Sebelum membuka pintu kamar rawat istrinya itu, Aldo mencoba menghela napas dalam-dalam. Dia terpukul, jelas saja. Tapi, inilah ketentuan yang diberikan Tuhan pada mereka. Hanya dua minggu mereka dibiarkan mengalami kebahagiaan paling tinggi usai menikah.Pintu dibuka oleh Aldo. Dara terlihat duduk di kursi tunggu. Dan Rembulan, terlihat masih menangis di pelukan Buana.Perlahan, Buana melepas pelukan mereka dan mengajak serta Dara untuk keluar bersama. Membiarkan sepasang suami istri itu memiliki privasinya sendiri.“Mas...” Air mata Rembulan sudah mengembun. Bibirnya bergetar menahan tangis saat melihat Aldo menghampirinya.Aldo tersenyum, meski sesak jelas sekali meronta dalam hatinya. Kehilangan tak pernah terasa biasa.Tanpa banyak kata, Aldo langsung memeluk Rembulan. Ia sadar betul... bila dirinya terguncang, maka Rembulan lah orang yang paling terguncang saat ini.Rembulan menangis meraung-raung, melepas rasa sesal, rasa sedih yang sedari tadi coba dia tahan. Berteriak menyala
Mentari tengah berada di kamar mandi dengan memegang alat berukuran pipih di tangannya.“Aku hamil,” gumamnya.Gadis itu menghela napas panjang, selama ini ia hanya berhubungan dengan dua orang saja. Billy dan Aldo. Dapat dipastikan jika anak yang saat ini ada dalam kandungannya adalah anak dari Aldo karena Billy sudah menjalani vasektomi sehingga dia tidak akan dapat membuahi sel telur Mentari.Seharusnya memang hal ini membuatnya senang karena ini adalah tujuannya, merebut Aldo dari tangan Rembulan. Tapi, masih banyak kontrak yang harus ia selesaikan.Mentari menghela napas panjang, “Aku harus melenyapkan anak ini, aku masih ingin bebas berkarir dan bebas,” gumamnya lagi.TING TONG!Tiba-tiba bel pintunya berbunyi. Mentari pun segera membukanya dan langsung memeluk Aldo saat ia melihat sang kekasih datang dengan wajah yang lesu.Sebelumnya ia memang sudah tau jika Rembulan mengalami keguguran."Kamu nggak apa-apa ninggalin dia? Apa lagi kalian sedang ada di rumah mama dan papa. Na
Merasakan tubuh Mentari sudah berbaring dengan nyaman di meja makan, Aldo menyusul naik menahan tubuhnya. Lalu Aldo menarik tali yang terjulur dari kap lampu di atas kepalanya. Sehingga hanya ruang tamu itu yang terang, sedangkan sekelilingnya tetap gelap. Membuat suasana tetap dramatis.Sekarang Mentari baru melihat bahwa sudah dalam keadaan telanjang, dengan botol selai di tangan. Aldo merenggut blus yang dipakai Mentari, sehingga kedua bukitnya langsung menyembul menyambut.Sebelum Mentari sempat menduga-duga, Aldo menumpahkan selai coklat di belahan dada Mentari. Lalu Aldo membenamkan wajahnya di sana, menjilati selai itu dengan rakus“Aldo!” pekik Mentari dengan tubuh bergetar hebat.Mentari berusaha melepaskan tangannya dari cengkeraman Aldo, namun Aldo menahannya lebih rapat ke atas meja.“Jangan bergerak,” katanya tegas. “Kamu harus pasrah, menyerahkan semuanya kepadaku.”Dengan patuh Mentari mengikuti perintah kekasihnya itu. Ia berbaring terlentang dengan pasrah. Membebaskan
Aldo terbelalak melihat hasil tes kehamilan yang diberikan oleh Mentari kepadanya. "Sayang, kamu hamil?" tanyanya. "Iya, dan ini anakmu," jawab Mentari sambil mengempaskan tubuhnya di atas kursi. Aldo mengembuskan napasnya perlahan."Aku tidak akan ke mana-mana. Aku akan bertanggung jawab, Tari." "Kamu yakin, Mas?" "Yakin. Sekarang aku harus pulang dulu. Kamu tidak mau jika kita ketauan secepat ini, bukan?" kata Aldo. "Pulanglah." Aldo pun segera memeluk Mentari dan mengecup kening kekasihnya itu dengan lembut kemudian ia pun segera beranjak pergi.Ketika sampai di halaman rumah mertuanya, Aldo mengerutkan dahi karena melihat Laura yang mondar mandir di halaman. Dengan cepet ia pun bergegas karena takut terjadi sesuatu kepada Rembulan."Mbak Laura sedang apa? Menunggu saya? Rembulan baik-baik saja?" tanya Aldo. Laura tersenyum tipis pada iparnya itu."Kamu tenang aja. Rembulan baik-baik saja, kok. Tadi dia udah tidur, ditemenin Mama. Mbak lagi tunggu Mas Buana. Nggak biasanya d
Rembulan menggelengkan kepalanya perlahan."Aku yang salah, Ma. Aku hanya tidak sabar untuk bisa meninggalkan tempat tidur ini. Aku bosan, Ma. Aku hanya bosan. Setiap hari beristirahat tanpa mengerjakan sesuatu. Aku ingin bebas bekerja lagi. Kenapa sih kandunganku harus lemah begini, Ma? Kenapa aku harus kehilangan anakku?" keluh Rembulan."Jadi, Aldo marah karena?""Karena ia menganggap aku lebih mementingkan pekerjaan dan tidak mencintai anaknya. Padahal kemarin dia bilang semua bukan salahku. Dan sebagai dokter dia tau jika memang bukan salahku, kan, Ma?" Ayunda tersenyum dan membelai rambut putrinya itu. "Bukan mama membela Aldo, dia kesal karena kamu ngeyel. Dia ingin kamu sehat kembali. Kuretase memang tidak sama dengan melahirkan, tetapi di dalamnya kan luka kita tidak bisa melihat. Kamu memang harus pulih dan menjaga kesehatan. Memang kamu tidak mau hamil lagi?" kata Ayunda."Iya, Mama.""Sudahlah, jangan mengeluh dan cemberut. Memang apa sih yang kamu
"Lapar, Sayang? Sekarang aku akan melayanimu, Mas," kata Mentari sambil mengedipkam matanya. Gadis itu melucuti pakaian Aldo hingga hanya menyisakan celana boxer yang dipakai kekasihnya itu.Perlahan, Mentari memutar spageti dengan garpu dan mulai menyuapi Aldo. Aldo yang memang sedang ingin dimanja membiarkan saja Mentari berbuat semauya. Ia makan dengan lahap setiap suapan yang disuapkan Mentari ke mulutnya.Namun, saat spageti itu tinggal tersisa dua suap lagi, dengan sengaja Mentari menumpahkan spageti itu di perutnya yang terbuka dan tampak begitu putih mulus. Ah, Aldo mengerti apa yang saat ini Mentari inginkan. Dengan cepat lelaki itu menjilat spageti yang tumpah di atas perut Mentari dan sebelah tangannya menarik bra yang Mentari kenakan hingga kedua bukit yang kenyal dengan pucuknya yang berwarna pink itu tampak menggoda.Dengan cepat Aldo memakan seluruh spageti di perut Mentari dan menjilat habis tak tersisa. Kemudian, dengan cepat ia menggendong Mentari ke dalam kamar. Di
Mentari memberikan sabur cair ke telapak tangan Aldo. Aldo segera mengusapkan kedua tangannya di kedua puncak bukit milik Mentari. Bermain-main di sana, seperti seorang pendaki yang berlari-lari naik turun, hingga busa berlimpah-limpah memenuhi dadanya.“Mas …,” gumam Mentari dengan mata terpejam menikmati,”kamu jangan nakal dong….”“Kalau nggak nakal, kamu nggak bakal suka, kan,” sahut Mentari sambil merapatkan pinggangku ke pinggul Mentari. Sengaja. Supaya Mentari merasakan bahwa senjata Aldo sudah siap dipakai untuk berperang lagi. Rupanya ia menyadari reaksi yang terjadi di bawah pinggang lelaki itu. Ia menggesek-gesekkan pinggulnya, busa sabun membuat milik Aldo seperti digesek-gesekkan ke permukaan sutera, sensasinya membuat Aldo semakin bernapsu. Rupanya Mentari juga senang mencengkeram milik Aldo. Mentari mengarahkan senjata Aldo untuk menembus melalui celah-celah pahanya. Ia separuh membungkuk, untuk mempermudah jalan bagi senjata
"Kamu ini bicara apa, Mentari? Kamu itu tetap anak papa dan mama. Hanya kamu saja yang selalu menjauh dari kami," kata Ayunda dengan hangat.Makan malam kali ini tidak ada pertengkaran yang terjadi di antara Rembulan dan Mentari. Bahkan Mentari terlihat begitu memperhatikan Rembulan. Hanya Aldo yang tampak was-was dan cemas. Bagaimana tidak, biasanya Rembulan dan Mentari selalu bertengkar hanya karena masalah sepele."Ma, Pa. Ini undangan premier untuk film terbaru aku. Kalau papa dan mama bisa-""Kita nonton sama-sama, ya, Pa, Ma," kata Rembulan memotong ucapan saudara kembarnya.Suseno dan Ayunda saling pandang, sejak dulu Ayunda memang tidak pernah mendukung karir Mentari. Dan Suseno memilih untuk mendukung Mentari diam-diam karena malas jika harus ribut dengan sang istri."Selama ini, kita kan nggak pernah mendukung Mbak Mentari, Pa, Ma. Aku sendiri sudah melihat bagaimana akting Mbak Mentari di Lombok kemarin. Dan aku penasaran juga ingin menontonnya," kata Rembulan."Kamu ngidam