Suara notifikasi ponsel Angel tidak berhenti berbunyi, sampai akhirnya perempuan itu pun mengaktifkan mode hening. Tanpa perlu untuk memeriksa ponselnya pun, dia sudah tahu siapa yang terus menerus mengiriminya pesan. Raka bahkan menelepon ratusan kali, selama tiga hari berturut-turut. Rasanya terlalu melelahkan kalau Angel harus menanggapi semuanya satu persatu. "Kabar baiknya adalah Raka bersedia menurut, sewaktu aku katakan agar jangan pernah datang ke apartemen sebelum aku ijinkan," gumamnya, dengan terampil memilih dan memilah beberapa data. "Awas saja kalau dia sampai nekat datang." Dia baru saja mengirimkan hasil pekerjaannya tersebut melalui email, sewaktu melihat Yasmin melintas dengan begitu terburu. Dahi Angel pun mengernyit. Tumben sekali Yasmin sampai berlari-lari seperti itu. Berpikir sejenak, dia lantas mengangkat bahu. Angel lalu memasukkan kembali ponselnya ke saku dan memutuskan pergi ke kantin untuk makan siang. Namun sesampainya di sana, lagi-lagi perempuan
Lidia berjalan keluar dari sebuah toko perhiasan dengan langkah bahagia. Hari ini adalah hari ulang tahun pernikahannya dengan Raka yang ketiga. Dia sudah membelikan pin dasi yang terbuat dari emas dan berhiaskan berlian sebagai hadiah untuk suaminya. Selain itu, nanti Lidia juga akan memasak sendiri semua menu untuk makan malam istimewa mereka nanti. "Mas Raka pasti akan senang kalau aku masakkan makanan kesukaannya." Lidia merasa begitu bahagia dan bersemangat. "Sudah lama rasanya kami tidak makan malam romantis." Cap jay, gurami asam manis dan juga kepiting telur asin. Lidia sudah menyiapkan semua bahannya. "Mas Raka juga sudah tidak lagi tidur di ruang kerjanya dan bahkan semalam kami pun berhubungan intim," gumamnya, merasa benar-benar bahagia karena mengingat bahwa semalam suaminya sendirilah yang datang dan meminta jatah kepadanya. "Dia masih mencintaiku. Suamiku masih menginginkanku. Oh, ya ampun. Berarti memang benar, kalau semua ini gara-gara perempuan rendahan itu. Nyat
Bahkan tanpa berganti baju atau sekedar mencuci tangan dan kaki, Angel langsung melemparkan tubuhnya ke atas tempat tidur. Dengan posisi telungkup, perempuan cantik itu mengerang. Tidak hanya tubuhnya, tapi pikirannya pun lelah. "Ini gara-gara kedatangan orang itu," gerutunya, kembali merasa kesal apabila mengingat betapa gilanya dua hari ini. Kemarin, sewaktu Angel berjalan hendak kembali ke meja kerjanya seusai istirahat makan siang, dia berpapasan dengan Yasmin yang segera saja histeris menghampirinya. Teman kerjanya itu mengeluh dengan banyaknya file dan data, serta laporan keuangan yang perlu diperiksa ulang dan dirapikan. Tidak lama setelah itu, entah apakah semesta memang sudah mengatur demikian, Aldi datang dengan wajah seperti mayat hidup. Lelaki itu terpaksa mondar-mandir antara kantornya dengan basemen tempat penyimpanan dokumen-dokumen lama, hanya untuk mensortir surat-surat kerja sama dengan para klien sejak lima tahun ke belakang. "Dan semua itu harus sudah beres b
Jawaban yang diterima Angel sudah bisa dia perkirakan sebelumya. Setelah mengirimkan VN-nya, perempuan itu terdiam sejenak sebelum akhirnya tertawa terbahak-bahak. Angel meluncur turun dari atas tempat tidurnya dan berjalan ke arah sebuah cermin yang berdiri dengan ukuran besar. Ada senyuman yang kini menghiasi wajah cantiknya. "Ya, ampun, Lidia. Sepertinya malam ini aku berhasil mencuri suamimu," ujarnya, berkata ke pantulan dirinya di cermin. "Aduduh. Kasihan sekali. Padahal, aku yakin kalau kamu pasti sudah menyiapkan sesuatu yang istimewa untuk perayaan ulang tahun pernikahanmu malam ini." "Sakit, ya? Pasti rasanya sangat menyedihkan. Hatimu juga pasti terasa bagai disayat-sayat kan? Tapi bagaimana, ya? Bukankah dulu kamu juga pernah melakukan hal yang kulakukan saat ini? Malah, ini masih belum ada apa-apanya bila dibanding dengan apa yang sudah kamu dan suamimu lakukan." Dengan sengaja Angel lantas mendorong cermin hadiah dari Raka itu. Benda yang jelas memiliki harga yang ti
Angel berbaring telungkup di atas tempat tidurnya. Kedua kakinya terangkat dan sesekali dia main-mainkan dengan menggerakannya naik turun secara bergantian. Akibat ulahnya itu maka selimut yang membungkus tubuhnya pun melorot, sehingga menampakkan kedua kaki jenjangnya yang mulus. "Baby, apakah kamu sedang menggodaku?" Merapikan simpul dasinya, Raka bisa melihat semua ulah Angel dari cermin. Beberapa kali lelaki itu harus mengencangkan, lalu melonggarkan lagi simpulan dasinya karena tidak bisa fokus. Bukannya apa-apa. Selain kedua kaki jenjang Angel, dada kekasihnya yang hanya tertutupi sebagian oleh selimut pun terlihat begitu menggoda bagi Raka. Kalau saja kondisi Angel tidak seperti itu, semalam mereka pasti akan menikmati saat-saat yang panas berdua. Namun Raka begitu mencintai kekasihnya, sehingga lelaki itu pun tidak keberatan hanya tidur bersama sambil berpelukan tanpa melakukan hal yang lain. Yah, meski tadi pagi mereka sempat bermesraan sebentar, sewaktu Angel tiba-tib
Sepuluh menit sebelumnya, di area lobi Cerberos Corporation. Para dewan direksi sedang berdiri berjajar, bersiap untuk menyambut kedatangan orang nomor satu di CC. Mereka mungkin saja terlihat tenang dan memasang senyuman di wajah, tapi Dimas masih bisa merasakan adanya kegelisahan yang terselubung. Wajar saja apabila mereka merasa cemas, sebab mereka sama sekali tidak tahu mengenai tipikal atasan mereka itu. Kalau pun ada yang benar-benar tidak gelisah, maka itu hanya berlaku bagi segelintir orang yang memang sudah lama bergabung di perusahaan ini atau yang mendapatkan kepercayaan secara khusus. Yah, misalnya saja seperti Dimas. "Haa, sial!" gerutunya. "Dia itu memang benar-benar orang yang sulit untuk ditebak. Padahal aku ini sudah mengenalnya cukup lama, tapi tetap saja tidak bisa mengerti jalan pikirannya sedikit pun." Dimas mungkin masih akan terus menggerutu, sampai kemudian ada sebuah sedan berwarna hitam berhenti dan menarik perhatian semua orang. Petugas valet yang seja
"OMG! Your mouth itu lho, Angel!" Yasmin berseru dengan mata terbelalak. "Itu mulut kenapa ember banget, sih? Tumben." "Yas, please. Sudah deh," gerutu Angel dengan wajah merengut. "Aku sendiri juga heran, kenapa kemarin sampai tiba-tiba menyeletuk seperti itu." Terlihat Yasmin yang sudah membuka mulut, tapi rupanya dia urung bersuara. Sebagai gantinya, dia memandang Aldi yang hanya mengangkat bahunya sekilas. Mereka bertiga tidak sengaja bertemu di lobi dan karena masih ada banyak waktu sebelum jam kerja, maka ketiga orang itu pun lantas memutuskan untuk pergi ke pantry. Yah, sekedar untuk menikmati segelas kopi instan sekaligus mengobrol. Ah, lebih tepatnya, membicarakan kebodohan Angel kemarin. "Untung saja kamu tidak ketahuan," ujar Yasmin lagi disertai desahan napas. "Bayangkan, saat beliau baru saja datang eh, malah ada yang memakinya." "Aku tidak memakinya, Yas. Kemarin itu aku hanya kelepasan saja. Sepertinya kemarin adalah hari sialku, sebab sejak pagi aku sudah sial me
Sepertinya, lain kali Angel tidak boleh begitu saja mengiyakan permintaan tolong dari orang lain, sebelum dia memastikan dulu pekerjaan yang dimiliki. Menghela napas panjang, Angel menatap muram ke beberapa catatan yang ditulis di sticky note dan sekarang menempel berjejer di atas komputernya. "Tabel status proyek Beaumont, Saffron dan tunggu, apakah aku salah lihat? Sandira Enterprise juga?"Mata Angel melebar melihatnya. Benarkah tumpukan pekerjaan yang sudah menyambutnya ini? Dengan hati yang sedikit menciut, dia lantas duduk dan menghidupkan komputernya. Dalam hati Angel berharap bahwa data yang diminta oleh Dimas tadi bukanlah sesuatu yang akan membuat pikirannya berasap. "Oh, hebat," gumamnya menggerutu. "Laporan keuangan Littman, dan aku sudah terlanjur menjanjikannya selesai paling lambat setelah jam makan siang."Dengan begitu banyak hal yang harus dikerjakan sekarang, Angel melirik ke arah jam tangannya dan sekali lagi mengeluh."Kalau aku melewatkan jam makan siang, mak