Pagi-pagi sekali, Monica sudah bangun dan bersiap untuk jogging. Mumpung mereka memang ambil cuti, jadi bisa lebih lama tinggal di rumah Bu Rita Ibu mertuanya. Saat membuka mata, Monica masih melihat Ardi sang suami terlelap.
Wanita cantik itu menatap pada sang suami dan mengelus pelan pucuk rambutnya. 'Terima kasih ya Mas sudah selalu ada untukku. Terima kasih juga untuk kesabarannya selama ini. Semoga Allah segera ijabah doa-doa kita dan mendapatkan titipan amanah Nya.'Setelahnya Monica bangun dan menuju ke kamar mandi yang ada di dalam kamar. Suara orang beraktivitas di dapur rumah Ibu mertuanya mulai terdengar. Ardi yang baru membuka mata mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar dan tak nampak sang istri. Namun dari kamar mandi terdengar suara gemericik air, yang berarti Monica ada di dalam.Ardi mengucek matanya dan sesekali menguap, lalu menyandarkan punggungnya di sandaran head—board.Ceklek...Pintu kamar mandi terbuka dan nampak Monica keluar dengan rambut yang basah. "Pagi mas!" Sapa nya pada sang suami dengan menyunggingkan senyum manisnya."Pagi sayang."Monica berjalan ke arah meja rias dan kemudian mendudukkan bokongnya di sana. Sementara itu Ardi menyingkap selimut dan turun dari ranjang. Terlihat dari pantulan cermin sang suami justru berjalan mendekatinya."Dek, kamu kalau habis mandi begini semakin seksi." Ucap pria tampan bermata hazel itu memeluk tubuh sang istri yang tengah duduk, dari belakang. Mencium rambut sang istri yang masih basah, dan menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Monica."Ayo cepetan mandi, aku mau jalan-jalan." Monica mendorong pelan tubuh sang suami agar segera mandi."Jalan kemana?""Jogging di taman mas, biar sehat.""Oh kirain, kamu mau ajak aku kemana."Ardi berbalik dan masuk ke dalam kamar. Selama ini Ardi selalu menunjukkan sikap romantis nya. Cinta dan kasih sayang pria itu pada Monica benar-benar diwujudkan dalam kenyataan. Bahkan pria itu sama sekali tak pernah menyakiti hati Monica. Dan justru terkadang masalah itu muncul dari ucapan sang Mama mertua, yaitu Bu Rita yang selalu merongrong dan juga bertanya tentang anak.Namun sebagai menantu yang paham agama dan mengerti, Monica cukup sabar dalam menghadapi nya. Wanita cantik itu segera keluar dari kamar dan meninggalkan suaminya yang masih mandi di dalam. Ketika menuruni anak tangga, terlihat Hanum sudah mulai membersihkan lantai dan juga mengepel."Pagi Bu Monica.""Pagi Hanum." Monica tersenyum dan berjalan menuju dapur lalu membuka kitchen kabinet, dan mengambil cangkir dari sana. Setelahnya Monica menyalakan kompor. Namun dengan cepat bibi Lastri langsung mendekati."Aduh mbak Monica, sini biar bibi buatkan teh nya.""Nggak usah Bi, aku bisa buat sendiri.""Sini bibi buatkan, kan sudah jadi kewajiban bibi untuk mengatur dapur di sini." Bibi Lastri dan Monica saling berebut cangkir.Pyar..Tiba-tiba cangkir yang menjadi rebutan dua orang itu, jatuh dan pecah menimbulkan suara nyaring membuat kaget seisi rumah di pagi hari itu. Nampak Hanum berjalan tergesa ke arah dapur dan meninggalkan sapu juga aktivitasnya mengepel."Ada apa bibi? Bu Monica?"Dua orang itu menatap Hanum yang datang, di ikuti oleh Ardi dan juga Bu Rita yang baru bangun."Ya ampun ini ada apaan sih kalian, pagi-pagi sudah ribut di dapur?" Tanya Bu Rita pada Bibi Lastri dan juga Monica, menatap mereka secara bergantian."Maaf ma, ini tadi aku nggak sengaja mecahin cangkir. Aku ingin buat teh tapi karena tanganku licin akhirnya pecah," ucap Monica tak ingin mengatakan kalau sedang berebut cangkir dengan bibi Lastri.Di dalam hati bibi Lastri benar-benar kagum dengan menantu Bu Rita itu, hatinya sungguh baik. Namun terkadang wanita baya itu merasa begitu kasihan dengan sikap bu Rita pada sang menantu yang bisa seenaknya sendiri."Masa iya kalian sudah ribut pagi-pagi begini?" Ucapnya lagi menatap pada semua yang ada di sana.Monica kemudian tersenyum dan mendekati Ibu mertuanya. "Maaf ya mah, kalau buat Mama bangun dan terganggu istirahatnya." Ucap wanita berjilbab itu berkata lirih.Sementara itu Ardi hanya diam saja menatap pada semua yang ada di dapur."Sekalian biar aku buatin Mas Ardi kopi," ucap Monica kemudian mengambil dua cangkir lagi di dalam kabinet. Sementara itu Bu Rita dengan bersungut-sungut berbalik dan masuk lagi ke dalam kamarnya.Bibi Lastri langsung memerintah Hanum untuk meninggalkan pekerjaannya dan segera membersihkan pecahan cangkir."Hanum cepat kamu bersihkan sisa pecahan ini, daripada nanti karena kaki." Titanya pada Hanum."Baik bibi."Pagi itu makanan sehat sudah terhidang di meja makan keluarga Bu Rita. Hanum dan juga bik Lastri terlihat sibuk menyiapkan dan menata aneka makanan juga piring-piring yang ada di sana. Tak lama setelahnya terdengar suara Bu Rita datang dan wanita itu sudah memakai baju bagus, seperti hendak pergi. Sementara itu terdengar suara orang ngobrol dari luar yang semakin dekat. Tak lama setelahnya terlihat Ardi juga Monica baru pulang jogging dan langsung duduk di meja makan."Kalian ini dari mana sih?" tanya Bu Rita menatap bergantian pada anak dan menantunya."Dari jalan-jalan mah di komplek, biar sehat ucap," sahut Monica menjawab dan kemudian duduk untuk mengambilkan air mineral suaminya."Halah ngapain jalan-jalan, jogging, sehat apaan? Nyatanya juga kamu nggak hamil hamil Mon!" Monica yang tengah menuang air ke dalam gelas langsung menghentikan aktivitasnya dan dadanya terasa nyeri, ketika lagi dan lagi Ibu mertuanya menyindir seperti itu.Monica memejamkan matanya ketika mendengar Bu Rita mengucapkan kalimat seperti itu. Meskipun sudah terbiasa mendengarnya, namun setiap kali wanita paruh baya yang sudah melahirkan suaminya itu menyindirnya, tetap saja Monica merasa sakit hati. Berusaha untuk menahan air matanya agar tak jatuh, dan membuat mood sarapan pagi mereka semua hancur."Ma, kok pagi-pagi sudah ngomong seperti itu lagi sih?" Ardi selalu menjadi pembela untuk istrinya."Lohh memangnya kenapa sayang, kan apa yang mama katakan benar? ngapain kalian susah-susah jogging 5 tahun lebih tapi nggak juga hamil."Bu Rita berkata seenaknya, meskipun dia sendiri tahu ikhtiar seperti apa yang tengah Ardi dan Monica jalani selama ini. Namun sepertinya wanita paruh baya itu seperti tutup mata tak peduli dengan perjuangan mereka berdua.Hanum dan bik Lastri hanya mendengar dari dapur. Mereka berdua saling berpandangan. "Ya seperti itu Bu Rita sama mbak Monica!" Ucap bibi Lastri mengatupkan bibirnya. Membuat Hanum menganggukkan
Dengan langkah tergopoh, Bu Yanti tersenyum ketika mendapat kabar dari Bu Ira tetangganya bahwa Hanum menelpon. Maklum wanita tua itu tak mempunyai ponsel seperti kebanyakan orang. Jadi ketika mendapat kabar, Hanum anak bungsunya yang sekarang sedang bekerja di kota, dia begitu bahagia.Keringat yang mengucur deras di dahinya tak dirasakan, demi cepat sampai di rumah Bu Ira sang juragan di desanya. Sebuah desa yang terpencil dan jauh dari kota. Bu Ira adalah seseorang yang begitu kaya raya, di juluki sebagai juragan tanah. Dan tidak ada yang boleh melebihi kekayaan nya."Cepetan Bu Yanti! lelet amat sih!" sentak Bu Ira dengan mata melotot menoleh ke arah belakang di mana bu Yanti dengan sedikit tergesa, berusaha untuk mensejajari Bu Ira"I—iya Bu, maafkan saya selalu merepotkan Bu Ira." Ucap Bu Yanti lirih yang berjalan di belakang Bu Ira.Sampai di rumah Bu Ira, ponsel Bu Ira pun berbunyi."Jangan lama-lama, nanti baterai saya cepat habis! lagian ya orang miskin kok nggak ada habis-h
Hanum langsung berkaca—kaca ketika di bentak oleh Bu Rita sang majikan. "Maafkan saya nyonya." Ucapnya lirih meminta maaf.Sementara itu bibi Lastri hanya diam menatap Hanum yang di omeli dan dimarahi Bu Rita. Tak ada keinginan untuk membela asisten baru itu."Ya sudah, untuk kali ini kamu aku maafkan!" Ucap Bu Rita lalu meninggalkan Hanum dan bibi Lastri di ruang setrika. Perasaan Hanum lega ketika Bu Rita berkenan memaafkannya dan tak memecatnya."Bibi, maafkan saya. Saya tadi memang benar-benar ingat kalau setrika itu sudah saya lepas, tapi kenapa malah setrikanya justru masih menyala.""Makanya lain kali hati-hati!" Hardik asisten senior itu kemudian meninggalkan Hanum sendirian di sana. Tidak ada perasaan curiga apapun pada wanita paru baya itu. Hanum harus bisa menempatkan posisi, kalau dia memang baru di sana. Mungkin gadis itu memang lupa belum mematikan dan mencabut setrika saat akan meninggalkan nya.***Hari berganti dan bulan berlalu. Sudah tiga bulan Hanum bekerja di rum
Pagi menjelang, kabut masih terlihat di sekitar rumah Bu Yanti ketika wanita itu mulai menyapu halaman. Suasana desa yang sepi dan terpencil, membuat nya bertambah sedih kala mengingat dan merindukan ketiga anaknya. Niko anak pertama sudah tinggal di kota dengan istri dan keluarganya. Rahma anak kedua sedang bekerja di luar kota dan masih single. Terakhir, Hanum anak bungsu yang juga kerja di kota."Eh Bu Yanti pagi-pagi sudah bersih-bersih?" Sapa Bu Indri yang hendak pergi belanja sayur. Karna pasar sayur juga tak terlalu jauh dari rumah Bu Yanti."Iya Bu Indri." Senyum wanita baya itu tersungging, melihat Bu Indri dan anak menantunya yang terlihat begitu akur berjalan bersama menuju ke pasar. Beda sekali dengannya, Raya tak seakrab seperti menantu Bu Indri, Humairah."Oh ya, saya lihat anak-anaknya Bu Yanti tidak pernah pulang? Apa Mas Niko sangat sibuk ya kerja di pabriknya? Terus itu si Hanum sama si Rahma kakaknya juga jarang terlihat pulang. Sebentar lagi puasa loh bu, kalau p
Monica memejamkan matanya ketika mendengar Bu Rita mengucapkan kalimat seperti itu. Meskipun sudah terbiasa mendengarnya, namun setiap kali wanita paruh baya yang sudah melahirkan suaminya itu menyindirnya, tetap saja Monica merasa sakit hati. Berusaha untuk menahan air matanya agar tak jatuh, dan membuat mood sarapan pagi mereka semua hancur."Ma, kok pagi-pagi sudah ngomong seperti itu lagi sih?" Ardi selalu menjadi pembela untuk istrinya."Lohh memangnya kenapa sayang, kan apa yang mama katakan benar? ngapain kalian susah-susah jogging 5 tahun lebih tapi nggak juga hamil."Bu Rita berkata seenaknya, meskipun dia sendiri tahu ikhtiar seperti apa yang tengah Ardi dan Monica jalani selama ini. Namun sepertinya wanita paruh baya itu seperti tutup mata tak peduli dengan perjuangan mereka berdua.Hanum dan bik Lastri hanya mendengar dari dapur. Mereka berdua saling berpandangan. "Ya seperti itu Bu Rita sama mbak Monica!" Ucap bibi Lastri mengatupkan bibirnya. Membuat Hanum menganggukkan
Pagi-pagi sekali, Monica sudah bangun dan bersiap untuk jogging. Mumpung mereka memang ambil cuti, jadi bisa lebih lama tinggal di rumah Bu Rita Ibu mertuanya. Saat membuka mata, Monica masih melihat Ardi sang suami terlelap. Wanita cantik itu menatap pada sang suami dan mengelus pelan pucuk rambutnya. 'Terima kasih ya Mas sudah selalu ada untukku. Terima kasih juga untuk kesabarannya selama ini. Semoga Allah segera ijabah doa-doa kita dan mendapatkan titipan amanah Nya.'Setelahnya Monica bangun dan menuju ke kamar mandi yang ada di dalam kamar. Suara orang beraktivitas di dapur rumah Ibu mertuanya mulai terdengar. Ardi yang baru membuka mata mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar dan tak nampak sang istri. Namun dari kamar mandi terdengar suara gemericik air, yang berarti Monica ada di dalam.Ardi mengucek matanya dan sesekali menguap, lalu menyandarkan punggungnya di sandaran head—board.Ceklek...Pintu kamar mandi terbuka dan nampak Monica keluar dengan rambut yang basah. "
Pagi menjelang, kabut masih terlihat di sekitar rumah Bu Yanti ketika wanita itu mulai menyapu halaman. Suasana desa yang sepi dan terpencil, membuat nya bertambah sedih kala mengingat dan merindukan ketiga anaknya. Niko anak pertama sudah tinggal di kota dengan istri dan keluarganya. Rahma anak kedua sedang bekerja di luar kota dan masih single. Terakhir, Hanum anak bungsu yang juga kerja di kota."Eh Bu Yanti pagi-pagi sudah bersih-bersih?" Sapa Bu Indri yang hendak pergi belanja sayur. Karna pasar sayur juga tak terlalu jauh dari rumah Bu Yanti."Iya Bu Indri." Senyum wanita baya itu tersungging, melihat Bu Indri dan anak menantunya yang terlihat begitu akur berjalan bersama menuju ke pasar. Beda sekali dengannya, Raya tak seakrab seperti menantu Bu Indri, Humairah."Oh ya, saya lihat anak-anaknya Bu Yanti tidak pernah pulang? Apa Mas Niko sangat sibuk ya kerja di pabriknya? Terus itu si Hanum sama si Rahma kakaknya juga jarang terlihat pulang. Sebentar lagi puasa loh bu, kalau p
Hanum langsung berkaca—kaca ketika di bentak oleh Bu Rita sang majikan. "Maafkan saya nyonya." Ucapnya lirih meminta maaf.Sementara itu bibi Lastri hanya diam menatap Hanum yang di omeli dan dimarahi Bu Rita. Tak ada keinginan untuk membela asisten baru itu."Ya sudah, untuk kali ini kamu aku maafkan!" Ucap Bu Rita lalu meninggalkan Hanum dan bibi Lastri di ruang setrika. Perasaan Hanum lega ketika Bu Rita berkenan memaafkannya dan tak memecatnya."Bibi, maafkan saya. Saya tadi memang benar-benar ingat kalau setrika itu sudah saya lepas, tapi kenapa malah setrikanya justru masih menyala.""Makanya lain kali hati-hati!" Hardik asisten senior itu kemudian meninggalkan Hanum sendirian di sana. Tidak ada perasaan curiga apapun pada wanita paru baya itu. Hanum harus bisa menempatkan posisi, kalau dia memang baru di sana. Mungkin gadis itu memang lupa belum mematikan dan mencabut setrika saat akan meninggalkan nya.***Hari berganti dan bulan berlalu. Sudah tiga bulan Hanum bekerja di rum
Dengan langkah tergopoh, Bu Yanti tersenyum ketika mendapat kabar dari Bu Ira tetangganya bahwa Hanum menelpon. Maklum wanita tua itu tak mempunyai ponsel seperti kebanyakan orang. Jadi ketika mendapat kabar, Hanum anak bungsunya yang sekarang sedang bekerja di kota, dia begitu bahagia.Keringat yang mengucur deras di dahinya tak dirasakan, demi cepat sampai di rumah Bu Ira sang juragan di desanya. Sebuah desa yang terpencil dan jauh dari kota. Bu Ira adalah seseorang yang begitu kaya raya, di juluki sebagai juragan tanah. Dan tidak ada yang boleh melebihi kekayaan nya."Cepetan Bu Yanti! lelet amat sih!" sentak Bu Ira dengan mata melotot menoleh ke arah belakang di mana bu Yanti dengan sedikit tergesa, berusaha untuk mensejajari Bu Ira"I—iya Bu, maafkan saya selalu merepotkan Bu Ira." Ucap Bu Yanti lirih yang berjalan di belakang Bu Ira.Sampai di rumah Bu Ira, ponsel Bu Ira pun berbunyi."Jangan lama-lama, nanti baterai saya cepat habis! lagian ya orang miskin kok nggak ada habis-h