Malam semakin larut. Suasana di danau Taiyang semakin dingin. Ratu Yang dan Lu Sicheng masih berada di dalam gubuk kecil yang berada di atas sebuah perahu kayu.Ratu Yang tesentuh mendengar ucapan Lu Sicheng. Ya, dirinya memang bersalah. Tak seharusnya ia begitu perhatian pada Pangeran Lin Jiang. Pasti pemuda itu semakin berharap padanya sekarang."Suamiku, maafkan aku. Aku tidak bisa membiarkan seseorang sedang kesakitan, apalagi Lin Jiang. Dia adalah temanku." Ratu Yang menatap Lu Sicheng dengan lembut. Berharap hati batu es itu bisa ia luluhkan."Ada perbedaan yang besar antara cinta dan persahabatan. Harusnya kau bisa membedakkan dua hal itu, Yang Mulia." Dengan nada dingin Lu Sicheng berkata.Ratu Yang menggelengkan kepala dengan kedua mata yang berkaca-kaca. Tidak, bukan begitu.Lu Sicheng sudah salah paham padanya."Suamiku, aku hanya simpati pada Lin Jiang karena dia temanku. Sedangkan hatiku ini murni hanya milikmu. Aku mohon percayalah padaku," lirih Ratu Yang semakin terpoj
Lin Cangyi mengikat tali kudanya di batang pohon yang berdiri di tepi sungai. Perjalanan menuju istana Selatan cukup melelahkan. Namun kini dirinya sudah berada di pertengahan antara kerajaan Dong Taiyang dan kerajaan Selatan.Pria dengan hanbok hitam itu berjongkok di tepi sungai. Benar, kerongkongannya sangat kering. Dengan kedua telapak tangan ia segera meraih air sungai, lantas menyesapnya.Segar kini ia rasakan. Sepasang netranya memindai sekitar sungai. Dia melihat seorang gadis yang sedang berdiri di atas sebuah batu besar tepatnya di atas air terjun.Siapa gadis itu?Apa yang sedang ia lakukan?Sembari memperhatikan gerak-gerik gadis tersebut, Cangyi bertanya-tanya dalam hati.Ah, tidak. Gadis itu tampaknya ingin terjun ke sungai. Sial! Cangyi segera melesat menangkap tubuh gadis itu yang sudah melompat menuju air terjun."Nona, apa yang kau lakukan?!" Cangyi berhasil menolongnya dan menyeret gadis itu ke tepi sungai."Kau? Siapa dirimu dan untuk apa menolongku?" sergah wanita
Sore itu angin berhembus kencang disertai rintikkan salju yang mulai turun. Begitu indah bak butiran mutiara dari istana langit. Ratu Yang dan Pangeran Lin Jiang sedang duduk berhadapan di serambi istana. Keduanya tampak asik menikmati secangkir teh Ara sembari bermain domino.Teh Ara atau Ara Chi jenis tumbuhan yang biasa tumbuh di tebing gunung Huan Zhu. Para petani yang biasa memetik daunnya dan mengolahnya menjadi teh kering.Ara Chi sendiri hanya tumbuh menjelang musim dingin pada pertengahan musim semi di Timur. Setelah salju turun tumbuhan ini membusuk dan mati. Namun Ara Chi akan tumbuh kembali setelah musim dingin berakhir.Teh Ara sendiri hanya disajikan untuk para bangsawan dan keturunan kerajaan. Bukan hanya karena proses pengolahannnya yang panjang, tapi juga teh Ara ini diharamkan bagi rakyat biasa untuk menikmatinya.Meski para petani yang mengolahnya, namun tak satu pun dari mereka mengetahui seberapa nikmat rasa teh Ara tersebut. Lu Sicheng tampak berdiri sembari men
Lu Sicheng membulatkan sepasang matanya melihat sebujur tubuh yang terbaring pada ranjang di kamar itu.Seorang wanita sekitar umur empat puluh enam tahun. Tubuhnya sangat kurus dengan kulitnya yang terkelupas mengeluarkan cairan putih berbau busuk yang menyengat. Sedangkan kedua matanya menatap hampa ke atas langit-langit kamar. Entah apa yang sedang dilihatnya. Mulutnya tampak mengangah dengan napasnya yang tidak teratur.Menyedihkan, keadaan ibunya Hong Ri sungguh membuat Lu Sicheng sampai menitikan air mata. Wanita itu sedang memohon kematian pada Dewa. Begitu yang Lu Sicheng dengar dari suara hati ibunya Hong Ri. Tidak, belum saatnya wanita ini mati. Lu Sicheng segera duduk di tepi ranjang kecil itu.Hong Ri menatapnya heran. Apa yang akan Lu Sicheng lakukan pada ibunya? Apakah mengobatinya? Pemuda itu hanya diam mematung.Sedangkan Lu Shiceng mulai memejamkan sepasang matanya. Mengarahkan telapak tangan kanan pada wajah ibunya Hong Ri.Sinar jingga terang tiba-tiba terpancar dar
Paginya Ratu Yang sedang berjalan bersisian dengan Yihua. Pagi yang dingin ini ia ingin menemui Ibu Suri. Benar, hari pernikahannya dengan Pangeran Lin Jiang hanya tinggal menghitung hari.Ratu Yang sedang kesal pada Lu Sicheng. Hh, pemuda itu tampak biasa saja, sedangkan dirinya dan Pangeran Lin Jiang akan segera menikah. Apakah si batu es itu tidak takut kehilangan dirinya? Ratu Yang sangat kesal sampai-sampai terus mengoceh dalam hatinya.Lu Sicheng yang sedang berdiri di tepi teras istana hanya tersenyum tipis mendengar suara hati Ratu Yang. Siapa bilang dirinya tidak takut kehilangan kekasihnya itu. Tentu saja Lu Sicheng pun memikirkannya. Dia sedang mencari cara agar bisa menerobos aula istana saat acara ritual tarian nanti.Sedangkan Lu Sicheng tahu, para petinggi istana bahkan sudah wanti-wanti memintanya untuk memperketat pejagaan saat Ratu Yang menari nanti. Sepertinya dia harus meminta tolong pada Jenderal Chou kali ini. Ya, hanya Jenderal Chou yang bisa membantunya.Ratu Y
Panglima Chou dan Hong Ri sedang berjalan cepat menuju kamar Lu Sicheng. Tentang permintaan tolong si pengurus kuda tadi sungguh membuatnya curiga.Dia harus segera menemui Lu Sicheng dan mengatakan semuanya. Benar, Lu Sicheng adalah reinkarnasi Maha Dewa Ying, dia pasti bisa mengetahuinya jika ada yang tidak beres dengan si pengurus kuda itu."Adik Lu, ada yang ingin kubicarakan denganmu." Panglima Chou segera duduk berhadapan dengan Lu Sicheng saat mendapati pemuda itu sedang duduk sembari menikmati secangkir teh di kamarnya."Katakan, Panglima Chou." Lu Sicheng tampak tenang sembari menuangkan poci teh pada cangkir kecil di hadapan Panglima Chou.Sedangkan Hong Ri segera menghampiri dan bergabung dengan mereka."Adik Lu, tadi aku bertemu dengan seorang pengurus kuda. Dia berkata ingin meminta tolong padamu." Panglima Chou menjawab."Minta tolong seperti apa?" tanya Lu Sicheng lagi.Sedangkan Hong Ri hanya menyimak sembari mengupas kentang rebus yang ada di atas meja."Dia berkata ad
Raja Iblis Xin Yi terbang ke hutang Liowang. Lu Sicheng berhasil mengejarnya. Keduanya pun kembali bertarung. Xin Yi menaikan sudut bibirnya. Sepertinya Lu Sicheng belum menyadari jika dirinya sudah berada di alam Iblis. Di alam Iblis ini mungkin Xin Yi bisa melumpuhkan Lu Sicheng dan merebut Pedang Tiga Elemen itu darinya.TAk!PRANG!Pedang yang dipegang Xin Yi berhasil Lu Sicheng jatuhkan. Xin Yi mengerang kesal sembari memegang lengannya yang terluka akibat sabetan pedang Lu Sicheng."Maha Dewa, santai saja. Aku sengaja membawamu ke kerajaanku. Kita bisa minum arak bersama, bukan?" tukas Xin Yi sembari tersenyum miring.Lu Sicheng mengangkat sepasang matanya."Apa maksudmu? Iblis dan manusia tidak bisa minum arak bersama. Apalagi dirimu! Aku harus membinasakanmu sekarang juga!" Lu Sicheng meraih pedang Xin Yi yang tergeletak dari tanah dengan ujung mata pedangnya, lantas melemparkannya ke arah Xin Yi."Kau sungguh mengagumkan, Maha Dewa!" Xin Yi kembali memegang pedangnya. Dia seg
Ratu Yang masih duduk bersila di tengah ranjangnya. Sepasang mata terpejam dengan pikiran yang terfokus kepada Lu Sicheng. Perlahan Ratu Yang mulai memanggil Lu Sicheng dalam hatinya. Pikirannya mencapai pada tempat dimana kekasihnya itu berada saat ini.'Suamiku, pulanglah. Ritual tarian akan segera dimulai. Aku tak ingin kau datang terlambat,'Suara itu terdengar oleh Lu Sicheng yang sedang bertarung sengit dengan Raja Iblis Xin Yi. Keduanya sudah tampak kelelahan. Apa lagi Xin Yi yang sudah tampak kewalahan menangkis serangan bertubi-tubi dari Lu Sicheng. Sedangkan Dewa Ming hanya duduk melayang menonton mereka bertarung."Xin Yi, mari kita akhiri pertarungan ini!" Lu Sicheng segera menghunus Pedang Tiga Elemen."Ah, tidak!" Xin Yi segera mundur satu langkah. Mata pedang Tiga Elemen itu menyilaukan matanya. Ia segera menaruh punggung tangannya pada pelipisnya. Ini berbahaya. Lu Sicheng akan membunuhnya dengan pedang menatikan itu."Bersiaplah!" Lu Sicheng segera melesat terbang ke