Share

BAB 5

Penulis: Fitria 38
last update Terakhir Diperbarui: 2023-12-13 13:33:09

Monica memejamkan matanya ketika mendengar Bu Rita mengucapkan kalimat seperti itu. Meskipun sudah terbiasa mendengarnya, namun setiap kali wanita paruh baya yang sudah melahirkan suaminya itu menyindirnya, tetap saja Monica merasa sakit hati. Berusaha untuk menahan air matanya agar tak jatuh, dan membuat mood sarapan pagi mereka semua hancur.

"Ma, kok pagi-pagi sudah ngomong seperti itu lagi sih?" Ardi selalu menjadi pembela untuk istrinya.

"Lohh memangnya kenapa sayang, kan apa yang mama katakan benar? ngapain kalian susah-susah jogging 5 tahun lebih tapi nggak juga hamil."

Bu Rita berkata seenaknya, meskipun dia sendiri tahu ikhtiar seperti apa yang tengah Ardi dan Monica jalani selama ini. Namun sepertinya wanita paruh baya itu seperti tutup mata tak peduli dengan perjuangan mereka berdua.

Hanum dan bik Lastri hanya mendengar dari dapur. Mereka berdua saling berpandangan. "Ya seperti itu Bu Rita sama mbak Monica!" Ucap bibi Lastri mengatupkan bibirnya. Membuat Hanum menganggukkan kepalanya pelan.

***

"Mas, aku mau pulang sekarang juga!" Ucap Monica menangis terisak dengan bahu yang berguncang hebat.

"Dek, sabar. Kita mendengarkan omongan Mama kan nggak hanya sekali dua kali saja. Nyatanya kita bisa melewati sampai tahun ke-5 ini. Kita tahu kalau mama memang sangat mendambakan cucu Dek."

"Iya mas, aku tau itu semua. Tapi setiap kali ke sini, itu itu saja yang dipertanyakan oleh Mama Mas. Makanya, aku jadi males sekali datang ke rumah karena sudah bisa menebak apa yang akan mama tanyakan sama kita." Ucap nya lagi dengan tersengal.

Monica memasukkan baju-bajunya ke dalam koper. Wanita itu lebih memilih diam daripada menyulut emosi untuk bertengkar dengan suaminya.

"Kalau mas masih mau di sini, silahkan. Lebih bak aku pergi dan menginap saja di hotel." Ucap Monica denga serius. Wanita itu kemudian masuk ke dalam kamar mandi setelah berkemas dan memasukkan baju-bajunya ke dalam koper.

Sementara itu Ardi keluar dari kamar, dan menubruk seorang wanita yang sedang mengepel lantai.

Brukk...

"Ya Alloh maaf pak," Hanum mengangguk dan merasa tak enak pada anak majikannya itu.

"Nggak apa-apa!" Ucap pria itu dengan begitu dingin menatap sekilas pada Hanum kemudian pergi.

"Kamu jadi pulang sekarang Di? Ini jam 9 malam lho?" tanya bu Rita ketika melihat Ardi dan Monica menuruni anak tangga dengan membawa koper. Wanita paruh baya dengan sanggul modern itu melepas kacamatanya dan menatap pada anak juga menantu nya secara bergantian.

"Iya ma." Sahut Ardi singkat. Sementara itu Monica memilih diam.

"Pasti istrimu nggak betah lagi tinggal di sini!"

Dan benar saja tebakan Monica, saat dia diam saja Bu Rita selalu menyindirnya dan memantik percikan api untuk mereka bertengkar.

***

Selama perjalanan pulang, Monica lebih memilih diam dan terus menatap keluar jendela.

"Daripada kemalaman, kita cari hotel saja ya dek."

"Terserah mas."

Mobik parkir dan tiba di hotel tempat mereka menginap, keduanya segera masuk ke dalam dan memesan satu kamar. Wanita berjilbab nude itu seperti mulai menyerah dengan keadaan rumah tangga nya yang tidak baik. Meskipun gonjang-ganjing rumah tangga itu berasal dari ibu mertuanya sendiri, Bu Rita.

"Dek, please kamu jangan diam seperti ini saja. Maafkan aku dek!" Ardi berusaha mendekat dan memeluk tubuh Monica dari belakang.

"Dek, please sayang. Kamu tau kan, kalau mendiamkan suami itu dosa hukumnya? Kalau kamu diam seperti ini, aku tidak tahu apa yang kamu mau!"

Bibir Monica seperti terkunci rapat. Dia benar-benar kecewa dengan ibu mertua nya, dan seperti sudah tak bisa bertahan.

Hatinya sakit tapi tak berdarah. Dengan cepat Ardi menyambar dan memeluk tubuh sang istri.

"Dek please sayang, kamu jangan seperti ini. Aku benar benar tersiksa. Kamu harus bilang, apa yang terus aku lakukan untuk membuatmu ceria lagi. Kita mulai dari nol ya. Please dek, maafkan aku. Kalau perlu kita nggak usah ke rumah mama!"

Ardi yang berdiri tepat di depan Monica menangkup wajah cantik dan sendu sang istri dengan kedua tangannya. Namun sepertinya, Monica tak mau menatap manik mata Ardi yang terus menerus mengharapkan maafnya.

"Kenapa kamu mau ikut pulang denganku mas? Bukannya kamu masih mau di rumah mama?"

"Dek, jangan seperti itu lagi. Jelas saja aku ikut denganmu karena kamu kan istriku." Ucap Ardi berusaha untuk meluluhkan hati istrinya

***

Drtt drttt...

Ponsel Hanum bergetar saat wanita itu sudah beristirahat di dalam kamarnya, setelah pulangnya Ardi dan juga bu Monica. Terlihat pesan di grup keluarga, yang berisi kakaknya yang pertama Niko dan juga kakak keduanya Rahma.

[Katanya ibu sakit. Aku sibuk, kalian aja yang pulang.] Tulis Niko di grup keluarga itu.

[Aku belum ada cuti mas, Hanum saja] Rahma juga langsung membalas chat dari kakaknya karena memang dia belum ada cuti.

Sementara itu Hanum yang melihat chat dari kedua kakaknya hanya menghela nafas panjang dan menghembuskannya lagi dengan perlahan.

[Aku juga belum diizinkan libur sama majikanku mas, mbak.] Akhirnya Hanum pun juga menulis chat untuk membalas kedua kakaknya.

[Kalau gitu kamu coba telpon lewat Bu Ira, Num. Kamu kan anak terakhir ibu!] Seperti tiada beban Niko menulis kalimat itu. Padahal mereka bertiga sama-sama anaknya Bu Yanti.

Bab terkait

  • PELUKAN TERAKHIR IBU di HARI RAYA   BAB 1

    Dengan langkah tergopoh, Bu Yanti tersenyum ketika mendapat kabar dari Bu Ira tetangganya bahwa Hanum menelpon. Maklum wanita tua itu tak mempunyai ponsel seperti kebanyakan orang. Jadi ketika mendapat kabar, Hanum anak bungsunya yang sekarang sedang bekerja di kota, dia begitu bahagia.Keringat yang mengucur deras di dahinya tak dirasakan, demi cepat sampai di rumah Bu Ira sang juragan di desanya. Sebuah desa yang terpencil dan jauh dari kota. Bu Ira adalah seseorang yang begitu kaya raya, di juluki sebagai juragan tanah. Dan tidak ada yang boleh melebihi kekayaan nya."Cepetan Bu Yanti! lelet amat sih!" sentak Bu Ira dengan mata melotot menoleh ke arah belakang di mana bu Yanti dengan sedikit tergesa, berusaha untuk mensejajari Bu Ira"I—iya Bu, maafkan saya selalu merepotkan Bu Ira." Ucap Bu Yanti lirih yang berjalan di belakang Bu Ira.Sampai di rumah Bu Ira, ponsel Bu Ira pun berbunyi."Jangan lama-lama, nanti baterai saya cepat habis! lagian ya orang miskin kok nggak ada habis-h

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-22
  • PELUKAN TERAKHIR IBU di HARI RAYA   BAB 2

    Hanum langsung berkaca—kaca ketika di bentak oleh Bu Rita sang majikan. "Maafkan saya nyonya." Ucapnya lirih meminta maaf.Sementara itu bibi Lastri hanya diam menatap Hanum yang di omeli dan dimarahi Bu Rita. Tak ada keinginan untuk membela asisten baru itu."Ya sudah, untuk kali ini kamu aku maafkan!" Ucap Bu Rita lalu meninggalkan Hanum dan bibi Lastri di ruang setrika. Perasaan Hanum lega ketika Bu Rita berkenan memaafkannya dan tak memecatnya."Bibi, maafkan saya. Saya tadi memang benar-benar ingat kalau setrika itu sudah saya lepas, tapi kenapa malah setrikanya justru masih menyala.""Makanya lain kali hati-hati!" Hardik asisten senior itu kemudian meninggalkan Hanum sendirian di sana. Tidak ada perasaan curiga apapun pada wanita paru baya itu. Hanum harus bisa menempatkan posisi, kalau dia memang baru di sana. Mungkin gadis itu memang lupa belum mematikan dan mencabut setrika saat akan meninggalkan nya.***Hari berganti dan bulan berlalu. Sudah tiga bulan Hanum bekerja di rum

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-22
  • PELUKAN TERAKHIR IBU di HARI RAYA   BAB 3

    Pagi menjelang, kabut masih terlihat di sekitar rumah Bu Yanti ketika wanita itu mulai menyapu halaman. Suasana desa yang sepi dan terpencil, membuat nya bertambah sedih kala mengingat dan merindukan ketiga anaknya. Niko anak pertama sudah tinggal di kota dengan istri dan keluarganya. Rahma anak kedua sedang bekerja di luar kota dan masih single. Terakhir, Hanum anak bungsu yang juga kerja di kota."Eh Bu Yanti pagi-pagi sudah bersih-bersih?" Sapa Bu Indri yang hendak pergi belanja sayur. Karna pasar sayur juga tak terlalu jauh dari rumah Bu Yanti."Iya Bu Indri." Senyum wanita baya itu tersungging, melihat Bu Indri dan anak menantunya yang terlihat begitu akur berjalan bersama menuju ke pasar. Beda sekali dengannya, Raya tak seakrab seperti menantu Bu Indri, Humairah."Oh ya, saya lihat anak-anaknya Bu Yanti tidak pernah pulang? Apa Mas Niko sangat sibuk ya kerja di pabriknya? Terus itu si Hanum sama si Rahma kakaknya juga jarang terlihat pulang. Sebentar lagi puasa loh bu, kalau p

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-22
  • PELUKAN TERAKHIR IBU di HARI RAYA   BAB 4

    Pagi-pagi sekali, Monica sudah bangun dan bersiap untuk jogging. Mumpung mereka memang ambil cuti, jadi bisa lebih lama tinggal di rumah Bu Rita Ibu mertuanya. Saat membuka mata, Monica masih melihat Ardi sang suami terlelap. Wanita cantik itu menatap pada sang suami dan mengelus pelan pucuk rambutnya. 'Terima kasih ya Mas sudah selalu ada untukku. Terima kasih juga untuk kesabarannya selama ini. Semoga Allah segera ijabah doa-doa kita dan mendapatkan titipan amanah Nya.'Setelahnya Monica bangun dan menuju ke kamar mandi yang ada di dalam kamar. Suara orang beraktivitas di dapur rumah Ibu mertuanya mulai terdengar. Ardi yang baru membuka mata mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar dan tak nampak sang istri. Namun dari kamar mandi terdengar suara gemericik air, yang berarti Monica ada di dalam.Ardi mengucek matanya dan sesekali menguap, lalu menyandarkan punggungnya di sandaran head—board.Ceklek...Pintu kamar mandi terbuka dan nampak Monica keluar dengan rambut yang basah. "

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-25

Bab terbaru

  • PELUKAN TERAKHIR IBU di HARI RAYA   BAB 5

    Monica memejamkan matanya ketika mendengar Bu Rita mengucapkan kalimat seperti itu. Meskipun sudah terbiasa mendengarnya, namun setiap kali wanita paruh baya yang sudah melahirkan suaminya itu menyindirnya, tetap saja Monica merasa sakit hati. Berusaha untuk menahan air matanya agar tak jatuh, dan membuat mood sarapan pagi mereka semua hancur."Ma, kok pagi-pagi sudah ngomong seperti itu lagi sih?" Ardi selalu menjadi pembela untuk istrinya."Lohh memangnya kenapa sayang, kan apa yang mama katakan benar? ngapain kalian susah-susah jogging 5 tahun lebih tapi nggak juga hamil."Bu Rita berkata seenaknya, meskipun dia sendiri tahu ikhtiar seperti apa yang tengah Ardi dan Monica jalani selama ini. Namun sepertinya wanita paruh baya itu seperti tutup mata tak peduli dengan perjuangan mereka berdua.Hanum dan bik Lastri hanya mendengar dari dapur. Mereka berdua saling berpandangan. "Ya seperti itu Bu Rita sama mbak Monica!" Ucap bibi Lastri mengatupkan bibirnya. Membuat Hanum menganggukkan

  • PELUKAN TERAKHIR IBU di HARI RAYA   BAB 4

    Pagi-pagi sekali, Monica sudah bangun dan bersiap untuk jogging. Mumpung mereka memang ambil cuti, jadi bisa lebih lama tinggal di rumah Bu Rita Ibu mertuanya. Saat membuka mata, Monica masih melihat Ardi sang suami terlelap. Wanita cantik itu menatap pada sang suami dan mengelus pelan pucuk rambutnya. 'Terima kasih ya Mas sudah selalu ada untukku. Terima kasih juga untuk kesabarannya selama ini. Semoga Allah segera ijabah doa-doa kita dan mendapatkan titipan amanah Nya.'Setelahnya Monica bangun dan menuju ke kamar mandi yang ada di dalam kamar. Suara orang beraktivitas di dapur rumah Ibu mertuanya mulai terdengar. Ardi yang baru membuka mata mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar dan tak nampak sang istri. Namun dari kamar mandi terdengar suara gemericik air, yang berarti Monica ada di dalam.Ardi mengucek matanya dan sesekali menguap, lalu menyandarkan punggungnya di sandaran head—board.Ceklek...Pintu kamar mandi terbuka dan nampak Monica keluar dengan rambut yang basah. "

  • PELUKAN TERAKHIR IBU di HARI RAYA   BAB 3

    Pagi menjelang, kabut masih terlihat di sekitar rumah Bu Yanti ketika wanita itu mulai menyapu halaman. Suasana desa yang sepi dan terpencil, membuat nya bertambah sedih kala mengingat dan merindukan ketiga anaknya. Niko anak pertama sudah tinggal di kota dengan istri dan keluarganya. Rahma anak kedua sedang bekerja di luar kota dan masih single. Terakhir, Hanum anak bungsu yang juga kerja di kota."Eh Bu Yanti pagi-pagi sudah bersih-bersih?" Sapa Bu Indri yang hendak pergi belanja sayur. Karna pasar sayur juga tak terlalu jauh dari rumah Bu Yanti."Iya Bu Indri." Senyum wanita baya itu tersungging, melihat Bu Indri dan anak menantunya yang terlihat begitu akur berjalan bersama menuju ke pasar. Beda sekali dengannya, Raya tak seakrab seperti menantu Bu Indri, Humairah."Oh ya, saya lihat anak-anaknya Bu Yanti tidak pernah pulang? Apa Mas Niko sangat sibuk ya kerja di pabriknya? Terus itu si Hanum sama si Rahma kakaknya juga jarang terlihat pulang. Sebentar lagi puasa loh bu, kalau p

  • PELUKAN TERAKHIR IBU di HARI RAYA   BAB 2

    Hanum langsung berkaca—kaca ketika di bentak oleh Bu Rita sang majikan. "Maafkan saya nyonya." Ucapnya lirih meminta maaf.Sementara itu bibi Lastri hanya diam menatap Hanum yang di omeli dan dimarahi Bu Rita. Tak ada keinginan untuk membela asisten baru itu."Ya sudah, untuk kali ini kamu aku maafkan!" Ucap Bu Rita lalu meninggalkan Hanum dan bibi Lastri di ruang setrika. Perasaan Hanum lega ketika Bu Rita berkenan memaafkannya dan tak memecatnya."Bibi, maafkan saya. Saya tadi memang benar-benar ingat kalau setrika itu sudah saya lepas, tapi kenapa malah setrikanya justru masih menyala.""Makanya lain kali hati-hati!" Hardik asisten senior itu kemudian meninggalkan Hanum sendirian di sana. Tidak ada perasaan curiga apapun pada wanita paru baya itu. Hanum harus bisa menempatkan posisi, kalau dia memang baru di sana. Mungkin gadis itu memang lupa belum mematikan dan mencabut setrika saat akan meninggalkan nya.***Hari berganti dan bulan berlalu. Sudah tiga bulan Hanum bekerja di rum

  • PELUKAN TERAKHIR IBU di HARI RAYA   BAB 1

    Dengan langkah tergopoh, Bu Yanti tersenyum ketika mendapat kabar dari Bu Ira tetangganya bahwa Hanum menelpon. Maklum wanita tua itu tak mempunyai ponsel seperti kebanyakan orang. Jadi ketika mendapat kabar, Hanum anak bungsunya yang sekarang sedang bekerja di kota, dia begitu bahagia.Keringat yang mengucur deras di dahinya tak dirasakan, demi cepat sampai di rumah Bu Ira sang juragan di desanya. Sebuah desa yang terpencil dan jauh dari kota. Bu Ira adalah seseorang yang begitu kaya raya, di juluki sebagai juragan tanah. Dan tidak ada yang boleh melebihi kekayaan nya."Cepetan Bu Yanti! lelet amat sih!" sentak Bu Ira dengan mata melotot menoleh ke arah belakang di mana bu Yanti dengan sedikit tergesa, berusaha untuk mensejajari Bu Ira"I—iya Bu, maafkan saya selalu merepotkan Bu Ira." Ucap Bu Yanti lirih yang berjalan di belakang Bu Ira.Sampai di rumah Bu Ira, ponsel Bu Ira pun berbunyi."Jangan lama-lama, nanti baterai saya cepat habis! lagian ya orang miskin kok nggak ada habis-h

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status