Rembulan menggelengkan kepalanya perlahan."Aku yang salah, Ma. Aku hanya tidak sabar untuk bisa meninggalkan tempat tidur ini. Aku bosan, Ma. Aku hanya bosan. Setiap hari beristirahat tanpa mengerjakan sesuatu. Aku ingin bebas bekerja lagi. Kenapa sih kandunganku harus lemah begini, Ma? Kenapa aku harus kehilangan anakku?" keluh Rembulan."Jadi, Aldo marah karena?""Karena ia menganggap aku lebih mementingkan pekerjaan dan tidak mencintai anaknya. Padahal kemarin dia bilang semua bukan salahku. Dan sebagai dokter dia tau jika memang bukan salahku, kan, Ma?" Ayunda tersenyum dan membelai rambut putrinya itu. "Bukan mama membela Aldo, dia kesal karena kamu ngeyel. Dia ingin kamu sehat kembali. Kuretase memang tidak sama dengan melahirkan, tetapi di dalamnya kan luka kita tidak bisa melihat. Kamu memang harus pulih dan menjaga kesehatan. Memang kamu tidak mau hamil lagi?" kata Ayunda."Iya, Mama.""Sudahlah, jangan mengeluh dan cemberut. Memang apa sih yang kamu
"Lapar, Sayang? Sekarang aku akan melayanimu, Mas," kata Mentari sambil mengedipkam matanya. Gadis itu melucuti pakaian Aldo hingga hanya menyisakan celana boxer yang dipakai kekasihnya itu.Perlahan, Mentari memutar spageti dengan garpu dan mulai menyuapi Aldo. Aldo yang memang sedang ingin dimanja membiarkan saja Mentari berbuat semauya. Ia makan dengan lahap setiap suapan yang disuapkan Mentari ke mulutnya.Namun, saat spageti itu tinggal tersisa dua suap lagi, dengan sengaja Mentari menumpahkan spageti itu di perutnya yang terbuka dan tampak begitu putih mulus. Ah, Aldo mengerti apa yang saat ini Mentari inginkan. Dengan cepat lelaki itu menjilat spageti yang tumpah di atas perut Mentari dan sebelah tangannya menarik bra yang Mentari kenakan hingga kedua bukit yang kenyal dengan pucuknya yang berwarna pink itu tampak menggoda.Dengan cepat Aldo memakan seluruh spageti di perut Mentari dan menjilat habis tak tersisa. Kemudian, dengan cepat ia menggendong Mentari ke dalam kamar. Di
Mentari memberikan sabur cair ke telapak tangan Aldo. Aldo segera mengusapkan kedua tangannya di kedua puncak bukit milik Mentari. Bermain-main di sana, seperti seorang pendaki yang berlari-lari naik turun, hingga busa berlimpah-limpah memenuhi dadanya.“Mas …,” gumam Mentari dengan mata terpejam menikmati,”kamu jangan nakal dong….”“Kalau nggak nakal, kamu nggak bakal suka, kan,” sahut Mentari sambil merapatkan pinggangku ke pinggul Mentari. Sengaja. Supaya Mentari merasakan bahwa senjata Aldo sudah siap dipakai untuk berperang lagi. Rupanya ia menyadari reaksi yang terjadi di bawah pinggang lelaki itu. Ia menggesek-gesekkan pinggulnya, busa sabun membuat milik Aldo seperti digesek-gesekkan ke permukaan sutera, sensasinya membuat Aldo semakin bernapsu. Rupanya Mentari juga senang mencengkeram milik Aldo. Mentari mengarahkan senjata Aldo untuk menembus melalui celah-celah pahanya. Ia separuh membungkuk, untuk mempermudah jalan bagi senjata
"Kamu ini bicara apa, Mentari? Kamu itu tetap anak papa dan mama. Hanya kamu saja yang selalu menjauh dari kami," kata Ayunda dengan hangat.Makan malam kali ini tidak ada pertengkaran yang terjadi di antara Rembulan dan Mentari. Bahkan Mentari terlihat begitu memperhatikan Rembulan. Hanya Aldo yang tampak was-was dan cemas. Bagaimana tidak, biasanya Rembulan dan Mentari selalu bertengkar hanya karena masalah sepele."Ma, Pa. Ini undangan premier untuk film terbaru aku. Kalau papa dan mama bisa-""Kita nonton sama-sama, ya, Pa, Ma," kata Rembulan memotong ucapan saudara kembarnya.Suseno dan Ayunda saling pandang, sejak dulu Ayunda memang tidak pernah mendukung karir Mentari. Dan Suseno memilih untuk mendukung Mentari diam-diam karena malas jika harus ribut dengan sang istri."Selama ini, kita kan nggak pernah mendukung Mbak Mentari, Pa, Ma. Aku sendiri sudah melihat bagaimana akting Mbak Mentari di Lombok kemarin. Dan aku penasaran juga ingin menontonnya," kata Rembulan."Kamu ngidam
"Semalam kamu ke mana, Mas? Aku terbangun tengah malam dan tidak menemukanmu," kata Rembulan saat pagi hari ia terbangun. Aldo yang baru saja keluar dari kamar mandi hanya tersenyum."Aku nggak bisa tidur, jadi aku duduk sambil membaca di teras samping dekat kolam renang, Sayang," jawab Aldo berdusta. Tidak mungkin ia mengatakan jika semalam ia baru menemani Mentari tidur di kamarnya, bukan?"Hmm ... Mas, aku ingin bertanya. Semalam aku tidak sengaja membuka ponselmu dan melihat chatmu dengan kontak pasienku. Apa dia pasienmu yang sudah sehat dan mengundangmu makan siang?" tanya Rembulan hati-hati. Ia tidak mau jika menyinggung perasaan Aldo seperti kemarin dan membuat mereka bertengkar."Iya, itu pasienku. Aku yang bertanggung jawab atas operasinya, jadi beliau memintaku berkunjung. Kebetulan dia adalah temanku sewaktu aku masih di bangku SMA. Kamu nggak cemburu, kan?" tanya Aldo. Rembulan bergegas mengukir senyuman di bibirnya."Nggak, masa sih aku cemburu kepada pasien suamiku send
“Kalau kamu mau berperang denganku, kamu salah, Mbak. Aku tidak akan mengalah untuk mempertahankan apa yang menjadi milikku,” kata Rembulan.Tiba-tiba saja ponsel Mentari berdering, melihat nama Bella yang muncul di layar Mentari pun segera mengangkatnya."Baik, aku segera pulang ke apartemen," kata Mentari."Kenapa, Tari? Kita belum selesai bicara," kata Rembulan."Ada hal penting yang harus aku bicarakan dengan managerku. Dan masalah tadi, lebih baik kamu persiapkan diri saja. Kamu boleh bertahan, tapi kita lihat saja siapa yang menjadi pemenangnya," kata Mentari.Mentari pun segera meninggalkan Rembulan yang diam terpaku. Gadis cantik itu pun bergegas pulang ke apartemennya. Saat ia tiba, ternyata sudah ada Billy dan Bella di sana. Billy langsung menarik tangan Mentari dan menyuruhnya duduk di sofa sambil menatap Mentari dengan tajam."Kamu hamil, Tari?" tanyanya tanpa basa basi.Mentari menelan saliva dan menghela napas perlahan kemudian mengembuskannya."Om tau dari Bella, kata B
Billy yang belum sampai ke puncak, membalikkan tubuh Mentari dan kali ini Billy yang memimpin dengan posisi man on top. Lelaki itu pun mulai memompa dan Mentari kembali mendesah karena hasratnya bangkit kembali, lalu mereka pun merasakan pelepasan bersama.Dengan napas tersengal Billy merebahkan tubuhnya di samping Mentari."Ada yang kamu minta hari ini? Tari?" tanyanya.Mentari tersenyum manis lalu membisikkan sesuatu di telinga Billy. Lelaki itu hanya tertawa kecil mendengar permintaan Mentari."Hmm ... kamu mau meminjam villa? Bersama Aldo?""Aku hanya ingin bersenang-senang dengannya sebentar saja, Om. Apa boleh?" tanya Mentari."Baiklah, kamu juga boleh meminjam mobil mewahku. Tapi, ingat harus menjaganya dengan baik. Jangan sampai satu hari Sandara mengeceknya lalu ... ya kamu tau sendirilah bagaimana Sandara," kata Billy."Aku mengerti, Om. Aku hanya meminjamnya sebentar saja," kata Mentari sambil mengedipkan sebelah matanya."Kamu ini, paling bisa memancing Om. Bagaimana kalau
_POV ALDO_Konyol, aku memaki diriku sendiri. Tentu saja Mentari tidak ingin langsung bercinta denganku. Semua perempuan membutuhkan pemanasan lebih dulu. Fore play. Ah, kenapa mendadak aku menjadi bodoh begini. Seperti perjaka yang baru pertama melakukannya saja.“Dituangkan dong,” tegur Mentari ketika melihatku hanya berdiam diri. “Supaya bisa diminum. Memangnya tidak haus? Kamu kenapa, Mas? Kok keliatan gugup? Bukannya ini bukanlah hal pertama yang kita lakukan?”Aku menarik napas dalam-dalam, mengingatkan diriku sendiri untuk segera mengatasi kegugupanku, agar bisa segera menguasai keadaan.Dengan kepercayaan diri yang mulai pulih, aku mengambil gelas di tangan Mentari, menuangkan wine ke dalamnya, tidak sampai penuh, lalu menuangkannya untuk diriku sendiri. Ya, Mentari tentu tidak boleh minum alkohol. Apa lagi kondisinya sedang hamil muda. Aku tidak mau kehilangan anakku.Cukup kondisi Rembulan yang membuat aku khawatir, Mentari tidak boleh. Mentari sendiri mengisi gelasnya denga