"Semalam kamu ke mana, Mas? Aku terbangun tengah malam dan tidak menemukanmu," kata Rembulan saat pagi hari ia terbangun. Aldo yang baru saja keluar dari kamar mandi hanya tersenyum."Aku nggak bisa tidur, jadi aku duduk sambil membaca di teras samping dekat kolam renang, Sayang," jawab Aldo berdusta. Tidak mungkin ia mengatakan jika semalam ia baru menemani Mentari tidur di kamarnya, bukan?"Hmm ... Mas, aku ingin bertanya. Semalam aku tidak sengaja membuka ponselmu dan melihat chatmu dengan kontak pasienku. Apa dia pasienmu yang sudah sehat dan mengundangmu makan siang?" tanya Rembulan hati-hati. Ia tidak mau jika menyinggung perasaan Aldo seperti kemarin dan membuat mereka bertengkar."Iya, itu pasienku. Aku yang bertanggung jawab atas operasinya, jadi beliau memintaku berkunjung. Kebetulan dia adalah temanku sewaktu aku masih di bangku SMA. Kamu nggak cemburu, kan?" tanya Aldo. Rembulan bergegas mengukir senyuman di bibirnya."Nggak, masa sih aku cemburu kepada pasien suamiku send
“Kalau kamu mau berperang denganku, kamu salah, Mbak. Aku tidak akan mengalah untuk mempertahankan apa yang menjadi milikku,” kata Rembulan.Tiba-tiba saja ponsel Mentari berdering, melihat nama Bella yang muncul di layar Mentari pun segera mengangkatnya."Baik, aku segera pulang ke apartemen," kata Mentari."Kenapa, Tari? Kita belum selesai bicara," kata Rembulan."Ada hal penting yang harus aku bicarakan dengan managerku. Dan masalah tadi, lebih baik kamu persiapkan diri saja. Kamu boleh bertahan, tapi kita lihat saja siapa yang menjadi pemenangnya," kata Mentari.Mentari pun segera meninggalkan Rembulan yang diam terpaku. Gadis cantik itu pun bergegas pulang ke apartemennya. Saat ia tiba, ternyata sudah ada Billy dan Bella di sana. Billy langsung menarik tangan Mentari dan menyuruhnya duduk di sofa sambil menatap Mentari dengan tajam."Kamu hamil, Tari?" tanyanya tanpa basa basi.Mentari menelan saliva dan menghela napas perlahan kemudian mengembuskannya."Om tau dari Bella, kata B
Billy yang belum sampai ke puncak, membalikkan tubuh Mentari dan kali ini Billy yang memimpin dengan posisi man on top. Lelaki itu pun mulai memompa dan Mentari kembali mendesah karena hasratnya bangkit kembali, lalu mereka pun merasakan pelepasan bersama.Dengan napas tersengal Billy merebahkan tubuhnya di samping Mentari."Ada yang kamu minta hari ini? Tari?" tanyanya.Mentari tersenyum manis lalu membisikkan sesuatu di telinga Billy. Lelaki itu hanya tertawa kecil mendengar permintaan Mentari."Hmm ... kamu mau meminjam villa? Bersama Aldo?""Aku hanya ingin bersenang-senang dengannya sebentar saja, Om. Apa boleh?" tanya Mentari."Baiklah, kamu juga boleh meminjam mobil mewahku. Tapi, ingat harus menjaganya dengan baik. Jangan sampai satu hari Sandara mengeceknya lalu ... ya kamu tau sendirilah bagaimana Sandara," kata Billy."Aku mengerti, Om. Aku hanya meminjamnya sebentar saja," kata Mentari sambil mengedipkan sebelah matanya."Kamu ini, paling bisa memancing Om. Bagaimana kalau
_POV ALDO_Konyol, aku memaki diriku sendiri. Tentu saja Mentari tidak ingin langsung bercinta denganku. Semua perempuan membutuhkan pemanasan lebih dulu. Fore play. Ah, kenapa mendadak aku menjadi bodoh begini. Seperti perjaka yang baru pertama melakukannya saja.“Dituangkan dong,” tegur Mentari ketika melihatku hanya berdiam diri. “Supaya bisa diminum. Memangnya tidak haus? Kamu kenapa, Mas? Kok keliatan gugup? Bukannya ini bukanlah hal pertama yang kita lakukan?”Aku menarik napas dalam-dalam, mengingatkan diriku sendiri untuk segera mengatasi kegugupanku, agar bisa segera menguasai keadaan.Dengan kepercayaan diri yang mulai pulih, aku mengambil gelas di tangan Mentari, menuangkan wine ke dalamnya, tidak sampai penuh, lalu menuangkannya untuk diriku sendiri. Ya, Mentari tentu tidak boleh minum alkohol. Apa lagi kondisinya sedang hamil muda. Aku tidak mau kehilangan anakku.Cukup kondisi Rembulan yang membuat aku khawatir, Mentari tidak boleh. Mentari sendiri mengisi gelasnya denga
_POV ALDO_Dan aku tidak mau pertempuran ini cepat berlalu. Aku ingin menikmati setiap detik yang kulalui.Tampaknya Mentari dapat merasakan bahwa aku tidak akan secepat itu menyerah, sedangkan ia sudah berkali-kali mengalami orgasme. Sehingga ia mengganti strategi, dengan semakin cepat menekan tubuhku, dan menindihku sampai batas terdalam. Aku sampai mengejang-ngejang karena mencapai nikmat tertinggi.Aku sampai seperti melambung ke puncak angkasa. Tanganku terlepas dari setir. Kakiku lengah tidak berada di dekat pedal rem. Seluruh aliran darahku seperti mengalir deras ke satu titik. Seperti kawah yang siap meletus.“Mentari!” teriakku merasa sudah mendekati ujung ledakan. “Aku hampir sampai!”Ketika itu terdengar bunyi klakson yang memekakkan telinga, sebuah truk menyerobot jalan di depan dengan kecepatan tinggi… jaraknya terlalu dekat… beberapa detik lagi Ferrari ini akan menabraknya... kecelakaan maut sudah berada di depan mata….Beberapa detik sebelum moncong Ferrari menabrak tru
Aldo menatap Mentari, rasanya ia tidak bisa membiarkan Mentari pergi meninggalkannya. Ia tidak boleh membiarkan hal itu terjadi. Tapi, jika Mentari tetap di Indonesia, sudah pasti semua akan tau jika Mentari hamil.Ah, Aldo benar-benar bingung."Kamu memikirkan apa, Mas? Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan. Aku tidak memintamu untuk menceraikan Rembulan besok. Malam ini kita tidur di sini. Besok pagi, tolong antar aku ke apartemen dan kamu besok pagi harus pulang. Pikirkan saja alasan apa yang nanti akan kamu buat pada Rembulan jika dia bertanya kenapa kamu tidak pulang semalam," ujar Mentari.Aldo mengangguk, ia membawa Mentari ke dalam pelukannya. Malam ini rasanya sudah cukup untuk bercinta. Terlebih lagi adrenalin mereka tadi sudah cukup terpacu. Tak beberapa lama kemudian keduanya pun pulas tertidur.Pagi harinya Aldo yang terbangun lebih dulu langsung ke kamar mandi dan menyalakan air hangat. Ia butuh kesegaran pagi ini. Dan saat ia selesai ternyata Mentari sudah bangun dan seda
"Baru pulang kamu, Mas?" tanya Sandara saat Billy baru saja memasuki kamar mereka."Iya, kenapa Ra? Tumben. Bukannya udah biasa kalau aku pulang kadang juga nggak?""Aku mengerti dan cukup paham dengan apa yang kamu lakukan di luar sana, Mas. Bukannya aku tidak tau dengan apa yang kamu lakukan termasuk juga dengan perselingkuhanmu dengan artis-artismu," kata Sandara.Entah mengapa malam ini ia ingin sekali melampiaskan segala kekesalannya kepada Billy.Rasanya sudah cukup ia menahan kecemburuan kepada Billy. Billy tertawa kecil dan menatap sang istri."Dara, jangan mulai. Ini sudah lama terjadi dan biasanya kau tidak akan banyak protes. Yang penting, tidak terekspos media. Aku juga tidak menularkan penyakit berbahaya. Dan aku hanya berhubungan dengan satu wanita saja saat ini tidak ada yang lain lagi. Dan aku pastikan dia adalah wanita yang baik," kata Billy."Wanita yang baik tidak akan mengganggu suami orang," kata Sandara kesal."Kapan dia mengganggu ketenangan kita? Rumah tangga k
"Kamu nggak salah, Mas?" tanya Rembulan saat Aldo pulang dari bekerja dan menyatakan niatnya untuk pindah ke Singapura."Nggak, Lan. Aku sudah memutuskan ini dan juga sudah mulai mencari apartemen untuk kita tinggali selama di sana.""Tapi, bagaimana dengan pekerjaanku di sini, Mas?""Rembulan, ada kakakmu dan juga kamu ini anak perempuan. Anak perempuan adalah milik suaminya jika sudah menikah."Rembulan terdiam, ia memang menginginkan untuk mengabdi sebagai istri. Tapi apakah harus secepat ini?"Kenapa mendadak sekali, Mas?" tanya Rembulan."Sebenarnya sudah sejak lama, sebelum kita menikah. Aku memang ingin meneruskan S3 di sana. Hanya dua tahun saja, Rembulan. Apa sih arti dua tahun untukmu? Atau kamu mau kita terpisah? Bagaimana jika kamu melahirkan anak kita di sini tanpa aku? Apa kamu sanggup?" tanya Aldo.Rembulan menundukkan kepalanya, tidak ia pasti tidak akan sanggup jika harus jauh dari Aldo dan saat ini ia sebenarnya ingin menjauhkan Aldo dari Mentari juga. Perkataan Men
Rumah Mentari mendadak ramai, dua kamar tamu terisi dan setiap hari ada saja yang membuat Mentari tertawa geli. Laksmi dan Rembulan dengan semangat membagi tugas. Laksmi merawat Mentari dengan jamu-jamu tradisional buatannya dan juga tak lupa mengoleskan obat buatannya ke perut Mentari.Setiap pagi, Laksmi akan membuatkan kunyit asam sirih untuk Mentari minum setiap hari. Selain itu untuk mengembalikan bentuk tubuh Mentari seperti semula, Laksmi membuat jamu dengan bahan-bahan yang terdiri dari 7 gram daun papaya, daun jinten, 10 gram kayu rapet, 10 gram daun sendok, 7 gram daun iler, 7 gram daun sambilonto dan 7 gram asam Jawa. Semua bahan-bahan ini ia tumbuk halus lalu direbus dalam dua gelas air hingga mendidih. Dan, Mentari mau tidak mau meminumnya sambil memejamkan mata.Belum lagi setiap pagi Laksmi mengoleskan kapur sirih yang campur jeruk nipis sebelum memakaikan bengkung yang panjangnya hampir 7 meter itu di perut Mentari. Dan, meski Mentari merasa sesak, Laksmi benar-benar
_4 bulan kemudian_Tidak banyak hal yang terjadi dalam waktu 4 bulan. Semua berjalan dengan normal dan juga lancar-lancar saja. Namun, pagi saat akan menjalankan ibadah solat subuh Mentari terkejut melihat ada darah yang menetes, dan ia merasa perutnya terasa sedikit sakit. Perlahan, ia membangunkan Aldo."Mas, perutku sakit..." keluh Mentari. Aldo langsung membuka matanya dan menatap istrinya yang meringis kesakitan. Ia bertambah panik saat melihat ada darah yang mengalir di kaki Mentari."Ya Allah, kita ke rumah sakit sekarang. Tunggu, aku panaskan mobil sebentar."Aldo langsung mengganti pakaiannya, dan ia berlari keluar kamar. Sutinah yang melihat Aldo panik langsung menghampiri."Ada apa, Pak?" tanyanya."Ibu mau lahiran. Cepat bawakan tas yang sudah disiapkan."Untung saja seminggu sebelumnya Laksmi datang dan berinsiatif untuk mengemasi perlengkapan Mentari. Setelah memberikan tas berisi perlengkapan. Sutinah pun membantu Mentari mengganti pakaiannya. Aldo makin panik saat Men
Shanghai memang terkenal sebagai pusat wisata. Shanghai Centre Theatre adalah salah satunya. Mentari dan Aldo pun memutuskan untuk menikmati hiburan yang berbeda dengan tontonan yang lain. Mereka sangat terhibur dengan pertunjukan acrobat yang mengusung kelas dunia. Penampilan para pemainnya tidak perlu di ragukan.Karena mereka sudah sangat terlatih. Mereka menggunakan gerakan-gerakan yang sangat eksotis, untuk koreografer, Mentari pun merasa sangat terhibur. Karena koreografer yang di sajikan memang sangat mengagumkan. Wisata acrobat ini memang sangat terkenal di China, karena itulah Mentari memilih Shanghai sebagai destinasi Baby Moon mereka.Setelah menikmati tontonan yang menarik, Fengying mengajak mereka ke Pasar malam kuliner Changli.Pasar malam di Shanghai ini sering dikunjungi oleh wisatawan dan penduduk setempat yang rela antri untuk melahap daging ayam dan kebab makanan laut bakar saat mayoritas penduduk di kota itu tertidur lelap. Tempat ini merupakan tempat yang disukai t
Mentari hanya tersenyum dan mendekat kemudian masuk ke dalam pelukan Aldo. Dibiarkannya Aldo membelai perutnya dengan mesra."Mas, jika terjadi sesuatu denganku lalu kau harus memilih, siapa yang akan kau pilih? Aku atau anak kita?" tanya Mentari."Jangan pernah bertanya sesuatu hal yang aku tidak bisa menjawabnya Mentari. Kau dan anakku adalah harta yang terindah dalam hidupku. Aku tidak bisa memilih salah satu dari kalian berdua.""Aku kan hanya bertanya, Mas."Tiba-tiba saja Mentari melihat suami tercintanya itu menitikkan air mata."Jangan, Ri. Aku selalu meminta pada Tuhan supaya kau dan anak kita sehat dan selamat. Aku ingin melihatmu menggendong anak kita. Aku ingin kita merawat dan membesarkan anak kita bersama, kemudian kita akan menua bersama. Kau adalah segalanya buatku Mentari," kata Aldo dengan suara yang bergetar karena air mata. Mentari terharu melihat kesungguhan di mata Aldo. Ia pun memeluk suaminya dengan erat sambil memejamkan matanya."Kau kenapa, Ri? Apa ada yang
Hari ini Aldo dan Mentari tampak rapi. Mereka akan menghadiri pesta pernikahan Kendric sahabat Aldo. Ya, Kendric akan menikah dengan wanita pilihan Sita yang bernama Herlina. Sebenarnya, Aldo sedikit khawatir dengan kondisi Mentari. Tapi, setelah bertanya kepada dokter Elvira , Aldo pun berani membawa Mentari ke pesta pernikahan. Lagipula Mentari juga merasa tidak enak jika tidak menghadiri pernikahan sahabat baik sang suami."Kita hanya sebentar saja di sana ya, sayang. Aku tidak mau kau terlalu lelah. Dan kau juga tidak boleh mengenakan sepatu tinggi. Ingat, dokter Elvira menganjurkan untuk memakai flat shoes.""Iya, Mas. Kita hanya sebentar saja kesana. Setelah itu kita langsung pulang. Lagipula, seminggu ini aku hanya berbaring seharian sambil menonton, aku ingin keluar sebentar saja," kata Mentari.Aldo tersenyum dan memeluk Mentari, perlahan ia mengelus perut Mentari yang masih rata dan mendekatkan wajahnya pada perut sang istri."Hai jagoan papa, kamu harus sehat di perut Mama
Ridwan dan Rembulan kebetulan memang sedang berada di rumah hanya tertawa mendengar cerita Aldo tentang sang istri."Mangga muda? Kamu mampir saja kemari, pohon manggaku kebetulan sedang berbuah. Dan, kalau tidak salah ada beberapa yang masih mengkal dan pasti asam rasanya. Mampirlah, biar aku pilih yang muda dan mengkal," kata Ridwan. Aldo langsung bersemangat, ia pun bergegas mengemudikan mobilnya menuju ke rumah Ridwan.Sesampainya di rumah Ridwan, ternyata iparnya itu sudah menunggu."Maaf merepotkan, Wan. Tadinya aku mau mencarinya ke toko buah. Tapi...""Memang begitu wanita jika sedang ngidam," jawab Ridwan sambil tersenyum."Beberapa hari ini, aku memang melihat Mentari sering muntah-muntah. Tapi, aku pikir hanya masuk angin biasa saja. Tiba-tiba tadi pagi ia langsung jatuh pingsan. Aku benar-benar panik.""Kamu harus lebih memperhatikannya. Wanita disaat sedang hamil terlebih di trimester pertama biasanya mudah marah, mudah menangis. Mood nya harus benar-benar kamu jaga.""
_ 5 TAHUN KEMUDIAN_Tak terasa pernikahan Mentari dan Aldo menikah sudah lima tahun. Kehidupan rumah tangga mereka berjalan dengan sangat baik dan begitu mesra. Pagi itu, Mentari terbangun dengan perasaan yang sedikit tidak nyaman. Ia merasa seminggu ini dia begitu mudah lelah."Kenapa sayang?" tanya Aldo saat melihat sang istri kembali berbaring lagi setelah solat subuh bersama."Tidak tau, Mas. Aku rasanya tidak enak badan. Tadi,saat aku masak aroma masakan itu membuat aku mual dan pusing. Jadi, aku minta Inem yang melanjutkan. Tidak apa-apa, kan?"Aldo tersenyum, ia meraba dahi Mentari, tidak demam tapi ia melihat wajah Mentari tampak pucat."Kamu ini istriku, bukan chef atau asisten rumah tangga yang harus selalu siap memasak. Kita ke dokter, ya?""Aku mungkin hanya masuk a..."Tiba-tiba Mentari merasa mual yang luar biasa, ia bergegas bangkit dan langsung ke kamar mandi dan memuntahkan semua isi perutnya. Demi melihat kondisi sang istri, Aldo langsung menyusul ia mengurut tengkuk
Siang itu Erlangga menepati janjinya. Ia menjenguk Ayunda di rumah sakit jiwa. Kondisi wanita itu masih sama seperti ketika Mentari datang berkunjung. Saat Erlangga datang, Mentari dan Aldo tampak baru saja mengunjungi Ayunda."Kamu sudah bertemu dia?" tanya Erlangga enggan menyebutkan nama Ayunda. Mentari hanya mengangguk."Iya, Mas. Kondisinya masih sama dan menurut dokter setiap hari dia selalu menceritakan tentang anaknya yang bernama Erlangga. Sebaiknya kamu melihatnya." Erlangga menganggukkan kepalanya."Jangan dulu pulang, kita bisa bicara kan?" tanyanya kepada sang adik. Mentari menatap ke arah Aldo dan saat sang suami menganggukkan kepalanya ia pun mengiyakan permintaan Erlangga. Erlangga pun segera melangkah ke ruangan di mana Ayunda dirawat. Tanpa terasa air matanya menetes perlahan. "Kamu nggak perlu menghukum dirimu seperti ini, Nyonya. Kamu hanya perlu bertobat dan meminta ampunan kepada Tuhan." Mendengar suara Erlangga, pandangan
Mentari baru saja menyelesaikan laporannya ketika ponselnya berdering. Saat melihat siapa yang menelepon ia pun segera mengangkatnya. Namun, setelah beberapa saat wajahnya berubah pucat. Dengan cepat ia pun segera berlari ke ruangan sang kakak, Buana. "Mas ...." Buana yang baru saja beranjak hendak makan siang langsung mengerutkan dahi saat melihat adiknya masuk dengan wajah panik."Tari, ada apa? Kamu baik-baik saja?" tanyanya. "Kita harus ke rumah sakit sekarang, Mas.""Siapa yang sakit? Bisma? Papa?" cecar Buana ikut panik. Mentari hanya menggelengkan kepalanya dan segera menarik tangan kakaknya itu dengan cepat. "Kita pakai mobil masing-masing saja, Mas." Buana akhirnya hanya mengikuti saja kemauan sang adik. Saat ini Rembulan dan Ridwan masih dalam perjalanan bulan madu, sementara perusahaan mereka berdua yang mengurus. Mentari yang pintar belajar dengan cepat sehingga perusahaan Suseno pun semakin maju. Buana hanya mengerutkan dahi saat Mentari me