“Sebaiknya jangan Buna. Nanti Papa malah makin marah. Mendingan cooling down aja dulu sekarang. Nanti juga Papa bakalan buka hatinya sendiri.” Dinaya sedang berbicara di telepon dengan Nina. Suara Dinaya pelan sekali, khawatir nanti Dirga mendengarnya.
Sejak pulang dari kampung kemarin sore, Dirga sensitif sekali, terutama masalah hati, cinta, jodoh, dan pernikahan. Jangan sampai salah satunya terlontar, Dirga bisa naik pitam.
“Iya Papamu sih nggak masalah, tapi ceweknya gimana? Umur dia udah 27 Nay, aku aja yang masih 25 udah mau nikah tahun depan. Keburu dia dilamar beneran kalau kelamaan nunggu!” tukas Nina geram. Mereka berdua tengah membicarakan Reisha. Ternyata Nina, Gia, Dista dan Ibu sepakat setuju kalau Reisha lah yang jadi kandidat selanjutnya. Kali ini tidak akan terulang kejadian buruk kemarin. Sebab mereka kenal baik Reisha bahkan sampai ke kakek neneknya. Dan mereka semua tau Reisha adalah gadis cantik yang juga baik perilaku
“Gila! Bener bener bajingan! Sudah punya tunangan masih main gila sama cewek lain.”“Hah? Siapa Pa? Orang itu ya? Papa kenal emangnya?”“Dia tunangan gurumu itu.”“Guru? Miss Rei! Maksud Papa dia tunangan Miss Rei?”“Iya, papa inget banget mukanya. Itu si Rehan yang waktu itu dikenalin ke Papa.”“Haaah? Dasar buaya darat! Aligator! Kadal berbisa! Tokek buduk! Cicak burik!” Dinaya memaki dengan menyebut segala jenis reptil. Dengan satu gerakan cepat, Dinaya mengeluarkan sesuatu dari tasnya.“Hei kamu mau ngapain?”“Pa, pilih mana, tukar tempat sama aku, atau Papa aja yang videoin dari sana?”“Hah? Gimana gimana?”“Papa mau pindah duduk ke sini, atau Papa aja yang videoin pasangan mesum di sana itu, tapi jangan sampe ketauan, bisa nggak? HPku yang papa beliin kemarin bisa zoom kualitas HD. Pasti keliatan jelas.
“Aku kesel Pa!”“Hei, assalamualaikum dulu dong. Kok tiba tiba langsung curhat?” Dirga menegur putrinya melalui telepon.“Oh iya lupa. Abis emosi sih. Diulang lagi dari awal ya Pa. Assalamualaikum Papa ...”“Waalaikumsalam. Nah gitu dong. Kamu kenapa Nay?”“Aku kesel sama Miss Rei!”“Kenapa?”“Aku udah ceritain tentang kejadian di puncak semalam. Dan reaksinya itu yang bikin aku kesel banget Paaa! Kok bisa sih Miss Rei begitu?”“Nay ... Naya sebentar ya. Papa lagi ada kerjaan penting. Nanti aja kita ngobrolnya di rumah. Oke?” Dirga dengan cepat mencari alasan agar tak terlibat pembicaraan soal Reisha lagi. Dirga memilih menghindar.“Yaaah ... Ya udah deh. Papa pulangnya jangan telat ya Pa.”“Iya InsyaaAllah. Ya udah ya, papa kerja dulu. Assalamualaikum.”“Oke Papa. Waalaikumsalam.”Dinaya melempar ponselnya ke kasur dan merebahkan diri dengan hati yang benar benar kesal. Dinaya sudah menyampaikan semua yang dia lihat semalam pada Reisha. Tapi reaksi gurunya itu sungguh di luar ekspekt
“Kenapa tuh? Satpamnya mana ini? Aduh!” Dirga berdiri dari kursi dan mulai panik.“Pak Ruslan lagi di lantai lima Pa, lagi matiin lampu. Kelamaan nunggu Pak Ruslan. Ayo Pa kita liat aja itu Miss Rei kenapa?” teriak Dinaya.“Nay! Nay! Papa takut Nay! Gimana kalau ada maling atau begal?”“Aduuuh kayaknya bukan Pa! Itu mungkin Miss Rei jatuh atau apa tuh.”“Tapi teriakannya mencekam banget, Nay! Atau jangan jangan ada ular atau biawak!”“Papaaaa! Ini tuh sekolah di tengah kota! Bukan di hutan pedalaman! Mana ada ular ama biawak segala! Kalau Papa nggak mau aku aja yang kesana lah!”“Eeh! Naya! Naya jangan! Nanti kamu malah kenapa kenapa! Udah tunggu di sini aja, biar Papa yang hadapi dengan gagah perkasa!”Dirga memberanikan diri berjalan ke arah toilet. Tapi berbanding terbalik dengan ucapannya, yang terlihat bukan gagah perkasa, melainkan lutut yang gemetar, dan langkah yang goyah. Tapi tetap Dirga menyeret langkahnya menuju toilet.Dirga heran saat di depan toilet semua terlihat gelap
Reisha melempar tas kerjanya sembarangan ke lantai. Ia lalu melempar tubuhnya ke sofa ruang tengah. Lelah, lapar, mengantuk, semua jadi satu membuat Reisha malas bergerak. Gadis itu memejamkan matanya sesaat.Tiba tiba keheningan ini membuat Reisha tak nyaman. Dulu, setiap pulang kerja, di rumah selalu ada aroma masakan yang wangi. Reno, almarhum abang Reisha selalu saja membuatkan masakan masakan enak yang menggugah selera setiap kali Reisha tiba di rumah.Sudah hampir enam bulan sejak Reno ditemukan meninggal dunia dalam freezer room di restoran tempat dia bekerja. Dia ditemukan dalam posisi terjepit di belakang rak pendingin saat ingin mengambil ponselnya yang terjatuh di sana. Reno yang punya berat badan berlebih terjebak dan bisa bergerak di balik lemari pendingin yang besar dan berat.Reisha membayangkan abangnya berteriak sekuat tenaga, tapi saat itu sudah jam sepuluh malam dan semua karyawan restoran sudah pulang. Lagipula ruangan pendingin itu kedap udara dan suara apapun dar
Reisha terbangun dengan kepala pusing saat sinar matahari sudah menerobos masuk dari celah tirai jendela. Sudah jam tujuh lewat tiga puluh menit. Sehabis subuh tadi, Reisha tidur kembali masih dengan mengenakan mukenahnya. Niatnya hanya lima menit tidur tiduran, tapi ternyata sampai siang Reisha benar benar terlelap.Reisha terbangun karena suara dering telepon yang menganggu sekali. Ia pun melirik nama yang tertera di layar ponsel.Dinaya? Tumben dia telepon pagi pagi begini. Apa ada masalah? Batin Reisha sambil buru buru menjawab telepon.“Assalamualaikum, iya Nay?”“Waalaikumsalam. Miss Rei dimana?” tanya Dinaya lewat sambungan telepon.“Di rumah. Kenapa, Nay?”“Miss Rei lagi istirahat ya? Apa aku ganggu? Aku boleh tanya sesuatu dengan Miss Rei?” tanya Dinaya lagi. Suara Reisha terdengar serak seperti orang baru bangun tidur, Dinaya merasa tak enak sudah mengganggu waktu istirahat Reisha.“Nggak apa apa Naya, tanya aja. Tadi Miss tidur tiduran habis subuh, tapi malah ketiduran bene
“Apa kamu kurang kasih sayang?” tanya Dirga saat dia Dinaya sudah di dalam mobil saat perjalanan pulang ke rumah.Dinaya diam saja. Dia tau Dirga marah besar saat ini. Jadi Dinaya memilih menerima saja semua omelan Dirga. Dinaya merasa memang ini salahnya, sudah lancang menanyakan pada Reisha hal yang tidak seharusnya dia tanyakan.Selama tinggal dengan Dirga, Dinaya selalu melihat sosok yang hangat, humoris, baik dan lembut dari diri papanya. Baru kali ini Dinaya melihat sisi lain Dirga yang membuatnya takut dan merasa bersalah. Dirga marah padanya. Meski marahnya bukan berupa bentakan atau makian, tapi pertanyaan tajam yang diajukan Dirga sudah cukup membuat Dinaya jera.“Papa tanya sekali lagi, apa kamu kurang kasih sayang?” Dirga mengulang pertanyaannya karena Dinaya tak bereaksi sama sekali.“Nggak, Pa. Papa selalu sayang sama aku,” sahut Dinaya lirih. Suaranya pelan sekali.“Terus, apa kamu kesepian? Apa Papa menelantarkan kamu? Nggak pernah ngajak kamu ngobrol atau cerita atau
“Papa ... Papa masih marah ya?” ujar Dinaya sambil memberanikan diri menatap Dirga. Dirga yang baru saja menginjak pedal gas mendadak mengubah posisi kakinya menjadi menginjak pedal rem.“Kamu maunya gimana?” tanya Dirga. Dirga sebenarnya sudah tidak marah lagi, tapi kali ini dia ingin menggoda Dinaya dan berpura pura masih kesal.“Ya aku maunya Papa nggak marah lagi. Aku minta maaf banget Pa. Aku memang salah, masih kecil tapi sudah berani ikut campur urusan hubungan orang tua. Maafin aku ya Pa ... Papa jangan marah lagi ya Pa,” Dinaya memohon dengan raut wajah sedih.“Papa bukan marah karena kamu meminta Miss Rei menikah dengan Papa, bukan itu. Papa marah karena kamu mengabaikan ucapan Papa. Kan Papa udah bilang waktu di kampung, kalau siapapun termasuk kamu jangan ada lagi yang menjodohkan, meminta menikah, mencarikan istri, atau hal hal semacam itu lagi. Tapi kamu mengabaikan dan masih saya berusaha menjodohkan Papa. Kamu nggak menghargai Papa, Nay.” Dirga berusaha memberitahu put
“Miss, aku pinjem toiletnya sebentar ya?” Dinaya meminta izin pada Reisha sambil meringis.“Oke, Nay. Silahkan.” Reisha menjawab sambil membereskan buku buku yang berserakan di meja.“Pa, papa tungguin bentar ya, ngobrol aja dulu sama Miss Rei. Aku kayaknya lama, mules nih,” ujar Dinaya sambil memegangi perutnya.“Ya udah sana buruan. Flush berkali kali ya, biar nggak bau!” Dirga meledek putrinya sambil tertawa.“Iiih! Papaaa!” Dinaya cemberut tapi buru buru ke toilet.Dirga dan Reisha tinggal berdua di ruang tengah saat Dinaya sudah melesat ke kamar kecil. Mereka berdua tak sengaja bertemu pandang, lalu keduanya sama sama canggung.“Pindah ke rumah ini udah lama, Miss? Kayaknya semuanya masih baru. Atau baru renovasi?” tanya Dirga berbasa basi sambil melihat sekeliling.“Udah lumayan lama, dok. Belum pernah renovasi sih, tapi almarhum abang saya dulu rajin banget bersihin dan rapihin rumah. Kadang perabotan yang lama diganti setiap beberapa waktu, katanya biar rumah selalu keliatan b