Share

BAB 21

Penulis: Mayasa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-12 21:08:40

“Urus kakek. Saya sibuk,” ucap Marven dingin, suaranya datar namun tegas saat mendengar laporan dari asistennya.

“Tapi, Tuan. Tuan besar sangat marah karena Anda menolak pertemuan ini,” kata Ben dengan nada was-was di seberang telepon, mencoba meyakinkan bosnya.

“Bukan hal besar. Saya tidak peduli. Jika bukan hal penting, jangan hubungi saya lagi,” balas Marven dengan tegas sebelum menutup telepon tanpa menunggu tanggapan lebih lanjut.

Saat ia berbalik, matanya bertemu dengan sosok Jake yang berdiri tepat di belakangnya. Wajah Jake tegang, matanya penuh dengan amarah dan rasa tidak terima.

“Aku hanya memperingatkanmu satu hal,” Jake memulai dengan nada tajam, suaranya penuh ancaman. “Jangan dekati Naina, atau berharap dia bisa lepas dariku. Aku bisa menghancurkanmu jika perlu. Jangan lupa siapa aku—Jake Vesper. Keluarga Vesper adalah pengusaha berpengaruh di kota ini. Pria biasa sepertimu? Kau pasti akan habis!”

Marven hanya menatap Jake dengan pandangan dingin, tanpa sedikit pun eksp
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 22

    Dua hari berlalu, waktunya Naina pulang ke rumah. Jake yang hari ini entah mengapa tampak lebih perhatian dari sebelumnya.“Aku sudah merekrut pelayan untuk memasak dan membersihkan rumah, mulai sekarang kau tak perlu kelelahan lagi.” Kata Jake dengan lembut.Naina hanya diam dan berjalan pelan menuju ke kamarnya, dari lantai dua dia mendengar seruan Jake lagi. “Aku akan pergi ke kantor, jadi istirahatlah yang baik.” Katanya dengan keras namun tak dihiraukan Naina.“Apa gunanya berubah? Pasti ada sesuatu yang nanti dia minta seperti biasanya.”Gumam Naina kemudian masuk ke dalam kamarnya.Di dalam, dia lebih memilih membuka laptopnya. Entah apa yang membuatnya ingin membuka laptop lamanya kala kuliah.Kenangan foto-fotonya bersama Jake saat masih pacaran tampak begitu bahagia, “Bagaimana bisa orang bisa berubah dalam waktu satu tahun?” Gumam Naina, mengingat perubahan Jake tepat saat ulang tahun pernikahan mereka yang ke–1.Dan setelah itu hidupnya seperti di neraka, benar-benar menyi

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-13
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 23

    Sampai pagi, Jake tak pulang ke rumahnya. Membuat Naina tak perlu beralasan untuk pergi bekerja hari ini. Dia juga sudah meminta pak Johan untuk menjemputnya di depan gang.“Selamat pagi pak.” Kata Naina dengan ramah.Pak Johan tersenyum, “Apa anda sudah sehat? Kata tuan jika anda masih sakit tidak perlu pergi bekerja hari ini.” Kata pak Johan dengan ramah.“Saya sudah sehat dan juga tidak pusing lagi. Dibanding terus di rumah saya lebih sehat bekerja.” Kata Naina.Pak Johan mengangguk lalu menjalankan mobilnya, “Saya sangat terkejut kala mendengar anda koma kemarin. Padahal saya mengantar anda dalam keadaan sehat. Apakah ada sesuatu yang terjadi?”Naina tersenyum tipis, “Ada insiden kecil, tidak parah kok, pak. Oh iya jangan lupa ke toko roti yang sebelumnya ya pak. Tuan, sangat suka rotinya di toko itu jadi saya berencana setiap hari membawakannya.”Pak Johan tersenyum mendengar permintaan Naina.”Baik.”Di sepanjang perjalanan, Naina memandang keluar jendela, menikmati pemandangan p

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-13
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 24

    “Kamu berani menentang kakek, Marven?” Suara dingin itu memecah keheningan di ruangan khusus tamu perusahaan, menyelimuti atmosfer dengan ketegangan.Marven tetap tenang, lalu duduk di hadapan pria tua berumur lebih dari tujuh puluh lima tahun itu. “Saya tidak punya waktu untuk membahas hal-hal yang tidak penting, Kek. Jika kedatangan kakek hanya untuk membicarakan pernikahan bisnis, lebih baik kembali ke Jerman. Nikmati masa tua di kampung halaman,” ucap Marven dengan nada datar namun penuh ketegasan.Antony mengepalkan tangannya erat pada pegangan tongkat kayu yang dibawanya, ekspresi wajahnya mengeras. “Kamu semakin tidak tahu aturan! Kamu sudah tiga puluh tahun tapi masih lajang. Apakah kamu ingin keturunan Tuner berhenti di generasimu?!”Marven menghela napas panjang. Lagi-lagi masalah pernikahan dan keturunan—topik yang selalu menjadi fokus utama setiap pertemuan mereka. “Tahun depan, saya pastikan sudah menikah. Siapapun orangnya, Kakek tidak perlu ikut campur,” jawabnya tajam

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 25

    “Apartemen ini, kan?” gumam Naina sambil memeriksa pesan dari Jake yang berisi alamat apartemen tempat mereka tinggal sementara di ibu kota.Dengan sedikit ragu, dia memasukkan pin berupa tanggal pernikahan mereka dan pintu pun terbuka. Naina melangkah masuk, mendapati apartemen itu kosong. Suasana sunyi menyelimuti, hanya barang-barang yang telah tertata seadanya yang menjadi tanda kehadiran Jake di sana.Dia menghela napas, merasa sedikit lega karena setidaknya tempat itu sudah siap dihuni. Tanpa membuang waktu, Naina mulai merapikan barang-barangnya dan juga milik Jake, menyusun pakaian ke dalam lemari dengan cekatan meski pikirannya melayang ke berbagai arah.“Apa aku sebaiknya memindahkan ayah ke rumah sakit di ibu kota saja?” gumamnya pelan, menghentikan aktivitasnya sejenak. Kekhawatiran menyelimuti hatinya; tidak ada yang bisa menjaga ayahnya jika terjadi sesuatu mendesak.Namun, pikiran itu segera dihadang oleh kenyataan. Dia menghela napas panjang. “Tapi aku masih harus mend

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 26

    “Kamera kecil dan penyadap suara ternyata mahal sekali.” Gumam Naina saat melihat marketplace yang ada di ponselnya.Pagi setelah bangun tidur dia sudah mencari-cari alat untuk dia jadikan bukti perselingkuhan Jake. Terlebih saat ini Jake berencana masuk ke ibukota, sudah pasti reputasi sangat penting untuk keluarganya.Tapi, masalahnya uangnya sama sekali tidak cukup karena terakhir kali dia sudah mentransfer uang ke rumah sakit untuk pengobatan ayahnya.Naina mendesah, merasa frustasi karena keterbatasan yang dia miliki.Ceklek!“Naina?” Tiba-tiba Jake muncul di balik pintu yang terbuka.Naina yang melihat itu langsung menyembunyikan ponselnya dan mengantonginya. “Ada apa?” Tanya Naina yang berusaha untuk tetap tenang.“Evelyn ingin makan bubur buatanmu, kau bisa membuatkannya kan?” Tanya Jake.Naina mengangguk dan keluar dari kamar, disana dia melihat Evelyn sudah datang dan menonton televisi disana.“Naina, aku ingin minum susu dulu. Jadi, sebelum membuatkan bubur buatkan susu unt

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-15
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 27

    “Nyonya, kenapa kemarin tidak masuk kerja lagi? Bukankah kata pak Johan kemarin anda sudah sehat dan beliau menjemput anda?” Tanya pelayan lain yang ada di mansion saat Naina sedang membuatkan kopi untuk Marven.“Iya, kemarin aku pergi ke perusahaan karena tuan yang memintanya.” Kata Naina dengan ramah.“Anda pergi ke perusahaan?” Beberapa pelayan yang mendekati Naina tampak terkejut.Meskipun bingung, Naina tetap mengangguk “Ada masalah?”Mereka semua saling memandang satu sama lain, “Anda benar-benar dekat ya nyonya dengan tuan?” Tanya salah satu dari mereka.Naina semakin bingung, “Dekat bagaimana? Jika berhubungan dengan pekerjaanku bukankah wajar jika dekat karena aku melayaninya dari jarak dekat?”Pelayan itu menggeleng, “Sebelumnya asisten rumah tangga harus selalu siap di mansion, tidak pernah pergi ke perusahaan apalagi sampai jam kerja selesai. Dan biasanya yang menyiapkan kopi juga tuan Ben, tapi semenjak anda datang tuan Ben sepertinya telah kehilangan satu tugasnya.”Nain

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-15
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 28

    “Uang? Berapa yang kamu butuhkan?” Tanya Marven sambil menatap Naina dengan serius.Naina menundukkan kepalanya sambil menjawab, “L-lima belas juta, tuan.” Kata Naina gugup.Dia tahu jika uang itu tergolong besar bagi dia yang baru kerja beberapa hari, tapi dia tak punya pilihan untuk meminta sebagian gajinya lebih awal.Marven terlihat memandang Naina sejenak sebelum akhirnya mengeluarkan kartu bank di sana, “Saya tidak punya cash sebanyak itu, ambil kartu ini. Pin-nya adalah hari pertama kamu bekerja.” Kata Marven dengan tenang.Naina terkejut mendengar kata-kata Marven. Dia sempat terpaku beberapa detik, mencerna apa yang baru saja didengarnya. Sebuah kartu bank? Pin yang diberikan, adalah hari pertama dia bekerja?Dengan perlahan, Naina mengulurkan tangannya untuk menerima kartu tersebut. "Tuan... ini terlalu banyak. Saya hanya memerlukan sejumlah uang untuk beberapa keperluan mendesak, tidak sebesar itu," kata Naina, sedikit ragu.Marven tetap tenang, tanpa mengubah ekspresi waja

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-16
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 29

    TING! TONG!Ceklek!“Lama sekali buka pintu saja! Mana Jake?!” Suara keras dan nyaring menggema, memenuhi ruangan begitu Naina membuka pintu.Naina menahan napas sejenak, berusaha menenangkan dirinya. Dalam hati, ia sudah menduga sambutan seperti ini. “Silakan masuk, Bu,” ucapnya dengan nada datar, menutup pintu di belakang wanita tua yang langsung melangkah masuk dengan angkuh.Serina, dengan tas mahal yang menggantung di lengannya, berjalan memasuki ruang tamu tanpa basa-basi. Matanya menyapu ruangan seperti sedang menilai, mencari sesuatu yang bisa dikritik. Ia kemudian duduk di sofa dengan sikap angkuh, tangan terlipat di depan dada.“Buatkan aku minuman,” perintahnya singkat, tanpa menatap Naina.Naina menghela napas pelan, menekan rasa kesal yang mulai muncul di dadanya. Ia memaksakan senyum kecil dan menjawab, “Baik, Bu. Ibu ingin teh atau kopi?”Serina mengangkat alis, menatap Naina dengan pandangan meremehkan. “Kopi. Tapi jangan terlalu manis. Dan jangan lama!” tukasnya sebel

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-16

Bab terbaru

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 117

    “Bagaimana? Apakah dia hamil?”Marven langsung menembak pertanyaan saat dokter keluarga memeriksa Naina setelah kembali ke mansion.“Hamil?” Dokter keluarga itu mengerutkan dahi, menatap Marven sejenak sebelum kembali memeriksa hasil catatannya.“Tidak, dia tidak hamil,” jawabnya dengan nada datar namun meyakinkan. “Tekanan darahnya sedikit rendah dan lambungnya iritasi, mungkin karena kelelahan dan pola makan yang tidak teratur. Itu saja.”Marven menarik napas lega, namun tak sempat menyembunyikan ekspresi lega yang langsung terlihat oleh Naina yang duduk di sisi ranjang.“Kenapa kamu curiga aku hamil?” tanya Naina dengan bingung.Marven menatap Naina beberapa detik, seolah memilih kata-kata yang tepat. Ia lalu duduk di tepi ranjang, tak mengalihkan pandangannya darinya.“Karena kamu tiba-tiba mual, pucat… dan kamu terlihat tidak seperti biasanya,” ujarnya dengan tenang. “Dan… bibi Sisca juga langsung menebaknya.”Naina mengerutkan kening, “Jadi kamu percaya omongan bibi Sisca?”Marv

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 116

    Brak!Suara ponsel yang hancur ke lantai menggema di ruangan kamar itu. Rosana yang melihat sosial media bibinya langsung mendidih karena melihat kemesraan Naina dan Marven.Dia menggigit kuku jarinya dengan gelisah, hingga suara ketukan kaca dari arah balkon membuatnya menoleh.Dengan cepat dia bangkit dan menghampiri orang itu dengan semangat, “Bagaimana? kau sudah menemukan rahasia wanita itu?”Pria dengan masker hitam itu mengangguk, “ternyata dia wanita yang sudah menikah, dan baru saja bercerai.”Mendengar itu Rosana menyeringai, “licik juga dia, pasti kakak tidak tahu jika dia seorang janda!’Pria itu menyerahkan sebuah map berisi dokumen. “Ini salinan surat perceraiannya. Lengkap dengan data mantan suaminya.”Rosana membuka map itu dengan antusias, matanya berbinar saat membaca setiap lembarannya. “Ini... ini sempurna,” gumamnya. “Dengan ini, aku bisa membuat kakak membencinya. Seorang Tuner tak mungkin bersama janda!”Dia terkekeh pelan, namun nada tawanya dipenuhi kebencian.

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 115

    “Awas, hati-hati,” kata Marven saat membantu Naina turun dari mobil.Nyonya Sisca yang melihat itu tersenyum tipis,”Kalian membuatku iri saja.”“Terlambat, bibi sudah tidak laku di pasaran,” kata Marven dengan tenang sambil menggandeng tangan Naina.Nyonya Sisca langsung melotot tajam. “Hei, kurang ajar! Aku ini masih laku, tahu!” Marven hanya mengangkat bahu dengan santai. “Oh ya? Mana buktinya?” Naina menahan tawa melihat interaksi keduanya. “Bibi masih sangat cantik, pasti banyak yang tertarik,” katanya mencoba menenangkan suasana. Nyonya Sisca tersenyum bangga sambil melirik Marven. “Lihat? Naina saja tahu.” Marven mendengus pelan lalu kembali fokus menggandeng tangan Naina. “Baiklah, kalau bibi merasa masih laku, cepat cari pasangan supaya tidak mengganggu kami.” Nyonya Sisca terkekeh, lalu menggeleng. “Tidak semudah itu, Nak. Aku masih ingin melihat bagaimana kau menangani hubunganmu sendiri.” Naina tersenyum canggung, sementara Marven hanya mendesah pasrah. Perjalana

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 114

    “Kenapa?” tanya Nyonya Sisca dengan santai, “lihat, Naina tampak tak keberatan jika menginap.”Marven mendengus, “Tidak boleh, dia harus pulang!”Rosana yang mendengar itu semakin kesal karena dua orang sedang memperebutkan wanita itu sedangkan dia diabaikan begitu saja.“Kak, biarkan saja Naina pergi. Lebih baik kakak temani aku untuk memilih kado untuk ulang tahun kakek yang sebentar lagi diadakan,” kata Rosana dengan lembut.Nyonya Sisca tersenyum miring, “Lihat, adikmu perlu ditemani jadi jangan ganggu bisnisku.”Marven melirik Rosana sekilas sebelum kembali menatap Naina. “Kalau begitu, saya ikut.” Naina mengerjap, sedikit terkejut. “Apa?” Rosana langsung merajuk, “Kak! Aku yang membutuhkanmu sekarang, bukan dia!” Marven tetap tenang, tapi suaranya penuh ketegasan. “Ben bisa menemanimu memilih hadiah. Saya akan pergi dengan Naina.” Rosana menggigit bibirnya, merasa semakin diabaikan. Nyonya Sisca tertawa kecil, menyesap tehnya dengan santai. “Kalau kau ikut, siapa yang a

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 113

    “Sudah satu jam, sepertinya Marven tidur disana,” gumam Naina pelan.Akhirnya dia tak menunggu lagi, dengan cepat dia mematikan lampu kamar dan menutupi dirinya dengan selimut tebal.Namun, baru saja Naina mencoba memejamkan mata, pintu kamar terbuka dengan pelan. Marven masuk dengan langkah tenang, lalu menutup pintunya kembali. Suara kunci yang diputar membuat Naina yang berpura-pura tidur langsung sadar. Dia merasakan ranjang di sebelahnya sedikit tenggelam ketika Marven duduk di sana. “Kamu pura-pura tidur?” suara beratnya terdengar di kegelapan. Naina tidak menjawab, tetap diam di bawah selimutnya. Marven tersenyum tipis, lalu dengan santai menarik selimut itu hingga wajah Naina terlihat. “Saya tidak tidur di sana. Saya hanya menunggu sampai dia tertidur.” Naina mengerjapkan mata, menatap Marven dalam cahaya redup. “Kamu tidak perlu menjelaskannya,” katanya pelan. “Tapi saya ingin,” balas Marven dengan suara rendah, lalu berbaring di sampingnya. Pria itu langsung ik

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 112

    “Kamu lupa itu sudah menjadi kamar Rosana?” Tiba-tiba suara Marven terdengar kala Naina ingin masuk ke kamar yang biasa dia gunakan.“Ah– maaf, saya akan tidur di mess pelayan,” kata Naina dengan cepat lalu berbalik.Namun, tangannya langsung di cekal oleh Marven, “Kamu marah?”Naina menatap tangan Marven yang mencengkeram pergelangannya, lalu mengalihkan pandangan ke wajah pria itu. Matanya yang biasanya tenang kini menunjukkan sedikit kekecewaan.“Kenapa saya harus marah?” tanyanya, suaranya terdengar datar.Marven menghela napas, menatapnya dalam. “Kalau kamu tidak marah, kenapa ingin tidur di mess pelayan? Tempatmu di sini, bukan di sana.”Naina tersenyum kecil, tapi senyum itu tidak sampai ke matanya. “Karena kamar ini sudah ditempati Rosana.”Marven yang mendengar itu langsung menarik Naina ke kamar yang ada di depan kamar tersebut lalu dengan cepat dia menutup dan menguncinya.Tubuh Naina langsung di himpit oleh tubuh besar itu di depan pintu.“Bukankah ini jadi kesempatan kit

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 111

    “Ini makanan penutup malam ini, tapi hari ini hanya sempat membuat puding saja.” Kata Naina sambil menaruh puding di depan Marven dan tak lupa juga memberikan untuk Rosana.“Puding? Kau tak tahu jika kakak tidak suka makanan manis?” kata Rosana dengan ketus.Naina menatap bingung adik tiri Marven itu, dia tak tahu jika Marven tak menyukai makanan manis. Tapi, dulu Marven sendiri yang bilang dia menyukainya. Yang benar yang mana?Marven menatap puding di depannya, lalu mengangkat sendok dan mengambil sesendok kecil.“Saya tidak suka makanan manis?” Marven mengulang ucapan Rosana sambil melirik ke arahnya. “Sejak kapan kamu tahu selera saya?”Rosana terdiam, wajahnya seketika tegang. “Aku… aku hanya ingat dulu kakak jarang makan makanan manis.”Marven tidak menjawab, ia hanya melanjutkan makan puding buatan Naina tanpa ragu. “Pudingnya enak,” katanya santai, membuat Naina tersenyum kecil.Rosana mengepalkan tangannya di bawah meja. Keakraban ini membuatnya semakin tidak nyaman.Hingga s

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 110

    “Aku dengar Rosana kembali.” Suara Nyonya Sisca membuat Naina yang sebelumnya sedang fokus pada dokumen yang diberikan padanya sedikit buyar.“Benar, bibi.” Katanya dengan singkat namun jelas.“Yah, anak itu memang sedikit manja. Tapi, kau harus hati-hati dengannya.” Kata Nyonya Sisca dengan tenang.Naina menatap Nyonya Sisca dengan sedikit bingung. "Kenapa, Bibi?"Nyonya Sisca menyilangkan tangan di depan dadanya, ekspresinya sulit ditebak. "Rosana itu tidak sebodoh kelihatannya. Dia tahu bagaimana mendapatkan apa yang dia inginkan, dan biasanya dia tidak peduli siapa yang harus disingkirkan untuk itu."Naina terdiam untuk beberapa saat, namun dia sepertinya tak perlu mengurus hal ini.“Terima kasih atas peringatannya, bibi. Tapi sepertinya Rosana tak mungkin menganggap saya saingannya yang harus disingkirkan. Bukankah kita akan menjadi keluarga?”Nyonya Sisca tersenyum kecil, tapi ada kilatan tajam di matanya. “Keluarga, ya? Ya semoga begitu.” Katanya sambil pergi meninggalkan Nain

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 109

    “Kakak!”Suara melengking itu membuat mansion yang biasanya tenang langsung pecah, Naina yang tadinya membantu pelayan menyiapkan sarapan seperti biasa langsung menoleh.“Siapa dia?” Tanya Naina pada pelayan di sampingnya.“Oh, itu Nona Rosana. Adik tiri tuan Marven, Nyonya.” Kata pelayan itu dengan ramah.Naina yang mendengar itu mengangguk, dia benar-benar belum tahu anggota keluarga besar Tuner dan sepertinya mulai sekarang dia harus mencari tahu agar bisa menyambut mereka jika datang.Dengan cepat dia langsung menghampiri wanita itu, dan tersenyum ramah.Namun, saat Naina mendekat Rosana langsung menatapnya sinis. “Kau pelayan baru? Dimana kakak, apa masih tidur? Sepertinya aku akan membangunkannya.” Naina terdiam sejenak, tapi senyumnya tidak luntur. Dia bisa merasakan ketidaksukaan dalam nada bicara Rosana, tapi memilih untuk tetap tenang.“Dia masih mandi, mungkin sekarang sudah selesai.” Katanya dengan lembut.Rosana langsung melirik tajam, “Kenapa kau begitu tahu? Dan bagaim

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status