Share

BAB 29

Author: Mayasa
last update Last Updated: 2025-01-16 16:02:18

TING! TONG!

Ceklek!

“Lama sekali buka pintu saja! Mana Jake?!” Suara keras dan nyaring menggema, memenuhi ruangan begitu Naina membuka pintu.

Naina menahan napas sejenak, berusaha menenangkan dirinya. Dalam hati, ia sudah menduga sambutan seperti ini. “Silakan masuk, Bu,” ucapnya dengan nada datar, menutup pintu di belakang wanita tua yang langsung melangkah masuk dengan angkuh.

Serina, dengan tas mahal yang menggantung di lengannya, berjalan memasuki ruang tamu tanpa basa-basi. Matanya menyapu ruangan seperti sedang menilai, mencari sesuatu yang bisa dikritik. Ia kemudian duduk di sofa dengan sikap angkuh, tangan terlipat di depan dada.

“Buatkan aku minuman,” perintahnya singkat, tanpa menatap Naina.

Naina menghela napas pelan, menekan rasa kesal yang mulai muncul di dadanya. Ia memaksakan senyum kecil dan menjawab, “Baik, Bu. Ibu ingin teh atau kopi?”

Serina mengangkat alis, menatap Naina dengan pandangan meremehkan. “Kopi. Tapi jangan terlalu manis. Dan jangan lama!” tukasnya sebel
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 30

    “Belanja kali ini sangat menyenangkan. Kau harus sering-sering seperti ini jangan seperti dulu yang melarangku membeli ini dan itu.” Kata Serina sambil memandang tas belanjaannya yang banyak.Naina hanya tersenyum tipis, “Iya, bu.” Kata Naina dengan tenang, lalu mereka masuk ke dalam apartemen.Disana, terlihat wajah Jake yang begitu gelisah dan menghampiri mereka kala melihat mereka sudah kembali.“Jake, lihat. Ibu belanja banyak hari ini, setelah makan malam ibu langsung pulang karena besok ada arisan. Ibu sangat tidak sabar untuk memamerkan tas ibu.” Kata Serina dengan senang.Jake menatap tas belanjaan ibunya dengan tatapan nanar, lalu menarik tangan Naina. “Bu, aku ingin bicara hal penting dengan Naina.”Naina merasa bingung ketika Jake tiba-tiba menarik tangannya, tapi ia tetap mengikuti langkah suaminya ke kamar. Begitu pintu tertutup, Jake menatapnya dengan tajam.“Apa-apaan ini, Naina? Kenapa kau membiarkan ibu belanja sebanyak itu?” tanyanya dengan nada rendah, namun jelas a

    Last Updated : 2025-01-17
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 31

    “Kamu sejak tadi tersenyum, Naina. Apa ada hal baik?” Suara Marven membuat Naina langsung tersadar dari lamunannya.Namun tak melepaskan senyumnya yang sejak tadi terpasang, “Tidak begitu, tuan. Hanya saja liburan saya kemarin menyenangkan.” Kata Naina dengan tenang.Marven mengangkat salah satu alisnya, seolah penasaran tapi juga tak ingin bertanya lebih lanjut.“Susun dokumen ini, dan minta pelayan lain untuk menyiapkan ruang meeting di mansion. Ada beberapa karyawan nanti yang datang untuk membahas proyek.” Kata Marven sambil menyerahkan setumpuk dokumen tebal kepada Naina.Naina menerima dokumen itu dengan sigap, meski dalam hati dia sedikit terkejut dengan tumpukan yang lebih tebal dari biasanya. “Baik, Tuan. Akan saya susun dan pastikan ruang meeting siap sebelum tamu datang,” jawabnya dengan nada profesional.Marven memandangi Naina sejenak, lalu kembali fokus ke layar komputernya. “Dan pastikan pelayan lainnya tidak membuat kekacauan. Saya tidak ingin ada hal yang mengganggu p

    Last Updated : 2025-01-17
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 32

    “Proyek real estate ini bisa memakan biaya ratusan milyaran, namun terdapat kendala di bagian masyarakat disana yang tidak ingin pindah dan diberikan kompensasi. Ini adalah PR untuk kita semua, tuan. Menurut anda bagaimana solusi agar proyek ini bisa segera direalisasikan?” Salah satu karyawan Marven mengajukan pertanyaan seperti itu, karena dari tim mereka sudah tidak bisa memikirkan cara yang lebih efektif.Marven tampak tenang, seolah ini bukanlah masalah serius. Bahkan, dengan santai dia menatap Naina yang duduk di sisi kanannya. “Menurutmu bagaimana, Naina?”Naina yang mendengar itu terkejut, bahkan tak hanya Naina tapi semua orang yang ikut rapat kali ini.Bagaimana tidak? Naina hanyalah asisten rumah tangga, namun dilibatkan dalam rapat penting seperti ini. Namun, para karyawan disana tak berani menginterupsi.Naina terdiam sejenak, mencoba mencerna pertanyaan yang tiba-tiba dilontarkan kepadanya. Matanya bertemu dengan tatapan Marven yang tenang, seolah memberikan dorongan aga

    Last Updated : 2025-01-18
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 33

    “Kau sudah memberikannya makanan? Apa dia langsung memakannya?”Pertanyaan itu langsung muncul kala Naina baru saja kembali dari apartemen Evelyn. Di tengah kesibukannya, Jake masih sempat-sempatnya bertanya hal seperti itu.“Apa aku harus menunggunya selesai makan? Atau bahkan aku harus menyuapinya?” Tanya Naina dengan datar kemudian kembali ke dapur untuk menyiapkan makan malam untuk mereka berdua.“Kau semakin sensitif, tidak seperti dulu. Apa karena pria itu kau berubah?” Tanya Jake yang langsung menutup laptopnya dengan keras.Naina mengabaikannya, sudah pasti Jake akan membawa-bawa Marven di perdebatan mereka kali ini.“Sudah aku bilang, jangan bawa-bawa dia. Dia tak ada hubungannya denganku apalagi denganmu.” Kata Niana tegas lalu menata piring di meja makan.Jake menatap Naina penuh selidik, seolah tak percaya. “Jangan membohongi aku, Naina.”Naina yang mendengar itu langsung meletakkan sup di meja dengan keras hingga menimbulkan suara. “Aku berbohong seperti apa? Dan kenapa k

    Last Updated : 2025-01-19
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 34

    Setelah malam yang begitu menyesakkan, Naina akhirnya bisa menghirup udara pagi yang segar di dalam mobil yang dikendarai oleh pak Johan.Wajah yang sebelumnya kusut akhirnya mulai kembali tersenyum, “Anda akhirnya pindah ke ibukota, nyonya. Apakah suami anda sudah mengijinkan anda bekerja?”Naina tersenyum saat mendengar pertanyaan pak Johan, dia hanya menjawab dengan singkat. “Tidak, pak.”Pak Johan mengangguk, “Tapi saya penasaran, kenapa anda memilih bekerja. Karena saya lihat suami anda juga bukan dari kalangan biasa.”“Bukankah kita sebagai wanita tak harus bergantung pada pria?”Pak Johan tersenyum mendengar jawaban Naina. “Anda benar, Nyonya. Wanita sekarang memang harus mandiri. Tapi, saya rasa itu bukan satu-satunya alasan Anda bekerja, kan?” Naina menatap keluar jendela, memperhatikan gedung-gedung tinggi yang mulai menghiasi jalanan ibukota. “Ada banyak alasan, Pak Johan. Beberapa di antaranya mungkin sulit dijelaskan. Tapi intinya, saya ingin memiliki kendali atas hidup

    Last Updated : 2025-01-19
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 35

    “Selamat datang, tuan besar…” Semua pelayan berjejer dan menunduk menyambut tetua di keluarga Tuner.Antony Tuner, patriark keluarga Tuner, melangkah masuk dengan aura otoritas yang begitu kuat hingga membuat semua orang di sekitarnya terdiam. Matanya yang tajam menyapu setiap sudut ruangan, seolah mencari-cari sesuatu yang tidak beres. Dengan tongkat kayunya yang menghentak lantai keras, setiap langkahnya memancarkan dominasi.Naina, yang berjalan di barisan terdepan para pelayan, merasa tatapan Antony sempat berhenti sejenak padanya. Tapi dia tetap menunduk, menjaga ketenangan di wajahnya meski hatinya berdebar. Antony terkenal dengan sifatnya yang dingin dan sulit dipuaskan, dan kehadirannya selalu menjadi ujian bagi siapa pun di mansion ini.Setelah Antony duduk di ruang tamu utama, dia melirik ke arah Naina sebagai asisten rumah tangga di mansion ini. “Dimana Marven?” tanyanya dengan nada berat.“Tuan Marven sedang bekerja, Tuan Antony. Kami sudah memberi tahu bahwa anda tiba,” j

    Last Updated : 2025-01-20
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 36

    “Bagaimana bisa pria tua itu ke mansion!! Apa kamu tidak bisa mencegahnya, padahal saya sudah bilang menyuruh bawahannya mengantarnya ke kantor!” Marven sangat marah ketika mendengar kakeknya berada di mansion.Ben yang mendengar itu hanya menunduk, “Saya juga, tidak tahu tuan. Saya baru mendapatkan kabar setelah saya baru tiba di perusahaan karna mengurus dokumen di mansion. Jika saya tahu tuan besar tiba, saya tidak akan pergi ke kantor dan mengatr semuanya.”Marven melonggarkan dasinya dengan frustasi sambil melihat ke arah supir pribadinya dengan tajam, “Percepat mobilnya.”Sopir Marven segera meningkatkan kecepatan mobil, sementara Marven memijat pelipisnya dengan kesal. "Kakek tidak seharusnya ada di mansion. Dia pasti akan membuat kekacauan," gumamnya dengan nada frustasi.Ben, yang duduk di samping Marven, merasa tegang. Lalu mengeluarkan ponsel kala mendengar suara pesan dari orang mansion. Tapi, begitu dia melihat isi pesan itu wajahnya semakin tegang. “T-tuan..”Marven yang

    Last Updated : 2025-01-20
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 37

    “Awsshh..” Ringis Naina kala dokter membersihkan lukanya. Rasanya sangat perih dan panas secara bersamaan.“Mohon tahan ya, nyonya. Jika tidak dibersihkan akan jadi infeksi.” Kata Dokter wanita itu pada Naina.Naina menggigit bibirnya, berusaha menahan rasa sakit yang menusuk saat dokter terus membersihkan lukanya dengan hati-hati. Keringat dingin mulai membasahi pelipisnya, tapi dia tetap duduk tegak.Ben yang berdiri di dekat pintu langsung bertanya, “Apakah itu parah, dokter?”Dokter wanita itu menoleh sejenak ke arah Ben, lalu kembali fokus membersihkan luka Naina. “Lukanya cukup dalam, tapi untungnya tidak mengenai tulang atau jaringan vital. Kalau tidak ditangani dengan baik, ini bisa jadi infeksi serius. Untung segera ditangani.”Ben mengangguk mengerti hingga dokter selesai membalut kedua lutut Naina kemudian pergi.Ben langsung mendekat, “Nyonya, setelah istirahat saya akan mengantar anda pulang. Apakah anda perlu kursi roda?”Naina menggeleng, “Saya masih bisa berjalan, tuan

    Last Updated : 2025-01-21

Latest chapter

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 61

    “Aku ada perjalanan dinas selama tiga hari.” Kata Naina sambil meletakkan kopi pagi di depan Jake. Hal itu membuat Jake yang sedang bekerja di depan laptopnya langsung mengalihkan perhatiannya, “Aku rasa kau baru saja bekerja, kenapa sudah diajak perjalanan dinas?” Tanyanya dengan curiga.Naina masih bersikap tenang, seolah dia tak membohongi Jake. “Ada karyawan lama yang sedang cuti melahirkan, jadi atasan menyuruhku untuk ikut sambil belajar.” Jake yang mendengar itu ragu, “Oke, hanya tiga hari kan?” Tanya Jake dengan santai.Naina yang mendengar itu langsung mengangguk, dia sedikit bersemangat kala melihat Jake tak mempersulitnya.Jake menyesap kopi yang disajikan Naina sambil tetap menatapnya penuh selidik. "Kau pergi dengan siapa saja?" tanyanya lagi.Naina tersenyum tipis. "Dengan tim kantor, tentu saja," jawabnya ringan, menghindari menyebut nama Marven secara langsung.Jake mengangguk, seolah menerima jawaban itu. Namun, sorot matanya tetap tajam, seakan ingin mencari celah

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 60

    BRAK!!Suara pintu yang terbanting membuat Naina sedikit tersentak, setelah mereka kembali ke apartemen amarah Jake masih belum mereda.Naina menghela nafasnya kemudian masuk ke dalam kamar, lalu mulai melepaskan semua perhiasan yang dia pakai.Dan pada saat itu juga Jake ikut masuk ke dalam kamar, namun hal yang tak Naina duga, pria itu langsung mencekiknya.Naina terkejut, tangannya secara refleks mencengkram pergelangan tangan Jake, mencoba melepaskan cekikannya. Matanya membelalak, dada terasa sesak, sementara napasnya mulai tersengal. "Ka—kau gila...!" desisnya dengan suara tercekik, berusaha keras untuk melepaskan diri. Mata Jake merah penuh amarah. "Kau mempermalukanku, Naina! Di depan semua orang! Kau menamparku demi pria lain!" suaranya dipenuhi kebencian, cengkeramannya semakin erat. Naina mulai kehilangan tenaga. Kepalanya terasa pusing, pandangannya mulai buram. Jika ini terus berlanjut, dia bisa kehabisan napas. Namun, di saat kesadarannya hampir hilang, tiba-tiba

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 59

    “Selamat datang tuan Marven Tuner!”Semua orang membungkuk dengan hormat kecuali Jake yang terpaku pada sosok yang berjalan dengan langkah tegas memasuki ballroom.Tuan Dasman yang melihat itu buru-buru menarik tangan Jake untuk segera membungkuk, Jake yang masih linglung langsung membungkuk namun tatapannya masih tetap berada pada pria itu.“Marven Tuner?” Gumamnya bingung.Bukankah pria itu….Jake langsung menatap ke arah Naina yang ikut membungkuk disana, namun raut wajah istrinya itu tampak biasa seolah sudah mengetahui hal ini.Jake masih tidak ingin menerima hal ini, apa mungkin dia palsu? Tidak mungkin pria sepertinya adalah Marven Tuner yang merupakan elite di ibukota.Jake merasa dadanya sesak. Matanya terus menatap ke arah Marven, mencari-cari sesuatu yang bisa membuktikan bahwa ini semua hanya kesalahpahaman. Namun, semakin lama dia memperhatikan, semakin jelas baginya bahwa pria yang berdiri dengan penuh wibawa di tengah ballroom itu memang benar Marven Tuner—tokoh berpeng

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 58

    “Sudah siap?” Tanya Jake dengan lembut kala menghampiri Naina di kamarnya yang tengah bersiap.Naina yang selesai berdandan langsung berbalik, “sebentar aku ingin memakai anting.” Katanya dengan tenang.Jake mengangguk kemudian menunggu di ruang tamu.Naina yang melihat Jake keluar langsung mengeluarkan anting berlian yang diberikan oleh Marven kemarin.“Sangat indah, cocok dengan gaun ini.” Gumam Naina dan memutuskan untuk mengenakan anting itu hari ini.Begitu Naina keluar dari kamar, langkahnya anggun dengan gaun yang membalut tubuhnya sempurna. Setiap detail dari penampilannya terlihat memukau, membuat siapapun yang melihatnya terpikat, termasuk Jake. Jake yang tengah menyesap minuman di ruang tamu refleks berhenti. Matanya membesar sedikit, terpesona oleh sosok istrinya yang begitu memesona malam itu. Gaun itu memang indah, tapi yang lebih mencuri perhatiannya adalah aura percaya diri yang terpancar dari Naina. Ditambah dengan kilauan anting berlian di telinganya, wanita itu ta

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 57

    “Kamu ingin pulang, Naina?” Suara Marven mengejutkan Naina yang tengah merapikan barang-barangnya. “Eh, benar, Tuan. Apakah Anda ada perlu dengan saya?” tanyanya sopan. Marven menggeleng. “Kita searah, ayo saya antar pulang,” katanya dengan tenang. Namun, Naina tersenyum sopan dan menolak. “Saya tidak langsung pergi ke apartemen, Tuan, tapi ke butik. Suami saya meminta saya untuk ke sana hari ini,” ujarnya halus. “Butik?” Marven mengernyit. Naina mengangguk. “Katanya besok ada acara penting, jadi saya harus ikut.” Mendengar itu, Marven langsung menyadari acara penting yang dimaksud Naina. Sudah pasti itu adalah makan malam pebisnis ibu kota yang akan diadakan besok. “Baiklah kalau begitu,” katanya dengan senyum ramah, tak memaksa Naina untuk pulang bersamanya. Naina mengangguk, tersenyum sopan, lalu meminta izin pergi. Marven hanya bisa menatap punggung kecil itu dengan tatapan dalam, seolah memikirkan sesuatu. Sesampainya di butik, Naina tampak menghela nafas kala

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 56

    “Kopi anda, tuan.” Kata Naina sambil menyajikan kopi hitam untuk Marven.“Hm.” Jawab Marven sambil mengangguk kemudian fokus pada pekerjaannya.Naina hanya diam berdiri disana sambil menunggu instruksi selanjutnya, meskipun dia bingung kenapa tuannya kembali begitu cepat saat pekerjaannya menumpuk.“Nyonya Naina, boleh saya minta kopi juga?” Tanya Ben yang sebelumnya tidak ada di ruangan itu, namun saat Naina kembali ternyata Ben sudah duduk disana.Naina langsung mengangguk, “Baik.”Namun Marven langsung menatap Ben dengan tajam, “Kamu punya kaki untuk membuatnya sendiri.” Katanya dengan datar.Ben langsung terdiam, lalu tertawa kecil sambil mengangkat kedua tangannya. “Tuan, saya hanya bercanda. Tidak perlu menatap saya seperti ingin membunuh.” Naina menahan senyum, sedikit bingung dengan suasana ini. Biasanya, Marven selalu tenang dan serius, tapi kali ini dia terlihat lebih... protektif? Marven kembali menyesap kopinya tanpa menanggapi lebih lanjut. Namun, sesekali matanya mel

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 55

    “Aku mengijinkan kau bekerja, terserah kau mau bekerja apa. Ini ijazahmu yang aku bawa.” Kata Jake dengan datar pada Naina yang tengah sibuk menata buku di rak.Tangan Naina berhenti di udara, lalu menatap ijazah sarjananya yang ada di tangan Jake.Lalu dengan wajah datar dia kembali menyusun buku yang ada di tangannya, “Kenapa tiba-tiba?” Katanya dengan datar seolah tak peduli.Jake menghela napas, meletakkan ijazah itu di meja. “Aku hanya berpikir ini yang terbaik untuk kita berdua,” katanya, berusaha terdengar tenang. Naina hanya tersenyum sinis tanpa menoleh ke arah Jake. “Terbaik untuk siapa? Untukku, atau untukmu?” Jake terdiam, tidak langsung menjawab. Naina akhirnya menatapnya, tatapannya tajam. “Kenapa? Apakah uangmu sudah habis membiayai seseorang sampai akhirnya kau sadar aku bisa menghasilkan uang sendiri?” Jake menggeram pelan. “Naina, aku memberimu kebebasan. Kenapa kau malah mencurigai niatku?” Naina tertawa kecil, tapi dingin. “Kebebasan?” Dia berjalan mende

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 54

    “Bulan ini kebutuhan rumah hanya ada sepuluh juta.” Kata Jake dengan santai saat mereka makan malam bersama.Naina yang mendengar itu langsung menghentikan sendoknya di udara dan kembali menaruhnya di piring, “Apa kau tahu listrik bulanan kita berapa? biaya makan kita berapa? Bahkan mobil ibumu masih belum lunas dan harus dibayar bulan ini. Kau pikir sepuluh juta cukup?” Kata Naina.Jake menghela napas panjang, meletakkan sendoknya dengan sedikit kesal. “Naina, aku bukan mesin pencetak uang. Aku sudah berusaha sekeras mungkin, dan aku rasa sepuluh juta cukup kalau kau bisa mengatur pengeluaran dengan lebih baik.”Naina tertawa kecil, tapi tawanya penuh dengan sindiran. “Oh, jadi sekarang aku yang harus belajar mengatur keuangan, ya? Sementara kau dengan mudahnya menghamburkan uang entah ke mana? Mungkin untuk membelikan seseorang dress merah, ya?”Jake langsung menegang, ekspresinya berubah. “Naina, jangan mulai,” katanya dengan nada memperingatkan. “Ibu sudah menghabiskan uang hampir

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 53

    “Terima kasih untuk hari ini,” Kata Marven dengan lembut pada Naina.Naina tersenyum tipis, “Sama-sama, tuan. Senang bisa membantu anda. Apa anda langsung kembali ke ibukota?” Tanya Naina basa-basi.Marven melihat ke arah jam di tangannya, kemudian kembali menatap Naina. “Sepertinya saya menginap di hotel saja. Besok juga tak ada rapat pagi.” Katanya dengan tenang.Naina hanya mengangguk, “Jika begitu saya akan masuk ke dalam.” Kata Naina dengan sopan.“Tunggu Naina.” Tiba-tiba Marven mencegah Naina.Naina akhirnya berhenti dan menatap Marven yang seperti mengambil sesuatu dari sakunya.Marven mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna hitam dari sakunya. Dengan perlahan, dia membukanya, memperlihatkan sepasang anting berlian yang berkilauan di bawah cahaya lampu jalan. "Ini untukmu," kata Marven, suaranya tenang namun dalam. Naina terkejut, matanya membesar saat melihat hadiah itu. "Tuan... ini terlalu berlebihan. Saya tidak bisa menerimanya," katanya dengan ragu, menatap Marven de

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status