Reisha melempar tas kerjanya sembarangan ke lantai. Ia lalu melempar tubuhnya ke sofa ruang tengah. Lelah, lapar, mengantuk, semua jadi satu membuat Reisha malas bergerak. Gadis itu memejamkan matanya sesaat.Tiba tiba keheningan ini membuat Reisha tak nyaman. Dulu, setiap pulang kerja, di rumah selalu ada aroma masakan yang wangi. Reno, almarhum abang Reisha selalu saja membuatkan masakan masakan enak yang menggugah selera setiap kali Reisha tiba di rumah.Sudah hampir enam bulan sejak Reno ditemukan meninggal dunia dalam freezer room di restoran tempat dia bekerja. Dia ditemukan dalam posisi terjepit di belakang rak pendingin saat ingin mengambil ponselnya yang terjatuh di sana. Reno yang punya berat badan berlebih terjebak dan bisa bergerak di balik lemari pendingin yang besar dan berat.Reisha membayangkan abangnya berteriak sekuat tenaga, tapi saat itu sudah jam sepuluh malam dan semua karyawan restoran sudah pulang. Lagipula ruangan pendingin itu kedap udara dan suara apapun dar
Reisha terbangun dengan kepala pusing saat sinar matahari sudah menerobos masuk dari celah tirai jendela. Sudah jam tujuh lewat tiga puluh menit. Sehabis subuh tadi, Reisha tidur kembali masih dengan mengenakan mukenahnya. Niatnya hanya lima menit tidur tiduran, tapi ternyata sampai siang Reisha benar benar terlelap.Reisha terbangun karena suara dering telepon yang menganggu sekali. Ia pun melirik nama yang tertera di layar ponsel.Dinaya? Tumben dia telepon pagi pagi begini. Apa ada masalah? Batin Reisha sambil buru buru menjawab telepon.“Assalamualaikum, iya Nay?”“Waalaikumsalam. Miss Rei dimana?” tanya Dinaya lewat sambungan telepon.“Di rumah. Kenapa, Nay?”“Miss Rei lagi istirahat ya? Apa aku ganggu? Aku boleh tanya sesuatu dengan Miss Rei?” tanya Dinaya lagi. Suara Reisha terdengar serak seperti orang baru bangun tidur, Dinaya merasa tak enak sudah mengganggu waktu istirahat Reisha.“Nggak apa apa Naya, tanya aja. Tadi Miss tidur tiduran habis subuh, tapi malah ketiduran bene
“Apa kamu kurang kasih sayang?” tanya Dirga saat dia Dinaya sudah di dalam mobil saat perjalanan pulang ke rumah.Dinaya diam saja. Dia tau Dirga marah besar saat ini. Jadi Dinaya memilih menerima saja semua omelan Dirga. Dinaya merasa memang ini salahnya, sudah lancang menanyakan pada Reisha hal yang tidak seharusnya dia tanyakan.Selama tinggal dengan Dirga, Dinaya selalu melihat sosok yang hangat, humoris, baik dan lembut dari diri papanya. Baru kali ini Dinaya melihat sisi lain Dirga yang membuatnya takut dan merasa bersalah. Dirga marah padanya. Meski marahnya bukan berupa bentakan atau makian, tapi pertanyaan tajam yang diajukan Dirga sudah cukup membuat Dinaya jera.“Papa tanya sekali lagi, apa kamu kurang kasih sayang?” Dirga mengulang pertanyaannya karena Dinaya tak bereaksi sama sekali.“Nggak, Pa. Papa selalu sayang sama aku,” sahut Dinaya lirih. Suaranya pelan sekali.“Terus, apa kamu kesepian? Apa Papa menelantarkan kamu? Nggak pernah ngajak kamu ngobrol atau cerita atau
“Papa ... Papa masih marah ya?” ujar Dinaya sambil memberanikan diri menatap Dirga. Dirga yang baru saja menginjak pedal gas mendadak mengubah posisi kakinya menjadi menginjak pedal rem.“Kamu maunya gimana?” tanya Dirga. Dirga sebenarnya sudah tidak marah lagi, tapi kali ini dia ingin menggoda Dinaya dan berpura pura masih kesal.“Ya aku maunya Papa nggak marah lagi. Aku minta maaf banget Pa. Aku memang salah, masih kecil tapi sudah berani ikut campur urusan hubungan orang tua. Maafin aku ya Pa ... Papa jangan marah lagi ya Pa,” Dinaya memohon dengan raut wajah sedih.“Papa bukan marah karena kamu meminta Miss Rei menikah dengan Papa, bukan itu. Papa marah karena kamu mengabaikan ucapan Papa. Kan Papa udah bilang waktu di kampung, kalau siapapun termasuk kamu jangan ada lagi yang menjodohkan, meminta menikah, mencarikan istri, atau hal hal semacam itu lagi. Tapi kamu mengabaikan dan masih saya berusaha menjodohkan Papa. Kamu nggak menghargai Papa, Nay.” Dirga berusaha memberitahu put
“Miss, aku pinjem toiletnya sebentar ya?” Dinaya meminta izin pada Reisha sambil meringis.“Oke, Nay. Silahkan.” Reisha menjawab sambil membereskan buku buku yang berserakan di meja.“Pa, papa tungguin bentar ya, ngobrol aja dulu sama Miss Rei. Aku kayaknya lama, mules nih,” ujar Dinaya sambil memegangi perutnya.“Ya udah sana buruan. Flush berkali kali ya, biar nggak bau!” Dirga meledek putrinya sambil tertawa.“Iiih! Papaaa!” Dinaya cemberut tapi buru buru ke toilet.Dirga dan Reisha tinggal berdua di ruang tengah saat Dinaya sudah melesat ke kamar kecil. Mereka berdua tak sengaja bertemu pandang, lalu keduanya sama sama canggung.“Pindah ke rumah ini udah lama, Miss? Kayaknya semuanya masih baru. Atau baru renovasi?” tanya Dirga berbasa basi sambil melihat sekeliling.“Udah lumayan lama, dok. Belum pernah renovasi sih, tapi almarhum abang saya dulu rajin banget bersihin dan rapihin rumah. Kadang perabotan yang lama diganti setiap beberapa waktu, katanya biar rumah selalu keliatan b
“Oooh, jadi ini sebabnya kamu mutusin aku dan membatalkan pertunangan kita Rei? Karena orang ini? Kamu selingkuh sama dia?” Rehan menuding Reisha dengan suara bergetar marah.“Maling teriak maling! Yang selingkuh itu kamu! Bertahun tahun kamu selingkuhin aku bukan cuma dengan satu perempuan, tapi banyak!” Reisha balas membentak. Dia marah sekali sampai tak sadar ada Dinaya yang masih dibawah umur terpaksa menyaksikan pertengkaran ini.“Kamu yang selingkuh! Ngapain kamu malam malam begini berduaan dengan laki laki? Giliran sama aku aja sok alim, buka jilbab aja nggak mau. Tapi sama bajingann ini kamu ngapain? Tidur sama dia kamu? Jangan jangan kamu mutusin aku karena udah hamil? Pelacur murahan kamu! Buka aja jilbab kamu! Ngapain atas ditutup bawahnya diobral sama laki laki lain?”BUGH!Rehan jatuh tunggang langgang di lantai saat Dirga menghantam rahangnya. Rehan meraung marah dan langsung berdiri meski kepalanya pusing.“Sekali lagi kamu hina Reisha dengan mulut kotormu itu, kupatahk
“Maksud saya, Miss Rei lebih baik jangan di rumah ini. Kalau memang belum ada tempat tujuan lain, Miss Rei sementara menginap saja di rumah kami, ada kamar tamu, atau bisa juga sekamar dengan Dinaya.” Dirga buru buru meralat sebelum Reisha salah paham.“Iya Miss, kayaknya terlalu berbahaya kalau Miss Rei sendirian. Kalau misalnya ke hotel atau apa juga takutnya diikutin sama Om itu. Bahaya banget. Di rumah kita aja Miss, nanti Papa bisa titip pesan ama security biar dia jangan masuk ke kompleks juga.” Dinaya menambahkan.“Mmm ... Apa nggak apa apa?” tanya Reisha bingung.“Kalau misalnya Miss Rei nggak nyaman, nanti biar saya di kamar aja di lantai bawah. Saya nggak keluar kamar nggak apa apa kok sampai besok pagi Bi Surti datang ke rumah. Miss Rei nanti kan di kamar tamu atau di kamar Dinaya. Dua duanya di lantai atas kok. Kamar saya di lantai bawah, saya nggak akan naik naik ke atas,” Dirga menambahkan.&ld
“DIRGAAA!”Rio yang baru saja keluar dari lab terkejut melihat kerumunan orang orang di area parkir rumah sakit. Dinaya baru saja meneleponnya dan mengabarkan kalau Dirga dalam bahaya. Seseorang bernama Rehan sudah menunggu Dirga di area parkir dan akan menyerangnya. Dinaya juga meminta Rio menelepon polisi.Rio bekerja di rumah sakit yang sama dengan Dirga. Yang ada di benak Dinaya saat mendengar Papanya dalam bahaya hanyalah Rio. Itu sebabnya Dinaya langsung menghubungi sahabat Papanya itu sambil menangis panik. Rio yang mendengar kabar dari Dinaya seketika langsung berlari menuju area parkir. Rio benar benar mengkhawatirkan satu hal, dan Rio berharap itu tidak terjadi.Tapi ternyata apa yang Rio khawatirkan sudah terbukti saat ini. Area parkir mulai dipenuhi orang dan para wanita sibuk berteriak panik.Tidak! Dirga, jangan sampai terulang lagi! Jangan! Batin Rio sambil terus berlari secepat yang dia bisa. Tapi terlambat! Apa yang R
“Dia itu anak tirinya adik Mami.”“Hah? Gimana gimana?” tanya Aufa. Dia memang paling benci mengurai silsilah keluarga. Apalagi kalau sudah keluarga jauh yang rumit.“Jadi sebenarnya si Lala itu bukan sepupu langsung. Dia itu anak tirinya adik Mamiku. Jadi, Om Karel itu menikah dengan janda beranak satu. Anak janda itu ya si Lala. Salah satu bisnis Om Karel kan dealer mobil, nah si Tante ini dulu kerja jadi SPG di sana. Entah gimana, Om Karel malah nikahin dia. Hampir seluruh keluarga besar Mami nggak setuju. Bukan karena statusnya yang janda atau profesinya yang SPG, tapi karena kelakuannya ya ampuuun! Nggak banget! Belum apa apa udah keliatan banget matrenya. Oma yang paling nggak setuju. Masa dia ke acara keluarga bajunya kayak LC mau open BO? Nggak punya otak!” cibir Shelly.“Oooh, jadi bukan sepupu kandung. Cuma sepupu karena ikatan pernikahan aja. Syukurlah,” sahut Aufa sambil menghela nafas lega. Tak terbayang kalau Shelly ternyata benar benar sepupu kandung perempuan mengerika
“Hei! Bangun pemalaaaass!”Dinaya masih meringkuk di balik selimutnya yang nyaman dan hangat saat suara melengking nyaring dan sama sekali tak merdu itu tiba tiba merusak suasana. Aufa mendadak muncul dan menarik selimut Dinaya sampai gadis itu mengerang kesal.“Aaaah! Aku masih ngantuk, Fa,” protes Dinaya. Semalam dia tak bisa tidur, dan sehabis sholat subuh, Dinaya memutuskan untuk tidur sebentar dan minta bangunkan Bi Asih jam 9 pagi. Tapi bukannya Bi Asih yang membangunkannya dengan lembut, malah Aufa yang datang dengan teriakan tarzannya.“Anak gadis kok bangunnya siang, ntar jodohnya Om Om loh!” seru Aufa sambil menyibak selimut Dinaya sampai gadis itu terjaga sepenuhnya dan memelototi Aufa.“Sebentar lagi tahun 2025, kamu masih aja percaya mitos nggak masuk akal itu. Nggak ada relevansinya antara kebiasaan bangun siang dengan jodoh, Aufa! Terus kalau aku bangunnya sore jodohnya kakek kakek gitu? Gimana kalau aku bangun jam 3 pagi? Apa jodohku bocah SMP?” bantah Dinaya mematahka
Kalau ditanya kapan saat paling memalukan yang dialami Dinaya, dalam dua detik tanpa pikir panjang, dia pasti akan menjawab : tiga tahun yang lalu!Tiga tahun yang lalu, tepatnya tanggal 12 Desember adalah hari yang ingin sekali dihapus Dinaya dari ingatannya. Kalau bisa selama lamanya. Sayangnya itu mustahil. Manusia punya amygdala, dan fungsi bagian otak yang satu itu adalah mengingat dan menyimpan memory yang berkaitan dengan emosi dan itu tentu saja dalam dalam jangka waktu yang lama. Itu sebabnya Dinaya tak pernah bisa melupakan peristiwa memalukan itu walaupun setengah mati ia mengusirnya.Dan sekarang, manusia yang punya andil paling besar membentuk kejadian memalukan itu ada di hadapannya entah darimana datangnya. Baru beberapa menit Dinaya menginjak bumi setelah terbang 15 jam dari London – Singapore – Jakarta sejauh lebih dari 11.000 km, tiba tiba saja makhluk paling menyebalkan itu berdiri di depannya dengan senyum memuakkannya. Argh!“Baru landing dari pesawat?” tanya lela
“Sayang? Udah tidur?” Dirga memanggil Reisha yang berbaring memunggunginya. Mata Dirga menatap langit langit kamar yang diterangi cahaya redup dari lampu tidur di sisi meja. Reisha yang belum tidur berbalik menghadap Dirga.“Baru mau tidur Mas. Kenapa? Mas nggak bisa tidur ya? Mas kepikiran sesuatu? Soal Naya ya?” tanya Reisha sambil berbalik menghadap Dirga. Ia kebetulan memang belum tidur.Dirga menghela nafas seolah menyimpan beban pikiran yang benar benar menghimpit dan membuat dadanya sesak. Tebakan Reisha benar, yang memenuhi beban pikiran Dirga memang Dinaya.“Rei, besok Naya pulang ke Jakarta, dan aku entah kenapa takut banget melepas dia,” ujar Dirga jujur.“Yang kamu takutkan apa, Mas?” tanya Reisha meskipun sedikit banyak ia sudah tau jawabannya.“Aku takut Naya ketemu lelaki yang salah. Di Jakarta dia sendirian, Rei. Nggak ada kita yang bisa jagain dan ngawasin dia. Apalagi kondisinya yang sering sakit setelah kecelakaan waktu itu. Tadi aja aku hampir ikut beli tiket ke Jak
Jangan jangan Papa tau sehari sebelum aku berangkat ke sini, aku menginap di apartemen Ghazi hanya ... berdua? Batin Dinaya panik.“Nay?” Dirga memanggil nama Dinaya karena putrinya itu tak merespon.“Eh i-iya, Pa,” jawab Dinaya gugup.“Kamu kenapa bengong?” tanya Dirga dengan tatapan curiga. Dinaya tau Dirga punya insting tajam. Dan biasanya apapun yang disembunyikan Dinaya, Dirga pasti tau.“Nggak kok Pa. Cuma aku udah ngantuk banget, Pa,” kilah Dinaya cepat. Tapi justru kebohongannya itu makin menambah kecurigaan Dirga.“Nay? Kamu nggak lagi nyembunyiin sesuatu sama Papa kan?” tanya Dirga membuat Dinaya mengerang dalam hati.Aahh! Kan? Detektor kebohongannya menyala? Pasti Papa langsung tau aku bohong. Keluh Dinaya dalam hati. Sekarang dia pasrah seandainya Dirga pada akhirnya tau apa yang dilakukannya malam itu.“Nggak, Pa. Nyembunyiin apaan sih?” Dinaya masih mencoba mengelak.“Kamu jangan bikin Papa makin khawatir, Nay. Papa tau kamu nyembunyiin sesuatu. Nay, kamu sekarang jauh d
(Lima tahun kemudian)“Papaaa! Tolooong! Aduuuh!” Dinaya terhuyung jatuh dan lututnya membentur lantai dengan keras. Sementara pengejarnya makin beringas berusaha menangkap Dinaya yang sudah kelelahan.“Papaaaa! Mamaaa! Tolooong!” Dinaya terus berusaha berlari dengan nafas tersengal sengal, tapi dia kehilangan keseimbangan dan jatuh. Sekarang jarak antara Dinaya dan pengejarnya tinggal beberapa langkah saja. Dinaya tak sanggup lagi berdiri, dia sudah benar benar kelelahan.Salah satu pengejarnya mulai menarik tangan Dinaya dan gadis itu tak bisa berkutik. Lalu penyerang kedua mulai mengincar pinggangnya. Lalu ...“Kitik kitik kitik...”“Aaaah! Udah deeek! Geliiii! Papaaa tolongin Paaa ... Mereka berdua keroyokan nih. Aduuuh dek, geliiii!” Dinaya tertawa terbahak bahak saat Disha terus menggelitiki pinggangnya, sementara Shaga memegangi tangannya.Dirga yang melihat itu hanya tersenyum dan membiarkan Dinaya dikeroyok dua balita itu sampai kelelahan.“Shaga, Disha ... Udah udah, kakaknya
Tiga bapak bapak tampak duduk di sudut gedung resepsi pernikahan dengan mata sembab. Yang satu sibuk menyusut air matanya dengan sapu tangan, yang satu pura pura batuk agar terlihat sedang flu, seolah mata yang merah dan ingus yang keluar bukan karena menangis melainkan karena pilek. Sementara yang satu lagi sejak tadi terlihat minum air mineral sesekali. Entah sudah berapa botol tandas, dan ia bolak balik ke kamar kecil.“Kita kenapa sedih?” tanya Rio sambil menghapus air matanya dengan saputangan pink buatan sang istri. Saputangan itu sudah basah karena Rio sejak akad nikah tadi tak bisa menahan tangis.“Memangnya kamu nggak sedih?” tanya Dillo sambil membuang botol air mineral yang sudah kosong ke tempat sampah di sudut.“Aku cuma terharu. Mungkin dia yang sedih,” tunjuk Rio ke arah Farez“Hatttchii!”“Jangan pura pura pilek Rez! Kalau nangis ya nangis aja. Semua orang tau itu air mata dan ingus keluar gara gara nangis dari pagi,” bentak Dillo.“Kalian juga kenapa nangis? Terharu ka
(Satu bulan kemudian)“Naaah kaaan. Feeling saya itu tepat loh Mbak Tari. Dari awal entah kenapa saya yakin banget Dirga ini jodohnya Reisha,” ujar Bu Ambar dengan wajah sumringah. Sementara Bu Ratih duduk di sebelahnya dengan mata berkaca kaca.Dengan suasana haru yang masih menggantung di ruangan, Reisha dan keluarganya masih terlihat sumringah. Keceriaan terpancar dari setiap wajah, terutama Bu Ambar yang seakan-akan tidak berhenti mengulang kalimat penuh kepastian bahwa Reisha akhirnya bertemu dengan jodoh yang baik. Di satu sisi, Bu Ratih masih menyeka air matanya, teringat betapa berat perjalanan hidup keponakannya sejak kehilangan orang tua dan saudara kandungnya. Kini, Reisha akhirnya menemukan sosok pria yang mampu mengisi kekosongan itu, seorang pria yang tidak hanya tulus, tetapi juga datang dengan penuh niat baik. Bu Ratih menatap wajah Reisha dengan tatapan penuh kasih sayang.“Ya Allah, Nduk ... Reisha ... Ibu, Bapak, dan Mas mu pasti tenang di sana. Kamu sekarang udah ng
“Dinaya! Stop! Kalau kamu masih ketawa juga, papa potong uang saku kamu tiga bulan!!”“Hahahaha ... Iya iya maaf Papaaa. Abisnya papa lucu banget. Bisa bisanya papa mikir mau mati detik itu juga. Padahal kan papa nggak kenapa kenapa, cuma nggak bisa keluar doang. Astaga Papaaa ... Gemes banget sih papaku ini,” celoteh Dinaya saat mereka berdua sudah dalam perjalanan pulang ke rumah.Akhirnya semalam Dirga berhasil mengutarakan isi hatinya pada Reisha. Dan bisa ditebak, tentu saja Reisha mengiyakan meski dengan wajah bersemu merah.“Kamu bukannya khawatir papa hampir ketiban pohon, malah diketawain. Gimana sih?” omel Dirga sambil cemberut. Sementara Dinaya menahan tawa sampai wajahnya merah padam.“Maaf Papa. Abisnya lucu banget. Aku bukannya nggak khawatir, semalem pas denger kabar itu aku panik banget, tapi HP ku kan lowbatt. Terus kata Bu Indah semua baik baik aja dan Papa sama Miss Rei udah aman aman aja. Terus aku kan ngecharge HP, eeh ketiduran sampai pagi. Makanya nggak telepon