Home / Romansa / PEMERAN KEDUA / 4. SEBUAH PENGHINAAN

Share

4. SEBUAH PENGHINAAN

Author: AzZahra N
last update Last Updated: 2022-02-16 14:38:06

"Anda jangan bercanda!" 

Rea terkejut setengah mati mendengar ucapan Marvin. Tidak ada angin, tidak ada hujan, bahkan ia tidak bermimpi apapun semalam, tiba-tiba makhkuk yang baru ditemuinya kemarin itu mengajak menikah dengan menawarkan selembar cek kosong yang entah untuk apa maksudnya. 

"Apakah wajahku terlihat seperti orang yang sedang bercanda?" 

Rea mengamati lebih dalam wajah Marvin yang memang sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia sedang bercanda. Lalu apa motivasi pria di hadapannya ini tiba-tiba mengajaknya menikah. Ia pasti sudah mengalami kegilaan karena kesibukannya.

"Tulis saja berapapun yang kamu mau di cek ini." Marvin menyodorkan cek tersebut lebih dekat ke Rea. "Aku akan menyanggupi berapapun yang kamu tulis dengan satu syarat, menikahlah denganku."

Rea menatap tajam Marvin yang nampak dingin dan angkuh duduk di kursinya. Ia adalah tipikal pria yang yang bisa memilih wanita manapun yang diinginkannya. Sudah rahasia umum pula bahwa banyak wanita yang antri untuk merayu dan mendapatkannya. Namun, Rea sama sekali tidak pernah masuk dalam deretan antrian para wanita itu. Dan tawaran tidak masuk akal yang barusan ia dapatkan membuatnya merasa direndahkan. 

Seorang Marvin Frederic mungkin bisa membeli apa saja yang ia inginkan di dunia ini dengan uangnya. Namun, ia tidak akan pernah bisa membeli Rea. 

"Maaf saya tidak bisa dan saya tidak punya waktu untuk omong kosong seperti ini. Permisi." Rea beranjak dari kursinya, bersiap untuk pergi. 

"Pikirkan lagi. Kamu bisa meminta uang yang cukup untuk membeli kembali rumah dan toko bungamu yang kamu jual untuk pengobatan ayahmu. Aku pasti memberikannya, aku juga bersedia menanggung biaya pengobatan sakit jantung ayahmu seumur hidupnya. Bahkan lebih dari itu."

Marvin berdiri dari kursinya berniat mengejar Rea, tetapi wanita itu sudah lebih dulu berbalik mendekatinya tanpa terlihat takut sama sekali.

"Anda tahu soal rumah dan toko saya? Soal ayah saya?" Rea menatap Marvin nyalang.

Marvin mengangguk dengan wajah yang tidak menunjukkan rasa bersalah atau apapun. 

"Anda menyelidiki keluarga saya?" Rea semakin mendekat ke Marvin. Ia berdiri tepat di depannya. Tangannya mengepal menahan amarah. Tidak ada penjelasan lain yang masuk akal bagaimana Marvin bisa mengetahui latar belakang keluarganya. Mereka berdua jelas tidak saling mengenal sama sekali, dan bahkan ia dan ayahnya adalah pendatang di daerah ini. 

"Aku hanya sedikit mencari tahu latar belakangmu," jawab Marvin santai. "Aku juga tahu kamu menjual rumah dan toko untuk pengobatan ayahmu. Makanya kutawarkan kesepakatan ini un…" 

Plak! 

Belum sempat Marvin menyelesaikan kalimatnya tamparan Rea sudah lebih dulu mendarat di pipinya. Rahang Marvin mengeras, mengatup rapat karena marah. Seumur hidupnya ini adalah pertama kali ada seseorang yang berani menamparnya. Ia menatap tajam mata Rea, tapi wanita yang tingginya hanya sebatas bahunya itu bahkan tidak gentar menatap balik padanya. 

"Dasar lancang! Jangan mentang-mentang anda kaya lalu anda bisa seenaknya mengusik apalagi sampai menyelidiki latar belakang hidup saya. Anda tidak punya hak sama sekali untuk melakukan itu. Simpan saja semua uangmu itu, ajak wanita lain yang mau menikahi uangmu dan bisa anda beli dengan uang itu." 

Tanpa menoleh ke belakang Rea langsung meninggalkan ruangan setelah puas memaki Marvin. Ia bahkan membanting pintu dengan keras. 

"Kurang ajar!" Marvin menggebrak mejanya. Ia merasa terhina dan ditolak pada saat yang bersamaan. 

"Apa yang terjadi, Vin? Kenapa Rea pergi dengan kondisi semarah itu?" Lian masuk ke ruangan Marvin. Ia yang tengah fokus menyusun jadwal rapat di ruangannya tiba-tiba dikejutkan dengan suara bantingan pintu yang berasal dari ruangan Marvin. Belum pernah ada satupun orang yang berani membanting pintu dengan keras di depan Marvin. 

"Lihat! wanita itu berani menampar wajahku." Marvin menunjuk pipinya yang masih tampak sangat merah. 

"Wow. Bekas tangannya tertinggal dengan sangat baik." Lian tidak bisa menyembunyikan rasa takjubnya. Dalam satu hari yang sama ada wanita yang berani membanting pintu di depan Marvin sekaligus menampar wajahnya. Hari ini seharusnya masuk ke dalam catatan rekor dunia. 

"Memangnya apa yang kamu katakan padanya?" 

"Aku hanya mengajaknya menikah, menyuruhnya mengisi cek sesuai nominal yang ia mau. Lalu tiba-tiba dia marah saat tahu aku menyelidiki keluarganya," jelas Marvin sambil mengusap pipinya yang masih saja terasa panas. Tamparan Rea sungguh kuat sekali. Dengan gusar ia melemparkan dirinya ke sofa, diikuti oleh Lian. 

"Semua orang pasti akan marah kalau tahu ada yang diam-diam menyelidiki latar belakang hidupnya, Vin. Kamu seharusnya tidak perlu mengatakannya."

"Memangnya aku harus ngomong bagaimana? Aku terlanjur mengatakan bahwa ia bisa menggunakan uangnya untuk membeli lagi rumahnya."

Lian menatap Marvin gemas, sahabatnya ini adalah salah satu orang tercerdas yang pernah ia temui, tetapi di sisi lain ia juga adalah salah satu orang terbodoh yang pernah ia kenal pula. 

"Apa gunanya kemampuan negosiasimu itu kalau kamu tidak bisa mengajak bekerja sama Rea dengan cara yang baik, Vin?" 

"Hei, jangan samakan bisnis bernilai milyaran dolarku dengan wanita itu!" bantah Marvin tidak terima dengan hinaan Lian. Kemampuan negosiasinya adalah aset penting yang ia miliki sampai ia berhasil mengembangkan bisnisnya sebesar sekarang. 

"Jangan lupa kalau alasanmu membutuhkan Rea adalah untuk melindungi keluargamu dan bisnis milyaran dolarmu itu," ketus Lian. 

Marvin bungkam. Perkataan Lian barusan adalah sebuah skak mat baginya. 

"Jadi aku harus bagaimana?" Marvin mulai menurunkan egonya. 

"Paling gampang ya cari saja kandidat wanita lain," saran Lian santai. Kalau ia menyarankan Marvin mengejar dan meminta maaf pada Rea, pria keras kepala itu pasti akan marah.

Tiba-tiba Marvin teringat ucapan Rea sebelum wanita itu meninggalkan ruangan 'carilah wanita yang bisa anda beli dengan uang'. Sebenarnya jika Marvin mau ia dengan mudah bisa melakukannya, tidak sedikit wanita yang mendekatinya dan terang-terangan menawarkan diri untuk dijadikan istri hingga wanita simpanan. Namun, ia tidak mau, bukan itu yang ia cari. Ia tidak mau sembarangan memilih wanita karena itu bisa mengacaukan rencananya. 

"Kita ke tempat wanita itu saja, tetapi sebelum itu beri aku saran bagaimana sebaiknya aku membujuknya dan menawarkan kerja sama ini?" 

Lian menganga, ia sama sekali tidak menyangka seorang Marvin akan bersedia menurunkan egonya pada wanita yang bahkan telah menamparnya. Ini adalah hal yang sangat baru. 

"Jelaskan saja kondisimu yang sebenarnya, Vin. Kurasa Rea adalah wanita yang cerdas, ia pasti bisa mengerti."

"Jangan gila, Lian. Menjelaskan kondisiku padanya sama saja aku membongkar rahasiaku."

"Kamu akan menikahinya. Menjadikannya istri, Marvin. Cepat atau lambat dia pasti akan tahu semuanya, lagipula kalau kamu ingin kerja sama kalian berjalan dengan baik ya dia harus tahu itu."

Marvin mengacak rambutnya. Ia sangat tidak ingin ada orang lain di dunia ini selain Lian untuk mengetahui rahasianya, setidaknya tidak untuk saat ini. 

Related chapters

  • PEMERAN KEDUA    5. CELAH KERJA SAMA

    Setelah dari Frederic Corp Rea langsung pulang ke rumahnya, ia hanya menghubungi Nina mengabari bahwa ia tidak akan kembali ke toko bunga. Ia butuh menenangkan diri, amarah memenuhi rongga dadanya saat mengetahui Marvin diam-diam telah menyelidiki latar belakang keluarganya. Tentu saja ia merasa ranah privasi telah diterobos tanpa izin."Rea! Rea!"Rea menoleh mendapati salah seorang tetangganya tergopoh-gopoh berlari ke arahnya."Ada apa, Bu?""Untung kamu sudah pulang, saya hampir saja nyusul ke toko bunga kamu."Tetangga Rea menjeda kalimatnya, ia mengatur nafasnya yang masih tersenggal. Perasaaan tidak enak langsung melingkupi Rea."Ayah kamu jantungnya kambuh sepertinya, tadi ditemuin Pak Bahar sudah pingsan di halaman. Sekarang sudah dibawa ke rumah sakit."Kaki Rea mendadak lemas mendengar penutu

    Last Updated : 2022-02-16
  • PEMERAN KEDUA    6. MEDAN PERTEMPURAN BARU

    "Siapkan kontraknya, Lian," perintah Marvin. Ia menyandarkan punggungnya santai pada kursi. "Kamu yakin sekali akan berhasil mendapatkan kerja sama itu, Vin?" tanya Lian dengan nada mengejek. "Kamu dengar sendiri 'kan separah apa kondisi ayahnya tadi. Percaya padaku, begitu keluar dari ruangan itu ia akan langsung tanda tangan kontraknya.""Tenang saja aku sudah menyiapkan kontraknya sejak bulan lalu, sekedar berjaga-jaga." Lian membuka tabletnya, membuka sebuah surat yang beserta materai yang telah di-scannya lalu menyerahkannya pada Marvin. "Periksa dulu, kalau ada yang kurang akan kuperbaiki."Marvin membaca dengan cepat kontrak tersebut. Ia menambahkan beberapa catatan. Senyum puas mengembang di wajah tampannya, "Bagus. Tidak salah aku mengandalkanmu."Tepat saat itu Rea keluar dari ruangan dengan mata yang jauh lebih sembab dari sebelumnya, tetapi langkahnya tetap tegap dan matanya tetap menatap tajam. Marvin menegakkan punggung ta

    Last Updated : 2022-03-23
  • PEMERAN KEDUA    7. RUMAH PENUH MISTERI

    "Wanita ini? Di--dia bukannya Deolinda Maura, istrimu?""Iya, ini istriku," jawab Marvin tanpa ragu. Ia melangkah lebih dekat ke tempat tidur lalu membungkuk, mencium lembut kening dan bibir wanita yang masih tertidur lelap itu di depan Rea. Membuat Rea langsung membuang pandangan ke arah lain. Apa-apaan pria di depannya itu. Bisa-bisanya melakukan tindakan seperti itu di depan matanya, kenapa tidak sekalian saja ia masuk ke kamar ini sendiri tadi dan tidak perlu menyuguhkan pemandangan seperti ini kepadanya. "Kita keluar dulu dari sini. Lanjutkan pembicaraan di tempat lain. Jangan mengganggu istirahat istriku," ajak Marvin yang langsung melangkah keluar, menarik paksa Rea agar mengikuti langkahnya. Rea mengibaskan keras tangan itu setelah mereka keluar dari kamar. Marvin membawanya ke sebuah ruangan yang disinyalir Rea sebagai ruang kerja pria itu karena terdapat banyak tumpukan dokumen di atas meja dan juga komputer pribad

    Last Updated : 2022-03-25
  • PEMERAN KEDUA    8. CALON NYONYA BARU

    "Hentikan, Marvin! Kamu sudah gila atau bagaimana?" teriak Rea ketika tangan pria yang berdiri agak jauh di depannya itu mulai menarik bersiap pelatuk pistol yang dipegangnya. Marvin tidak menghiraukan teriakan calon istri keduanya itu. Matanya terfokus pada pria yang sudah tidak berdaya di depannya. "Kesempatan terakhir untukmu. Siapa yang menyuruhmu ke sini?" Pria itu hanya melirik Marvin tajam tanpa membuka mulutnya sama sekali, mempertahankan sikap bungkamnya. Ia serupa pasukan terlatih yang tidak pernah membocorkan apapun yang menjadi misinya walaupun nyawanya sudah di kerongkongan. Marvin mengangkat sebelah tangannya, melihat jam di pergelangan tangannya. "Tiga...dua…" Ia menghitung bersamaan dengan detikan jam tangannya. Pria yang ditodong pistol itu hanya memejamkan matanya erat. Seringaian muncul di wajah Marvin, "Sa..tu."Dorr! Suara tembaka

    Last Updated : 2022-04-01
  • PEMERAN KEDUA    9. LELUCON YANG TIDAK LUCU

    Mata Rea membola, "Apa maksudmu ayahku meninggal?" Wanita menarik kasar lengan Marvin agar pria yang sudah mulai berjalan mendahuluinya berhenti melangkahkan kakinya. Marvin berbalik dengan kesal. Dilihatnya mata wanita yang masih mencengkeram kemejanya itu sudah mulai berembun. "Jangan jatuhkan air matamu di sini. Tidak akan ada gunanya," ucapnya ketus. Ia malas menghadapi drama air mata dari seorang wanita. "Katakan dulu apa yang terjadi pada ayahku?" Rea bersikeras. Bulir air mata mulai menggelincirkan dari sudut matanya. Marvin melepaskan tangan Rea darinya dengan kasar, "Kita ke rumah sakit dan kamu tanya sendiri pada dokter. Sekarang hapus air matamu atau kita tidak akan pergi ke rumah sakit.""Aku bisa pergi sendiri," seru Rea kesal. Ia menjejakkan kakinya lantas berjalan mendahului Marvin. Tangannya sibuk menghapus air matanya. Calon suami yang dianggapnya brengsek itu dengan seenak hati menyuruhnya menghapus air mat

    Last Updated : 2022-04-04
  • PEMERAN KEDUA    1. AWAL PETAKA

    Brak!!!Sebuah gebrakan keras di meja mengejutkan semua orang termasuk orang yang sedang tidak berada di dalam ruangan tersebut.“Bagaimana bisa perusahaan itu mencuri desain kita dan malah lebih dulu memproduksi serta mendistribusikan produk ini, Lian?” CEO muda itu tampak memarahi sekretaris pribadinya.PLian yang sejak tadi menjadi sasaran kemarahan bosnya hanya bisa diam menunggu kemarahan atasannya yang terkenal keras kepala itu sedikit mereda sebelum ia menjelaskan sesuatu.Pria beraut wajah dingin yang sudah menjadi CEO di perusahaan milik keluarganya itu merenggangkan ikatan dasinya dengan kasar. Ia menghempaskan dirinya ke kursi. Amarahnya hari ini meledak karena desain suku cadang mesin yang rencananya baru akan di

    Last Updated : 2022-02-16
  • PEMERAN KEDUA    2. WANITA YANG TERPILIH

    Menjelang pukul sembilan malam Rea baru menutup toko bunganya. Ia hanya memperkerjakan Nina hingga jam empat sore, sisanya ia melakukan semuanya sendiri. Ia tersenyum menatap tulisan "Florist Edelweiss" yang terpasang di depan tokonya. Toko bunga ini adalah warisan dari mamanya. Dulu saat dikelola oleh mamanya, florist Edelweiss jauh lebih besar dari sekarang. Wanita yang bernama lengkap Amaya Reanita itu dulu bukan seorang florist dan tidak pernah berpikir akan menjadi florist seperti mamanya. Namun, tiga tahun lalu kedua orang tuanya mengalami kecelakaan dan mamanya meninggal. Hidupnya jungkir balik sejak saat itu. Ia harus rela menjadi florist dan merintis kembali toko bunga peninggalan mamanya demi bertahan hidup. Sejak dari toko bunga Rea berjalan pulang dengan pikiran yang berlari ke sana ke mari. Namun, begitu sampai di depan pagar rumahnya ia menarik nafas panjang memasang kembali senyum di wajahnya sebelum masu

    Last Updated : 2022-02-16
  • PEMERAN KEDUA    3. MENIKAHLAH DENGANKU

    "Dengan Florist Edelweiss. Ada yang bisa dibantu?" Nina yang sedang bersiap-siap pulang mengangkat telepon yang kebetulan berasal dari Lian."Bisa pesan rangkaian bunga, tolong dikirim ke Frederic Corp besok jam sepuluh ya. Sampaikan harus pemilik toko sendiri yang mengantar bunganya." Lian menyampaikan mandat utama Marvin."Harus pemilik toko sendiri? Tetapi yang bertanggung jawab atas pengantaran adalah saya," tawar Nina. Ia tahu Rea jarang mau melakukan pengantaran bunga."Kalau bukan pemilik toko yang mengantar akan saya batalkan." Nada bicara Lian terdengar sedikit mengancam.Nina terdiam, serba salah harus bagaimana. Kalau sampai ada pembeli yang membatalkan pesanan ia takut dimarahi, tapi kalau ia menyetujui takut salah juga. Ingin bertanya kepada Rea langsung, tapi atasannya itu sedang pulang ke rumah."Baiklah." Akhirnya Nina berinisiatif menyetuj

    Last Updated : 2022-02-16

Latest chapter

  • PEMERAN KEDUA    9. LELUCON YANG TIDAK LUCU

    Mata Rea membola, "Apa maksudmu ayahku meninggal?" Wanita menarik kasar lengan Marvin agar pria yang sudah mulai berjalan mendahuluinya berhenti melangkahkan kakinya. Marvin berbalik dengan kesal. Dilihatnya mata wanita yang masih mencengkeram kemejanya itu sudah mulai berembun. "Jangan jatuhkan air matamu di sini. Tidak akan ada gunanya," ucapnya ketus. Ia malas menghadapi drama air mata dari seorang wanita. "Katakan dulu apa yang terjadi pada ayahku?" Rea bersikeras. Bulir air mata mulai menggelincirkan dari sudut matanya. Marvin melepaskan tangan Rea darinya dengan kasar, "Kita ke rumah sakit dan kamu tanya sendiri pada dokter. Sekarang hapus air matamu atau kita tidak akan pergi ke rumah sakit.""Aku bisa pergi sendiri," seru Rea kesal. Ia menjejakkan kakinya lantas berjalan mendahului Marvin. Tangannya sibuk menghapus air matanya. Calon suami yang dianggapnya brengsek itu dengan seenak hati menyuruhnya menghapus air mat

  • PEMERAN KEDUA    8. CALON NYONYA BARU

    "Hentikan, Marvin! Kamu sudah gila atau bagaimana?" teriak Rea ketika tangan pria yang berdiri agak jauh di depannya itu mulai menarik bersiap pelatuk pistol yang dipegangnya. Marvin tidak menghiraukan teriakan calon istri keduanya itu. Matanya terfokus pada pria yang sudah tidak berdaya di depannya. "Kesempatan terakhir untukmu. Siapa yang menyuruhmu ke sini?" Pria itu hanya melirik Marvin tajam tanpa membuka mulutnya sama sekali, mempertahankan sikap bungkamnya. Ia serupa pasukan terlatih yang tidak pernah membocorkan apapun yang menjadi misinya walaupun nyawanya sudah di kerongkongan. Marvin mengangkat sebelah tangannya, melihat jam di pergelangan tangannya. "Tiga...dua…" Ia menghitung bersamaan dengan detikan jam tangannya. Pria yang ditodong pistol itu hanya memejamkan matanya erat. Seringaian muncul di wajah Marvin, "Sa..tu."Dorr! Suara tembaka

  • PEMERAN KEDUA    7. RUMAH PENUH MISTERI

    "Wanita ini? Di--dia bukannya Deolinda Maura, istrimu?""Iya, ini istriku," jawab Marvin tanpa ragu. Ia melangkah lebih dekat ke tempat tidur lalu membungkuk, mencium lembut kening dan bibir wanita yang masih tertidur lelap itu di depan Rea. Membuat Rea langsung membuang pandangan ke arah lain. Apa-apaan pria di depannya itu. Bisa-bisanya melakukan tindakan seperti itu di depan matanya, kenapa tidak sekalian saja ia masuk ke kamar ini sendiri tadi dan tidak perlu menyuguhkan pemandangan seperti ini kepadanya. "Kita keluar dulu dari sini. Lanjutkan pembicaraan di tempat lain. Jangan mengganggu istirahat istriku," ajak Marvin yang langsung melangkah keluar, menarik paksa Rea agar mengikuti langkahnya. Rea mengibaskan keras tangan itu setelah mereka keluar dari kamar. Marvin membawanya ke sebuah ruangan yang disinyalir Rea sebagai ruang kerja pria itu karena terdapat banyak tumpukan dokumen di atas meja dan juga komputer pribad

  • PEMERAN KEDUA    6. MEDAN PERTEMPURAN BARU

    "Siapkan kontraknya, Lian," perintah Marvin. Ia menyandarkan punggungnya santai pada kursi. "Kamu yakin sekali akan berhasil mendapatkan kerja sama itu, Vin?" tanya Lian dengan nada mengejek. "Kamu dengar sendiri 'kan separah apa kondisi ayahnya tadi. Percaya padaku, begitu keluar dari ruangan itu ia akan langsung tanda tangan kontraknya.""Tenang saja aku sudah menyiapkan kontraknya sejak bulan lalu, sekedar berjaga-jaga." Lian membuka tabletnya, membuka sebuah surat yang beserta materai yang telah di-scannya lalu menyerahkannya pada Marvin. "Periksa dulu, kalau ada yang kurang akan kuperbaiki."Marvin membaca dengan cepat kontrak tersebut. Ia menambahkan beberapa catatan. Senyum puas mengembang di wajah tampannya, "Bagus. Tidak salah aku mengandalkanmu."Tepat saat itu Rea keluar dari ruangan dengan mata yang jauh lebih sembab dari sebelumnya, tetapi langkahnya tetap tegap dan matanya tetap menatap tajam. Marvin menegakkan punggung ta

  • PEMERAN KEDUA    5. CELAH KERJA SAMA

    Setelah dari Frederic Corp Rea langsung pulang ke rumahnya, ia hanya menghubungi Nina mengabari bahwa ia tidak akan kembali ke toko bunga. Ia butuh menenangkan diri, amarah memenuhi rongga dadanya saat mengetahui Marvin diam-diam telah menyelidiki latar belakang keluarganya. Tentu saja ia merasa ranah privasi telah diterobos tanpa izin."Rea! Rea!"Rea menoleh mendapati salah seorang tetangganya tergopoh-gopoh berlari ke arahnya."Ada apa, Bu?""Untung kamu sudah pulang, saya hampir saja nyusul ke toko bunga kamu."Tetangga Rea menjeda kalimatnya, ia mengatur nafasnya yang masih tersenggal. Perasaaan tidak enak langsung melingkupi Rea."Ayah kamu jantungnya kambuh sepertinya, tadi ditemuin Pak Bahar sudah pingsan di halaman. Sekarang sudah dibawa ke rumah sakit."Kaki Rea mendadak lemas mendengar penutu

  • PEMERAN KEDUA    4. SEBUAH PENGHINAAN

    "Anda jangan bercanda!"Rea terkejut setengah mati mendengar ucapan Marvin. Tidak ada angin, tidak ada hujan, bahkan ia tidak bermimpi apapun semalam, tiba-tiba makhkuk yang baru ditemuinya kemarin itu mengajak menikah dengan menawarkan selembar cek kosong yang entah untuk apa maksudnya."Apakah wajahku terlihat seperti orang yang sedang bercanda?"Rea mengamati lebih dalam wajah Marvin yang memang sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia sedang bercanda. Lalu apa motivasi pria di hadapannya ini tiba-tiba mengajaknya menikah. Ia pasti sudah mengalami kegilaan karena kesibukannya."Tulis saja berapapun yang kamu mau di cek ini." Marvin menyodorkan cek tersebut lebih dekat ke Rea. "Aku akan menyanggupi berapapun yang kamu tulis dengan satu syarat, menikahlah denganku."Rea menatap tajam Marvin yang nampak dingin dan angkuh duduk di kursinya. Ia adalah ti

  • PEMERAN KEDUA    3. MENIKAHLAH DENGANKU

    "Dengan Florist Edelweiss. Ada yang bisa dibantu?" Nina yang sedang bersiap-siap pulang mengangkat telepon yang kebetulan berasal dari Lian."Bisa pesan rangkaian bunga, tolong dikirim ke Frederic Corp besok jam sepuluh ya. Sampaikan harus pemilik toko sendiri yang mengantar bunganya." Lian menyampaikan mandat utama Marvin."Harus pemilik toko sendiri? Tetapi yang bertanggung jawab atas pengantaran adalah saya," tawar Nina. Ia tahu Rea jarang mau melakukan pengantaran bunga."Kalau bukan pemilik toko yang mengantar akan saya batalkan." Nada bicara Lian terdengar sedikit mengancam.Nina terdiam, serba salah harus bagaimana. Kalau sampai ada pembeli yang membatalkan pesanan ia takut dimarahi, tapi kalau ia menyetujui takut salah juga. Ingin bertanya kepada Rea langsung, tapi atasannya itu sedang pulang ke rumah."Baiklah." Akhirnya Nina berinisiatif menyetuj

  • PEMERAN KEDUA    2. WANITA YANG TERPILIH

    Menjelang pukul sembilan malam Rea baru menutup toko bunganya. Ia hanya memperkerjakan Nina hingga jam empat sore, sisanya ia melakukan semuanya sendiri. Ia tersenyum menatap tulisan "Florist Edelweiss" yang terpasang di depan tokonya. Toko bunga ini adalah warisan dari mamanya. Dulu saat dikelola oleh mamanya, florist Edelweiss jauh lebih besar dari sekarang. Wanita yang bernama lengkap Amaya Reanita itu dulu bukan seorang florist dan tidak pernah berpikir akan menjadi florist seperti mamanya. Namun, tiga tahun lalu kedua orang tuanya mengalami kecelakaan dan mamanya meninggal. Hidupnya jungkir balik sejak saat itu. Ia harus rela menjadi florist dan merintis kembali toko bunga peninggalan mamanya demi bertahan hidup. Sejak dari toko bunga Rea berjalan pulang dengan pikiran yang berlari ke sana ke mari. Namun, begitu sampai di depan pagar rumahnya ia menarik nafas panjang memasang kembali senyum di wajahnya sebelum masu

  • PEMERAN KEDUA    1. AWAL PETAKA

    Brak!!!Sebuah gebrakan keras di meja mengejutkan semua orang termasuk orang yang sedang tidak berada di dalam ruangan tersebut.“Bagaimana bisa perusahaan itu mencuri desain kita dan malah lebih dulu memproduksi serta mendistribusikan produk ini, Lian?” CEO muda itu tampak memarahi sekretaris pribadinya.PLian yang sejak tadi menjadi sasaran kemarahan bosnya hanya bisa diam menunggu kemarahan atasannya yang terkenal keras kepala itu sedikit mereda sebelum ia menjelaskan sesuatu.Pria beraut wajah dingin yang sudah menjadi CEO di perusahaan milik keluarganya itu merenggangkan ikatan dasinya dengan kasar. Ia menghempaskan dirinya ke kursi. Amarahnya hari ini meledak karena desain suku cadang mesin yang rencananya baru akan di

DMCA.com Protection Status