! Kamu bahkan menghadiri acara pemakaman istriku dulu."

"Kamu boleh mengelak sekarang. Namun, begitu aku berhasil mengumpulkan bukti, itu akan segera menjadi pengumuman terbuka. Aku tidak sabar menunggu seseorang menghancurkanmu sekali lagi."

Tanpa memberi kesempatan Marvin menjawab, Darren langsung memutus sambungan teleponnya. 

"Makhluk kurang ajar itu mencurigai kalau istriku masih hidup, Lian!" gusar Marvin. Kedua tangannya mengepal erat di atas meja. 

"Karena itu berkali-kali kuingatkan kamu harus segera melakukan sesuatu untuk menutupi kecurigaan itu. Segeralah menikah lagi," saran Lian. 

Marvin menatap Lian dengan pandangan kesal, "Mencari wanita untuk dinikahi bukan perkara gampang. Aku harus pergi sekarang, jangan lupa kirimkan laporan untuk bulan ini!” tegas Marvin sebelum keluar dari ruangan dan langsung bergegas ke tempat parkir yang dibuat khsusus untuknya. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan tunggi.

“Sial! Aku tidak mungkin datang dengan tangan kosong.” Marvin memutar arah mobilnya, kembali ke toko bunga kecil yang tadi ia lewati.

"Selamat datang di florist Edelweiss." Seorang wanita menyapa ramah begitu ia masuk ke dalam toko. Namun, senyum ramah perempuan tersebut langsung berubah begitu pandangan mereka bertemu.

Nina, asisten pemilik toko bunga tersebut mengatupkan bibirnya begitu melihat secara jelas siapa yang datang ke tempatnya bekerja. Ia buru-buru menghampiri Rea, atasannya, yang masih sibuk memotong tangkai bunga di ruang belakang, menyenggol pelan lengannya. 

"Kenapa, Na? Ada pelanggan kok malah ditinggal ke sini?" tanya Rea tanpa menghentikan kegiatannya. 

"Itu, Kak…" 

Rea meletakkan guntingnya, penasaran menoleh ke arah Nina yang tidak segera menyelesaikan kalimatnya. Asisten yang usianya terpaut tiga tahun di bawahnya itu tampak bingung sekaligus antusias.

"Apaan sih, Na?" burunya mulai tidak sabar. 

Nina mencondongkan kepalanya ke dekat Rea, berbisik pelan, "Ada Marvin Frederic datang ke toko bunga kita." 

"Marvin Frederic? Frederic yang itu?" 

"Iya. Memangnya ada berapa Marvin Frederic di negara ini." tukas Nina. 

Kali ini giliran Rea yang lumayan terkejut. Tidak ada yang tidak mengenal Marvin Frederic di kota ini, atau bahkan mungkin di provinsi ini. Di negara ini? Entahlah. 

Marvin Frederic adalah seorang pengusaha muda yang sukses. Bisnis keluarga Frederic sudah berjalan selama tiga generasi dan menguasai sektor industri suku cadang mesin khusus alat berat di negara ini. Marvin adalah anak sekaligus cucu tunggal di keluarga Frederic. Setelah kedua orang tuanya meninggal tiga tahun lalu, ia mengambil alih perusahaan sebagai pewaris tunggal dan berhasil membawa perusahaan yang semula menguasai pasar Asia merambah hingga ke pasar di benua Eropa dan Amerika. 

Jarak gedung kantor Frederic Corp memang tidak terlalu jauh dari florist Edelweiss milik Rea, tapi tetap saja Rea tidak menyangka seorang Marvin akan menginjakkan kaki di toko bunganya. 

"Ehem." Terdengar suara deheman berat dari depan. Marvin mulai kehilangan kesabaran, ia benci dibuat menunggu karena waktunya yang berharga menjadi sia-sia. Di belakang Rea buru-buru merapikan blousenya lalu bergegas ke depan. 

"Apa pelayanan di tempat ini selalu selambat ini?" cecar Marvin begitu Rea muncul. 

"Mohon maaf, tadi asisten saya kaget saat melihat bapak." 

"Apakah aku terlihat seperti penjahat sampai asistenmu langsung lari saat melihatku?" 

Rea buru-buru menggeleng, ia tidak ingin menyinggung hati pelanggannya.

"Bapak ingin bunga apa?" 

"Buatkan saja rangkaian bunga mawar," ujarnya sambil duduk di kursi yang disediakan di toko itu. Ia sibuk membuka tabletnya, memeriksa laporan yang sebelumnya dikirim oleh Lian. 

"Bapak ingin bunga mawar warna apa?" 

"Buatkan warna apa saja terserah," sahutnya acuh, matanya masih sibuk menelaah angka-angka di laporan. 

"Mawar memiliki banyak warna, Pak, dan setiap warna memiliki makna yang berbeda… ."

Rea langsung bungkam begitu Marvin mengangkat pandangannya dari tablet, menatapnya dingin. 

"Baiklah mawar merah saja," putus Rea sendiri. Pembelinya kali ini jelas adalah orang yang sumbunya pendek. 

Marvin berharap telinganya bisa tenang untuk sementara waktu, tetapi ternyata wanita yang sedang merangkai bunganya malah bersenandung riang, membuat fokusnya semakin terburai. Ia menutup tablet lalu beranjak dari kursinya. 

"Masih lama?" tanyanya tidak sabar. 

"Sebentar lagi." Rea menahan diri untuk tidak memaki pembelinya yang sangat tidak sabaran tersebut. Dengan cekatan ia menyelesaikan rangakaian bunga mawarnya.

"Sudah selesai, Pak."

Marvin langsung menerima bunga tersebut dan menyodorkan kartunya untuk membayar. 

"Mohon maaf kami tidak menerima pembayaran dengan kartu," jelas Rea dengan seramah mungkin. 

Marvin berdecak, "Sungguh tidak praktis sekali," sungutnya sembari mengulurkan selembar uang. 

"Terima kasih dan lain kali tolong tidak menghina toko saya."

Marvin yang sudah akan keluar kembali berbalik saat mendengar ucapan Rea, "Apa maksudmu?" 

Meski menerima tatapan tajam, tetapi Rea tidak gentar untuk membalas tatapan tersebut, "Saya tidak mengatakan apa-apa. Mungkin ada salah dengar."

Merasa masalah ini tidak penting dan hanya membuang waktunya yang berharga, Marvin tidak memperpanjangnya. Ia langsung meninggalkan toko bunga tersebut. 

Begitu sampai di mobilnya Marvin dengan hati-hati meletakkan rangkaian bunga yang baru saja dibelinya di kursi depan, tepat di sebelahnya. Ia baru saja akan menyalakan mesin mobilnya saat gawainya kembali berdering. 

"Apa? Ada orang yang memata-matai rumahku? Kamu sudah menangkapnya, 'kan? Bereskan dia sekarang! Aku akan sampai dua puluh menit lagi." Marvin menutup panggilan tersebut. Ia membanting gawainya ke dashboard. 

"Sial!" teriaknya kesal. Hari ini masalah menghampiri bertubi-tubi dan panggilan yang baru saja diterimanya adalah yang paling membuatnya risau. Rahasia terancam terbongkar. Lian benar, dia harus segera menemukan wanita untuk dinikahi. 

Pandangannya tiba-tiba tertuju pada toko bunga yang telah ditinggalkannya. Meski terdengar gila, tetapi wanita yang tadi ditemuinya bukanlah pilihan yang buruk. Ia tidak memiliki waktu untuk mencari dan ia tidak sudi menikah dengan para wanita yang terang-terangan menggodanya. 

Bab terkait

  • PEMERAN KEDUA    2. WANITA YANG TERPILIH

    Menjelang pukul sembilan malam Rea baru menutup toko bunganya. Ia hanya memperkerjakan Nina hingga jam empat sore, sisanya ia melakukan semuanya sendiri. Ia tersenyum menatap tulisan "Florist Edelweiss" yang terpasang di depan tokonya. Toko bunga ini adalah warisan dari mamanya. Dulu saat dikelola oleh mamanya, florist Edelweiss jauh lebih besar dari sekarang. Wanita yang bernama lengkap Amaya Reanita itu dulu bukan seorang florist dan tidak pernah berpikir akan menjadi florist seperti mamanya. Namun, tiga tahun lalu kedua orang tuanya mengalami kecelakaan dan mamanya meninggal. Hidupnya jungkir balik sejak saat itu. Ia harus rela menjadi florist dan merintis kembali toko bunga peninggalan mamanya demi bertahan hidup. Sejak dari toko bunga Rea berjalan pulang dengan pikiran yang berlari ke sana ke mari. Namun, begitu sampai di depan pagar rumahnya ia menarik nafas panjang memasang kembali senyum di wajahnya sebelum masu

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-16
  • PEMERAN KEDUA    3. MENIKAHLAH DENGANKU

    "Dengan Florist Edelweiss. Ada yang bisa dibantu?" Nina yang sedang bersiap-siap pulang mengangkat telepon yang kebetulan berasal dari Lian."Bisa pesan rangkaian bunga, tolong dikirim ke Frederic Corp besok jam sepuluh ya. Sampaikan harus pemilik toko sendiri yang mengantar bunganya." Lian menyampaikan mandat utama Marvin."Harus pemilik toko sendiri? Tetapi yang bertanggung jawab atas pengantaran adalah saya," tawar Nina. Ia tahu Rea jarang mau melakukan pengantaran bunga."Kalau bukan pemilik toko yang mengantar akan saya batalkan." Nada bicara Lian terdengar sedikit mengancam.Nina terdiam, serba salah harus bagaimana. Kalau sampai ada pembeli yang membatalkan pesanan ia takut dimarahi, tapi kalau ia menyetujui takut salah juga. Ingin bertanya kepada Rea langsung, tapi atasannya itu sedang pulang ke rumah."Baiklah." Akhirnya Nina berinisiatif menyetuj

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-16
  • PEMERAN KEDUA    4. SEBUAH PENGHINAAN

    "Anda jangan bercanda!"Rea terkejut setengah mati mendengar ucapan Marvin. Tidak ada angin, tidak ada hujan, bahkan ia tidak bermimpi apapun semalam, tiba-tiba makhkuk yang baru ditemuinya kemarin itu mengajak menikah dengan menawarkan selembar cek kosong yang entah untuk apa maksudnya."Apakah wajahku terlihat seperti orang yang sedang bercanda?"Rea mengamati lebih dalam wajah Marvin yang memang sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia sedang bercanda. Lalu apa motivasi pria di hadapannya ini tiba-tiba mengajaknya menikah. Ia pasti sudah mengalami kegilaan karena kesibukannya."Tulis saja berapapun yang kamu mau di cek ini." Marvin menyodorkan cek tersebut lebih dekat ke Rea. "Aku akan menyanggupi berapapun yang kamu tulis dengan satu syarat, menikahlah denganku."Rea menatap tajam Marvin yang nampak dingin dan angkuh duduk di kursinya. Ia adalah ti

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-16
  • PEMERAN KEDUA    5. CELAH KERJA SAMA

    Setelah dari Frederic Corp Rea langsung pulang ke rumahnya, ia hanya menghubungi Nina mengabari bahwa ia tidak akan kembali ke toko bunga. Ia butuh menenangkan diri, amarah memenuhi rongga dadanya saat mengetahui Marvin diam-diam telah menyelidiki latar belakang keluarganya. Tentu saja ia merasa ranah privasi telah diterobos tanpa izin."Rea! Rea!"Rea menoleh mendapati salah seorang tetangganya tergopoh-gopoh berlari ke arahnya."Ada apa, Bu?""Untung kamu sudah pulang, saya hampir saja nyusul ke toko bunga kamu."Tetangga Rea menjeda kalimatnya, ia mengatur nafasnya yang masih tersenggal. Perasaaan tidak enak langsung melingkupi Rea."Ayah kamu jantungnya kambuh sepertinya, tadi ditemuin Pak Bahar sudah pingsan di halaman. Sekarang sudah dibawa ke rumah sakit."Kaki Rea mendadak lemas mendengar penutu

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-16
  • PEMERAN KEDUA    6. MEDAN PERTEMPURAN BARU

    "Siapkan kontraknya, Lian," perintah Marvin. Ia menyandarkan punggungnya santai pada kursi. "Kamu yakin sekali akan berhasil mendapatkan kerja sama itu, Vin?" tanya Lian dengan nada mengejek. "Kamu dengar sendiri 'kan separah apa kondisi ayahnya tadi. Percaya padaku, begitu keluar dari ruangan itu ia akan langsung tanda tangan kontraknya.""Tenang saja aku sudah menyiapkan kontraknya sejak bulan lalu, sekedar berjaga-jaga." Lian membuka tabletnya, membuka sebuah surat yang beserta materai yang telah di-scannya lalu menyerahkannya pada Marvin. "Periksa dulu, kalau ada yang kurang akan kuperbaiki."Marvin membaca dengan cepat kontrak tersebut. Ia menambahkan beberapa catatan. Senyum puas mengembang di wajah tampannya, "Bagus. Tidak salah aku mengandalkanmu."Tepat saat itu Rea keluar dari ruangan dengan mata yang jauh lebih sembab dari sebelumnya, tetapi langkahnya tetap tegap dan matanya tetap menatap tajam. Marvin menegakkan punggung ta

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-23
  • PEMERAN KEDUA    7. RUMAH PENUH MISTERI

    "Wanita ini? Di--dia bukannya Deolinda Maura, istrimu?""Iya, ini istriku," jawab Marvin tanpa ragu. Ia melangkah lebih dekat ke tempat tidur lalu membungkuk, mencium lembut kening dan bibir wanita yang masih tertidur lelap itu di depan Rea. Membuat Rea langsung membuang pandangan ke arah lain. Apa-apaan pria di depannya itu. Bisa-bisanya melakukan tindakan seperti itu di depan matanya, kenapa tidak sekalian saja ia masuk ke kamar ini sendiri tadi dan tidak perlu menyuguhkan pemandangan seperti ini kepadanya. "Kita keluar dulu dari sini. Lanjutkan pembicaraan di tempat lain. Jangan mengganggu istirahat istriku," ajak Marvin yang langsung melangkah keluar, menarik paksa Rea agar mengikuti langkahnya. Rea mengibaskan keras tangan itu setelah mereka keluar dari kamar. Marvin membawanya ke sebuah ruangan yang disinyalir Rea sebagai ruang kerja pria itu karena terdapat banyak tumpukan dokumen di atas meja dan juga komputer pribad

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-25
  • PEMERAN KEDUA    8. CALON NYONYA BARU

    "Hentikan, Marvin! Kamu sudah gila atau bagaimana?" teriak Rea ketika tangan pria yang berdiri agak jauh di depannya itu mulai menarik bersiap pelatuk pistol yang dipegangnya. Marvin tidak menghiraukan teriakan calon istri keduanya itu. Matanya terfokus pada pria yang sudah tidak berdaya di depannya. "Kesempatan terakhir untukmu. Siapa yang menyuruhmu ke sini?" Pria itu hanya melirik Marvin tajam tanpa membuka mulutnya sama sekali, mempertahankan sikap bungkamnya. Ia serupa pasukan terlatih yang tidak pernah membocorkan apapun yang menjadi misinya walaupun nyawanya sudah di kerongkongan. Marvin mengangkat sebelah tangannya, melihat jam di pergelangan tangannya. "Tiga...dua…" Ia menghitung bersamaan dengan detikan jam tangannya. Pria yang ditodong pistol itu hanya memejamkan matanya erat. Seringaian muncul di wajah Marvin, "Sa..tu."Dorr! Suara tembaka

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-01
  • PEMERAN KEDUA    9. LELUCON YANG TIDAK LUCU

    Mata Rea membola, "Apa maksudmu ayahku meninggal?" Wanita menarik kasar lengan Marvin agar pria yang sudah mulai berjalan mendahuluinya berhenti melangkahkan kakinya. Marvin berbalik dengan kesal. Dilihatnya mata wanita yang masih mencengkeram kemejanya itu sudah mulai berembun. "Jangan jatuhkan air matamu di sini. Tidak akan ada gunanya," ucapnya ketus. Ia malas menghadapi drama air mata dari seorang wanita. "Katakan dulu apa yang terjadi pada ayahku?" Rea bersikeras. Bulir air mata mulai menggelincirkan dari sudut matanya. Marvin melepaskan tangan Rea darinya dengan kasar, "Kita ke rumah sakit dan kamu tanya sendiri pada dokter. Sekarang hapus air matamu atau kita tidak akan pergi ke rumah sakit.""Aku bisa pergi sendiri," seru Rea kesal. Ia menjejakkan kakinya lantas berjalan mendahului Marvin. Tangannya sibuk menghapus air matanya. Calon suami yang dianggapnya brengsek itu dengan seenak hati menyuruhnya menghapus air mat

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-04

Bab terbaru

  • PEMERAN KEDUA    9. LELUCON YANG TIDAK LUCU

    Mata Rea membola, "Apa maksudmu ayahku meninggal?" Wanita menarik kasar lengan Marvin agar pria yang sudah mulai berjalan mendahuluinya berhenti melangkahkan kakinya. Marvin berbalik dengan kesal. Dilihatnya mata wanita yang masih mencengkeram kemejanya itu sudah mulai berembun. "Jangan jatuhkan air matamu di sini. Tidak akan ada gunanya," ucapnya ketus. Ia malas menghadapi drama air mata dari seorang wanita. "Katakan dulu apa yang terjadi pada ayahku?" Rea bersikeras. Bulir air mata mulai menggelincirkan dari sudut matanya. Marvin melepaskan tangan Rea darinya dengan kasar, "Kita ke rumah sakit dan kamu tanya sendiri pada dokter. Sekarang hapus air matamu atau kita tidak akan pergi ke rumah sakit.""Aku bisa pergi sendiri," seru Rea kesal. Ia menjejakkan kakinya lantas berjalan mendahului Marvin. Tangannya sibuk menghapus air matanya. Calon suami yang dianggapnya brengsek itu dengan seenak hati menyuruhnya menghapus air mat

  • PEMERAN KEDUA    8. CALON NYONYA BARU

    "Hentikan, Marvin! Kamu sudah gila atau bagaimana?" teriak Rea ketika tangan pria yang berdiri agak jauh di depannya itu mulai menarik bersiap pelatuk pistol yang dipegangnya. Marvin tidak menghiraukan teriakan calon istri keduanya itu. Matanya terfokus pada pria yang sudah tidak berdaya di depannya. "Kesempatan terakhir untukmu. Siapa yang menyuruhmu ke sini?" Pria itu hanya melirik Marvin tajam tanpa membuka mulutnya sama sekali, mempertahankan sikap bungkamnya. Ia serupa pasukan terlatih yang tidak pernah membocorkan apapun yang menjadi misinya walaupun nyawanya sudah di kerongkongan. Marvin mengangkat sebelah tangannya, melihat jam di pergelangan tangannya. "Tiga...dua…" Ia menghitung bersamaan dengan detikan jam tangannya. Pria yang ditodong pistol itu hanya memejamkan matanya erat. Seringaian muncul di wajah Marvin, "Sa..tu."Dorr! Suara tembaka

  • PEMERAN KEDUA    7. RUMAH PENUH MISTERI

    "Wanita ini? Di--dia bukannya Deolinda Maura, istrimu?""Iya, ini istriku," jawab Marvin tanpa ragu. Ia melangkah lebih dekat ke tempat tidur lalu membungkuk, mencium lembut kening dan bibir wanita yang masih tertidur lelap itu di depan Rea. Membuat Rea langsung membuang pandangan ke arah lain. Apa-apaan pria di depannya itu. Bisa-bisanya melakukan tindakan seperti itu di depan matanya, kenapa tidak sekalian saja ia masuk ke kamar ini sendiri tadi dan tidak perlu menyuguhkan pemandangan seperti ini kepadanya. "Kita keluar dulu dari sini. Lanjutkan pembicaraan di tempat lain. Jangan mengganggu istirahat istriku," ajak Marvin yang langsung melangkah keluar, menarik paksa Rea agar mengikuti langkahnya. Rea mengibaskan keras tangan itu setelah mereka keluar dari kamar. Marvin membawanya ke sebuah ruangan yang disinyalir Rea sebagai ruang kerja pria itu karena terdapat banyak tumpukan dokumen di atas meja dan juga komputer pribad

  • PEMERAN KEDUA    6. MEDAN PERTEMPURAN BARU

    "Siapkan kontraknya, Lian," perintah Marvin. Ia menyandarkan punggungnya santai pada kursi. "Kamu yakin sekali akan berhasil mendapatkan kerja sama itu, Vin?" tanya Lian dengan nada mengejek. "Kamu dengar sendiri 'kan separah apa kondisi ayahnya tadi. Percaya padaku, begitu keluar dari ruangan itu ia akan langsung tanda tangan kontraknya.""Tenang saja aku sudah menyiapkan kontraknya sejak bulan lalu, sekedar berjaga-jaga." Lian membuka tabletnya, membuka sebuah surat yang beserta materai yang telah di-scannya lalu menyerahkannya pada Marvin. "Periksa dulu, kalau ada yang kurang akan kuperbaiki."Marvin membaca dengan cepat kontrak tersebut. Ia menambahkan beberapa catatan. Senyum puas mengembang di wajah tampannya, "Bagus. Tidak salah aku mengandalkanmu."Tepat saat itu Rea keluar dari ruangan dengan mata yang jauh lebih sembab dari sebelumnya, tetapi langkahnya tetap tegap dan matanya tetap menatap tajam. Marvin menegakkan punggung ta

  • PEMERAN KEDUA    5. CELAH KERJA SAMA

    Setelah dari Frederic Corp Rea langsung pulang ke rumahnya, ia hanya menghubungi Nina mengabari bahwa ia tidak akan kembali ke toko bunga. Ia butuh menenangkan diri, amarah memenuhi rongga dadanya saat mengetahui Marvin diam-diam telah menyelidiki latar belakang keluarganya. Tentu saja ia merasa ranah privasi telah diterobos tanpa izin."Rea! Rea!"Rea menoleh mendapati salah seorang tetangganya tergopoh-gopoh berlari ke arahnya."Ada apa, Bu?""Untung kamu sudah pulang, saya hampir saja nyusul ke toko bunga kamu."Tetangga Rea menjeda kalimatnya, ia mengatur nafasnya yang masih tersenggal. Perasaaan tidak enak langsung melingkupi Rea."Ayah kamu jantungnya kambuh sepertinya, tadi ditemuin Pak Bahar sudah pingsan di halaman. Sekarang sudah dibawa ke rumah sakit."Kaki Rea mendadak lemas mendengar penutu

  • PEMERAN KEDUA    4. SEBUAH PENGHINAAN

    "Anda jangan bercanda!"Rea terkejut setengah mati mendengar ucapan Marvin. Tidak ada angin, tidak ada hujan, bahkan ia tidak bermimpi apapun semalam, tiba-tiba makhkuk yang baru ditemuinya kemarin itu mengajak menikah dengan menawarkan selembar cek kosong yang entah untuk apa maksudnya."Apakah wajahku terlihat seperti orang yang sedang bercanda?"Rea mengamati lebih dalam wajah Marvin yang memang sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia sedang bercanda. Lalu apa motivasi pria di hadapannya ini tiba-tiba mengajaknya menikah. Ia pasti sudah mengalami kegilaan karena kesibukannya."Tulis saja berapapun yang kamu mau di cek ini." Marvin menyodorkan cek tersebut lebih dekat ke Rea. "Aku akan menyanggupi berapapun yang kamu tulis dengan satu syarat, menikahlah denganku."Rea menatap tajam Marvin yang nampak dingin dan angkuh duduk di kursinya. Ia adalah ti

  • PEMERAN KEDUA    3. MENIKAHLAH DENGANKU

    "Dengan Florist Edelweiss. Ada yang bisa dibantu?" Nina yang sedang bersiap-siap pulang mengangkat telepon yang kebetulan berasal dari Lian."Bisa pesan rangkaian bunga, tolong dikirim ke Frederic Corp besok jam sepuluh ya. Sampaikan harus pemilik toko sendiri yang mengantar bunganya." Lian menyampaikan mandat utama Marvin."Harus pemilik toko sendiri? Tetapi yang bertanggung jawab atas pengantaran adalah saya," tawar Nina. Ia tahu Rea jarang mau melakukan pengantaran bunga."Kalau bukan pemilik toko yang mengantar akan saya batalkan." Nada bicara Lian terdengar sedikit mengancam.Nina terdiam, serba salah harus bagaimana. Kalau sampai ada pembeli yang membatalkan pesanan ia takut dimarahi, tapi kalau ia menyetujui takut salah juga. Ingin bertanya kepada Rea langsung, tapi atasannya itu sedang pulang ke rumah."Baiklah." Akhirnya Nina berinisiatif menyetuj

  • PEMERAN KEDUA    2. WANITA YANG TERPILIH

    Menjelang pukul sembilan malam Rea baru menutup toko bunganya. Ia hanya memperkerjakan Nina hingga jam empat sore, sisanya ia melakukan semuanya sendiri. Ia tersenyum menatap tulisan "Florist Edelweiss" yang terpasang di depan tokonya. Toko bunga ini adalah warisan dari mamanya. Dulu saat dikelola oleh mamanya, florist Edelweiss jauh lebih besar dari sekarang. Wanita yang bernama lengkap Amaya Reanita itu dulu bukan seorang florist dan tidak pernah berpikir akan menjadi florist seperti mamanya. Namun, tiga tahun lalu kedua orang tuanya mengalami kecelakaan dan mamanya meninggal. Hidupnya jungkir balik sejak saat itu. Ia harus rela menjadi florist dan merintis kembali toko bunga peninggalan mamanya demi bertahan hidup. Sejak dari toko bunga Rea berjalan pulang dengan pikiran yang berlari ke sana ke mari. Namun, begitu sampai di depan pagar rumahnya ia menarik nafas panjang memasang kembali senyum di wajahnya sebelum masu

  • PEMERAN KEDUA    1. AWAL PETAKA

    Brak!!!Sebuah gebrakan keras di meja mengejutkan semua orang termasuk orang yang sedang tidak berada di dalam ruangan tersebut.“Bagaimana bisa perusahaan itu mencuri desain kita dan malah lebih dulu memproduksi serta mendistribusikan produk ini, Lian?” CEO muda itu tampak memarahi sekretaris pribadinya.PLian yang sejak tadi menjadi sasaran kemarahan bosnya hanya bisa diam menunggu kemarahan atasannya yang terkenal keras kepala itu sedikit mereda sebelum ia menjelaskan sesuatu.Pria beraut wajah dingin yang sudah menjadi CEO di perusahaan milik keluarganya itu merenggangkan ikatan dasinya dengan kasar. Ia menghempaskan dirinya ke kursi. Amarahnya hari ini meledak karena desain suku cadang mesin yang rencananya baru akan di

DMCA.com Protection Status