"Yo, Kamu lagi sibuk? Mama boleh ngobrol?" Rani muncul di kamar Rio malam itu saat dilihatnya kamar Mayla sudah tertutup rapat. "Nggak sibuk kok, Mah. Ada apa?" Rio menutup laptopnya saat dilihatnya wajah ibunya nampak serius. Rani melangkah mendekat, lalu mendudukkan diri di tepi ranjang Rio. Sementara Rio memutar kursinya menghadap sang ibu. "Kakak nggak cerita apa apa sama kamu?" "Cerita soal apa, Mah?" Rio bingung dengan pertanyaan ibunya. "Gini ... akhir-akhir ini mama kok ngerasa aneh ya. Kakak sekarang jadi sering datang ke sini lho, nggak kayak dulu." "Lha bagus dong, Mah. Kenapa malah jadi heran? Bukannya mama harusnya seneng sekarang kak Raka sering ke sini?"
Sebelum sampai di rukonya, Raka membelokkan mobilnya ke layanan drive thru di sebuah restoran fast food ternama. Dia memesan banyak porsi makanan untuk dibawanya pulang. Mayla yang melihat itu sampai membelalakkan mata. "Kok banyak banget, Kak?" tanyanya saat mobil kembali berjalan menyusuri jalanan kota. "Buat anak anak di ruko," jawabnya singkat. Saat tiba di ruko, Raka pun segera membawa Mayla naik ke lantai 3 setelah meninggalkan 2 bungkus besar plastik berisi makanan untuk para karyawannya di lantai dua. Melihat Raka datang bersama seorang anak berseragam SMA, segera saja banyak bisik-bisik di lantai itu. Apalagi setelah Raka mengajak Mayla ke lantai atas. Radit, Iqbal, dan Fahri pun hanya saling mengedikkan bahu seolah berkata 'entahlah'.
Tubuh Mayla gemetaran di balik pintu. Kali ini ketakutannya luar biasa. Saat sore tadi dia pulang diantar Raka, dia merasakan sikap ibu Rani-nya sedikit berubah. Wanita yang biasanya sangat lembut, ramah, dan penuh kasih itu sejak sore tadi lebih banyak diam. Bahkan tidak mendekatinya dan Faya sama sekali. Apa Bu Rani marah padanya? Berulang kali Mayla mencoba untuk berpikiran baik. Namun ketakutannya ternyata memang terbukti. Beberapa menit yang lalu, Mayla mendengarnya. Percakapan Rio dengan ibunya saat Mayla bermaksud pergi ke kamar Rio untuk menanyakan sesuatu tentang Pekerjaan Rumahnya. Melihat pintu kamar Rio tertutup, Mayla bermaksud untuk mengetuk. Namun diurungkan niatnya karena sayup di dengarnya ada suara orang sedang mengobrol di dalam kamar. Sebenarnya Mayla bukan tipe penguping, tapi karena kegelisahannya sejak sore tentang Bu Rani, akhirnya membuatn
"Mayla!! Buka pintunya!!" teriaknya sambil menggedor gedor pintu dengan keras, hingga membuat Rani dan Rio yang memperhatikan tingkahnya dari tadi saling berpandangan, kaget. Ibu dan anak itu kemudian bergegas menghampiri Raka yang sedang berada di depan pintu kamar Mayla. "Ka, Kamu ngapain? Jangan teriak-teriak begitu!" kata Rani mulai panik. "Mayla! Buka, May!" Raka terus saja menggedor pintu kamar yang masih saja tertutup rapat itu. "Kak, sudah. Ada apa sih?" Rio berusaha menghentikan sang kakak. "Ka, kamu bisa membuat adik-adik Kkmu takut, Ka! Jangan begitu!" kata Rani mengingatkan. Namun Raka hanya melirik ibunya itu sekilas. Lalu terus memanggil manggil nama Mayla dengan keras, hingga akhirnya pintu itu pun perlahan terbuka. Dan Mayla, dengan wajah pucat dan Faya yang menel
Sudah dua jam lamanya Mayla di dalam sana. Raka sudah mulai gelisah duduk kursi tunggu. Entah apa sebenarnya yang membuat dia sangat gelisah hari itu. Pernikahan Ayu atau karena insiden yang terjadi antara dirinya dan Mayla sebelum berangkat ke salon seorang temannya yang merupakan Make Up Artist itu? . . . "Siap-siap, setengah jam lagi aku jemput," kata Raka sekitar tiga jam yang lalu melalui telepon. "Kak, maaf ini ..." Mendengar kata 'maaf', Raka langsung mematikan sambungan teleponnya. Dia tidak mau mendengar penolakan kali ini. Hari ini apapun yang terjadi, Mayla harus menemaninya ke pernikahan Ayu. Dia tidak akan sempat lagi mencari pengganti untuk teman pendampingnya lagi. Setengah jam kemudian, mobil Raka sudah terparkir di halaman rumah barunya yang sekarang ditempati oleh Mayla dan adiknya
Dadanya mulai berdegup lagi saat memasuki ballroom megah pernikahan mantan kekasihnya dengan putra pemilik perusahaan Adyatama. Berkali kali Raka terlihat menghembuskan nafas dengan tetap bersembunyi di balik ekspresi wajahnya yang nampak tenang. Sehingga jika dilihat, tak ada kejanggalan sama sekali dalam raut wajah pemuda itu. Lain halnya dengan Mayla. Gadis cantik berhijab yang digandengnya memasuki ruangan pesta itu terlihat sesekali menoleh ke arah pasangannya. Dari jarak yang begitu dekat, dia bisa merasakan Raka yang sedikit gugup. Beberapa kali gadis itu ingin mengajak Raka bicara tapi diurungkannya, karena takut salah bicara lagi. Raka menggandeng Mayla menuju meja yang masih kosong tak terlalu jauh dari pelaminan saat sebuah suara menyapanya. "Hei, Bro! Gue kira lo nggak dateng." Vanno memeluk hangat sahabatnya. "Apa kabar lo? Cepet bener uda
Raka melajukan mobilnya dengan cepat setelah menelpon Rio dan mendapatkan informasi di rumah sakit mana Faya dibawa. Raut panik dan sedih nampak terlihat jelas di wajah Mayla di dalam mobil yang membawa mereka menuju ke tempat dimana adiknya dirawat. Dengan tergesa, keduanya segera menuju ruang perawatan yang tadi diberitahu Rio lewat telepon. Langkah mereka yang panik bahkan tidak menghiraukan pandangan banyak pasang mata yang merasa sedikit keheranan dengan baju pesta yang masih mereka kenakan sore itu. "Faya!" Mayla segera menghambur ke ranjang dimana adiknya terbaring saat dia dan Raka memasuki ruang perawatan adiknya. Rani dan Rio yang melihat dua insan itu datang, nampak juga begitu kaget saat melihat pakaian apa yang sedang mereka pakai. "Ibu!" Usai memeluk adiknya yang terbaring lemah di ranjang, Mayla segera meng
Tak ada yang bisa menggambarkan perasaan Mayla saat itu selain sesal dan sedih. Saat Rani menemaninya untuk menemui dokter, dokter mengabarkan kondisi Faya semakin menurun. Pengobatan yang dilakukannya selama ini ternyata tidak terlalu berdampak pada penyakitnya. Hanya sementara waktu saja dia akan bisa bertahan. Saat keluar dari ruangan dokter, Rani merangkul bahu Mayla erat, seolah bisa merasakan apa yang sedang dirasakan oleh gadis itu. Berkali kali wanita itu mengucap kata maaf dan menyesalnya karena telah berlaku kasar pada Mayla tadi sewaktu dia dan Raka datang. Rani sadar dia telah dibutakan oleh amarah melihat kedekatan putra sulungnya dengan Mayla. Namun melihat apa yang dialami gadis ini dan adiknya sekarang, untuk kesekian kalinya dia kembali jatuh iba. Raka dan Rio yang duduk di kursi tunggu ruang tak jauh dari ICU dimana sekarang Faya sedang dirawat secara khusus, sudah bisa meneba