"Kamu ini bicara apa, Mentari? Kamu itu tetap anak papa dan mama. Hanya kamu saja yang selalu menjauh dari kami," kata Ayunda dengan hangat.Makan malam kali ini tidak ada pertengkaran yang terjadi di antara Rembulan dan Mentari. Bahkan Mentari terlihat begitu memperhatikan Rembulan. Hanya Aldo yang tampak was-was dan cemas. Bagaimana tidak, biasanya Rembulan dan Mentari selalu bertengkar hanya karena masalah sepele."Ma, Pa. Ini undangan premier untuk film terbaru aku. Kalau papa dan mama bisa-""Kita nonton sama-sama, ya, Pa, Ma," kata Rembulan memotong ucapan saudara kembarnya.Suseno dan Ayunda saling pandang, sejak dulu Ayunda memang tidak pernah mendukung karir Mentari. Dan Suseno memilih untuk mendukung Mentari diam-diam karena malas jika harus ribut dengan sang istri."Selama ini, kita kan nggak pernah mendukung Mbak Mentari, Pa, Ma. Aku sendiri sudah melihat bagaimana akting Mbak Mentari di Lombok kemarin. Dan aku penasaran juga ingin menontonnya," kata Rembulan."Kamu ngidam
"Semalam kamu ke mana, Mas? Aku terbangun tengah malam dan tidak menemukanmu," kata Rembulan saat pagi hari ia terbangun. Aldo yang baru saja keluar dari kamar mandi hanya tersenyum."Aku nggak bisa tidur, jadi aku duduk sambil membaca di teras samping dekat kolam renang, Sayang," jawab Aldo berdusta. Tidak mungkin ia mengatakan jika semalam ia baru menemani Mentari tidur di kamarnya, bukan?"Hmm ... Mas, aku ingin bertanya. Semalam aku tidak sengaja membuka ponselmu dan melihat chatmu dengan kontak pasienku. Apa dia pasienmu yang sudah sehat dan mengundangmu makan siang?" tanya Rembulan hati-hati. Ia tidak mau jika menyinggung perasaan Aldo seperti kemarin dan membuat mereka bertengkar."Iya, itu pasienku. Aku yang bertanggung jawab atas operasinya, jadi beliau memintaku berkunjung. Kebetulan dia adalah temanku sewaktu aku masih di bangku SMA. Kamu nggak cemburu, kan?" tanya Aldo. Rembulan bergegas mengukir senyuman di bibirnya."Nggak, masa sih aku cemburu kepada pasien suamiku send
“Kalau kamu mau berperang denganku, kamu salah, Mbak. Aku tidak akan mengalah untuk mempertahankan apa yang menjadi milikku,” kata Rembulan.Tiba-tiba saja ponsel Mentari berdering, melihat nama Bella yang muncul di layar Mentari pun segera mengangkatnya."Baik, aku segera pulang ke apartemen," kata Mentari."Kenapa, Tari? Kita belum selesai bicara," kata Rembulan."Ada hal penting yang harus aku bicarakan dengan managerku. Dan masalah tadi, lebih baik kamu persiapkan diri saja. Kamu boleh bertahan, tapi kita lihat saja siapa yang menjadi pemenangnya," kata Mentari.Mentari pun segera meninggalkan Rembulan yang diam terpaku. Gadis cantik itu pun bergegas pulang ke apartemennya. Saat ia tiba, ternyata sudah ada Billy dan Bella di sana. Billy langsung menarik tangan Mentari dan menyuruhnya duduk di sofa sambil menatap Mentari dengan tajam."Kamu hamil, Tari?" tanyanya tanpa basa basi.Mentari menelan saliva dan menghela napas perlahan kemudian mengembuskannya."Om tau dari Bella, kata B
Billy yang belum sampai ke puncak, membalikkan tubuh Mentari dan kali ini Billy yang memimpin dengan posisi man on top. Lelaki itu pun mulai memompa dan Mentari kembali mendesah karena hasratnya bangkit kembali, lalu mereka pun merasakan pelepasan bersama.Dengan napas tersengal Billy merebahkan tubuhnya di samping Mentari."Ada yang kamu minta hari ini? Tari?" tanyanya.Mentari tersenyum manis lalu membisikkan sesuatu di telinga Billy. Lelaki itu hanya tertawa kecil mendengar permintaan Mentari."Hmm ... kamu mau meminjam villa? Bersama Aldo?""Aku hanya ingin bersenang-senang dengannya sebentar saja, Om. Apa boleh?" tanya Mentari."Baiklah, kamu juga boleh meminjam mobil mewahku. Tapi, ingat harus menjaganya dengan baik. Jangan sampai satu hari Sandara mengeceknya lalu ... ya kamu tau sendirilah bagaimana Sandara," kata Billy."Aku mengerti, Om. Aku hanya meminjamnya sebentar saja," kata Mentari sambil mengedipkan sebelah matanya."Kamu ini, paling bisa memancing Om. Bagaimana kalau
_POV ALDO_Konyol, aku memaki diriku sendiri. Tentu saja Mentari tidak ingin langsung bercinta denganku. Semua perempuan membutuhkan pemanasan lebih dulu. Fore play. Ah, kenapa mendadak aku menjadi bodoh begini. Seperti perjaka yang baru pertama melakukannya saja.“Dituangkan dong,” tegur Mentari ketika melihatku hanya berdiam diri. “Supaya bisa diminum. Memangnya tidak haus? Kamu kenapa, Mas? Kok keliatan gugup? Bukannya ini bukanlah hal pertama yang kita lakukan?”Aku menarik napas dalam-dalam, mengingatkan diriku sendiri untuk segera mengatasi kegugupanku, agar bisa segera menguasai keadaan.Dengan kepercayaan diri yang mulai pulih, aku mengambil gelas di tangan Mentari, menuangkan wine ke dalamnya, tidak sampai penuh, lalu menuangkannya untuk diriku sendiri. Ya, Mentari tentu tidak boleh minum alkohol. Apa lagi kondisinya sedang hamil muda. Aku tidak mau kehilangan anakku.Cukup kondisi Rembulan yang membuat aku khawatir, Mentari tidak boleh. Mentari sendiri mengisi gelasnya denga
_POV ALDO_Dan aku tidak mau pertempuran ini cepat berlalu. Aku ingin menikmati setiap detik yang kulalui.Tampaknya Mentari dapat merasakan bahwa aku tidak akan secepat itu menyerah, sedangkan ia sudah berkali-kali mengalami orgasme. Sehingga ia mengganti strategi, dengan semakin cepat menekan tubuhku, dan menindihku sampai batas terdalam. Aku sampai mengejang-ngejang karena mencapai nikmat tertinggi.Aku sampai seperti melambung ke puncak angkasa. Tanganku terlepas dari setir. Kakiku lengah tidak berada di dekat pedal rem. Seluruh aliran darahku seperti mengalir deras ke satu titik. Seperti kawah yang siap meletus.“Mentari!” teriakku merasa sudah mendekati ujung ledakan. “Aku hampir sampai!”Ketika itu terdengar bunyi klakson yang memekakkan telinga, sebuah truk menyerobot jalan di depan dengan kecepatan tinggi… jaraknya terlalu dekat… beberapa detik lagi Ferrari ini akan menabraknya... kecelakaan maut sudah berada di depan mata….Beberapa detik sebelum moncong Ferrari menabrak tru
Aldo menatap Mentari, rasanya ia tidak bisa membiarkan Mentari pergi meninggalkannya. Ia tidak boleh membiarkan hal itu terjadi. Tapi, jika Mentari tetap di Indonesia, sudah pasti semua akan tau jika Mentari hamil.Ah, Aldo benar-benar bingung."Kamu memikirkan apa, Mas? Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan. Aku tidak memintamu untuk menceraikan Rembulan besok. Malam ini kita tidur di sini. Besok pagi, tolong antar aku ke apartemen dan kamu besok pagi harus pulang. Pikirkan saja alasan apa yang nanti akan kamu buat pada Rembulan jika dia bertanya kenapa kamu tidak pulang semalam," ujar Mentari.Aldo mengangguk, ia membawa Mentari ke dalam pelukannya. Malam ini rasanya sudah cukup untuk bercinta. Terlebih lagi adrenalin mereka tadi sudah cukup terpacu. Tak beberapa lama kemudian keduanya pun pulas tertidur.Pagi harinya Aldo yang terbangun lebih dulu langsung ke kamar mandi dan menyalakan air hangat. Ia butuh kesegaran pagi ini. Dan saat ia selesai ternyata Mentari sudah bangun dan seda
"Baru pulang kamu, Mas?" tanya Sandara saat Billy baru saja memasuki kamar mereka."Iya, kenapa Ra? Tumben. Bukannya udah biasa kalau aku pulang kadang juga nggak?""Aku mengerti dan cukup paham dengan apa yang kamu lakukan di luar sana, Mas. Bukannya aku tidak tau dengan apa yang kamu lakukan termasuk juga dengan perselingkuhanmu dengan artis-artismu," kata Sandara.Entah mengapa malam ini ia ingin sekali melampiaskan segala kekesalannya kepada Billy.Rasanya sudah cukup ia menahan kecemburuan kepada Billy. Billy tertawa kecil dan menatap sang istri."Dara, jangan mulai. Ini sudah lama terjadi dan biasanya kau tidak akan banyak protes. Yang penting, tidak terekspos media. Aku juga tidak menularkan penyakit berbahaya. Dan aku hanya berhubungan dengan satu wanita saja saat ini tidak ada yang lain lagi. Dan aku pastikan dia adalah wanita yang baik," kata Billy."Wanita yang baik tidak akan mengganggu suami orang," kata Sandara kesal."Kapan dia mengganggu ketenangan kita? Rumah tangga k