"Sebenarnya apa yang kamu inginkan?" Adam berhasil mengejar Angel dan mencekal lengan perempuan itu. "Kenapa kamu pergi begitu saja? Apa kamu marah denganku?"Angel tidak langsung menjawab. Dia memandang ke arah lengannya yang dipegang Adam, baru kemudian menatap wajah atasannya itu. "Tidak, Pak," jawabnya. "Saya memang kerap kali merasa kesal kepada Anda, tapi tidak sampai marah.""Lalu, kenapa kamu pergi? Apakah ada masalah?""Tidak ada.""Oke." Adam mengangguk. "Kalau begitu, ayo kita kembali saja ke restoran."Adam sudah setengah menarik lengan Angel, tapi sekretarisnya itu menolak. "Pak, kalau Anda ingin makan siang di sana, silakan. Tapi jangan mengajak saya, ya, Pak.""Kenapa?""Kalau sedang ada kolega yang sedang kita jamu, tidak apa-apa. Saya tidak keberatan menemani Anda, tapi kalau hanya kita berdua saja saya mohon maaf."Adam memejam sesaat. Saat ini ada suatu emosi yang seketika bergolak di dalam dirinya. Entah mengapa, penolakan Angel tersebut membuatnya merasa kecewa.
Selama ini, Adam selalu yakin kalau dia bisa memegang kendali penuh atas dirinya. Segala jenis keputusan yang diambil, selalu dia laksanakan tanpa ada rasa keraguan sedikit pun. Bahkan saat dia menghadapi suatu situasi yang tidak pasti, Adam tidak pernah menyangsikan kemampuan dirinya. Dia adalah orang yang tidak pernah mengambil keputusan yang tidak rasional. Dia adalah seseorang yang teguh dan juga mandiri. Adam juga bukan pribadi yang mudah terpengaruh oleh hal apa pun. Bisa dikata, Adam Alexei Agentine adalah sosok lelaki yang setegar batu karang. Namun kalau begitu, sekarang ini apa yang sedang dia lakukan? "Apakah Anda suka dengan yang pedas atau tidak, Pak?" Angel bertanya dengan wajah ceria. Perempuan itu berseru kepadanya dari tempat pedagang pinggir jalan yang menjual hotdog dan aneka jajanan lain berbahan sosis. "Antara cheese dog atau chili dog, mana yang lebih ingin Anda makan?" Bagaimana dengan salmon yang disajikan di atas daun arugula, pasta dengan saus toma
Bagaimana kalau dia membantu Angel membersihkan lelehan saus yang bercampur mayonaise itu? Adam mendapati dirinya meneguk ludah. Entah mengapa, saat ini tenggorokannya tiba-tiba saja terasa begitu kering. Apakah secara mendadak cuaca menjadi lebih panas, ya? Sebab rasa-rasanya Adam merasa lebih gerah. Lelaki itu lantas melonggarkan simpulan dasinya dan membuka kerah kemeja paling atas, tapi sepertinya hal tersebut tidak cukup membantu. Apalagi bila melihat Angel saat ini. Menyadari sausnya yang tumpah, perempuan itu memutuskan untuk segera menghabiskan sisa hotdog-nya. Namun, ternyata itu bukanlah hal yang mudah. Masih ada sisa hotdog separuh lebih dan sepertinya mulut Angel termasuk mungil, sehingga tidak muat untuk memasukkan semuanya. Masalahnya, gara-gara melihat itu mengakibatkan sesuatu yang ada di antara kedua kaki Adam mulai bereaksi. "Sialan," dengusnya, semakin merasakan siksaan saat melihat ujung sosis yang keluar masuk beberapa kali di mulut Angel. Adam tahu ba
Deru napas Raka memburu. Meski tubuh mungil perempuan yang berada di bawahnya sudah lemas, lelaki itu terus saja bergerak dengan kuat. Terdengar suara rintihan pelan yang berubah menjadi erangan, sewaktu Raka meremas kuat sepasang buah dada tersebut. Tidak terlalu lama kemudian, gerakan lelaki itu terasa lebih kuat dan cepat, sebelum akhirnya dia menegang dan mengejang beberapa kali. Ada desah kepuasan yang lolos dari bibirnya saat dia lantas membungkuk dan melumat habis bibir perempuan itu. "Aku masih mau lagi," bisiknya, menciumi leher perempuan itu yang dibasahi keringat dan bahkan menjilat serta menggigitnya. "Tapi kali ini, kamu yang berada di atas.""Tapi, Mas, aku sudah lelah," tolak perempuan itu. "Kita sudah melakukannya selama satu jam. Mas Raka juga sudah membuatku bolos kuliah dengan tiba-tiba memintaku datang."Raka tersenyum menanggapinya. Dengan kasar dia mengeluarkan miliknya dari perempuan itu, lalu tanpa rasa malu sedikit pun berjalan dalam keadaan telanjang ke ar
Ada sesuatu yang aneh dengan atasannya ini. "Apa yang sedang kamu lakukan, Miss Angel?" Angel terlonjak. Dia baru saja selesai menelepon Raka sewaktu Adam tiba-tiba saja datang dan mengejutkannya. "Siapa yang baru saja kamu hubungi?" "Eh? Ini, Pak, saya tadi—" "Peraturan nomor lima, Miss Angel," potong Adam dengan nada menggeram. "Tidak boleh menelepon atau menerima telepon untuk urusan pribadi selama bekerja, kecuali bila ada keadaan yang urgent." "Tapi, Pak, saya sebenarnya tadi—" "Tidak ada perdebatan, Miss Angel. Ingat aturan nomor tiga." "Tapi saya menelepon tadi memang untuk urusan pekerjaan, Pak!" Angel terpaksa bicara dengan nada yang sedikit berseru, sebelum Adam memotong ucapannya lagi. "Saya tadi baru saja menghubungi Pak Raka, untuk memberi tahu bahwa sayalah yang akan menangani jamuan entertainment perusahaan beliau." "Apa?" "Kalau tidak percaya, Anda bisa menghubungi beliau saja dan mengonfirmasi langsung hal tersebut." Adam menggertakkan rahang dan langsu
Adam tahu bahwa dia harus segera pergi dari sini atau dia akan benar-benar gila."Apa yang sudah aku lakukan?" keluhnya sembari meremas rambut karena saking kesalnya. "Padahal tidak seharusnya aku berbuat begini. Nanti yang ada, dia justru akan semakin sengit padaku."Namun, mau bagaimana lagi? Mendengar Angel yang sedang berbicara di telepon dengan nada manja seperti tadi, seolah berhasil memercikkan api di dalam diri Adam. Seperti ada semburan panas yang mengalir di seluruh nadi, membuatnya nyaris saja terbakar habis. Hal yang terjadi setelah itu malah lebih parah.Selama tiga puluh menit terakhir Adam mendapati bahwa dirinya ternyata tidak sedang bekerja, melainkan justru asyik mengamati tingkah laku Angel dari CCTV. Padahal lelaki itu tahu persis bahwa masih ada banyak pekerjaannya yang sudah menumpuk dan perlu untuk diselesaikan sesegera mungkin.Bukankah ini sudah gila?"Tapi memang lumayan menyenangkan saat melihat ekspresi kesalnya." Adam masih sempat tertawa kecil, sebelum
Keenan merebut rokok yang tengah dihisap oleh Keke. "Jangan terlalu banyak merokok, Key," ujarnya sambil mematikan rokok tersebut ke asbak yang terletak di atas meja. Keke memberinya tatapan kesal. Dengan cuek perempuan cantik itu lantas mengambil sebatang rokok lagi, lalu menyalakannya. Namun, rupanya Keenan cukup keras kepala. Tanpa ragu lelaki itu kembali merebut rokok dari bibir Keke dan segera mematahkannya di asbak. Sebagai tambahan, Keenan juga mengambil sisa rokok dan juga korek Keke, lantas melemparkannya begitu saja ke dalam tempat sampah. "Enough, Key!" "Jangan ikut campur, Keenan!" "Aku tidak berniat ikut campur, aku hanya peduli padamu. Bagaimana pun kita adalah teman." "Teman di atas ranjang, maksudmu?" Keenan tidak menjawab dan hanya memandangnya sembari menghela napas panjang. "Lain kali, jaga sikapmu terhadap Adam," ujarnya dengan pandangan yang melembut. "Apalagi kalau dari awal dia sudah terlihat suntuk seperti itu. Kita harus lebih berhati-hati lagi bers
Tadinya Raka memang sempat berkata kalau dia tidak berminat dengan Lidia. Namun nyatanya, sekarang ini lelaki itu sedang sibuk naik turun menikmati tubuh istrinya. "Ah, Mas!" desah Lidia dengan mata yang terbuka lebar, terlihat jelas sangat menikmati gerakan memompa dari suaminya. "Mas Raka." Ada seringai di wajahnya. Raka merasa bangga karena selalu bisa membuat siapa pun partner ranjangnya merasa puas, bahkan kewalahan. Dengan sengaja lelaki itu malah memperkuat gerakannya, membuat Lidia semakin mengerang tidak karuan. Sampai kemudian ledakan gairah itu datang. Raka menyurukkan wajah di leher dan rambut Lidia, sementara dia membenamkan dalam-dalam miliknya. Dia bisa merasakan tubuh istrinya yang juga menegang, ketika mencapai puncak kenikmatannya lagi untuk ke sekian kali. Raka berguling di samping Lidia, lalu berbaring telentang. Napasnya masih terengah dan tidak lama kemudian, lelaki itu pun memejam. Dalam beberapa hari ini, Lina jelas tidak bisa menemaninya dan Raka pun ti