"Aku tidak yakin bahwa apa yang kau katakan ini benar. Maksudku, kamu mungkin sudah tahu sejak awal tentang niat ayahmu ini. Atau barangkali kau juga mendukungnya dengan alasan yang entah apakah itu. Bodohnya aku, aku sama sekali tidak pernah bertanya pada ayahku tentang masalah di masa lalunya yang mungkin membuat orang lain masih dendam terhadap dirinya hingga saat ini. Andaikan saja aku tahu hal itu, mungkin kejadian mengerikan semacam ini tidak akan pernah terjadi. Mungkin aku bisa mencegahnya dan datang tepat waktu sebelum ayahku benar-benar menghilang dari dunia yang disebabkan oleh ayahmu itu Catrina." Catrina menggeleng keras. Dia sudah menduga sebelumnya bahwa reaksi Aditya akan seperti ini. Aditya tidak akan langsung percaya padanya bahwa memang apa yang dia katakan saat ini benar adanya. Dia sama sekali tidak memiliki urusan terhadap masalah ayahnya. Jangankan Aditya, ia saya juga berharap demikian. Dalam artian, seandainya setiap dulu dia akrab dengan
Aditya mencintai Catrina yang merupakan putri dari pria yang telah membunuh ayahnya sendiri. Bagaimana mungkin dia menerima hal itu. Bagaimana dia akan bertahan dalam hubungan semacam itu. Situasi semacam ini tidak pernah dipikirkan oleh Aditya. Dia tidak pernah menduga bahwa saat ini dia menjadi protagonis yang harus menderita terlebih dahulu dan harus menjadi korban sebelum kemudian berakhir bahagia, meski belum tentu berakhir bahagia. "Kita harus tetap mencari dua orang itu. Mereka tak bisa dibiarkan begitu saja. Aku yakin kau tidak akan membiarkan masalah yang satu ini menghambat pekerjaan kita. Sebelum Indra bertindak lebih jauh lagi, lebih baik kita menghentikannya sekarang." Aditya mengangkat kepala, berusaha menenangkan diri ketika ada sesuatu yang menggantung di hatinya. Sesuatu yang sangat berat dan tidak mampu dia tanggung sendiri. Namun untuk saat ini dia harus mengabaikannya. Untuk saat ini perlu baginya untuk tidak peduli pada urusan Catrina. Biarlah dahulu dia melupak
Catrina berusaha tetap tenang dan mengintip ayahnya di dalam sana. Dua orang itu belum mengatakan apa pun, masih terlalu serius menatap senjata api di tangan mereka. Ayahnya tampak sedang berganti baju, memilih mengenakan kaos biasa yang dipadu dengan celana jeans. Sepertinya memang ada banyak hal yang perlu dipersiapkan. Segala hal yang Catrina tahu bahwa itu bukanlah sesuatu yang baik. Dia bisa menebak bahwa ayahnya berniat menghabisi seseorang kali ini. Namun, dia memilih untuk tidak beranjak di sana sebelum mendengar detail rencana dari kedua orang itu. "Anak itu sudah terlalu mengganggu. Kehadirannya hanyalah penghalang bagiku. Kurasa sudah saatnya dia tahu dimanakah posisinya. Seharusnya sejak awal dia tahu diri. Tapi sekarang dia malah menjadi parasit." Dengus Indra terdengar kesal.Catrina mengerutkan kening mendengar perkataan ayahnya. Meski pria itu sama sekali tidak menyebut satu nama pun, Catrina yakin bahwa yang dimaksud oleh ayahnya adalah Adity
Catrina masih menguping pembicaraan ayahnya dengan Aditya lewat telepon itu, tampaknya Aditya juga menyanggupi pertemuan mereka."Kau tidak akan menolak hal ini, Aditya. Aku tahu bahwa kau dan Jonathan mencariku hari ini. Justru aku memudahkan pekerjaanmu, karena itulah aku memintamu untuk menemuiku hari ini juga agar kita bisa membicarakan semuanya dengan baik. Bukankah tak ada sesuatu yang jauh lebih beruntung daripada hal itu?" Dalam hatinya Catrina berharap Aditya tidak menyetujui hal tersebut. Namun sepertinya harapan itu tidak terkabul ketika melihat ayahnya tampak tersenyum puas sebelum kemudian memutuskan telepon itu. Catrina merasa sangat beruntung ketika dia mendengar ayahnya menyebutkan suatu tempat yang menjadi lokasi pertemuan mereka. Setidaknya sekarang dia sudah tahu di lokasi mana ayahnya menemui Aditya nanti. Dia langsung pergi dari sana dan langsung menuju ke kantor polisi. Dia menjalankan rencana sendiri untuk menghentikan aksi mengeri
Aditya dan Jonathan terlihat bersiap. Mereka berdua sudah sepakat untuk membawa setidaknya satu senjata saja untuk hari ini. Aditya mengganti bajunya. Sebisa mungkin apa yang mereka kenakan sekarang bisa menyembunyikan senjata itu. Sudah beberapa menit yang lalu sejak Aditya dan Indra berbicara lewat telepon. Aditya yakin bahwa Indra sudah berada di tempat itu dan menunggunya di sana. "Bagaimana dengan masalahmu bersama Catrina? Menurutmu apa yang dia lakukan sekarang setelah berbicara denganmu tadi?" Aditya langsung terdiam mendengar pertanyaan Jonathan. Dia langsung teringat kembali pada perempuan itu. Benar apa yang dikatakan Jonathan, entah apa yang dilakukan Catrina saat ini setelah membicarakan semuanya beberapa saat yang lalu. Apakah dia juga mengetahui tentang rencana Indra? Aditya bahkan merasa takut lagi apabila harus terus memikirkan Catrina. Dia masih terlalu sakit hati dan terlanjur tidak bisa melupakan semua kenyataan ini. Orang yang akan dia hadapi sekarang adalah aya
Aditya terdiam sepanjang perjalanan. Dia harus bersikap tenang untuk menghadapi masalah ini. Dia akan berusaha membuat Indra menjelaskan semuanya tanpa harus ada baku hantam, kecuali apabila memang itu sudah menjadi pilihan terakhir. Setidaknya masih ada beberapa jalan bagi mereka untuk bernegosiasi atau membicarakan semuanya hingga mendapatkan titik temu. Aditya beberapa kali melirik ponselnya ketika mendapat panggilan masuk dari Catrina. Dia mengabaikan semua panggilan masuk itu karena merasa terlalu sakit hati juga malas jika saja perempuan itu mencegahnya pergi atau meminta pengampunan ayahnya. Mendengar suara Catrina untuk kesekian kali hanya akan membuatnya semakin sesak. Dia bahkan sudah tidak peduli hal penting apa yang ingin dikatakan Catrina padanya untuk saat ini. Biarlah untuk sementara waktu saja dia menahan diri untuk tidak mendengar perempuan itu. Dia yakin apabila dia berbicara dengan Catrina, dia tidak akan bisa fokus lagi untuk berbicara pada Indra. Untuk saat ini di
Aditya akhirnya bertemu dengan Indra dan Calvin di dalam bangunan itu. Bangunan yang tentu saja terlihat lusuh dan tidak terawat. Mungkin memang tidak ada orang yang menghuni rumah tersebut dan ditinggalkan begitu saja. Indra meminta Aditya datang kemari barangkali agar tidak ada orang yang curiga bahwa mereka ada di sana. Indra langsung tersenyum begitu melihat kedatangan Aditya. Aditya masih berusaha untuk bersikap tenang dan seolah tidak pernah terjadi apa pun di antara mereka. Dia juga membalas senyum Indra dengan senyum bersahabat. Meskipun sebenarnya dalam hatinya dia mengejek pria itu ketika mengingat bahwa saat ini mereka sedang menyembunyikan senjata di balik baju mereka. Sedangkan Jonathan sendiri sama sekali tidak tersenyum dan hanya menatap serius pada Indra. Dia paling tidak bisa berakting atau berlaga palsu di depan orang apalagi orang tersebut adalah orang yang dibenci olehnya. Dia tipikal orang yang tidak suka dramatis. Jonathan tidak segan menunjukkan perasaannya pad
Kali ini Aditya tidak tahan lagi ketika Indra menghina ibunya. Meskipun tidak sampai memukul, Aditya hanya mendorong kasar tubuh Indra untuk menjauh darinya. Dia menatap nyalang ke arah pria itu yang justru membalas tatapannya dengan pandangan meremehkan. Indra sepertinya sudah cukup puas melihat Aditya marah padanya. "Jangan pernah sekalipun mulut kotormu itu menghina ibuku!" "Nyatanya memang seperti itu. Ah, entahlah! Apakah sekarang aku harus merasa bersyukur karena kau dekat dengan anakku atau tidak, jika kau tidak pernah dekat dengan Catrina, mungkin aku tidak akan pernah mengetahui kebenaran yang mengejutkan ini." Aditya terdiam dalam beberapa detik, membiarkan Indra berbicara sesuka hatinya. Padahal dalam hatinya dia sangat berharap pria itu langsung saja menjelaskan semua alasannya melakukan hal mengerikan itu. "Aku mengajakmu bertemu kemari juga bukan untuk membuang waktu. Aku hanya ingin menyadarkanmu tentang di manakah posisimu di sini. Sebenarnya sudah seharusnya sejak