Edmund berada di sebuah tempat untuk bertemu dengan Alfredo di sebuah restoran yang dipesan secara privat. Restoran yang terletak di pedesaan, jauh dari hiruk pikuk kota. Restoran jepang yang menjadi saksi persahabatan Alfredo dengan Jacob, ayah kandung Edmund. Meski sebenarnya Edmund sangat enggan bertemu dengan Alfredo tapi, dia tetap menemuinya.Lebih seperti rumah di pedesaan Jepang, restoran tersebut tidak terlalu besar tapi, cukup untuk sebuah pertemuan pribadi. Alfredo datang dengan dua mobil, sedangkan Edmund datang seorang diri menemui pria yang pernah dianggapnya sebagai seorang ayah itu.“Ada perlu kau memintaku datang kemari?” tanya Edmund begitu sampai di tempat tersebut dan menghampiri Alfredo yang berada di teras restoran sambil minum teh khas Jepang.“Duduklah, jangan menjadi kaku seperti itu Edmund.”Edmund duduk di atas bantalan sofa khas Jepang, dan melipat kakinya. “Apa lagi yang tengah kau rencanakan?” “Sepertinya kau sudah sangat lelah menghadapi kehidupan ini.
Melupakan sejenak permasalahannya dengan Assa, kini Alyssa dipertemukan Dastan dengan Mia dan juga nenek Elizabeth yang pernah merawatnya saat kabur dari Mansions milik Assa dan berakhir di kediaman Dastan. Alyssa juga memperkenal nenek Elizabeth pada Hanna. Kedatangan kedua orang itu membuat rumah mereka ramai.Hanna sangat mengapresiasi usaha Dastan meskipun pria itu mempunyai kemungkinan kecil bisa memiliki Alyssa tapi, Dastan rela menjaga suasana hati Alyssa agar selalu baik-baik saja. Hanna juga sering sekali memergoki Dastan yang memandang Alyssa penuh cinta.“Apa kau akan terus-terusan merahasiakan perasaanmu pada Alyssa?” tanya Hanna yang kali ini memergoki Dastan yang tengah memandangi Alyssa dari pantry dapur. Sementara Alyssa berada di meja makan bersama Elizabeth dan Mia tengah mengobrol sambil menikmati kudapan sore mereka.“Apa terlalu mencolok caraku memperhatikannya?” tanya Dastan, tangannya lalu mengambil keranjang sayuran dari tangan Hanna. “Sangat jelas terlihat t
Alyssa masih syok dengan kejadian yang menimpanya. Hanna juga kaget mendengar cerita itu dari pak tua pemilik toko yang mengantar mereka pulang. Satu hal yang Alyssa rasakan setelah kejadian itu terjadi, hal yang membuatnya berpikir keras tentang apakah akan tetap tinggal di Monemvasia yang asing baginya atau kembali ke London. “Dastan apa kamu masih belum bisa menghubungi ayahku?” tanya Alyssa untuk yang kesekian kalinya.Dan lagi-lagi jawaban Dastan masih sama. Dia belum berhasil menghubungi Samuel. “Kalau situasi di sini tidak memungkinkan, aku sarankan kamu kembali tinggal di tempat Assa. Paling tidak Assa mempunyai banyak penjaga yang profesional.”“Kali ini aku setuju dengan Dastan. Kita tidak tahu berapa banyak mereka berkeliaran di sini meski ada Dastan itu tidak cukup untuk menjagamu Alyssa, dan hal terpenting adalah yang harus kamu pikirkan bahwa sekarang kamu tidak sendirian. Ada bayi yang harus kamu jaga juga,” Hanna tegas berkata, membenarkan saran yang Dastan ajukan.Ne
Alyssa mengamati jalan-jalan di sekitarnya. Tidak tampak seperti jalan yang dilaluinya ketika dia baru datang ke Monemvasia. Bukan jalan menuju bandara Yunani tapi, Alyssa tidak terlalu memikirkan hal itu. Dia yakin Argo lebih banyak mengetahui kota Yunani dibandingkan dirinya.Tapi, ketika mobilnya melaju lebih jauh dari pada mobil di belakangnya dimana Hanna dan Sam berada Alyssa mulai bertanya. “Apa mobil kita tidak terlalu cepat melaju?”“Tidak, tenang saja. Sopir yang membawa temanmu dan juga Sam adalah penduduk asli kota ini. Jadi tidak akan tersesat,” balas Argo yang duduk di sisi Alyssa.“Seharusnya Hanna satu mobil dengan ku agar aku tidak bosan seperti sekarang,”Ketika mereka sampai di sebuah persimpangan, Alyssa melihat lagi ke belakang. Mobil yang dinaiki Hanna mengambil jalan yang berbeda dari mobilnya. “Argo sepertinya mereka salah jalan.”“Tidak,” lagi-lagi Argo menjawab dengan santai.“Apanya yang tidak, mobil mereka ke arah kiri dan kita mengambil jalur kanan. Itu su
Wolf mengikuti Takeda untuk mengobrol bersama. Jauh dari hanggar pesawat demi memastikan bahwa percakapan mereka tidak didengar oleh orang-orang yang berada di hanggar tersebut. Takeda memberikan rokok pada Wolf dan juga Dastan tapi, keduanya menolak secara halus.“Saya harap yang ingin kau sampaikan tidak menyia-nyiakan waktuku,” tutur Wolf penuh dengan penegasan.“Pertama saya ingin memberitahu bahwa bukan saya yang menghabisi Sathosi. Saya memang pernah bermusuhan dengannya tapi, pada akhirnya ada hal yang membuat kami berdamai.”“Apa yang harus saya percaya pada ucapanmu?”Takeda menunjukkan ponselnya. “Itu adalah percakapan terakhir saya dengan Satoshi.”Wolf mengambil ponsel itu, membaca isi percakapan antara Takeda dan juga Satoshi. Dilihat dari setiap pesan yang dikirim pun sudah jelas kalau itu adalah percakapan yang hanya akan terjadi di antara dua teman yang sangat dekat. Wolf membaca percakapan itu sampai selesai.“Itu tidak bisa dijadikan bukti.”“Apa kalian tahu kalau tu
Tak pernah sekalipun Assa berpikir bahwa Alfredo adalah seorang ayah yang berpura-pura menyayanginya. Bahkan Assa tidak pernah berpikir tentang sifat buruk pria yang selama ini dipanggil ayah olehnya. Semua kebanggaan seorang anak pada ayahnya hilang seketika. Assa juga tak pernah berpikir bahwa Argo yang dianggap sebagai adik itu berbalik mengkhianatinya. Assa benar-benar dalam kondisi terpuruknya. Dunianya serasa runtuh seketika, tak ada lagi kata-kata yang bisa menggambarkan betapa hancur hatinya sekarang ini. Seakan tak cukup percaya dengan penjelasan yang Edmund sampaikan, Assa mendatangi apartemen Lena meminta penjelasan lebih lanjut lagi.“Minumlah,” Lena memberikan segelas jus buah untuk Assa. “Tenang saja, aku tidak meracunimu.”“Sejak kapan kau tahu kalau Argo adalah anak ayah?”“Hari ulang tahun bibi Lucy, saat aku baru duduk dibangku kuliah tanpa sengaja aku mendengarkan obrolan mereka. Bibi Lucy memohon pada ayahmu untuk tidak menyakitimu, sebagai gantinya dia akan tetap
Alyssa ketika membuka matanya yang dilihatnya adalah sebuah ruangan asing dengan langit-langit berwarna abu-abu. Aroma citrus tercium segar di ruangan itu. Samar-samar Alyssa membuka mendengar suara tangisan seorang wanita. Meski kepalanya berdenyut nyeri karena Alyssa dibius beberapa kali oleh Argo tapi, dia tetap memaksakan dirinya untuk bangun. Di sisi tempat tidur Alyssa, ada tempat tidur lagi. Di sana ada seorang wanita yang meringkuk dengan bahu bergetar. “Apa kau tahu kita ada dimana?” tanya Alyssa kemudian.Wanita itu berhenti menangis, dia mengusap air matanya. Perlahan dia bangun dari posisi tidurnya, duduk dan menatap Alyssa dengan sendu. “Aku tidak tahu tapi, kita berada di daerah pantai.” Alyssa lalu menoleh pada sisi ruangan di sana ada jendela bulat yang memperlihatkan birunya lautan di luar sana. “Namaku Alyssa, siapa namamu?”“Marine.”“Nama yang bagus,” Alyssa perlahan turun dari tempat tidur. Dia ingin melihat ke luar lewat jendela. Namun sayangnya ketika jendela
Langit kian pekat ketika mereka menjalankan rencana. Assa dan Keenan ditemani tiga orang terlatih dalam misi seperti sekarang ini. Tempat yang digunakan untuk menyekap Alyssa dan Marine ada sebuah tempat yang padat dengan penduduk. Sebisa mungkin mereka mencegah aksi baku tembak. Mereka mengamati sekitarnya. Keenan memberikan aba-aba pada rekannya untuk maju lebih dahulu. Dua orang bergerak dengan cepat melumpuhkan dua penjaga di depan pintu. Assa dan Keenan maju. Dua orang lainnya masuk lewat pintu sisi, satu lagi seorang sniper menjaga dari kejauhan.Saat pintu dibuka oleh Keenan, Assa dan dua orang lainnya masuk sembari menodongkan senjata ke sekitar. “Clear!” ujar Assa setelah memastikan ruangan itu aman. Mereka bergerak masuk lebih dalam. Assa berada di depan, dua orang di tengah dan Keenan di belakang sambil mengawasi. Ruangan itu cukup gelap, hanya ada lampu di sudut yang menyala.“Kita berpencar,” Keenan meminta satu orang ikut dengannya ke atas, sedangkan Assa dengan yang l