“Kenapa tuh? Satpamnya mana ini? Aduh!” Dirga berdiri dari kursi dan mulai panik.“Pak Ruslan lagi di lantai lima Pa, lagi matiin lampu. Kelamaan nunggu Pak Ruslan. Ayo Pa kita liat aja itu Miss Rei kenapa?” teriak Dinaya.“Nay! Nay! Papa takut Nay! Gimana kalau ada maling atau begal?”“Aduuuh kayaknya bukan Pa! Itu mungkin Miss Rei jatuh atau apa tuh.”“Tapi teriakannya mencekam banget, Nay! Atau jangan jangan ada ular atau biawak!”“Papaaaa! Ini tuh sekolah di tengah kota! Bukan di hutan pedalaman! Mana ada ular ama biawak segala! Kalau Papa nggak mau aku aja yang kesana lah!”“Eeh! Naya! Naya jangan! Nanti kamu malah kenapa kenapa! Udah tunggu di sini aja, biar Papa yang hadapi dengan gagah perkasa!”Dirga memberanikan diri berjalan ke arah toilet. Tapi berbanding terbalik dengan ucapannya, yang terlihat bukan gagah perkasa, melainkan lutut yang gemetar, dan langkah yang goyah. Tapi tetap Dirga menyeret langkahnya menuju toilet.Dirga heran saat di depan toilet semua terlihat gelap
Reisha melempar tas kerjanya sembarangan ke lantai. Ia lalu melempar tubuhnya ke sofa ruang tengah. Lelah, lapar, mengantuk, semua jadi satu membuat Reisha malas bergerak. Gadis itu memejamkan matanya sesaat.Tiba tiba keheningan ini membuat Reisha tak nyaman. Dulu, setiap pulang kerja, di rumah selalu ada aroma masakan yang wangi. Reno, almarhum abang Reisha selalu saja membuatkan masakan masakan enak yang menggugah selera setiap kali Reisha tiba di rumah.Sudah hampir enam bulan sejak Reno ditemukan meninggal dunia dalam freezer room di restoran tempat dia bekerja. Dia ditemukan dalam posisi terjepit di belakang rak pendingin saat ingin mengambil ponselnya yang terjatuh di sana. Reno yang punya berat badan berlebih terjebak dan bisa bergerak di balik lemari pendingin yang besar dan berat.Reisha membayangkan abangnya berteriak sekuat tenaga, tapi saat itu sudah jam sepuluh malam dan semua karyawan restoran sudah pulang. Lagipula ruangan pendingin itu kedap udara dan suara apapun dar
Reisha terbangun dengan kepala pusing saat sinar matahari sudah menerobos masuk dari celah tirai jendela. Sudah jam tujuh lewat tiga puluh menit. Sehabis subuh tadi, Reisha tidur kembali masih dengan mengenakan mukenahnya. Niatnya hanya lima menit tidur tiduran, tapi ternyata sampai siang Reisha benar benar terlelap.Reisha terbangun karena suara dering telepon yang menganggu sekali. Ia pun melirik nama yang tertera di layar ponsel.Dinaya? Tumben dia telepon pagi pagi begini. Apa ada masalah? Batin Reisha sambil buru buru menjawab telepon.“Assalamualaikum, iya Nay?”“Waalaikumsalam. Miss Rei dimana?” tanya Dinaya lewat sambungan telepon.“Di rumah. Kenapa, Nay?”“Miss Rei lagi istirahat ya? Apa aku ganggu? Aku boleh tanya sesuatu dengan Miss Rei?” tanya Dinaya lagi. Suara Reisha terdengar serak seperti orang baru bangun tidur, Dinaya merasa tak enak sudah mengganggu waktu istirahat Reisha.“Nggak apa apa Naya, tanya aja. Tadi Miss tidur tiduran habis subuh, tapi malah ketiduran bene
“Apa kamu kurang kasih sayang?” tanya Dirga saat dia Dinaya sudah di dalam mobil saat perjalanan pulang ke rumah.Dinaya diam saja. Dia tau Dirga marah besar saat ini. Jadi Dinaya memilih menerima saja semua omelan Dirga. Dinaya merasa memang ini salahnya, sudah lancang menanyakan pada Reisha hal yang tidak seharusnya dia tanyakan.Selama tinggal dengan Dirga, Dinaya selalu melihat sosok yang hangat, humoris, baik dan lembut dari diri papanya. Baru kali ini Dinaya melihat sisi lain Dirga yang membuatnya takut dan merasa bersalah. Dirga marah padanya. Meski marahnya bukan berupa bentakan atau makian, tapi pertanyaan tajam yang diajukan Dirga sudah cukup membuat Dinaya jera.“Papa tanya sekali lagi, apa kamu kurang kasih sayang?” Dirga mengulang pertanyaannya karena Dinaya tak bereaksi sama sekali.“Nggak, Pa. Papa selalu sayang sama aku,” sahut Dinaya lirih. Suaranya pelan sekali.“Terus, apa kamu kesepian? Apa Papa menelantarkan kamu? Nggak pernah ngajak kamu ngobrol atau cerita atau
“Papa ... Papa masih marah ya?” ujar Dinaya sambil memberanikan diri menatap Dirga. Dirga yang baru saja menginjak pedal gas mendadak mengubah posisi kakinya menjadi menginjak pedal rem.“Kamu maunya gimana?” tanya Dirga. Dirga sebenarnya sudah tidak marah lagi, tapi kali ini dia ingin menggoda Dinaya dan berpura pura masih kesal.“Ya aku maunya Papa nggak marah lagi. Aku minta maaf banget Pa. Aku memang salah, masih kecil tapi sudah berani ikut campur urusan hubungan orang tua. Maafin aku ya Pa ... Papa jangan marah lagi ya Pa,” Dinaya memohon dengan raut wajah sedih.“Papa bukan marah karena kamu meminta Miss Rei menikah dengan Papa, bukan itu. Papa marah karena kamu mengabaikan ucapan Papa. Kan Papa udah bilang waktu di kampung, kalau siapapun termasuk kamu jangan ada lagi yang menjodohkan, meminta menikah, mencarikan istri, atau hal hal semacam itu lagi. Tapi kamu mengabaikan dan masih saya berusaha menjodohkan Papa. Kamu nggak menghargai Papa, Nay.” Dirga berusaha memberitahu put
“Miss, aku pinjem toiletnya sebentar ya?” Dinaya meminta izin pada Reisha sambil meringis.“Oke, Nay. Silahkan.” Reisha menjawab sambil membereskan buku buku yang berserakan di meja.“Pa, papa tungguin bentar ya, ngobrol aja dulu sama Miss Rei. Aku kayaknya lama, mules nih,” ujar Dinaya sambil memegangi perutnya.“Ya udah sana buruan. Flush berkali kali ya, biar nggak bau!” Dirga meledek putrinya sambil tertawa.“Iiih! Papaaa!” Dinaya cemberut tapi buru buru ke toilet.Dirga dan Reisha tinggal berdua di ruang tengah saat Dinaya sudah melesat ke kamar kecil. Mereka berdua tak sengaja bertemu pandang, lalu keduanya sama sama canggung.“Pindah ke rumah ini udah lama, Miss? Kayaknya semuanya masih baru. Atau baru renovasi?” tanya Dirga berbasa basi sambil melihat sekeliling.“Udah lumayan lama, dok. Belum pernah renovasi sih, tapi almarhum abang saya dulu rajin banget bersihin dan rapihin rumah. Kadang perabotan yang lama diganti setiap beberapa waktu, katanya biar rumah selalu keliatan b
“Oooh, jadi ini sebabnya kamu mutusin aku dan membatalkan pertunangan kita Rei? Karena orang ini? Kamu selingkuh sama dia?” Rehan menuding Reisha dengan suara bergetar marah.“Maling teriak maling! Yang selingkuh itu kamu! Bertahun tahun kamu selingkuhin aku bukan cuma dengan satu perempuan, tapi banyak!” Reisha balas membentak. Dia marah sekali sampai tak sadar ada Dinaya yang masih dibawah umur terpaksa menyaksikan pertengkaran ini.“Kamu yang selingkuh! Ngapain kamu malam malam begini berduaan dengan laki laki? Giliran sama aku aja sok alim, buka jilbab aja nggak mau. Tapi sama bajingann ini kamu ngapain? Tidur sama dia kamu? Jangan jangan kamu mutusin aku karena udah hamil? Pelacur murahan kamu! Buka aja jilbab kamu! Ngapain atas ditutup bawahnya diobral sama laki laki lain?”BUGH!Rehan jatuh tunggang langgang di lantai saat Dirga menghantam rahangnya. Rehan meraung marah dan langsung berdiri meski kepalanya pusing.“Sekali lagi kamu hina Reisha dengan mulut kotormu itu, kupatahk
“Maksud saya, Miss Rei lebih baik jangan di rumah ini. Kalau memang belum ada tempat tujuan lain, Miss Rei sementara menginap saja di rumah kami, ada kamar tamu, atau bisa juga sekamar dengan Dinaya.” Dirga buru buru meralat sebelum Reisha salah paham.“Iya Miss, kayaknya terlalu berbahaya kalau Miss Rei sendirian. Kalau misalnya ke hotel atau apa juga takutnya diikutin sama Om itu. Bahaya banget. Di rumah kita aja Miss, nanti Papa bisa titip pesan ama security biar dia jangan masuk ke kompleks juga.” Dinaya menambahkan.“Mmm ... Apa nggak apa apa?” tanya Reisha bingung.“Kalau misalnya Miss Rei nggak nyaman, nanti biar saya di kamar aja di lantai bawah. Saya nggak keluar kamar nggak apa apa kok sampai besok pagi Bi Surti datang ke rumah. Miss Rei nanti kan di kamar tamu atau di kamar Dinaya. Dua duanya di lantai atas kok. Kamar saya di lantai bawah, saya nggak akan naik naik ke atas,” Dirga menambahkan.&ld