Semburan suara tawa Yasmin berhasil menggenapkan rasa kesal Angel. "Bisa diam tidak sih, Yas?" tanyanya dengan nada sewot, menyeruput es Cappucino-nya dengan kekuatan berlebih. Bukannya berhenti, Yasmin justru tertawa semakin keras. Dia seolah tidak peduli meski kelakuannya itu berhasil menarik perhatian beberapa rekan kerja yang juga sedang menikmati waktu makan siang di kantin. Perempuan itu baru berhenti ketika dia tersedak hingga terbatuk-batuk. Dengan terburu-buru Yasmin menyambar gelas berisi es teh milik Aldi yang duduk di depannya, lalu menghabiskannya begitu saja."Rasain!" Angel mendesis penuh dendam, membuat Yasmin melotot ke arahnya sebagai balasan. "Ada temannya kesusahan kok malah ditertawakan. Itu namanya azab menertawakan penderitaan teman, Yas!""Semprull!""Kamu tuh!""Aku mau pesan seblak, nih. Siapa yang mau nitip?"Terima kasih kepada Aldi. Lelaki itu bisa mencium pertanda terjadinya Perang dunia ke lima antara Angel dan Yasmin, sehingga memutuskan untuk mengal
Angel sampai di lobi dengan napas terengah. Demi memenuhi perintah Adam, tadi dia terpaksa berlari-lari dari kantin menuju lift, kemudian kembali berlari dari lift menuju lobi. Ya, Tuhan. Perutnya bahkan belum terisi makan siang, tapi dia sudah harus mengeluarkan banyak tenaga seperti ini.Kalau istilahnya sekarang: lemas, Bestie."Tiga menit, Miss Angel.""Ha? Ya, Pak?""Bukankah tadi aku menyuruhmu untuk datang dalam lima menit? Sekarang sudah pukul satu siang lebih dua puluh delapan menit. Jadi, kamu terlambat tiga menit."Angel belum sanggup untuk menjawab. Dia masih berusaha mengais udara, demi mengurangi rasa sesak akibat berlarian tadi. Namun, ayolah. Bukankah ini sudah berlebihan?Memang ada beberapa kantin karyawan yang tersedia di kantor CC. Hal yang wajar, sebab gedung itu sendiri terdiri dari dua puluh dua lantai. Kantin pertama terdapat di lantai basemen, kantin berikutnya masing-masing berada di lantai lima dan sepuluh, sementara kantin para eksekutif terletak di lant
"Beri tahu aku.""Ya?""Aku membutuhkan rekomendasi darimu, Miss Angel.""Iya, tapi soal apa, Pak? Rekomendasi tentang apa dulu? Jangan bertanya yang aneh-aneh lho, Pak."Bahkan sambil tetap fokus menyetir, Adam masih sempat menjentikkan jarinya ke dahi Angel. "Aduh, Pak. Apa-apaan, sih?" Angel menggerutu. Dia juga segera menutupi dahinya seolah khawatir kalau Adam akan melakukannya lagi. "Kalau isi kepala saya jadi kopyor gara-gara terlalu sering Anda jentik seperti tadi, bagaimana?""Salahmu sendiri.""Bagaimana ceritanya, kok malah saya yang salah? Kan, Pak Adam yang mulai dul—""Apa sebenarnya yang ada di dalam pikiranmu selama ini? Memangnya, kamu kira aku lelaki yang seperti apa, ha?"Atasan gila, suka semaunya, keras kepala, tapi yang pasti memang ganteng, sih, cetus Angel seketika dalam hati. Namun tentu saja, dia tidak segila itu untuk mengatakannya. "Pak Adam juga, sih, tidak jelas sama sekali bicaranya," sahut Angel, tidak mau kalah dan langsung balas mengomel. "Bukannya
"Sebenarnya apa yang kamu inginkan?" Adam berhasil mengejar Angel dan mencekal lengan perempuan itu. "Kenapa kamu pergi begitu saja? Apa kamu marah denganku?"Angel tidak langsung menjawab. Dia memandang ke arah lengannya yang dipegang Adam, baru kemudian menatap wajah atasannya itu. "Tidak, Pak," jawabnya. "Saya memang kerap kali merasa kesal kepada Anda, tapi tidak sampai marah.""Lalu, kenapa kamu pergi? Apakah ada masalah?""Tidak ada.""Oke." Adam mengangguk. "Kalau begitu, ayo kita kembali saja ke restoran."Adam sudah setengah menarik lengan Angel, tapi sekretarisnya itu menolak. "Pak, kalau Anda ingin makan siang di sana, silakan. Tapi jangan mengajak saya, ya, Pak.""Kenapa?""Kalau sedang ada kolega yang sedang kita jamu, tidak apa-apa. Saya tidak keberatan menemani Anda, tapi kalau hanya kita berdua saja saya mohon maaf."Adam memejam sesaat. Saat ini ada suatu emosi yang seketika bergolak di dalam dirinya. Entah mengapa, penolakan Angel tersebut membuatnya merasa kecewa.
Selama ini, Adam selalu yakin kalau dia bisa memegang kendali penuh atas dirinya. Segala jenis keputusan yang diambil, selalu dia laksanakan tanpa ada rasa keraguan sedikit pun. Bahkan saat dia menghadapi suatu situasi yang tidak pasti, Adam tidak pernah menyangsikan kemampuan dirinya. Dia adalah orang yang tidak pernah mengambil keputusan yang tidak rasional. Dia adalah seseorang yang teguh dan juga mandiri. Adam juga bukan pribadi yang mudah terpengaruh oleh hal apa pun. Bisa dikata, Adam Alexei Agentine adalah sosok lelaki yang setegar batu karang. Namun kalau begitu, sekarang ini apa yang sedang dia lakukan? "Apakah Anda suka dengan yang pedas atau tidak, Pak?" Angel bertanya dengan wajah ceria. Perempuan itu berseru kepadanya dari tempat pedagang pinggir jalan yang menjual hotdog dan aneka jajanan lain berbahan sosis. "Antara cheese dog atau chili dog, mana yang lebih ingin Anda makan?" Bagaimana dengan salmon yang disajikan di atas daun arugula, pasta dengan saus toma
Bagaimana kalau dia membantu Angel membersihkan lelehan saus yang bercampur mayonaise itu? Adam mendapati dirinya meneguk ludah. Entah mengapa, saat ini tenggorokannya tiba-tiba saja terasa begitu kering. Apakah secara mendadak cuaca menjadi lebih panas, ya? Sebab rasa-rasanya Adam merasa lebih gerah. Lelaki itu lantas melonggarkan simpulan dasinya dan membuka kerah kemeja paling atas, tapi sepertinya hal tersebut tidak cukup membantu. Apalagi bila melihat Angel saat ini. Menyadari sausnya yang tumpah, perempuan itu memutuskan untuk segera menghabiskan sisa hotdog-nya. Namun, ternyata itu bukanlah hal yang mudah. Masih ada sisa hotdog separuh lebih dan sepertinya mulut Angel termasuk mungil, sehingga tidak muat untuk memasukkan semuanya. Masalahnya, gara-gara melihat itu mengakibatkan sesuatu yang ada di antara kedua kaki Adam mulai bereaksi. "Sialan," dengusnya, semakin merasakan siksaan saat melihat ujung sosis yang keluar masuk beberapa kali di mulut Angel. Adam tahu ba
Deru napas Raka memburu. Meski tubuh mungil perempuan yang berada di bawahnya sudah lemas, lelaki itu terus saja bergerak dengan kuat. Terdengar suara rintihan pelan yang berubah menjadi erangan, sewaktu Raka meremas kuat sepasang buah dada tersebut. Tidak terlalu lama kemudian, gerakan lelaki itu terasa lebih kuat dan cepat, sebelum akhirnya dia menegang dan mengejang beberapa kali. Ada desah kepuasan yang lolos dari bibirnya saat dia lantas membungkuk dan melumat habis bibir perempuan itu. "Aku masih mau lagi," bisiknya, menciumi leher perempuan itu yang dibasahi keringat dan bahkan menjilat serta menggigitnya. "Tapi kali ini, kamu yang berada di atas.""Tapi, Mas, aku sudah lelah," tolak perempuan itu. "Kita sudah melakukannya selama satu jam. Mas Raka juga sudah membuatku bolos kuliah dengan tiba-tiba memintaku datang."Raka tersenyum menanggapinya. Dengan kasar dia mengeluarkan miliknya dari perempuan itu, lalu tanpa rasa malu sedikit pun berjalan dalam keadaan telanjang ke ar
Ada sesuatu yang aneh dengan atasannya ini. "Apa yang sedang kamu lakukan, Miss Angel?" Angel terlonjak. Dia baru saja selesai menelepon Raka sewaktu Adam tiba-tiba saja datang dan mengejutkannya. "Siapa yang baru saja kamu hubungi?" "Eh? Ini, Pak, saya tadi—" "Peraturan nomor lima, Miss Angel," potong Adam dengan nada menggeram. "Tidak boleh menelepon atau menerima telepon untuk urusan pribadi selama bekerja, kecuali bila ada keadaan yang urgent." "Tapi, Pak, saya sebenarnya tadi—" "Tidak ada perdebatan, Miss Angel. Ingat aturan nomor tiga." "Tapi saya menelepon tadi memang untuk urusan pekerjaan, Pak!" Angel terpaksa bicara dengan nada yang sedikit berseru, sebelum Adam memotong ucapannya lagi. "Saya tadi baru saja menghubungi Pak Raka, untuk memberi tahu bahwa sayalah yang akan menangani jamuan entertainment perusahaan beliau." "Apa?" "Kalau tidak percaya, Anda bisa menghubungi beliau saja dan mengonfirmasi langsung hal tersebut." Adam menggertakkan rahang dan langsu