Beranda / Pernikahan / PAMER SUAMI / Aku Atau Kamu di Hatinya

Share

Aku Atau Kamu di Hatinya

Penulis: Intan Resa
last update Terakhir Diperbarui: 2023-02-15 09:33:52

"Bu, aku pulang dulu, ya. Kapan-kapan Ibu sama Nisa main ke rumahku," ujarku sambil menyerahkan kartu nama. Meskipun aku tak jadi bagian keluarga ini, tak salah dong kalau kami tetap menjalin hubungan baik. 

"Loh, kok Kak Caca cepat kali mau pulang? Minum dulu, baru boleh pulang," ujar Nisa yang sedang membawa nampan berisi tiga gelas cappucino. 

"Kamu sih, lama baru suguhkan minuman," protes Bu Ranti. 

"Gasnya habis, Bu, mau manasin airnya. Aku tadi ngutang ke warung depan dulu," balas Nisa, lalu nyengir saat Bu Ranti mendelik tajam. 

Ngutang? Apa hidup mereka sesusah itu sampai ngutang segala? Apakah Bian tak menyokong perekonomian keluarganya ini? 

Aku jadi prihatin. 

"Minum dulu, Ca. Kenapa harus buru-buru pulang sih?"

"Aku ada urusan lain, Bu," balasku, lalu mengambil cangkir keramik itu. Menyeruput isinya perlahan. Ah, aku seperti kembali ke masa lalu dan kini terulang kembali. Namun rasa kopi ini tak senikmat dulu karena hati sedikit nyeri mengingat cinta tak bisa memiliki. 

Tak berapa lama, aku pamit pulang. Kedua wanita berhati lembut itu mengantarku sampai halaman. 

"Sering main ke sini, Nak. Andai saja Bian belum menikah, Ibu akan senang hati menikahkan kalian lagi dan meresmikan hubungan yang pernah kandas itu."

Mata Bu Ranti berkaca-kaca. Suaranya mengandung harapan. 

"Semuanya sudah berbeda, Bu. Kami tak mungkin bersatu. Aku juga belum kepikiran untuk menikah lagi. Terlalu sayang waktuku sia-sia dengan menyakiti pasangan yang tidak kucintai," balasku, mengenang almarhum suami.  Tak ingin kejadian yang sama terulang kembali. 

Katanya cinta bisa tumbuh dan bermekaran di hati bersamaan dengan waktu. Itu memang benar, tapi sayangnya rasa itu terlambat hadir. Aku menyadari kalau mencintainya setelah suamiku sakit-sakitan karena penyakit kanker yang dideritanya. Aku tahu kalau ternyata ikutan sakit saat kehilangan dirinya. 

Mas Reno sangat sempurna sebagai suami. Dia mapan, tampan dan penyayang. Namun tidak ada anak dalam pernikahan kami karena Boy bukanlah darah daging Mas Reno. Kami menikah  saat aku dalam keadaan hamil. Menyadari pernikahan kami tak sah, dia selalu menjaga jarak dan bahkan tidak mau sekamar denganku. Takut melihat auratku secara tak sengaja. Setelah Boy lahir, kami akad nikah lagi agar hubungan itu sah secara agama, tapi tetap namanya yang tercantum sebagai papanya Boy. 

Saat aku masih berduka dan bingung dengan masa depanku, seorang notaris datang ke rumah. Sebuah rumah yang terbilang mewah dan luas, mobil, perusahaan dan beberapa tempat usaha diberikan padaku dan Boy. Namun aku heran, kenapa harus di tanah kelahiranku? Padahal selama ini kami tinggal di luar pulau bersama Papa dan Mama, juga keluarga suamiku. 

Kutinggalkan tempat itu dan juga usaha suami yang kini dikelola keluarganya. Tapi meskipun begitu, hubungan kami tetap terjalin dengan baik. 

"Ini sedikit uang untuk Ibu, Caca pamit dulu," tanganku, menyelipkan beberapa lembar uang ke tangan Bu Ranti. 

"Makasih, Ca. Semoga kamu panjang umur dan banyak rejeki terus," balas ibunya Bian dengan mata berkaca-kaca. 

*

[Saat istri takut suaminya digoda orang lain, aku malah ingin sebaliknya. Bukan tak percaya pada suami, tapi aku begitu yakin dengan kekuatan cintaku. Priaku tak akan pernah berpaling]

[Jangankan wanita yang baru kenal, yang datang dari masa lalu dan pernah saling cinta pun tidak akan pernah bisa merebut cinta suamiku]

Status WA Inayah. Aku yakin kalau itu ditujukan padaku. Sepertinya dia semakin aneh saja. 

[Jangan takabur, In. Iman itu naik turun. Jangan sampai Bian khilaf dan benar-benar meninggalkanmu] tulisku, mengomentari statusnya. 

[Suamiku bukan orang bod*h yang mau memungut seseorang yang telah mencampakkannya] balasnya disertai emoticon ngakak sampai mengeluarkan air mata. Aku tak boleh marah dengan kata-katanya yang seperti mencari masalah, memancing emosiku. 

[Jangan lupa kalau ada Sang Maha Pembolak-balik hati. Lebih baik menjaga suami daripada menyesal kemudian] tandasku, lalu menyimpan ponsel. Malas meladeni. 

Melanjutkan kembali kerjaan. Rasanya sia-sia saja aku melihat-lihat story orang, apalagi Inayah. 

Rasa melilit di perut membuatku menghentikan kegiatan. Saat kulirik benda yang melingkar di pergelangan tangan kiri, ternyata sudah waktunya makan siang. 

Aku mengambil tas dan kunci mobil, lalu berangkat menuju kafe langgananku. Memesan makanan, lalu menyantapnya dengan fokus. Aku tidak terbiasa cekrek-cekrek sebelum makan. 

"Hay, ternyata kamu di sini juga?"

Aku mendongak dan merasa kesulitan menelan makanan yang kukunyah. Kuambil air putih dan meneguknya dengan tergesa-gesa. 

Kenapa ada Inayah dan Bian di sini? 

"Boleh gabung, gak? Kebetulan meja lain penuh," lanjutnya. Aku melirik sekeliling, tempat ini memang selalu ramai. 

"Apaan sih kamu, Yang? Kita cari tempat makan yang lain," ujar Bian, menarik tangan istrinya. 

"Tapi, Sayang, aku pengennya makan di sini. Carisa kan, teman kita juga. Gak apa-apa dong kalau kita semeja dengannya," rengek Inayah, bergelayut manja di lengan suaminya. 

Astaga, ini tempat umum. Meskipun pasangan halal, tak selayaknya menampakkan kemesraan di depan orang lain. 

"Silakan duduk. Gak apa-apa kok," ujarku, tersenyum ramah. 

"Tuh kan, Bang, Carisa tak keberatan. Aku dah keburu lapar, nih," cerocos Inayah dan langsung duduk di kursi sebelahku. Bian menghela napas, kelihatan sekali kalau dia memang menghindari diriku. Ia menatapku sekilas, pandangannya sinis membuatku membuang muka. 

Pantas saja Inayah sangat percaya pada kesetiaan Bian. Aku tahu banyak tentang dia karena dulu pun lelaki itu tak pernah berkhianat sebelum ada hubungan sah yang mengikat. Apalagi sekarang dia sudah menikah, ia akan menghargai hubungan itu. Yang herannya aku cuma pada Inayah, terlalu sombong menurutku. 

"Aku pesan makanan untuk kita, ya. Abang mau ke toilet sekalian," pamit Bian. 

"Oke, Sayang. Jangan lama-lama," balas Inayah dengan nada manja lagi. 

Inayah berdehem setelah suaminya menjauh. 

"Aku sudah kasih nomor Bian sama kamu, Ca. Tapi sampai sekarang kok dianggurin? Pasti takut kan, kalau dicuekin doi," kekeh Inayah. 

Aku mendongak lagi, menyeruput air minum dengan perlahan. 

"Enggak kok. Aku cuma menghargai kalau Bian sudah beristri. Aku yakin dia orang yang setia pada satu wanita. Namun aku khawatir, dia setianya sama aku atau kamu? Soalnya, cuma kita berdua yang pernah jadi bagian hidupnya," balasku, tersenyum menyeringai. 

Mata Inayah melotot dan mengepalkan tangan yang ia letakkan di atas meja. 

Baru segitu aja kamu sudah kelabakan, Inayah. Apalagi kalau beneran suami kamu masih mencintaiku. Kamu mungkin akan menangis terus. 

Bab terkait

  • PAMER SUAMI   Inayah Semakin Keterlaluan

    "Senyum itu sedekah. Jangan manyun begitu," candaku. "Kamu yang menyuruhku menggoda suamimu, lalu kenapa terlihat tak suka?"Aku meneguk sisa air minum seraya menatap istri Bian ini. Inayah tersenyum mengejek. Ia mendekatkan wajah ke arahku. "Aku hanya ingin meremas kepercayaan dirimu yang terlalu tinggi. Kamu memang pernah spesial di hati suamiku, tapi sekarang, kamu cuma bekas," ujarnya dengan pelan, tapi tegas. Aku menarik napas perlahan, jangan sampai terlihat emosi. Jujur saja, aku tak suka disebut 'bekas'. Meskipun tujuannya sama dengan mantan. "Sebenarnya kita sama-sama percaya diri. Tapi aku tidak akan meladeni kalau kamu minta agar permainan ini dihentikan. Bian bukan lah barang. Ia pasti akan kecewa kalau dirinya dijadikan sebagai bahan rebutan," balasku setelah memastikan Bian belum kembali. "Aku sudah bilang, silakan goda suamiku kalau kamu mampu. Di dunia ini banyak lelaki hidung belang, tapi terkecuali suamiku," tegasnya. Entah apa maksudnya bersikap begini? Apa dia

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-15
  • PAMER SUAMI   Papa yang Egois

    [Seseorang yang mau marah jika kita salah, itulah sebenar-benarnya orang yang peduli dan sayang. Bukan malah cuek diam saja ketika sudah melakukan hal konyol seperti kamu] balasku, memancing emosinya. Sedang mengetik. Beberapa menit berlalu, belum juga masuk balasan. Sebenarnya aku penasaran, tapi sayang waktuku untuk menunggu. Aku menyimpan ponsel dan duduk di sisi ranjang. Mungkin saja Inayah mau mengirim pesan panjang lebar padaku. Semacam pidato pembina upacara saat hari senin. "Ma, aku kangen sama Papa," celetuk Boy. Bocah itu masuk kamar sambil mendekap sebuah foto dengan bingkai berwarna emas. Di sana ada aku, Boy dan Mas Reno."Mama juga kangen, Nak. Jangan lupa doakan Papa, ya," ujarku sambil mengelus kepala putraku. Bocah itu tersenyum dan mengangguk.Anak lelakiku itu mengusap foto wajah almarhum suamiku yang tersenyum semringah sambil menggendong Boy yang sudah bisa jalan. Kami seperti pasangan bahagia. Padahal, senyumku waktu itu hanya terpaksa agar terlihat sebagai k

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-28
  • PAMER SUAMI   Meminta Pekerjaan

    "Bu! Bangun, Bu! Apa Ibu sakit?"Mbak Tika membangunkanku sambil menepuk-nepuk lengan. Aku mengerjap beberapa kali, lalu memicingkan mata. "Memangnya jam berapa, Mbak?""Udah pukul 05.30, Bu," balasnya dengan wajah cemas. Aku melonjak kaget dan langsung duduk sebentar, lantas masuk kamar mandi. Begitu lelahnya pikiran hingga jam weker tak mampu membangunkanku. Bukan karena takut terlambat ke kantor, tapi takut terlewat shubuh. Aku memang tidak alim, tapi satu pinta Mas Reno membuatku semakin jarang meninggalkan salat. Itulah sebabnya, jika aku tidak sedang datang bulan, aku akan meminta Mbak Tika membangunkanku bila terlambat. Dan itu jarang terjadi. "Nanti setelah Mas tiada, salatmu jangan pernah lupa, ya, Beb. Do'akan Mas agar diampuni dosa-dosanya selama hidup. Kalau kamu mau membina rumah tangga lagi, menikah lah dengan lelaki yang kamu cintai," pesannya kala itu. Hampir setiap selesai salat, dia mengucapkan hal yang sama. Tubuh ringkih itu tak lagi bisa salat berdiri sempurna,

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-10
  • PAMER SUAMI   Tuduhan Makin Menyudutkan

    "Stop! Ini kantorku. Kalian mau pamer kemesraan atau nyari kerjaan?" tanyaku dengan suara tegas. Muak melihat Inayah yang merengek terus dan juga merajuk kepada suaminya hingga tangan kokoh Bian mengelus-elus pucuk kepala wanitanya. "Kami butuh pekerjaan, Ca," balas Inayah dengan tatapan memohon.Inayah bisa diibaratkan bunglon yang mudah berubah warna. Sikapnya tidak bisa ditebak. Suasana hatinya juga tak pasti. Aku tahu keahlian Bian, sangat lihai dalam pemasaran. Mungkin karena tutur katanya yang lembut dan sopan membuat calon customer jadi yakin apa pun produk atau jasa yang ditawarkan Bian tidak akan mengecewakan. "Kalau Bian mau, bisa menjadi staff marketing. Untuk satu ini, cuma itu yang kurang," ujarku. "Kok cuma staff? Jadi manajer saja kenapa?" protes Inayah dengan tidak tahu dirinya. "Bukan apa-apa, kami lagi butuh banyak uang," lanjutnya dengan wajah sendu. Bian memberi kode agar istrinya diam. Kasihan kamu, Bi. Sebenarnya kalian bahagia atau hanya pura-pura? Seperti

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-10
  • PAMER SUAMI   Nostalgia

    Salah satu caraku untuk meringankan beban pikiran adalah berbicara dengan Boy, meskipun cuma video call. Senyumannya yang natural dan ceria membuat semangatku kembali bergelora. Aku kerja demi dia juga. Walupun kami memiliki aset yang lumayan, tapi bila tidak dikelola dengan baik, bisa saja hancur sebelum Boy dewasa.Aku tidak mau itu terjadi. Aku ingin membersamainya selalu dan menyiapkan keuangan yang memadai. Setiap orang tua tentu tak ingin anaknya kesusahan. Begitu juga denganku.Jam makan siang, aku mengajak Bian makan di resto yang letaknya tepat di depan kantor ini. Dia tak menolak, tapi tetap menjaga jarak saat kami menyebrang jalan menuju tempat makan favoritku itu."Gimana kerjanya, Bi? Sudah bisa beradaptasi dengan staff yang lain, kan?" tanyaku sambil menunggu pesanan kami datang."Lumayan, Bu," balasnya kaku."Ini di luar kantor, Bi. Tak apa kalau kita saling panggil nama," ujarku.Ia tersenyum tipis, lalu memandang ke tempat lain. Resto ini selalu ramai setiap jam makan

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-10
  • PAMER SUAMI   Pertemuan Bian dan Anakku

    Cukup lama aku termenung di resto ini hingga pengunjung mulai sepi, karena jam makan siang sudah usai. Semua makanan belum terjamah. Rasa lapar yang mendera tadi sebelum ke sini mendadak hilang gara-gara tahu luka yang ditanggung Bian. Mungkin aku juga salah, tak berani melawan dengan tegas. Bisa saja aku lari, kan? Tapi aku juga terlalu takut kalau Mama dan Papa bertengkar yang bisa membuat wanita kesayanganku jatuh sakit. Hidup memang kadang tak bisa memberikan kita pilihan terbaik. Bagai memakan buah simalakama. Dimakan atau dibuang, tetap saja ada resikonya."Kok belum dimakan, Bu Carisa? Apa rasa makanan resto kami mengalami penurunan kualitas?" tanya Lina, manajer tempat makan ini dengan raut wajahnya yang cemas. Aku tersenyum terpaksa. Ia pasti khawatir melihatku belum menyentuh makanan kesukaanku itu. Dia adalah teman lamaku juga, tapi tidak terlalu akrab sebelumnya. Setelah sering makan di sini, barulah komunikasi kami membaik. "Ah, tidak. Aku cuma merasa kurang enak bad

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-10
  • PAMER SUAMI   Lanjutan

    "Setia itu pilihan, Bu. Jika ada cinta yang hadir setelah pernikahan, itu ujian," tegas Bian yang membuatku menarik napas dalam. Mungkin aku hanya salah sangka dan terlalu kepedean kalau Bian belum bisa move on.Aku memberikan Boy kepada Mbak Tika, lalu memutar badan, mendekati keluarga itu. "Iya, Bu. Ibu cuma salah sangka. Bian baru kerja hari ini di perusahaan yang didirikan mendiang suami Caca. Dia jadi staff dan juga sopir pribadi aku, Bu," jelasku. "Loh, Bian dipecat dari kantor lama? Kok Ibu gak tahu? Sejak menikah dengan Inayah, anak ini memang tak pernah cerita lagi sama Ibu. Bahkan berkunjung saja jarang." Bu Ranti kelihatan kecewa. "Sudahlah, Bu. Jangan bertengkar di sini? Malu sama Kak Caca," ujar Nisa menengahi. Bian membuang muka, lalu mengambil kunci mobil dan menyerahkannya padaku. "Saya pulang dulu, Bu. Ini kuncinya.""Loh, rumah kamu kan, lumayan jauh. Bawa saja mobilnya. Lagian besok kamu harus menjemputku lagi," balasku dan menyerahkan kunci. "Oh iya, apa Ibu

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-10
  • PAMER SUAMI   12 A

    Selain terkejut karena Bian kenal suamiku, ada satu kata yang membuatku merasa antara senang dan juga sedih.Dia menyebutku istrinya? Baru sekali ini aku mendengarnya."Memangnya Abang kenal suami Kak Caca?" tanya Anisa."Ya, kenal banget. Dia bosnya Abang di kantor lama. Pernah dia melihat Caca saat mengantar makanan ke kantor dan mengatakan kalau suka sama Caca. Abang kira waktu itu cuma bercanda," jelasnya.Aku membulatkan mata dan menutup mulut. Ini di luar dugaan.Benarkah dunia sesempit ini?Aku memang sesekali datang ke kantor Bian, tapi hanya sampai lobi karena sudah menelpon terlebih dahulu. Selebihnya aku bantu Papa di kantor, tidak terlalu fokus karena merasa gak punya bakat dalam hal itu. Mungkin karena merasa cukup juga, tidak pernah kekurangan sehingga berleha-leha."Atau kamu sudah mengenalnya sebelum kalian pergi dari kota ini, Ca? Kekayaannya telah membuatmu meninggalakanku?" tuduh Bian."Enggak, kami tak pernah saling kenal sebelumnya, Bi. Kenapa kamu berpikir kalau

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-10

Bab terbaru

  • PAMER SUAMI   Ending

    "Bi, gak nyangka ya, kalau Inayah udah berubah drastis? Padahal kan dulu dia ….""Sst! Jangan mengungkit masa lalu orang lagi, Sayang. Kalau dia sudah bertaubat, cukup diingat kebaikannya yang sekarang," potong Bian, meletakkan telunjuk di depan bibirku. Aku mengerucutkan bibir dan memiringkan badan. "Jadi Bibi belain dia? Jangan-jangan kecewa saat tahu Inayah akan menikah lagi," balasku pura-pura kesal. Aku yakin kok kalau dia hanya mencintaiku sekarang. "Loh, ada yang lagi cemburu ni ye. Aku malah senang kalau dia nikah, Sayang. Dengan begitu, tiada lagi yang harus kita cemaskan jika sering kembali ke kota ini. Gak ada pengganggu. Mantan itu tak harus bermusuhan," balas Bian, menjadi lebih pipiku. "Iya iya, Bi aku cuma bercanda kok," balasku tersenyum lebar. Netra Bian melebar, menatapku tajam. "Jadi kamu gak cemburu, Ca? Ah, aku kecewa.""Ihhh, pakai merajuk segala," kekehku dan memeluk pinggang Bian. Merebahkan kepala di punggungnya yang kokoh. "Enggak juga sih, Sayang. Tap

  • PAMER SUAMI   42 Bahagia Itu Pilihan

    Aku menarik napas panjang. "Temani aku bertemu Bang Bian, Nah. Dia lagi di kota ini," lanjutku.Aminah tersenyum hambar. Gurat kecewa tak bisa ia sembunyikan. "Aku tak akan sekecewa ini bila kamu menolak tawaranku, In. Namun aku tak menduga kalau kamu masih mengharapkan mantanmu. Aku kira kamu sudah ikhlas melepas dia berbahagia dengan wanita itu."Aminah membuang muka, tak sudi menatap wajahku lagi. Aku berjalan dan berdiri di hadapannya, membingkai wajah yang jarang putus dari wudhu itu. "Hey, siapa yang sering mengajarkanku agar tidak berprasangka buruk? Aku tidak bilang kalau ingin kembali dengan mantan suamiku loh."Aminah menggenggam kedua tanganku seraya tersenyum. "Lalu apa maksudmu ingin menemuinya dan sampai mengajakku?" cecarnya. "Aku ingin bertemu untuk terakhir kalinya. Murni untuk minta maaf saja, sekalian mengabarkan kalau aku akan menikah dengan lelaki pilihan sahabatku," balasku tersenyum lebar. "Alhamdulillah ya, Allah. Kamu beneran mau jadi temanku bahu-membah

  • PAMER SUAMI   41

    "Apa benar kamu masih mencintai mantan suamimu? Atau kamu hanya takut kalau tak ada yang mengurus di usia senja, In?" cecar Aminah dengan lembut. Dia adalah teman sekampungku dan tak sengaja bertemu di warung makan tempatku bekerja. Saling tukar kontak dan bertemu keesokan harinya karena aku libur kerja. Dia datang ke kosanku dan aku banyak bercerita padanya tentang kehidupan rumah tangga yang sudah kandas. Semuanya kuceritakan dengan detail meskipun aku tahu tindakanku akan salah dalam pandangannya. Aku butuh orang untuk mengeluarkan semua uneg-uneg.Perempuan berkulit hitam manis itu mendengarkan dengan baik, terkadang tersenyum dan sesekali mengelus dada. Setelah aku bercerita, barulah hati ini plong. Aku tak punya teman berbagi kisah karena memang tak punya teman akrab di sini.Sebagai anak yatim piatu, jelas saja aku cemas akan nasibku di hari tua. Tiada anak, suami, maupun keluarga. Aku sebatang kara, mencari uang sendiri dengan mengandalkan tenaga dengan gaji tak seberapa. Aku

  • PAMER SUAMI   40

    "Sialan lo, Baron. Itu cewek lo pakai nempel-nempel segala sama gue. Apa gak lo tatar dulu agar dia fokus menggoda?" bentakku pada salah satu teman dekat sainganku.Baron memang playboy dan gila harta. Dengan iming-iming uang, dia rela menusuk Bian dari belakang dengan menyuruh pacarnya pura-pura jadi mantan pacar Bian. Tujuanku cuma satu, menghacurkan kepercayaan Carisa kalau suaminya adalah orang yang setia. Aku tahu, seorang wanita itu pencemburu dan bisa memicu pertengkaran dasyat dalam rumah tangga.Aku terlalu percaya dengan omongan Baron yang optimis, bicara layaknya orang yang bisa dipercaya. Apa balasannya? Uangku melayang, sedangkan Carisa tetap lengket dengan suaminya. Itu karena cewek Baron itu tidak profesional. Dia malah mengejar-ngejar aku. Belum lagi aku kena omel sama Papi karena dinilai mencari pacar yang gak jelas. Akibatnya, Papi berencana mau mencari calon istri buatku.Argh, rasanya mau pecah kepalaku memikirkan semua ini. Selama ini, aku belum pernah jatuh cinta

  • PAMER SUAMI   39

    "Bi, apa benar Rino mengancam akan melakukan segala cara untuk memisahkan kita?" cecarku setelah semuanya agak tenang. Bian tersenyum hambar, lantas mengusap wajah dengan cepat. "Maafkan aku, Ca. Apa Ibu yang cerita?" tanyanya dengan wajah bersalah. Aku mengangguk. Kuambil kedua tangan Bian, lantas meletakkannya di dadaku. "Hingga saat ini, kamu lah lelaki yang bertahta di hati ini, Bi. Terlebih kamu adalah suamiku, tentu makin istimewa posisimu di sini," lirihku. Mata ini mulai berembun yang membuat pandangan sedikit buram. "Aku tahu, mungkin ada beberapa hal yang tak bisa dibagi dengan siapapun, termasuk pasangan. Namun, jika ada masalah yang membuatmu cemas, kumohon jangan pendam sendiri. Kita cari solusinya bersama. Aku tahu kamu lelaki terbaik yang pernah kukenal, jadi jangan pernah nodai kepercayaan ini," imbuhku.Bian melepaskan tangannya, lalu merangkulku dengan erat. "Maafkan aku, Ca. Aku memang hanya pria bodoh yang berkesempatan menjadi pendampingmu. Aku hanya lelaki ba

  • PAMER SUAMI   38

    "Kamu sudah pulang, Bi?" tanyaku, tersenyum getir melihat ekspresi Bian yang tak bersahabat. Dia berjalan menghampiri adik dari almarhum mantan suamiku.Bugh.Aku menutup mulut dan mata membeliak melihat Bian memukul perut Rino bener apa kali. Aku berteriak histeris, lalu menghampiri."Kamu kenapa sih, Bi? Kok main pukul-pukul saja?" seruku, syok melihat Rino terjengkang ke tanah. Aku membantunya berdiri dan meminta maaf.Bagaimana bisa suamiku yang biasanya pandai meredam emosi, tapi sekarang malah diperbudak setan. Melakukan pemukulan tanpa ada salah. Andai pun ada yang menurutnya salah, apa tak bisa tabayyun terlebih dahulu?"Nak, kenapa kamu pukuli dia? Jaga sikapmu, Bian," sentak Ibu, tergopoh datang dari dalam. Untung saja Boy tidak kelihatan batang hidungnya. Semoga saja buah cintaku itu tidak melihat kejadian memalukan ini. Bukan contoh yang baik buat perkembangan mentalnya.Aku menarik tangan Bian agar duduk di kursi teras. Rino terlihat santai, bersandar di pintu mobilnya."

  • PAMER SUAMI   37

    "Pokoknya kamu juga harus nikah. Carisa udah mau nikah dan dia akan tingal di kampung suaminya itu. Siapa lagi yang jadi menantu Mami?" desak Mami. Aku berdecak kesal. Dulu Reno yang selalu jadi patokan kesuksesan. Sekarang, istrinya lah yang jadi acuan menjadi orang bahagia."Kalau gitu, nikahkan saja aku sama Carisa," balasku cuek. Mata Mami membeliak, lalu memegang kedua bahuku. "Kamu serius?""Iya. Sepertinya aku mulai menyukai janda itu."Mami terlihat bahagia, lalu kembali murung. Duduk di sofa dengan bahu terkulai. "Tapi sayangnya semua udah terlambat, Rino. Kamu sih, dulu pakai acara nolak segala. Coba kamu ikuti alur yang Mama buat, pasti sekarang kita akan berkumpul lagi sebagian keluarga yang utuh."Mami mengusap wajah dengan pelan. "Kamu coba pedekate sama anak temen Mami deh. Gak mungkin Mami ngerusak kebahagiaan Carisa dengan memaksanya menikah denganmu. Bisa rusak citra baik Mami."Aku berdecak lagi. Katanya ingin Carisa jadi menantunya lagi, tapi Mami gak sungguh-

  • PAMER SUAMI   36

    "Ada apa ini? Kok kamu sampai jatuh sih, Sayang?" tanya maminya Rino, membantu putranya berdiri. Dia terlihat cemas dan membolak-balik badan Rino, memeriksa apakah ada yang terluka."Gak ada apa-apa, Mi. Aku cuma terjatuh pas mau berdiri," balas lelaki itu, sedikit meringis dan melirikku sekilas.Kenapa dia harus berbohong? Padahal kalau dia mau, bisa saja mengatakan yang sebenarnya kalau aku telah memukul perutnya."Papa sakit?" tanya Boy cemas.Ya Allah, dia bukan papamu, Nak."Enggak kok, Sayang. Hanya sedikit."Wajah Rino membuatku muak. Dia meringis di depan putraku hingga Boy menarik tangan lelaki itu agar duduk di sofa.Tangan mungilnya mengusap-usap betis Rino yang katanya sakit. Tentu saja aku merasa tak nyaman melihat pemandangan ini karena sudah mendengar sendiri penuturan Rino tadi. Dia ingin merebut cintaku seperti yang dilakukan saudaranya.Apa di dunia ini tak ada lagi wanita lajang yang pas buatnya?Jika aku menjelaskan sekarang pada Boy bahwa lelaki tadi bukan papanya

  • PAMER SUAMI   Lanjutan

    "Kamu kenapa, Bi?" tanya Caca, membuyarkan lamunanku. "Eh?" Aku menatap sekeliling. "Ayo turun, Ibu sama Boy udah nungguin loh," ujar Caca. Aku mengusap wajah dengan pelan, lalu turun dari taksi online yang sudah berhenti sejak tadi. Aku mengikuti nenek dan cucunya itu masuk ke rumah mertuaku. Binar bahagia terpancar di wajah kedua mertuaku. Mereka tentu tak menyangka kalau kami akan datang ke sini, apalagi tidak dikabari sebelumnya. Boy tentu jadi idola, tak hentinya dihadiahi ciuman dari kakek neneknya. "Assalamualaikum!" sapa orang dari luar. Aku menoleh pada Caca. Itu seperti suara mantan mertua istriku. Dengan sigap Caca membuka pintu. "Ya Allah, Nak, kamu di sini? Kok gak ngabarin Mami? Ponsel kamu juga tak bisa dihubungi sejak tiga hari yang lalu. Mami kangen loh, Nak," lirih ibunya Reno. Keduanya berpelukan. "Namanya juga surprise, Mi.""Papaaaaaaaaaa!"Teriakan Boy yang lumayan kencang membuat kami semua menoleh. Aku terkejut bukan karena suaranya, melainkan kata

DMCA.com Protection Status