Di minggu kedua pasca mengetahui kehamilannya baik-baik saja, dan Rembulan sudah kembali bekerja seperti biasa, meskipun Buana membatasi jam kerjanya. Dara pun bersikap lebih protektif lagi kepada atasan sekaligus sahabatnya itu.Seperti saat ini, Rembulan dan Buana juga Dara harus presentasi di luar kantor untuk memenangkan tender. Acara yang berlangsung selama tiga jam itu sudah sukses dilakukan. Dan perusahaan mereka pun keluar sebagai pemenang tender itu. Dara menghampiri Rembulan dan memberikan sahabatnya itu sebotol air mineral.“Capek nggak Lan? Ingat usia kandunganmu itu belum terlalu kuat untuk pekerjaan yang melelahkan?” tanya Dara beruntun.Rembulan lebih dulu menenggak minumannya sebelum menjawab Dara. Rembulan menggeleng tegas, “Nggak. Capek dari mana? Kan hanya presentasi aja. Itu juga kan dibantu kalian.”“Aldo apa dia baik-baik saja? Kamu sudah melakukan apa yang aku katakan, kan?” tanya Dara. Sampai hari ini wanita itu memang belum sepenuhnya percaya jika Aldo tida
Sebelum membuka pintu kamar rawat istrinya itu, Aldo mencoba menghela napas dalam-dalam. Dia terpukul, jelas saja. Tapi, inilah ketentuan yang diberikan Tuhan pada mereka. Hanya dua minggu mereka dibiarkan mengalami kebahagiaan paling tinggi usai menikah.Pintu dibuka oleh Aldo. Dara terlihat duduk di kursi tunggu. Dan Rembulan, terlihat masih menangis di pelukan Buana.Perlahan, Buana melepas pelukan mereka dan mengajak serta Dara untuk keluar bersama. Membiarkan sepasang suami istri itu memiliki privasinya sendiri.“Mas...” Air mata Rembulan sudah mengembun. Bibirnya bergetar menahan tangis saat melihat Aldo menghampirinya.Aldo tersenyum, meski sesak jelas sekali meronta dalam hatinya. Kehilangan tak pernah terasa biasa.Tanpa banyak kata, Aldo langsung memeluk Rembulan. Ia sadar betul... bila dirinya terguncang, maka Rembulan lah orang yang paling terguncang saat ini.Rembulan menangis meraung-raung, melepas rasa sesal, rasa sedih yang sedari tadi coba dia tahan. Berteriak menyala
Mentari tengah berada di kamar mandi dengan memegang alat berukuran pipih di tangannya.“Aku hamil,” gumamnya.Gadis itu menghela napas panjang, selama ini ia hanya berhubungan dengan dua orang saja. Billy dan Aldo. Dapat dipastikan jika anak yang saat ini ada dalam kandungannya adalah anak dari Aldo karena Billy sudah menjalani vasektomi sehingga dia tidak akan dapat membuahi sel telur Mentari.Seharusnya memang hal ini membuatnya senang karena ini adalah tujuannya, merebut Aldo dari tangan Rembulan. Tapi, masih banyak kontrak yang harus ia selesaikan.Mentari menghela napas panjang, “Aku harus melenyapkan anak ini, aku masih ingin bebas berkarir dan bebas,” gumamnya lagi.TING TONG!Tiba-tiba bel pintunya berbunyi. Mentari pun segera membukanya dan langsung memeluk Aldo saat ia melihat sang kekasih datang dengan wajah yang lesu.Sebelumnya ia memang sudah tau jika Rembulan mengalami keguguran."Kamu nggak apa-apa ninggalin dia? Apa lagi kalian sedang ada di rumah mama dan papa. Na
Merasakan tubuh Mentari sudah berbaring dengan nyaman di meja makan, Aldo menyusul naik menahan tubuhnya. Lalu Aldo menarik tali yang terjulur dari kap lampu di atas kepalanya. Sehingga hanya ruang tamu itu yang terang, sedangkan sekelilingnya tetap gelap. Membuat suasana tetap dramatis.Sekarang Mentari baru melihat bahwa sudah dalam keadaan telanjang, dengan botol selai di tangan. Aldo merenggut blus yang dipakai Mentari, sehingga kedua bukitnya langsung menyembul menyambut.Sebelum Mentari sempat menduga-duga, Aldo menumpahkan selai coklat di belahan dada Mentari. Lalu Aldo membenamkan wajahnya di sana, menjilati selai itu dengan rakus“Aldo!” pekik Mentari dengan tubuh bergetar hebat.Mentari berusaha melepaskan tangannya dari cengkeraman Aldo, namun Aldo menahannya lebih rapat ke atas meja.“Jangan bergerak,” katanya tegas. “Kamu harus pasrah, menyerahkan semuanya kepadaku.”Dengan patuh Mentari mengikuti perintah kekasihnya itu. Ia berbaring terlentang dengan pasrah. Membebaskan
Aldo terbelalak melihat hasil tes kehamilan yang diberikan oleh Mentari kepadanya. "Sayang, kamu hamil?" tanyanya. "Iya, dan ini anakmu," jawab Mentari sambil mengempaskan tubuhnya di atas kursi. Aldo mengembuskan napasnya perlahan."Aku tidak akan ke mana-mana. Aku akan bertanggung jawab, Tari." "Kamu yakin, Mas?" "Yakin. Sekarang aku harus pulang dulu. Kamu tidak mau jika kita ketauan secepat ini, bukan?" kata Aldo. "Pulanglah." Aldo pun segera memeluk Mentari dan mengecup kening kekasihnya itu dengan lembut kemudian ia pun segera beranjak pergi.Ketika sampai di halaman rumah mertuanya, Aldo mengerutkan dahi karena melihat Laura yang mondar mandir di halaman. Dengan cepet ia pun bergegas karena takut terjadi sesuatu kepada Rembulan."Mbak Laura sedang apa? Menunggu saya? Rembulan baik-baik saja?" tanya Aldo. Laura tersenyum tipis pada iparnya itu."Kamu tenang aja. Rembulan baik-baik saja, kok. Tadi dia udah tidur, ditemenin Mama. Mbak lagi tunggu Mas Buana. Nggak biasanya d
Rembulan menggelengkan kepalanya perlahan."Aku yang salah, Ma. Aku hanya tidak sabar untuk bisa meninggalkan tempat tidur ini. Aku bosan, Ma. Aku hanya bosan. Setiap hari beristirahat tanpa mengerjakan sesuatu. Aku ingin bebas bekerja lagi. Kenapa sih kandunganku harus lemah begini, Ma? Kenapa aku harus kehilangan anakku?" keluh Rembulan."Jadi, Aldo marah karena?""Karena ia menganggap aku lebih mementingkan pekerjaan dan tidak mencintai anaknya. Padahal kemarin dia bilang semua bukan salahku. Dan sebagai dokter dia tau jika memang bukan salahku, kan, Ma?" Ayunda tersenyum dan membelai rambut putrinya itu. "Bukan mama membela Aldo, dia kesal karena kamu ngeyel. Dia ingin kamu sehat kembali. Kuretase memang tidak sama dengan melahirkan, tetapi di dalamnya kan luka kita tidak bisa melihat. Kamu memang harus pulih dan menjaga kesehatan. Memang kamu tidak mau hamil lagi?" kata Ayunda."Iya, Mama.""Sudahlah, jangan mengeluh dan cemberut. Memang apa sih yang kamu
"Lapar, Sayang? Sekarang aku akan melayanimu, Mas," kata Mentari sambil mengedipkam matanya. Gadis itu melucuti pakaian Aldo hingga hanya menyisakan celana boxer yang dipakai kekasihnya itu.Perlahan, Mentari memutar spageti dengan garpu dan mulai menyuapi Aldo. Aldo yang memang sedang ingin dimanja membiarkan saja Mentari berbuat semauya. Ia makan dengan lahap setiap suapan yang disuapkan Mentari ke mulutnya.Namun, saat spageti itu tinggal tersisa dua suap lagi, dengan sengaja Mentari menumpahkan spageti itu di perutnya yang terbuka dan tampak begitu putih mulus. Ah, Aldo mengerti apa yang saat ini Mentari inginkan. Dengan cepat lelaki itu menjilat spageti yang tumpah di atas perut Mentari dan sebelah tangannya menarik bra yang Mentari kenakan hingga kedua bukit yang kenyal dengan pucuknya yang berwarna pink itu tampak menggoda.Dengan cepat Aldo memakan seluruh spageti di perut Mentari dan menjilat habis tak tersisa. Kemudian, dengan cepat ia menggendong Mentari ke dalam kamar. Di
Mentari memberikan sabur cair ke telapak tangan Aldo. Aldo segera mengusapkan kedua tangannya di kedua puncak bukit milik Mentari. Bermain-main di sana, seperti seorang pendaki yang berlari-lari naik turun, hingga busa berlimpah-limpah memenuhi dadanya.“Mas …,” gumam Mentari dengan mata terpejam menikmati,”kamu jangan nakal dong….”“Kalau nggak nakal, kamu nggak bakal suka, kan,” sahut Mentari sambil merapatkan pinggangku ke pinggul Mentari. Sengaja. Supaya Mentari merasakan bahwa senjata Aldo sudah siap dipakai untuk berperang lagi. Rupanya ia menyadari reaksi yang terjadi di bawah pinggang lelaki itu. Ia menggesek-gesekkan pinggulnya, busa sabun membuat milik Aldo seperti digesek-gesekkan ke permukaan sutera, sensasinya membuat Aldo semakin bernapsu. Rupanya Mentari juga senang mencengkeram milik Aldo. Mentari mengarahkan senjata Aldo untuk menembus melalui celah-celah pahanya. Ia separuh membungkuk, untuk mempermudah jalan bagi senjata
Rumah Mentari mendadak ramai, dua kamar tamu terisi dan setiap hari ada saja yang membuat Mentari tertawa geli. Laksmi dan Rembulan dengan semangat membagi tugas. Laksmi merawat Mentari dengan jamu-jamu tradisional buatannya dan juga tak lupa mengoleskan obat buatannya ke perut Mentari.Setiap pagi, Laksmi akan membuatkan kunyit asam sirih untuk Mentari minum setiap hari. Selain itu untuk mengembalikan bentuk tubuh Mentari seperti semula, Laksmi membuat jamu dengan bahan-bahan yang terdiri dari 7 gram daun papaya, daun jinten, 10 gram kayu rapet, 10 gram daun sendok, 7 gram daun iler, 7 gram daun sambilonto dan 7 gram asam Jawa. Semua bahan-bahan ini ia tumbuk halus lalu direbus dalam dua gelas air hingga mendidih. Dan, Mentari mau tidak mau meminumnya sambil memejamkan mata.Belum lagi setiap pagi Laksmi mengoleskan kapur sirih yang campur jeruk nipis sebelum memakaikan bengkung yang panjangnya hampir 7 meter itu di perut Mentari. Dan, meski Mentari merasa sesak, Laksmi benar-benar
_4 bulan kemudian_Tidak banyak hal yang terjadi dalam waktu 4 bulan. Semua berjalan dengan normal dan juga lancar-lancar saja. Namun, pagi saat akan menjalankan ibadah solat subuh Mentari terkejut melihat ada darah yang menetes, dan ia merasa perutnya terasa sedikit sakit. Perlahan, ia membangunkan Aldo."Mas, perutku sakit..." keluh Mentari. Aldo langsung membuka matanya dan menatap istrinya yang meringis kesakitan. Ia bertambah panik saat melihat ada darah yang mengalir di kaki Mentari."Ya Allah, kita ke rumah sakit sekarang. Tunggu, aku panaskan mobil sebentar."Aldo langsung mengganti pakaiannya, dan ia berlari keluar kamar. Sutinah yang melihat Aldo panik langsung menghampiri."Ada apa, Pak?" tanyanya."Ibu mau lahiran. Cepat bawakan tas yang sudah disiapkan."Untung saja seminggu sebelumnya Laksmi datang dan berinsiatif untuk mengemasi perlengkapan Mentari. Setelah memberikan tas berisi perlengkapan. Sutinah pun membantu Mentari mengganti pakaiannya. Aldo makin panik saat Men
Shanghai memang terkenal sebagai pusat wisata. Shanghai Centre Theatre adalah salah satunya. Mentari dan Aldo pun memutuskan untuk menikmati hiburan yang berbeda dengan tontonan yang lain. Mereka sangat terhibur dengan pertunjukan acrobat yang mengusung kelas dunia. Penampilan para pemainnya tidak perlu di ragukan.Karena mereka sudah sangat terlatih. Mereka menggunakan gerakan-gerakan yang sangat eksotis, untuk koreografer, Mentari pun merasa sangat terhibur. Karena koreografer yang di sajikan memang sangat mengagumkan. Wisata acrobat ini memang sangat terkenal di China, karena itulah Mentari memilih Shanghai sebagai destinasi Baby Moon mereka.Setelah menikmati tontonan yang menarik, Fengying mengajak mereka ke Pasar malam kuliner Changli.Pasar malam di Shanghai ini sering dikunjungi oleh wisatawan dan penduduk setempat yang rela antri untuk melahap daging ayam dan kebab makanan laut bakar saat mayoritas penduduk di kota itu tertidur lelap. Tempat ini merupakan tempat yang disukai t
Mentari hanya tersenyum dan mendekat kemudian masuk ke dalam pelukan Aldo. Dibiarkannya Aldo membelai perutnya dengan mesra."Mas, jika terjadi sesuatu denganku lalu kau harus memilih, siapa yang akan kau pilih? Aku atau anak kita?" tanya Mentari."Jangan pernah bertanya sesuatu hal yang aku tidak bisa menjawabnya Mentari. Kau dan anakku adalah harta yang terindah dalam hidupku. Aku tidak bisa memilih salah satu dari kalian berdua.""Aku kan hanya bertanya, Mas."Tiba-tiba saja Mentari melihat suami tercintanya itu menitikkan air mata."Jangan, Ri. Aku selalu meminta pada Tuhan supaya kau dan anak kita sehat dan selamat. Aku ingin melihatmu menggendong anak kita. Aku ingin kita merawat dan membesarkan anak kita bersama, kemudian kita akan menua bersama. Kau adalah segalanya buatku Mentari," kata Aldo dengan suara yang bergetar karena air mata. Mentari terharu melihat kesungguhan di mata Aldo. Ia pun memeluk suaminya dengan erat sambil memejamkan matanya."Kau kenapa, Ri? Apa ada yang
Hari ini Aldo dan Mentari tampak rapi. Mereka akan menghadiri pesta pernikahan Kendric sahabat Aldo. Ya, Kendric akan menikah dengan wanita pilihan Sita yang bernama Herlina. Sebenarnya, Aldo sedikit khawatir dengan kondisi Mentari. Tapi, setelah bertanya kepada dokter Elvira , Aldo pun berani membawa Mentari ke pesta pernikahan. Lagipula Mentari juga merasa tidak enak jika tidak menghadiri pernikahan sahabat baik sang suami."Kita hanya sebentar saja di sana ya, sayang. Aku tidak mau kau terlalu lelah. Dan kau juga tidak boleh mengenakan sepatu tinggi. Ingat, dokter Elvira menganjurkan untuk memakai flat shoes.""Iya, Mas. Kita hanya sebentar saja kesana. Setelah itu kita langsung pulang. Lagipula, seminggu ini aku hanya berbaring seharian sambil menonton, aku ingin keluar sebentar saja," kata Mentari.Aldo tersenyum dan memeluk Mentari, perlahan ia mengelus perut Mentari yang masih rata dan mendekatkan wajahnya pada perut sang istri."Hai jagoan papa, kamu harus sehat di perut Mama
Ridwan dan Rembulan kebetulan memang sedang berada di rumah hanya tertawa mendengar cerita Aldo tentang sang istri."Mangga muda? Kamu mampir saja kemari, pohon manggaku kebetulan sedang berbuah. Dan, kalau tidak salah ada beberapa yang masih mengkal dan pasti asam rasanya. Mampirlah, biar aku pilih yang muda dan mengkal," kata Ridwan. Aldo langsung bersemangat, ia pun bergegas mengemudikan mobilnya menuju ke rumah Ridwan.Sesampainya di rumah Ridwan, ternyata iparnya itu sudah menunggu."Maaf merepotkan, Wan. Tadinya aku mau mencarinya ke toko buah. Tapi...""Memang begitu wanita jika sedang ngidam," jawab Ridwan sambil tersenyum."Beberapa hari ini, aku memang melihat Mentari sering muntah-muntah. Tapi, aku pikir hanya masuk angin biasa saja. Tiba-tiba tadi pagi ia langsung jatuh pingsan. Aku benar-benar panik.""Kamu harus lebih memperhatikannya. Wanita disaat sedang hamil terlebih di trimester pertama biasanya mudah marah, mudah menangis. Mood nya harus benar-benar kamu jaga.""
_ 5 TAHUN KEMUDIAN_Tak terasa pernikahan Mentari dan Aldo menikah sudah lima tahun. Kehidupan rumah tangga mereka berjalan dengan sangat baik dan begitu mesra. Pagi itu, Mentari terbangun dengan perasaan yang sedikit tidak nyaman. Ia merasa seminggu ini dia begitu mudah lelah."Kenapa sayang?" tanya Aldo saat melihat sang istri kembali berbaring lagi setelah solat subuh bersama."Tidak tau, Mas. Aku rasanya tidak enak badan. Tadi,saat aku masak aroma masakan itu membuat aku mual dan pusing. Jadi, aku minta Inem yang melanjutkan. Tidak apa-apa, kan?"Aldo tersenyum, ia meraba dahi Mentari, tidak demam tapi ia melihat wajah Mentari tampak pucat."Kamu ini istriku, bukan chef atau asisten rumah tangga yang harus selalu siap memasak. Kita ke dokter, ya?""Aku mungkin hanya masuk a..."Tiba-tiba Mentari merasa mual yang luar biasa, ia bergegas bangkit dan langsung ke kamar mandi dan memuntahkan semua isi perutnya. Demi melihat kondisi sang istri, Aldo langsung menyusul ia mengurut tengkuk
Siang itu Erlangga menepati janjinya. Ia menjenguk Ayunda di rumah sakit jiwa. Kondisi wanita itu masih sama seperti ketika Mentari datang berkunjung. Saat Erlangga datang, Mentari dan Aldo tampak baru saja mengunjungi Ayunda."Kamu sudah bertemu dia?" tanya Erlangga enggan menyebutkan nama Ayunda. Mentari hanya mengangguk."Iya, Mas. Kondisinya masih sama dan menurut dokter setiap hari dia selalu menceritakan tentang anaknya yang bernama Erlangga. Sebaiknya kamu melihatnya." Erlangga menganggukkan kepalanya."Jangan dulu pulang, kita bisa bicara kan?" tanyanya kepada sang adik. Mentari menatap ke arah Aldo dan saat sang suami menganggukkan kepalanya ia pun mengiyakan permintaan Erlangga. Erlangga pun segera melangkah ke ruangan di mana Ayunda dirawat. Tanpa terasa air matanya menetes perlahan. "Kamu nggak perlu menghukum dirimu seperti ini, Nyonya. Kamu hanya perlu bertobat dan meminta ampunan kepada Tuhan." Mendengar suara Erlangga, pandangan
Mentari baru saja menyelesaikan laporannya ketika ponselnya berdering. Saat melihat siapa yang menelepon ia pun segera mengangkatnya. Namun, setelah beberapa saat wajahnya berubah pucat. Dengan cepat ia pun segera berlari ke ruangan sang kakak, Buana. "Mas ...." Buana yang baru saja beranjak hendak makan siang langsung mengerutkan dahi saat melihat adiknya masuk dengan wajah panik."Tari, ada apa? Kamu baik-baik saja?" tanyanya. "Kita harus ke rumah sakit sekarang, Mas.""Siapa yang sakit? Bisma? Papa?" cecar Buana ikut panik. Mentari hanya menggelengkan kepalanya dan segera menarik tangan kakaknya itu dengan cepat. "Kita pakai mobil masing-masing saja, Mas." Buana akhirnya hanya mengikuti saja kemauan sang adik. Saat ini Rembulan dan Ridwan masih dalam perjalanan bulan madu, sementara perusahaan mereka berdua yang mengurus. Mentari yang pintar belajar dengan cepat sehingga perusahaan Suseno pun semakin maju. Buana hanya mengerutkan dahi saat Mentari me