"May! Itu ... itu kakak Kamu kan?" kata salah seorang gadis berseragam putih abu abu di dekatnya setengah berteriak. Mayla yang sedang berjalan sambil bercanda dengan teman temannya keluar dari gerbang sekolah, seketika menoleh ke arah yang ditunjuk. "Kakak?" Mulutnya bergumam lirih. Dilihatnya Raka sedang berdiri bersandar di bodi mobilnya melihat ke arahnya. Apa kakaknya itu sedang menjemputnya? "Sebentar ya?" pamitnya pada teman temannya, lalu bergegas menghampiri sang kakak. Dia bahkan tidak mempedulikan teriakan berceloteh dari teman temannya tentang sang kakak. "Kakak jemput Mayla?" tanyanya saat sampai di depan Raka. Raka yang gelagapan dengan pertanyaan tak terduga itu sontak memerah wajahnya. "Lewat tadi, sekalian aja ke sini pas lihat sudah ada siswa yang k
"Yo, Kamu lagi sibuk? Mama boleh ngobrol?" Rani muncul di kamar Rio malam itu saat dilihatnya kamar Mayla sudah tertutup rapat. "Nggak sibuk kok, Mah. Ada apa?" Rio menutup laptopnya saat dilihatnya wajah ibunya nampak serius. Rani melangkah mendekat, lalu mendudukkan diri di tepi ranjang Rio. Sementara Rio memutar kursinya menghadap sang ibu. "Kakak nggak cerita apa apa sama kamu?" "Cerita soal apa, Mah?" Rio bingung dengan pertanyaan ibunya. "Gini ... akhir-akhir ini mama kok ngerasa aneh ya. Kakak sekarang jadi sering datang ke sini lho, nggak kayak dulu." "Lha bagus dong, Mah. Kenapa malah jadi heran? Bukannya mama harusnya seneng sekarang kak Raka sering ke sini?"
Sebelum sampai di rukonya, Raka membelokkan mobilnya ke layanan drive thru di sebuah restoran fast food ternama. Dia memesan banyak porsi makanan untuk dibawanya pulang. Mayla yang melihat itu sampai membelalakkan mata. "Kok banyak banget, Kak?" tanyanya saat mobil kembali berjalan menyusuri jalanan kota. "Buat anak anak di ruko," jawabnya singkat. Saat tiba di ruko, Raka pun segera membawa Mayla naik ke lantai 3 setelah meninggalkan 2 bungkus besar plastik berisi makanan untuk para karyawannya di lantai dua. Melihat Raka datang bersama seorang anak berseragam SMA, segera saja banyak bisik-bisik di lantai itu. Apalagi setelah Raka mengajak Mayla ke lantai atas. Radit, Iqbal, dan Fahri pun hanya saling mengedikkan bahu seolah berkata 'entahlah'.
Tubuh Mayla gemetaran di balik pintu. Kali ini ketakutannya luar biasa. Saat sore tadi dia pulang diantar Raka, dia merasakan sikap ibu Rani-nya sedikit berubah. Wanita yang biasanya sangat lembut, ramah, dan penuh kasih itu sejak sore tadi lebih banyak diam. Bahkan tidak mendekatinya dan Faya sama sekali. Apa Bu Rani marah padanya? Berulang kali Mayla mencoba untuk berpikiran baik. Namun ketakutannya ternyata memang terbukti. Beberapa menit yang lalu, Mayla mendengarnya. Percakapan Rio dengan ibunya saat Mayla bermaksud pergi ke kamar Rio untuk menanyakan sesuatu tentang Pekerjaan Rumahnya. Melihat pintu kamar Rio tertutup, Mayla bermaksud untuk mengetuk. Namun diurungkan niatnya karena sayup di dengarnya ada suara orang sedang mengobrol di dalam kamar. Sebenarnya Mayla bukan tipe penguping, tapi karena kegelisahannya sejak sore tentang Bu Rani, akhirnya membuatn
"Mayla!! Buka pintunya!!" teriaknya sambil menggedor gedor pintu dengan keras, hingga membuat Rani dan Rio yang memperhatikan tingkahnya dari tadi saling berpandangan, kaget. Ibu dan anak itu kemudian bergegas menghampiri Raka yang sedang berada di depan pintu kamar Mayla. "Ka, Kamu ngapain? Jangan teriak-teriak begitu!" kata Rani mulai panik. "Mayla! Buka, May!" Raka terus saja menggedor pintu kamar yang masih saja tertutup rapat itu. "Kak, sudah. Ada apa sih?" Rio berusaha menghentikan sang kakak. "Ka, kamu bisa membuat adik-adik Kkmu takut, Ka! Jangan begitu!" kata Rani mengingatkan. Namun Raka hanya melirik ibunya itu sekilas. Lalu terus memanggil manggil nama Mayla dengan keras, hingga akhirnya pintu itu pun perlahan terbuka. Dan Mayla, dengan wajah pucat dan Faya yang menel
Sudah dua jam lamanya Mayla di dalam sana. Raka sudah mulai gelisah duduk kursi tunggu. Entah apa sebenarnya yang membuat dia sangat gelisah hari itu. Pernikahan Ayu atau karena insiden yang terjadi antara dirinya dan Mayla sebelum berangkat ke salon seorang temannya yang merupakan Make Up Artist itu? . . . "Siap-siap, setengah jam lagi aku jemput," kata Raka sekitar tiga jam yang lalu melalui telepon. "Kak, maaf ini ..." Mendengar kata 'maaf', Raka langsung mematikan sambungan teleponnya. Dia tidak mau mendengar penolakan kali ini. Hari ini apapun yang terjadi, Mayla harus menemaninya ke pernikahan Ayu. Dia tidak akan sempat lagi mencari pengganti untuk teman pendampingnya lagi. Setengah jam kemudian, mobil Raka sudah terparkir di halaman rumah barunya yang sekarang ditempati oleh Mayla dan adiknya
Dadanya mulai berdegup lagi saat memasuki ballroom megah pernikahan mantan kekasihnya dengan putra pemilik perusahaan Adyatama. Berkali kali Raka terlihat menghembuskan nafas dengan tetap bersembunyi di balik ekspresi wajahnya yang nampak tenang. Sehingga jika dilihat, tak ada kejanggalan sama sekali dalam raut wajah pemuda itu. Lain halnya dengan Mayla. Gadis cantik berhijab yang digandengnya memasuki ruangan pesta itu terlihat sesekali menoleh ke arah pasangannya. Dari jarak yang begitu dekat, dia bisa merasakan Raka yang sedikit gugup. Beberapa kali gadis itu ingin mengajak Raka bicara tapi diurungkannya, karena takut salah bicara lagi. Raka menggandeng Mayla menuju meja yang masih kosong tak terlalu jauh dari pelaminan saat sebuah suara menyapanya. "Hei, Bro! Gue kira lo nggak dateng." Vanno memeluk hangat sahabatnya. "Apa kabar lo? Cepet bener uda
Raka melajukan mobilnya dengan cepat setelah menelpon Rio dan mendapatkan informasi di rumah sakit mana Faya dibawa. Raut panik dan sedih nampak terlihat jelas di wajah Mayla di dalam mobil yang membawa mereka menuju ke tempat dimana adiknya dirawat. Dengan tergesa, keduanya segera menuju ruang perawatan yang tadi diberitahu Rio lewat telepon. Langkah mereka yang panik bahkan tidak menghiraukan pandangan banyak pasang mata yang merasa sedikit keheranan dengan baju pesta yang masih mereka kenakan sore itu. "Faya!" Mayla segera menghambur ke ranjang dimana adiknya terbaring saat dia dan Raka memasuki ruang perawatan adiknya. Rani dan Rio yang melihat dua insan itu datang, nampak juga begitu kaget saat melihat pakaian apa yang sedang mereka pakai. "Ibu!" Usai memeluk adiknya yang terbaring lemah di ranjang, Mayla segera meng
Suasana haru nampak dalam pesta pernikahan yang mewah itu saat pengantin wanitanya yang begitu muda dan cantik beberapa kali menitikkan air mata karena teringat akan kedua orang tuanya. Akhirnya di sinilah dia berlabuh. Di hati seorang pangeran yang kebahagiannya bahkan telah direnggut oleh ibunya semasa wanita itu masih hidup. Mayla nampak sungguh bak putri dalam dongeng yang dipersunting pangeran tampan yang baik hati. Cintanya yang berakhir dengan kebahagiaan membuat iri banyak pasang mata yang kebetulan mengetahui jalan hidupnya. Pesta itu tidak begitu besar karena hanya dihadiri oleh tamu tamu undangan dari kalangan teman, sahabat, dan kerabat saja. Namun segala sesuatunya yang mewah mengesankan betapa sang pengantin pria yang sudah mempersiapkan pesta pernikahannya itu begitu mencintai pasangannya. Tak jauh be
"Dia dimana, Bik?" Bik Sani langsung menyambutnya saat Raka tiba di halaman rumahnya. Raka berjalan tergesa menuju teras rumah. "Di kamarnya, Pak. Dari semalam nggak mau keluar kamar, nggak mau makan. Nangis terus," ucap Bik Sani menjelaskan sambil terus mengikuti langkah Raka menuju ke dalam. "Siapkan makanannya, bawa ke kamar, Bik." "Baik, Pak." Di depan kamar Mayla, Raka sedikit ragu untuk mengetuk. Harusnya hari ini memang dia belum ada rencana untuk menemui adiknya itu. Tapi karena Bik Sani menelponnya dengan panik dan mengabarkan bahwa Mayla yang tidak mau keluar kamar, akhirnya Raka mengurungkan niatnya untuk menemui gadis itu sampai menjelang hari pernikahan mereka. Masih dengan sedikit ragu, akhirnya Raka mengetuk beberapa kali pint
Beberapa bulan setelah kejadian yang sangat mengesankan bagi Mayla itu, kakaknya tak pernah nampak lagi datang ke rumahnya. Hari demi hari berlalu, setiap pagi Mayla selalu bersemangat saat ada suara mobil yang tiba tiba seperti akan berhenti di depan rumah itu. Dia selalu berharap Raka yang datang untuk mengantarkannya ke sekolah seperti biasa. Lalu tiap kali dia keluar dari halaman sekolah, dia berharap kakaknya itu akan ada di luar gerbangmemanggilnya dengan nada galak seperti biasanya. Tapi semuanya itu tak pernah terjadi. Dia pergi dan pulang dari sekolah dengan naik angkot seperti sebelumnya. Tak pernah lagi ada Raka yang tiba tiba muncul mengagetkan dan menakutinya. Kakaknya itu seperti menghilang di telan bumi. Hanya terkadang ada notifikasi perbankan yang masuk ke ponsel Mayla suatu hari. Sejumlah dana masuk ke rekeningnya disertai pesan; bela
"Semalem mau nanya apa?" tanya Raka di sela sela sarapannya dengan Mayla. Bik Sani sudah menyiapkan dua piring nasi goreng spesial pagi ini untuk kedua momongannya. "Eee, itu ... " Mayla mendadak gagu. Keinginan kuatnya semalam untuk segera bertemu Raka dan menanyakan hal yang membuatnya penasaran dari kemarin mendadak hilang seketika melihat wajah kakaknya yang menatapnya dengan intens dan mendominasi seperti biasa. "Itu apa?" tanya Raka lagi. "Katanya penting, nggak bisa diomongin lewat telpon, katanya harus malam ini. Kenapa sekarang malah diam?" sindir Raka. Mayla menelan ludah susah payah. Dia heran karena selalu saja begini. Dia kehilangan kata kata saat Raka mulai menatapnya penuh intimidasi. "Itu Kak ... kemarin May dijemput Ayah pas pulang sekolah."
"Mayla!" panggil Firman sedikit berteriak saat melihat Mayla muncul dari pintu gerbang sekolah. "Ayah!" Mata Mayla langsung berbinar melihat sang Ayah yang sedang berdiri di dekat mobil MPV keluaran tahun lama itu. "Ayah kok di sini?" tanyanya saat dirinya berhasil sampai di dekat sang Ayah. "Kebetulan tadi Ayah lewat, jadi sekalian mampir. Kamu sudah makan? Temenin Ayah makan siang yuk?" ajak Firman. Mayla pun mengangguk senang. Selain teman temannya di sekolah dan keluarga Ibu Rani, Mayla sangat jarang berinteraksi dengan orang lain. Jadi, kehadiran Ayah kandungnya kali ini nampaknya membawa suasana lain dalam hatinya. Mayla masuk ke dalam mobil sang ayah tepat pada saat mobil Raka berhenti di depan sekolahnya. Melihat Mayla dije
Tak seperti biasanya saat sedang berdua saja dengan Mayla, di rukonya ternyata Raka lebih cuek. Saat sampai di sana, Raka langsung meminta seorang karyawan wanitanya, Nindy, untuk menjelaskan pada Mayla pekerjaan barunya. Sementara dia sendiri sibuk di ruangannya bersama Radit. Kikuk dan minder. Itu yang dirasakan Mayla di kantor itu. Menjadi yang paling muda dan paling tidak tidak mengerti apa apa. Mayla jadi tersadar jika hidupnya selama ini terlalu disibukkan dengan kesengsaraan, ketidak-beruntungan. Hingga membuatnya merasa seperti orang yang terbelakang. Selain juga karena Raka tidak memperlakukannya secara spesial di tempat itu. "Setelah selesai, jangan lupa filenya disimpan ya. Buat nanti laporan mingguan ke Bang Raka," kata Nindy menjelaskan. "Ngerti kan, May?" tanya wanita cantik berambut panjang itu. "Iya, Kak. Insya Allah ngerti." &
Mayla menghentikan langkahnya di teras saat mendengar sebuah mobil memasuki halaman. Dia sudah sangat hafal betul suara mobil kakaknya. Dan jantungnya seketika berdegup sangat kencang membayangkan apa yang akan dilakukan Raka saat melihatnya baru pulang sesore ini. Kakinya mendadak gemetaran. "Dari mana Kamu?!" Dan benar saja, Raka turun dari mobil dengan wajah bersungut. Berjalan cepat menghampirinya yang berdiri tegang di teras rumah menunggunya. "Maaf Kak, Mayla telat pulangnya. Mayla habis dari rumah temen," katanya dengan terbata. "Rumah temen? Sudah mulai keluyuran ya sekarang?" "Bukan Kak, Mayla ..." Belum sempat Mayla melanjutkan bicaranya, Bik Sani sudah muncul dari dalam rumah. Wanita paruh baya itu sepertinya terganggu dengan suara
"Kamu serius, Ka?" Rani masih belum percaya apa yang baru saja dikatakan putra sulungnya. "Serius, Ma. Raka juga sudah bilang ke Om Firman soal itu." Rio yang dari tadi mendengarkan terlihat hanya mengangguk angguk saja tanda mengerti. Malam itu, Raka sengaja mengajak ibu dan adiknya makan di luar untuk membicarakan masalah keinginannya menikahi adik angkatnya. "Dan Pak Firman bilang apa? Dia mengijinkan?" tanya Rani penasaran. "Pak Firman menyerahkan semuanya sama Mayla. Tapi intinya dia setuju kalau Mayla juga mau, Ma. Mama sendiri gimana?" Seperti ada nada keraguan dari pertanyaan Raka. Dia ingat bagaimana beberapa waktu yang lalu ibunya itu begitu tidak suka melihatnya jalan bareng Mayla. "Kalau mengatakan tidak pun, Mama yakin Kamu
"Om, Tunggu!" Firman menghentikan langkahnya menuju ke pintu keluar area pemakaman saat mendengar suara seseorang memanggilnya. Raka terlihat sedang berjalan cepat ke arah lelaki yang masih mengenakan seragam dinasnya itu. "Raka, ada apa?" tanya Firman sambil mengerutkan dahinya. "Boleh bicara sebentar?" tanya pemuda itu. "Tentu," sambut lelaki itu hangat. Yang Firman tahu, Raka adalah anak sulung dari Rani. Wanita yang telah disakiti oleh mantan kekasihnya dulu, yang bernama Mayang. Namun yang juga sangat berbesar hati menerima anak anak Mayang untuk dirawatnya. Pernah suatu kali Mayla bercerita tentang anak anak Rani saat pertemuan mereka. Salah satunya adalah Raka. Dan sebagai seorang Ayah, Firman sepertinya bisa menebak, bahwa