Beranda / Romansa / PEMERAN KEDUA / 2. WANITA YANG TERPILIH

Share

2. WANITA YANG TERPILIH

Penulis: AzZahra N
last update Terakhir Diperbarui: 2022-02-16 14:35:29

Menjelang pukul sembilan malam Rea baru menutup toko bunganya. Ia hanya memperkerjakan Nina hingga jam empat sore, sisanya ia melakukan semuanya sendiri. Ia tersenyum menatap tulisan "Florist Edelweiss" yang terpasang di depan tokonya. Toko bunga ini adalah warisan dari mamanya. Dulu saat dikelola oleh mamanya, florist Edelweiss jauh lebih besar dari sekarang. 

Wanita yang bernama lengkap Amaya Reanita  itu dulu bukan seorang florist dan tidak pernah berpikir akan menjadi florist seperti mamanya. Namun, tiga tahun lalu kedua orang tuanya mengalami kecelakaan dan mamanya meninggal. Hidupnya jungkir balik sejak saat itu. Ia harus rela menjadi florist dan merintis kembali toko bunga peninggalan mamanya demi bertahan hidup. 

Sejak dari toko bunga Rea berjalan pulang dengan pikiran yang berlari ke sana ke mari. Namun, begitu sampai di depan pagar rumahnya ia menarik nafas panjang memasang kembali senyum di wajahnya sebelum masuk ke dalam dengan langkah yang ia buat seringan mungkin. 

"Ayah, kenapa duduk di luar jam segini?" Rea berlari kecil menghampiri ayahnya yang tengah duduk di teras. 

"Menunggumu, Nak. Kenapa pulangmu malam sekali?" 

Rea tersenyum, ia duduk di samping ayahnya. 

"Aku setiap hari memang selalu pulang jam segini, Yah."

"Tutuplah toko bunganya lebih awal, Nak. Jangan terlalu malam. Kamu Wanita, Ayah khawatir kalau kamu kenapa-kenapa di jalan." Dama menatap anaknya memohon. Sudah berulang kali ia meminta Rea pulang lebih sore, tapi Rea selalu menolak. Ia hanya mengkhawatirkan keselamatan putri semata wayangnya. 

"Ayah tenang saja, jarak toko dari rumah ini hanya sepuluh menit berjalan kaki. Jalannya juga selalu ramai." 

Pria yang usianya telah lebih dari setengah abad itu menghela nafas, ia menatap kakinya, "Kalau kondisi ayah tidak begini, kamu pasti tidak perlu bekerja sekeras ini, May. Maafkan ayah, ya."

Rea memeluk pundak ayahnya, mengusapnya pelan, "Ayah nggak boleh ngomong gitu. Ini sudah kewajibanku menjaga dan merawat ayah. Ayo kita masuk, udara semakin dingin, tidak baik untuk kesehatan jantung ayah."

Dama menurut, Rea memapahnya berjalan perlahan. Dulu kedua kaki Dama normal, tetapi setelah kecelakaan tiga tahun lalu kini ia menjadi pincang. Meskipun demikian ia masih bersyukur karena masih diberi kesempatan hidup. Hanya saja hatinya sering sekali terasa berat jika melihat Rea bekerja keras untuk menghidupi mereka, mengambil alih tanggung jawabnya. Padahal seharusnya saat ini Rea masih di luar sana menjalani profesi yang dicintainya.

***

"Lian, mana laporan yang kuminta? Kutunggu sekarang juga diruanganku." Marvin menghubungi Lian kembali untuk kesekian kalinya siang ini. Kemarin ia memang meminta Lian untuk menyelidiki wanita berisik yang ditemuinya di toko bunga. 

“Laporan yang mana, Vin? Soal mata-mata atau toko bunga itu?”

“Yang kedua.”

Ia sudah mulai kehilangan kesabaran menunggu, beruntung tidak lama kemudian Lian muncul di ruangannya dengan wajah tanpa dosa, menyerahkan sebuah map yang langsung disambar oleh Marvin. 

"Lama sekali! Setelah ini kucari penggantimu."

"Cari saja. Tidak akan ada yang sanggup berurusan dengan atasan tempramen sepertimu selain aku." Pria yang usianya sebaya dengan Marvin itu mengejek santai. 

"Sialan." Marvin mundur. Lian benar, tidak akan ada yang sanggup menjadi sekretarisnya. 

Lian hanya tertawa mendengar umpatan Marvin. Meskipun posisinya adalah sebagai sekretaris Marvin, tetapi hubungan mereka lebih erat dari itu. Mereka berdua sudah saling mengenal dan berteman sejak kecil. Dulu ayah Lian adalah sekretaris pribadi ayah Marvin. Posisi yang kemudian diturunkan kepadanya saat Marvin resmi diangkat sebagai CEO Frederic Corp. 

Maka tidak heran jika Lian menjadi satu-satunya orang di Frederic Corp yang berani menghadapi Marvin saat tanduknya keluar. 

"Pilihanmu tepat, wanita itu masih lajang. Namanya Amaya Reanita, tetapi nama panggilannya Rea," jelas Lian. 

Marvin masih sibuk membolak-balik isi map pemberian Lian. 

"Tunggu, jadi toko bunganya milik Wanita itu sendiri?" bukannya menjawab pertanyaan Lian, Marvin malah ganti melempar pertanyaan. 

"Iya dan usianya baru 25 tahun." 

"Toko bunga ini miliknya juga?" Marvin menunjuk foto toko bunga yang cukup besar dengan plang nama yang sama. 

"Itu kondisi toko bunganya dulu, sebelum pindah ke tempatnya yang sekarang. Toko bunga itu adalah milik mamanya, sekarang dia merintisnya ulang setelah mamanya meninggal dunia tiga tahun lalu."

Raut wajah Marvin berubah menjadi serius, "Tiga tahun lalu?" 

"Ya. Orang tuanya mengalami kecelakaan parah, mamanya meninggal di tempat sementara ayahnya selamat. Kehidupan gadis itu mengalami banyak sekali perubahan sejak tiga tahun lalu… ," Lian tidak bisa menyembunyikan rasa prihatinnya. "Sama sepertimu."

Marvin menutup mapnya, meletakkannya sembarang di meja, "Ceritakan!"

"Kamu kan bisa membacanya sendiri, Vin. Apa gunanya aku menuliskan semuanya di situ kalau pada akhirnya aku yang harus menceritakannya."

Marvin menggeleng cepat, "Salahmu sendiri menyertakan artikel kecelakaan mobil di situ."

Lian melonggarkan sedikit dasinya, ia tahu seharusnya ia tidak menyisipkan artikel tentang kecelakaan mobil, tetapi masalahnya kecelakaan itu yang memegang peranan penting dalam kehidupan Wanita itu. 

"Ayahnya adalah seorang perwira TNI, ibunya seperti yang sudah kusebutkan tadi mengelola toko bunga. Menurut informasi yang kuperoleh kehidupan ekonomi mereka sangat baik. Sampai tiga tahun lalu orang tuanya mengalami kecelakaan parah yang menyebabkan mamanya meninggal dan ayahnya koma selama sebulan lebih. Kondisi ekonomi mereka merosot tajam, biaya pengobatan ayahnya sangat tinggi. Toko bunga itu terjual, rumah mereka juga, rumah yang sekarang mereka tempati adalah rumah kontrak. Bangunan untuk toko bunga itu juga sama."

"Lumayan runyam juga nasib Wanita itu. Padahal dia terlihat ceria dan berisik sekali." 

Lian tertawa kecil, "Sejak kapan sih, Vin, kita bisa ngenali orang dari tampak luarnya? Dia bahkan melepaskan karirnya demi ayahnya." 

Marvin mengangkat sebelah alisnya mendengar penjelasan Lian. Ia ingat Wanita itu terdengar begitu ceria dan penuh semangat, kemarin ia bahkan bersenandung riang selama merangkai bunga. 

"Coba tebak apa pekerjaannya dulu sebelum menjadi florist?" 

"Ck! Langsung saja, tidak perlu bermain tebak-tebakan."

"Bersenang-senanglah sedikit, Vin."

Marvin mendelik mendengar perkataan Lian. Lian mengangkat kedua tangannya, ia tahu Marvin sudah siap mengeluarkan tanduknya. 

"Oke oke. Dia dulu jurnalis khusus saluran wild life. Dia juga menekuni fotografi, beberapa fotonya sudah muncul di majalah."

"Oh ya?" 

Segalanya terdengar semakin menarik bagi Marvin sekarang. Ia tidak menyangka Rea, Wanita bertubuh mungil yang ia temui kemarin menekuni pekerjaan seperti itu. 

"Menarik. Tugas terakhirmu hari ini, Lian. Telepon toko bunga itu, pesan rangkaian bunga apa saja terserah kamu. Minta pemiliknya mengantar langsung ke sini besok jam sepuluh pagi."

Lian menatap atasan sekaligus sahabatnya itu dengan bingung. Ia sama sekali semakin tidak mengerti dengan tindakan dan permintaan Marvin.

"Kenapa tidak kamu saja yang mendatanginya?" 

Marvin menggeleng tegas, "Dia yang harus ke sini."

"Baiklah, terserah kamu saja! Tapi aku heran kenapa kamu malah repot-repot memilih wanita yang sama sekali belum kamu kenal, padahal banyak sekali wanita di hidupmu. Bahkan anak pemilik Sanjaya Corp juga menunjukkan ketertarikan kepadamu."

"Hanya karena aku harus segera menikah, bukan berarti aku ingin menikahi para wanita penggoda itu!" 

Bab terkait

  • PEMERAN KEDUA    3. MENIKAHLAH DENGANKU

    "Dengan Florist Edelweiss. Ada yang bisa dibantu?" Nina yang sedang bersiap-siap pulang mengangkat telepon yang kebetulan berasal dari Lian."Bisa pesan rangkaian bunga, tolong dikirim ke Frederic Corp besok jam sepuluh ya. Sampaikan harus pemilik toko sendiri yang mengantar bunganya." Lian menyampaikan mandat utama Marvin."Harus pemilik toko sendiri? Tetapi yang bertanggung jawab atas pengantaran adalah saya," tawar Nina. Ia tahu Rea jarang mau melakukan pengantaran bunga."Kalau bukan pemilik toko yang mengantar akan saya batalkan." Nada bicara Lian terdengar sedikit mengancam.Nina terdiam, serba salah harus bagaimana. Kalau sampai ada pembeli yang membatalkan pesanan ia takut dimarahi, tapi kalau ia menyetujui takut salah juga. Ingin bertanya kepada Rea langsung, tapi atasannya itu sedang pulang ke rumah."Baiklah." Akhirnya Nina berinisiatif menyetuj

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-16
  • PEMERAN KEDUA    4. SEBUAH PENGHINAAN

    "Anda jangan bercanda!"Rea terkejut setengah mati mendengar ucapan Marvin. Tidak ada angin, tidak ada hujan, bahkan ia tidak bermimpi apapun semalam, tiba-tiba makhkuk yang baru ditemuinya kemarin itu mengajak menikah dengan menawarkan selembar cek kosong yang entah untuk apa maksudnya."Apakah wajahku terlihat seperti orang yang sedang bercanda?"Rea mengamati lebih dalam wajah Marvin yang memang sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia sedang bercanda. Lalu apa motivasi pria di hadapannya ini tiba-tiba mengajaknya menikah. Ia pasti sudah mengalami kegilaan karena kesibukannya."Tulis saja berapapun yang kamu mau di cek ini." Marvin menyodorkan cek tersebut lebih dekat ke Rea. "Aku akan menyanggupi berapapun yang kamu tulis dengan satu syarat, menikahlah denganku."Rea menatap tajam Marvin yang nampak dingin dan angkuh duduk di kursinya. Ia adalah ti

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-16
  • PEMERAN KEDUA    5. CELAH KERJA SAMA

    Setelah dari Frederic Corp Rea langsung pulang ke rumahnya, ia hanya menghubungi Nina mengabari bahwa ia tidak akan kembali ke toko bunga. Ia butuh menenangkan diri, amarah memenuhi rongga dadanya saat mengetahui Marvin diam-diam telah menyelidiki latar belakang keluarganya. Tentu saja ia merasa ranah privasi telah diterobos tanpa izin."Rea! Rea!"Rea menoleh mendapati salah seorang tetangganya tergopoh-gopoh berlari ke arahnya."Ada apa, Bu?""Untung kamu sudah pulang, saya hampir saja nyusul ke toko bunga kamu."Tetangga Rea menjeda kalimatnya, ia mengatur nafasnya yang masih tersenggal. Perasaaan tidak enak langsung melingkupi Rea."Ayah kamu jantungnya kambuh sepertinya, tadi ditemuin Pak Bahar sudah pingsan di halaman. Sekarang sudah dibawa ke rumah sakit."Kaki Rea mendadak lemas mendengar penutu

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-16
  • PEMERAN KEDUA    6. MEDAN PERTEMPURAN BARU

    "Siapkan kontraknya, Lian," perintah Marvin. Ia menyandarkan punggungnya santai pada kursi. "Kamu yakin sekali akan berhasil mendapatkan kerja sama itu, Vin?" tanya Lian dengan nada mengejek. "Kamu dengar sendiri 'kan separah apa kondisi ayahnya tadi. Percaya padaku, begitu keluar dari ruangan itu ia akan langsung tanda tangan kontraknya.""Tenang saja aku sudah menyiapkan kontraknya sejak bulan lalu, sekedar berjaga-jaga." Lian membuka tabletnya, membuka sebuah surat yang beserta materai yang telah di-scannya lalu menyerahkannya pada Marvin. "Periksa dulu, kalau ada yang kurang akan kuperbaiki."Marvin membaca dengan cepat kontrak tersebut. Ia menambahkan beberapa catatan. Senyum puas mengembang di wajah tampannya, "Bagus. Tidak salah aku mengandalkanmu."Tepat saat itu Rea keluar dari ruangan dengan mata yang jauh lebih sembab dari sebelumnya, tetapi langkahnya tetap tegap dan matanya tetap menatap tajam. Marvin menegakkan punggung ta

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-23
  • PEMERAN KEDUA    7. RUMAH PENUH MISTERI

    "Wanita ini? Di--dia bukannya Deolinda Maura, istrimu?""Iya, ini istriku," jawab Marvin tanpa ragu. Ia melangkah lebih dekat ke tempat tidur lalu membungkuk, mencium lembut kening dan bibir wanita yang masih tertidur lelap itu di depan Rea. Membuat Rea langsung membuang pandangan ke arah lain. Apa-apaan pria di depannya itu. Bisa-bisanya melakukan tindakan seperti itu di depan matanya, kenapa tidak sekalian saja ia masuk ke kamar ini sendiri tadi dan tidak perlu menyuguhkan pemandangan seperti ini kepadanya. "Kita keluar dulu dari sini. Lanjutkan pembicaraan di tempat lain. Jangan mengganggu istirahat istriku," ajak Marvin yang langsung melangkah keluar, menarik paksa Rea agar mengikuti langkahnya. Rea mengibaskan keras tangan itu setelah mereka keluar dari kamar. Marvin membawanya ke sebuah ruangan yang disinyalir Rea sebagai ruang kerja pria itu karena terdapat banyak tumpukan dokumen di atas meja dan juga komputer pribad

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-25
  • PEMERAN KEDUA    8. CALON NYONYA BARU

    "Hentikan, Marvin! Kamu sudah gila atau bagaimana?" teriak Rea ketika tangan pria yang berdiri agak jauh di depannya itu mulai menarik bersiap pelatuk pistol yang dipegangnya. Marvin tidak menghiraukan teriakan calon istri keduanya itu. Matanya terfokus pada pria yang sudah tidak berdaya di depannya. "Kesempatan terakhir untukmu. Siapa yang menyuruhmu ke sini?" Pria itu hanya melirik Marvin tajam tanpa membuka mulutnya sama sekali, mempertahankan sikap bungkamnya. Ia serupa pasukan terlatih yang tidak pernah membocorkan apapun yang menjadi misinya walaupun nyawanya sudah di kerongkongan. Marvin mengangkat sebelah tangannya, melihat jam di pergelangan tangannya. "Tiga...dua…" Ia menghitung bersamaan dengan detikan jam tangannya. Pria yang ditodong pistol itu hanya memejamkan matanya erat. Seringaian muncul di wajah Marvin, "Sa..tu."Dorr! Suara tembaka

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-01
  • PEMERAN KEDUA    9. LELUCON YANG TIDAK LUCU

    Mata Rea membola, "Apa maksudmu ayahku meninggal?" Wanita menarik kasar lengan Marvin agar pria yang sudah mulai berjalan mendahuluinya berhenti melangkahkan kakinya. Marvin berbalik dengan kesal. Dilihatnya mata wanita yang masih mencengkeram kemejanya itu sudah mulai berembun. "Jangan jatuhkan air matamu di sini. Tidak akan ada gunanya," ucapnya ketus. Ia malas menghadapi drama air mata dari seorang wanita. "Katakan dulu apa yang terjadi pada ayahku?" Rea bersikeras. Bulir air mata mulai menggelincirkan dari sudut matanya. Marvin melepaskan tangan Rea darinya dengan kasar, "Kita ke rumah sakit dan kamu tanya sendiri pada dokter. Sekarang hapus air matamu atau kita tidak akan pergi ke rumah sakit.""Aku bisa pergi sendiri," seru Rea kesal. Ia menjejakkan kakinya lantas berjalan mendahului Marvin. Tangannya sibuk menghapus air matanya. Calon suami yang dianggapnya brengsek itu dengan seenak hati menyuruhnya menghapus air mat

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-04
  • PEMERAN KEDUA    1. AWAL PETAKA

    Brak!!!Sebuah gebrakan keras di meja mengejutkan semua orang termasuk orang yang sedang tidak berada di dalam ruangan tersebut.“Bagaimana bisa perusahaan itu mencuri desain kita dan malah lebih dulu memproduksi serta mendistribusikan produk ini, Lian?” CEO muda itu tampak memarahi sekretaris pribadinya.PLian yang sejak tadi menjadi sasaran kemarahan bosnya hanya bisa diam menunggu kemarahan atasannya yang terkenal keras kepala itu sedikit mereda sebelum ia menjelaskan sesuatu.Pria beraut wajah dingin yang sudah menjadi CEO di perusahaan milik keluarganya itu merenggangkan ikatan dasinya dengan kasar. Ia menghempaskan dirinya ke kursi. Amarahnya hari ini meledak karena desain suku cadang mesin yang rencananya baru akan di

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-16

Bab terbaru

  • PEMERAN KEDUA    9. LELUCON YANG TIDAK LUCU

    Mata Rea membola, "Apa maksudmu ayahku meninggal?" Wanita menarik kasar lengan Marvin agar pria yang sudah mulai berjalan mendahuluinya berhenti melangkahkan kakinya. Marvin berbalik dengan kesal. Dilihatnya mata wanita yang masih mencengkeram kemejanya itu sudah mulai berembun. "Jangan jatuhkan air matamu di sini. Tidak akan ada gunanya," ucapnya ketus. Ia malas menghadapi drama air mata dari seorang wanita. "Katakan dulu apa yang terjadi pada ayahku?" Rea bersikeras. Bulir air mata mulai menggelincirkan dari sudut matanya. Marvin melepaskan tangan Rea darinya dengan kasar, "Kita ke rumah sakit dan kamu tanya sendiri pada dokter. Sekarang hapus air matamu atau kita tidak akan pergi ke rumah sakit.""Aku bisa pergi sendiri," seru Rea kesal. Ia menjejakkan kakinya lantas berjalan mendahului Marvin. Tangannya sibuk menghapus air matanya. Calon suami yang dianggapnya brengsek itu dengan seenak hati menyuruhnya menghapus air mat

  • PEMERAN KEDUA    8. CALON NYONYA BARU

    "Hentikan, Marvin! Kamu sudah gila atau bagaimana?" teriak Rea ketika tangan pria yang berdiri agak jauh di depannya itu mulai menarik bersiap pelatuk pistol yang dipegangnya. Marvin tidak menghiraukan teriakan calon istri keduanya itu. Matanya terfokus pada pria yang sudah tidak berdaya di depannya. "Kesempatan terakhir untukmu. Siapa yang menyuruhmu ke sini?" Pria itu hanya melirik Marvin tajam tanpa membuka mulutnya sama sekali, mempertahankan sikap bungkamnya. Ia serupa pasukan terlatih yang tidak pernah membocorkan apapun yang menjadi misinya walaupun nyawanya sudah di kerongkongan. Marvin mengangkat sebelah tangannya, melihat jam di pergelangan tangannya. "Tiga...dua…" Ia menghitung bersamaan dengan detikan jam tangannya. Pria yang ditodong pistol itu hanya memejamkan matanya erat. Seringaian muncul di wajah Marvin, "Sa..tu."Dorr! Suara tembaka

  • PEMERAN KEDUA    7. RUMAH PENUH MISTERI

    "Wanita ini? Di--dia bukannya Deolinda Maura, istrimu?""Iya, ini istriku," jawab Marvin tanpa ragu. Ia melangkah lebih dekat ke tempat tidur lalu membungkuk, mencium lembut kening dan bibir wanita yang masih tertidur lelap itu di depan Rea. Membuat Rea langsung membuang pandangan ke arah lain. Apa-apaan pria di depannya itu. Bisa-bisanya melakukan tindakan seperti itu di depan matanya, kenapa tidak sekalian saja ia masuk ke kamar ini sendiri tadi dan tidak perlu menyuguhkan pemandangan seperti ini kepadanya. "Kita keluar dulu dari sini. Lanjutkan pembicaraan di tempat lain. Jangan mengganggu istirahat istriku," ajak Marvin yang langsung melangkah keluar, menarik paksa Rea agar mengikuti langkahnya. Rea mengibaskan keras tangan itu setelah mereka keluar dari kamar. Marvin membawanya ke sebuah ruangan yang disinyalir Rea sebagai ruang kerja pria itu karena terdapat banyak tumpukan dokumen di atas meja dan juga komputer pribad

  • PEMERAN KEDUA    6. MEDAN PERTEMPURAN BARU

    "Siapkan kontraknya, Lian," perintah Marvin. Ia menyandarkan punggungnya santai pada kursi. "Kamu yakin sekali akan berhasil mendapatkan kerja sama itu, Vin?" tanya Lian dengan nada mengejek. "Kamu dengar sendiri 'kan separah apa kondisi ayahnya tadi. Percaya padaku, begitu keluar dari ruangan itu ia akan langsung tanda tangan kontraknya.""Tenang saja aku sudah menyiapkan kontraknya sejak bulan lalu, sekedar berjaga-jaga." Lian membuka tabletnya, membuka sebuah surat yang beserta materai yang telah di-scannya lalu menyerahkannya pada Marvin. "Periksa dulu, kalau ada yang kurang akan kuperbaiki."Marvin membaca dengan cepat kontrak tersebut. Ia menambahkan beberapa catatan. Senyum puas mengembang di wajah tampannya, "Bagus. Tidak salah aku mengandalkanmu."Tepat saat itu Rea keluar dari ruangan dengan mata yang jauh lebih sembab dari sebelumnya, tetapi langkahnya tetap tegap dan matanya tetap menatap tajam. Marvin menegakkan punggung ta

  • PEMERAN KEDUA    5. CELAH KERJA SAMA

    Setelah dari Frederic Corp Rea langsung pulang ke rumahnya, ia hanya menghubungi Nina mengabari bahwa ia tidak akan kembali ke toko bunga. Ia butuh menenangkan diri, amarah memenuhi rongga dadanya saat mengetahui Marvin diam-diam telah menyelidiki latar belakang keluarganya. Tentu saja ia merasa ranah privasi telah diterobos tanpa izin."Rea! Rea!"Rea menoleh mendapati salah seorang tetangganya tergopoh-gopoh berlari ke arahnya."Ada apa, Bu?""Untung kamu sudah pulang, saya hampir saja nyusul ke toko bunga kamu."Tetangga Rea menjeda kalimatnya, ia mengatur nafasnya yang masih tersenggal. Perasaaan tidak enak langsung melingkupi Rea."Ayah kamu jantungnya kambuh sepertinya, tadi ditemuin Pak Bahar sudah pingsan di halaman. Sekarang sudah dibawa ke rumah sakit."Kaki Rea mendadak lemas mendengar penutu

  • PEMERAN KEDUA    4. SEBUAH PENGHINAAN

    "Anda jangan bercanda!"Rea terkejut setengah mati mendengar ucapan Marvin. Tidak ada angin, tidak ada hujan, bahkan ia tidak bermimpi apapun semalam, tiba-tiba makhkuk yang baru ditemuinya kemarin itu mengajak menikah dengan menawarkan selembar cek kosong yang entah untuk apa maksudnya."Apakah wajahku terlihat seperti orang yang sedang bercanda?"Rea mengamati lebih dalam wajah Marvin yang memang sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia sedang bercanda. Lalu apa motivasi pria di hadapannya ini tiba-tiba mengajaknya menikah. Ia pasti sudah mengalami kegilaan karena kesibukannya."Tulis saja berapapun yang kamu mau di cek ini." Marvin menyodorkan cek tersebut lebih dekat ke Rea. "Aku akan menyanggupi berapapun yang kamu tulis dengan satu syarat, menikahlah denganku."Rea menatap tajam Marvin yang nampak dingin dan angkuh duduk di kursinya. Ia adalah ti

  • PEMERAN KEDUA    3. MENIKAHLAH DENGANKU

    "Dengan Florist Edelweiss. Ada yang bisa dibantu?" Nina yang sedang bersiap-siap pulang mengangkat telepon yang kebetulan berasal dari Lian."Bisa pesan rangkaian bunga, tolong dikirim ke Frederic Corp besok jam sepuluh ya. Sampaikan harus pemilik toko sendiri yang mengantar bunganya." Lian menyampaikan mandat utama Marvin."Harus pemilik toko sendiri? Tetapi yang bertanggung jawab atas pengantaran adalah saya," tawar Nina. Ia tahu Rea jarang mau melakukan pengantaran bunga."Kalau bukan pemilik toko yang mengantar akan saya batalkan." Nada bicara Lian terdengar sedikit mengancam.Nina terdiam, serba salah harus bagaimana. Kalau sampai ada pembeli yang membatalkan pesanan ia takut dimarahi, tapi kalau ia menyetujui takut salah juga. Ingin bertanya kepada Rea langsung, tapi atasannya itu sedang pulang ke rumah."Baiklah." Akhirnya Nina berinisiatif menyetuj

  • PEMERAN KEDUA    2. WANITA YANG TERPILIH

    Menjelang pukul sembilan malam Rea baru menutup toko bunganya. Ia hanya memperkerjakan Nina hingga jam empat sore, sisanya ia melakukan semuanya sendiri. Ia tersenyum menatap tulisan "Florist Edelweiss" yang terpasang di depan tokonya. Toko bunga ini adalah warisan dari mamanya. Dulu saat dikelola oleh mamanya, florist Edelweiss jauh lebih besar dari sekarang. Wanita yang bernama lengkap Amaya Reanita itu dulu bukan seorang florist dan tidak pernah berpikir akan menjadi florist seperti mamanya. Namun, tiga tahun lalu kedua orang tuanya mengalami kecelakaan dan mamanya meninggal. Hidupnya jungkir balik sejak saat itu. Ia harus rela menjadi florist dan merintis kembali toko bunga peninggalan mamanya demi bertahan hidup. Sejak dari toko bunga Rea berjalan pulang dengan pikiran yang berlari ke sana ke mari. Namun, begitu sampai di depan pagar rumahnya ia menarik nafas panjang memasang kembali senyum di wajahnya sebelum masu

  • PEMERAN KEDUA    1. AWAL PETAKA

    Brak!!!Sebuah gebrakan keras di meja mengejutkan semua orang termasuk orang yang sedang tidak berada di dalam ruangan tersebut.“Bagaimana bisa perusahaan itu mencuri desain kita dan malah lebih dulu memproduksi serta mendistribusikan produk ini, Lian?” CEO muda itu tampak memarahi sekretaris pribadinya.PLian yang sejak tadi menjadi sasaran kemarahan bosnya hanya bisa diam menunggu kemarahan atasannya yang terkenal keras kepala itu sedikit mereda sebelum ia menjelaskan sesuatu.Pria beraut wajah dingin yang sudah menjadi CEO di perusahaan milik keluarganya itu merenggangkan ikatan dasinya dengan kasar. Ia menghempaskan dirinya ke kursi. Amarahnya hari ini meledak karena desain suku cadang mesin yang rencananya baru akan di

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status