“Kau sudah memberikannya makanan? Apa dia langsung memakannya?”Pertanyaan itu langsung muncul kala Naina baru saja kembali dari apartemen Evelyn. Di tengah kesibukannya, Jake masih sempat-sempatnya bertanya hal seperti itu.“Apa aku harus menunggunya selesai makan? Atau bahkan aku harus menyuapinya?” Tanya Naina dengan datar kemudian kembali ke dapur untuk menyiapkan makan malam untuk mereka berdua.“Kau semakin sensitif, tidak seperti dulu. Apa karena pria itu kau berubah?” Tanya Jake yang langsung menutup laptopnya dengan keras.Naina mengabaikannya, sudah pasti Jake akan membawa-bawa Marven di perdebatan mereka kali ini.“Sudah aku bilang, jangan bawa-bawa dia. Dia tak ada hubungannya denganku apalagi denganmu.” Kata Niana tegas lalu menata piring di meja makan.Jake menatap Naina penuh selidik, seolah tak percaya. “Jangan membohongi aku, Naina.”Naina yang mendengar itu langsung meletakkan sup di meja dengan keras hingga menimbulkan suara. “Aku berbohong seperti apa? Dan kenapa k
Setelah malam yang begitu menyesakkan, Naina akhirnya bisa menghirup udara pagi yang segar di dalam mobil yang dikendarai oleh pak Johan.Wajah yang sebelumnya kusut akhirnya mulai kembali tersenyum, “Anda akhirnya pindah ke ibukota, nyonya. Apakah suami anda sudah mengijinkan anda bekerja?”Naina tersenyum saat mendengar pertanyaan pak Johan, dia hanya menjawab dengan singkat. “Tidak, pak.”Pak Johan mengangguk, “Tapi saya penasaran, kenapa anda memilih bekerja. Karena saya lihat suami anda juga bukan dari kalangan biasa.”“Bukankah kita sebagai wanita tak harus bergantung pada pria?”Pak Johan tersenyum mendengar jawaban Naina. “Anda benar, Nyonya. Wanita sekarang memang harus mandiri. Tapi, saya rasa itu bukan satu-satunya alasan Anda bekerja, kan?” Naina menatap keluar jendela, memperhatikan gedung-gedung tinggi yang mulai menghiasi jalanan ibukota. “Ada banyak alasan, Pak Johan. Beberapa di antaranya mungkin sulit dijelaskan. Tapi intinya, saya ingin memiliki kendali atas hidup
“Selamat datang, tuan besar…” Semua pelayan berjejer dan menunduk menyambut tetua di keluarga Tuner.Antony Tuner, patriark keluarga Tuner, melangkah masuk dengan aura otoritas yang begitu kuat hingga membuat semua orang di sekitarnya terdiam. Matanya yang tajam menyapu setiap sudut ruangan, seolah mencari-cari sesuatu yang tidak beres. Dengan tongkat kayunya yang menghentak lantai keras, setiap langkahnya memancarkan dominasi.Naina, yang berjalan di barisan terdepan para pelayan, merasa tatapan Antony sempat berhenti sejenak padanya. Tapi dia tetap menunduk, menjaga ketenangan di wajahnya meski hatinya berdebar. Antony terkenal dengan sifatnya yang dingin dan sulit dipuaskan, dan kehadirannya selalu menjadi ujian bagi siapa pun di mansion ini.Setelah Antony duduk di ruang tamu utama, dia melirik ke arah Naina sebagai asisten rumah tangga di mansion ini. “Dimana Marven?” tanyanya dengan nada berat.“Tuan Marven sedang bekerja, Tuan Antony. Kami sudah memberi tahu bahwa anda tiba,” j
“Bagaimana bisa pria tua itu ke mansion!! Apa kamu tidak bisa mencegahnya, padahal saya sudah bilang menyuruh bawahannya mengantarnya ke kantor!” Marven sangat marah ketika mendengar kakeknya berada di mansion.Ben yang mendengar itu hanya menunduk, “Saya juga, tidak tahu tuan. Saya baru mendapatkan kabar setelah saya baru tiba di perusahaan karna mengurus dokumen di mansion. Jika saya tahu tuan besar tiba, saya tidak akan pergi ke kantor dan mengatr semuanya.”Marven melonggarkan dasinya dengan frustasi sambil melihat ke arah supir pribadinya dengan tajam, “Percepat mobilnya.”Sopir Marven segera meningkatkan kecepatan mobil, sementara Marven memijat pelipisnya dengan kesal. "Kakek tidak seharusnya ada di mansion. Dia pasti akan membuat kekacauan," gumamnya dengan nada frustasi.Ben, yang duduk di samping Marven, merasa tegang. Lalu mengeluarkan ponsel kala mendengar suara pesan dari orang mansion. Tapi, begitu dia melihat isi pesan itu wajahnya semakin tegang. “T-tuan..”Marven yang
“Awsshh..” Ringis Naina kala dokter membersihkan lukanya. Rasanya sangat perih dan panas secara bersamaan.“Mohon tahan ya, nyonya. Jika tidak dibersihkan akan jadi infeksi.” Kata Dokter wanita itu pada Naina.Naina menggigit bibirnya, berusaha menahan rasa sakit yang menusuk saat dokter terus membersihkan lukanya dengan hati-hati. Keringat dingin mulai membasahi pelipisnya, tapi dia tetap duduk tegak.Ben yang berdiri di dekat pintu langsung bertanya, “Apakah itu parah, dokter?”Dokter wanita itu menoleh sejenak ke arah Ben, lalu kembali fokus membersihkan luka Naina. “Lukanya cukup dalam, tapi untungnya tidak mengenai tulang atau jaringan vital. Kalau tidak ditangani dengan baik, ini bisa jadi infeksi serius. Untung segera ditangani.”Ben mengangguk mengerti hingga dokter selesai membalut kedua lutut Naina kemudian pergi.Ben langsung mendekat, “Nyonya, setelah istirahat saya akan mengantar anda pulang. Apakah anda perlu kursi roda?”Naina menggeleng, “Saya masih bisa berjalan, tuan
PLAK!!Naina membelalak sambil memegang wajahnya karena ditampar tiba-tiba oleh Jake, dia terkejut sekaligus bingung.“Kau kenapa? Kenapa memukulku tiba-tiba setelah pulang?!!!” Naina berseru keras pada Jake.Jake menatap Naina dengan mata penuh kemarahan dan kekecewaan. “Kau masih berani bertanya kenapa?!” serunya dengan suara keras. Dia melemparkan ponselnya ke meja di dekat mereka, memperlihatkan foto Naina masuk ke mobil mewah.Naina memandangi foto itu dengan dahi berkerut. “Apa maksudmu? Kau memukulku hanya karena ini?!”Jake mendekat, menunjuk foto tersebut. “Jangan pura-pura tidak tahu, Naina! Setiap pagi kau pergi, dan sekarang aku tahu kau dijemput oleh mobil mewah ini. Siapa dia? Kau selingkuh, ya?!”Naina menggeleng dengan ekspresi tak percaya. “Kau gila, aku tidak berselingkuh!”“Kau masih mengelak?? LIhat itu, siapa yang bisa menjemputmu dengan mobil mewah itu selain selingkuhanmu!!” Naina terdiam, dia bingung harus menjawab apa. Dia tak boleh mengungkapkan pada Jake ji
“Wah… Kalian masih bersama? Benar-benar pasangan sempurna!” Celin, teman lama Evelyn yang sedang merayakan ulang tahunnya, menyapa dengan nada menggoda saat melihat keduanya tiba.Evelyn menggandeng lengan Jake dengan anggun sambil tersenyum kecil, “Ah, kau ini bisa saja. Maaf, kami datang sedikit terlambat,” jawabnya dengan nada ramah namun tetap menjaga kesopanan.Celin terkekeh sambil melambaikan tangan, “Aish… Tidak perlu sungkan begitu! Ayo, Ayo, masuklah, kalian harus menikmati acara ini.”Jake dan Evelyn melangkah masuk ke dalam klub yang telah disulap menjadi tempat perayaan mewah oleh Celin. Lampu-lampu neon yang berkilauan dan musik yang menggema di seluruh ruangan menciptakan suasana yang hangat sekaligus megah, membuat pesta itu terasa penuh semangat.Di dalam klub, gelak tawa dan obrolan riang terdengar di setiap sudut ruangan. Beberapa teman lama mereka menghampiri, menyambut Jake dan Evelyn dengan pelukan hangat dan candaan nostalgia. "Jake! Evelyn! Lama sekali kita ti
“Aaaah.. Ahhhh… mmmhhh Jake—” Erangan Evelyn memenuhi apartemen itu dengan panas.Jake yang dibawa oleh nafsu telah kehilangan akal hingga bermain api dengan Evelyn. Dia tak menyadari panggilan telepon dari ponselnya berdering sejak tadi.Sementara Jake dan Evelyn larut dalam aktivitas panas mereka, di meja samping, ponsel Jake terus berdering tanpa henti. Nama "Rumah Sakit" terpampang jelas di layar, namun tidak ada yang memperhatikan. Di sisi lain, di rumah sakit, seorang perawat menatap layar komputer dengan cemas. Kondisi ayah Naina yang dirawat di ruang ICU semakin memburuk, dan mereka sangat membutuhkan keputusan keluarga untuk langkah medis berikutnya. "Masih tidak ada jawaban?" tanya dokter dengan nada khawatir.Perawat menggeleng. "Kami sudah mencoba beberapa kali, tapi ponselnya terus tidak diangkat."Dokter mendesah berat. "Kita tidak punya banyak waktu. Hubungi lagi, dan jika tidak ada respons, cari kontak darurat lainnya."Di apartemen Jake, ponsel itu akhirnya berhent
Beberapa bulan kemudian, suasana mewah dan hangat menyelimuti ballroom utama di mansion keluarga Tuner. Dekorasi elegan dipenuhi bunga putih dan ungu, selaras dengan tema pernikahan Rosana dan Andrian. Para tamu duduk tenang menyaksikan dua sejoli yang kini berdiri di altar, saling menatap dengan mata berbinar.Rosana terlihat anggun dalam gaun putih panjang yang menjuntai lembut, sementara Andrian tampak gagah dengan setelan jas hitam elegan. Di tengah keheningan yang khidmat, suara pendeta pun terdengar lantang dan syahdu:“Silakan ucapkan janji suci pernikahan kalian.”Andrian mengambil tangan Rosana dengan mantap. Suaranya terdengar tenang, namun penuh emosi.“Aku, Andrian, berjanji untuk mencintaimu, Rosana, di setiap hari baik maupun buruk. Aku akan menjadi rumah tempatmu pulang, pelindung saat kau lelah, dan sahabat yang selalu ada. Hari ini, aku tidak hanya menikahi wanita yang kucintai… aku juga menikahi masa depanku.”Rosana menarik napas pelan, matanya berkaca-kaca. Ia meng
“Baby boy datang….” Nyonya Sisca membawa box bayi dengan semangat.Naina yang terbaring di ranjang tersenyum bahagia karena ini adalah pertama kalinya dia melihat putranya setelah beberapa hari dalam perawatan.Nyonya Sisca meletakkan box bayi itu dengan hati-hati di samping ranjang Naina. “Lihatlah, dia sudah membuka matanya tadi pagi. Seperti sedang mencari-cari ibunya,” ujarnya dengan mata yang berkaca-kaca karena haru.Naina mengangkat tangannya pelan, matanya sudah basah melihat sosok mungil di dalam box itu. “Sayang… sini, peluk mama,” bisiknya lirih.Marven dengan hati-hati mengangkat bayi itu dan meletakkannya di dada Naina. Tangis kecil si bayi langsung mereda saat merasakan dekapan ibunya.“Raynar Elric Tuner,” gumam Naina sambil mencium kening putranya. “Selamat datang di dunia, nak…”Marven berdiri di samping mereka, mengelus lembut kepala istrinya dan putranya. “Keluarga kita lengkap sekarang…” ucapnya pelan, penuh rasa syukur.Rosana yang menyaksikan dari pintu hanya ter
Di luar ruang operasi, ketiganya tampak berdoa masing-masing menunggu kabar baik.Setelah beberapa jam telah terlewati, mereka mendengar suara tangis bayi di dalam.Nyonya Sisca dan Rosana langsung menoleh, senyum mereka akhirnya merekah.“Bayinya selamat!” Ucap Nyonya Sisca bahagia.Namun Marven sama sekali tak merasa lega, karena dia belum melihat dokter keluar dan bagaimana keadaan istrinya di dalam.Marven berdiri perlahan, tubuhnya kaku seperti batu. Suara tangis bayi yang seharusnya menjadi kabar bahagia justru terasa menggantung baginya. Matanya tak lepas dari pintu ruang operasi yang masih tertutup rapat.Rosana berdiri di sampingnya, ikut terdiam saat menyadari ekspresi kakaknya tak berubah. Nyonya Sisca, yang sebelumnya tersenyum lega, kini ikut dilanda cemas lagi.Beberapa menit kemudian, pintu ruang operasi akhirnya terbuka.Seorang dokter keluar, wajahnya tampak lelah, namun tetap menunjukkan sikap profesional. Marven langsung menghampirinya dengan langkah tergesa.“Dok,
“Sayang, hati-hati!”Suara Marven menggema cukup keras dari balik balkon, namun Naina yang sedang berjalan santai dari arah taman tidak terlalu mendengarnya. Fokusnya tertuju pada burung kecil yang bertengger di pagar, membuat langkahnya sedikit melambat.Namun tiba-tiba kakinya menginjak batu kecil yang tertanam tak rata di jalan setapak. Dalam sekejap, tubuh Naina kehilangan keseimbangan. Dia terjatuh ke samping, dan suara benturan tubuhnya di tanah disertai ringisan kesakitan langsung membuat jantung Marven seakan berhenti berdetak.“Naina!”Ia langsung berlari menuruni anak tangga tanpa pikir panjang. Beberapa pelayan yang melihat kejadian itu pun ikut panik.“Aaahh… Marven… perutku…” suara Naina lirih namun penuh ketakutan, tangannya menggenggam erat perutnya yang besar.Ketika Marven sampai di sisinya, ia melihat noda darah mulai merembes dari balik gaun Naina. Wajahnya langsung pucat. “B-Ben! Siapkan mobil sekarang! Cepat! Kita ke rumah sakit!” teriaknya tanpa menoleh.Ben yang
“Di lamar?!” Marven dan Naina langsung menoleh bersamaan saat mendengar hal itu.Rosana menundukkan kepalanya malu, “Iya kak,”Naina langsung menjerit kecil penuh antusias sambil memeluk adiknya, “Aaaa! Ros, selamat! Ya ampun, kamu akhirnya dilamar juga! Aku seneng banget!”Marven hanya menghela napas panjang lalu menatap Andrian tajam tapi dengan nada menggoda, “Kau berani-beraninya melamar adikku tanpa izin? Minimal kasih kode dulu”Andrian mengangkat tangan seperti menyerah, “Sumpah, tuan Marven, saya niatnya baik dan serius. Dan cincin itu bukan cuma simbol, saya juga sudah siapkan semuanya untuk langkah selanjutnya.”Naina menoleh ke Marven sambil tersenyum penu
“Wow cantik sekali, pilihanku memang tak pernah salah,” puji Andrian saat melihat Rosana keluar dengan gaun hijau cantik namun tak berlebihan.Rosana menahan senyumnya sambil memukul lengan pria itu, “jangan menggodaku!”Andrian tertawa ringan sambil merapikan jasnya, lalu membuka pintu mobil untuk Rosana. “Aku hanya jujur, kok. Lagipula, malam ini sepertinya aku yang beruntung bisa pergi dengan wanita secantik kamu.”Rosana tersipu, tapi tetap gengsi untuk mengakuinya. “Huh, bisa aja kamu. Ayo jalan, sebelum aku berubah pikiran.”Andrian mengangguk sambil menahan senyum puas. “Baik, nona Rosana. Tapi kalau kamu berubah pikiran dan memutuskan untuk mencintaiku sekarang juga, aku nggak keberatan.”Rosana hanya mendecak pelan, “Dasar kamu…,” lalu masuk ke mobil dengan senyum yang tak bisa ia sembunyikan.Dan saat mereka sampai di sebuah restoran yang menyajikan makanan ala timur tengah, Rosana masuk dengan dibantu oleh Andrian yang setia menggandengnya.“Selamat datang, tuan dan nona. M
“Kematian pada ibu hamil memang beberapa terjadi tuan, tapi itu hanya sebagian kecil dari ibu yang selamat,” jelas dokter saat diundang langsung diruang kerja Marven.Marven sejak kemarin terus dihantui oleh rasa ketakutan istrinya sampai menyuruh Ben mengundang ahli kandungan untuk berkonsultasi sendiri.Dokter yang duduk dengan tenang di hadapan Marven menatap pria muda itu dengan bijak. “Saya paham kekhawatiran Anda, Tuan Marven. Kecemasan seperti ini sangat wajar, apalagi bagi suami yang sangat mencintai istrinya dan calon anaknya. Tapi izinkan saya memberikan sedikit ketenangan…”Marven, yang duduk bersandar dengan tangan saling menggenggam di depan mulutnya, hanya mengangguk pelan. Matanya tampak lelah—bukan karena kurang tidur, tapi karena dihantui ketakutan sejak Naina mengungkapkan kekhawatirannya.“Pertama, kondisi nyonya Naina sejauh ini sangat baik. Tensi, detak jantung janin, pertumbuhan, semua dalam batas normal dan sehat. Tak ada indikasi bahaya seperti preeklampsia, pl
“Sejak kapan perutmu sudah sebesar ini, sayang?” Marven terkejut saat bangun tidur mendapati perut istrinya membuncit dan ada gerakan kecil disana.Naina dengan kesal langsung memukul pelan suaminya itu, “ini sudah hampir tujuh bulan, wajar jika perutku besar.”Marven terkekeh pelan, “Sebentar lagi kita akan bertemu baby boy,” gumamnya sambil menciumi perut istrinya dengan gemas namun langsung ditendang oleh anaknya dari dalam.Marven terperanjat kecil saat perut istrinya menendang balik tepat di pipinya. “Wah! Ini anakmu atau petarung MMA, sih?” ucapnya sambil tertawa geli, masih memegang pipinya yang baru saja ‘disentuh’ oleh calon buah hatinya.Naina ikut tertawa, meski sedikit meringis karena tendangan itu memang cukup kuat. “Dia aktif banget, apalagi kalau dengar suara kamu. Mungkin dia tahu ayahnya cerewet.”Marven menyipitkan mata berpura-pura tersinggung. “Cerewet demi anak dan istri tercinta, oke? Lagian, suara ayahnya ini yang bikin kamu nyaman di perut sana, ya kan, Nak?” k
“Bagaimana keadaan istri saya dok? apakah dia dan calon anak saya baik-baik saja?” tanya Marven dengan wajah kalut penuh ketakutan dan merasa bersalah karena melakukannya dengan keras hingga istrinya kesakitan.Dokter terlihat tenang, menatap Marven dan Naina yang duduk di ranjang rumah sakit. Naina sudah berbaring dengan infus di tangan, sementara Marven masih menggenggam jemarinya erat-erat.“Untung kalian cepat datang,” ucap dokter sambil mengecek data di tablet-nya. “Istri Anda mengalami kontraksi ringan akibat tekanan fisik yang terlalu intens. Tapi tenang, kondisi janinnya masih stabil, tidak ada tanda bahaya besar. Namun…”Marven menegakkan tubuhnya, wajahnya menegang. “Namun…?”Dokter menatap Marven dalam-dalam. “Dia harus benar-benar beristirahat dan menghindari aktivitas fisik yang terlalu berat, termasuk… hubungan suami istri. Setidaknya sampai trimester pertamanya benar-benar aman. Saya akan beri obat pereda kram, dan nanti ada vitamin tambahan juga.”Marven menghela napas