Assa duduk di ruang kerja Alfredo. Di sana ada Argo, Wolf dan juga Sam. Apa yang terjadi hari ini sudah sama-sama diketahui. Alfredo mendapatkan laporan dari Samuel bahwa Takeda sekarang sudah sampai di Inggris. Samuel tidak punya kesempatan untuk melenyapkan pria asal Jepang itu karena dikawal ketat oleh orang-orang yang menyamar menjadi pengunjung bandara.“Samuel masih memata-matai Takeda, jika dia mempunyai kesempatan dia boleh membunuhnya seperti yang sudah-sudah jika ada orang yang mulai mengancam keselamatan keluarga kita," ujar Alfredo.“Apa Ayah sudah menemukan bukti-bukti lainnya terkait kasus kebakaran gudang itu?”“Tidak ada, semuanya masih abu-abu. Kita harus lebih dekat pada mereka.”Pintu ruangan diketuk. Di sana Mark datang bersama Jane. Mereka datang atas undangan Alfredo. Keduanya dipersilahkan duduk bergabung bersama Assa dan yang lainnya. “Apa kalian menerima karangan bunga?” tanya Marka cemas. “Iya, mereka sepertinya sudah tahu kalau kita yang membebaskan Leonid
Lagi-lagi Lena berada berhasil masuk ke dalam Mansion milik Assa. Di belakang wanita itu beberapa pengawal Assa terlihat serba salah. Mereka sudah mencegah dan mengikuti Lena untuk tidak masuk tapi, wanita itu menodongkan senjata api. Salah satu dari pengawal Assa berkata.“Maaf Tuan, tapi Nona Lena membawa senjata.”Mendengar pengaduan itu Lena pura-pura merajuk. “Oh! ayolah itu hanya mainan. Kalian takut dengan mainan yang saya bawa?”Tak ingin merusak acara sarapan bersama maka Alfredo berdiri dari duduknya dan berkata. “Duduklah. Masih ada satu kursi untukmu.”“Terima kasih Paman untuk kebaikannya, tapi saya tidak lama,” Lena mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Dua buah undangan, lalu dia mendekati meja dan meletakan itu di tepi. “Datanglah besok malam ada peluncuran produk terbaru dari perusahaan perhiasanku. Aku harap kalian bisa datang.”Setelah mengatakan kalimat itu, Lena melangkah pergi. Lucy yang mengambil undangan itu dari sisinya. “Bukankah dua minggu yang lalu dia mengelu
Malam hari di sebuah Ballroom hotel milik Blue Eyes ramai oleh para miliuner yang datang bukan hanya untuk sekedar urusan bisnis tapi, juga untuk memamerkan seberapa mewah dan mahal apa yang mereka kenakan malam ini. Bahkan untuk sebuah pin dasi pun harganya puluhan juta.Peluncuran perhiasan milik Lena menjadi ajang unjuk gigi bagi mereka yang datang karena siapa yang mampu membeli, maka mereka akan terlihat paling kaya. Ditambah lagi jika mereka mau membeli sejumlah saham yang ditawarkan Blue Eyes.Orang-orang berkumpul mengisi ruangan. Berdiri membuat kelompok-kelompok kecil sembari memegang gelas Sampanye dan berbincang-bincang. Tawa jumawa seolah menunjukkan sebuah keramahan kerap diperlihatkan. Tak sedikit yang angkuh berbicara.Alfredo hadir malam ini, pria tua itu ditemani Argo. Kehadirannya menarik banyak pasang mata ketika kakinya melangkah masuk ke ruangan. Semua tahu bahwa Welsh dan Blue Eyes adalah musuh. Orang-orang menjadi bertanya-tanya tentang mengapa Lena lebih memil
“Apa kamu bisa mengambilkan wadah saji dari lemari atas?” pinta Alyssa pada Dastan yang hari ini membantunya memasak.“Tentu saja, tapi mungkin sebaiknya kau harus rajin berolahraga agar kau bisa cepat tinggi," ledek Dastan pada Alyssa yang tak sampai menjangkau lemari di atas kepalanya. “Kau meledek diriku?”“Hanya mengatakan fakta,” kilah Dastan seraya mengambil piring oval yang lebar dan memberikan itu pada Alyssa. “Kamu memasak sebanyak ini untuk Assa?”“Ya, dia bilang akan makan pulang agar bisa makan di sini.”“Pria itu terlihat sekali sangat mencintaimu.”Ponsel Dastan berdenting menampilkan sebuah pesan dari nomor yang tak dikenal. Ada satu kiriman video dalam pesan itu, Dastan membukanya. Pesan tersebut adalah sebuah rekaman yang memperlihatkan seorang wanita tengah menyetir bersama seorang anak perempuan. Rekaman yang diambil dari kamera Dasbor mobil tersebut. Suara-suara dari rekaman terdengar Alyssa hingga gadis itu mendekat. “Itu rekaman apa?”“Tidak tahu,” balas Dastan
Rahang Samuel mengeras ketika melihat video yang dikirimkan padanya tanpa nama itu. Sebuah flashdisk sampai ke tangannya. Ada di depan pintu rumah tempatnya tinggal sementara. Samuel yang penasaran membuka file di layar laptopnya. Segala hal yang dia ingin ketahui terlihat jelas dalam rekaman kamera pengawas dan rekaman dasbor mobil mendiang istrinya.Meski diliputi amarah, Samuel berusaha tenang mengendalikan dirinya. Samuel harus bicara langsung pada atasannya itu untuk memastikan segalanya. Maka dia bergegas keluar dari rumahnya dengan membawa barang buktinya. Jelas sekali dada Samuel bergemuruh, dia seperti dikhianati habis-habisan oleh Alfredo.Samuel memacu mobilnya dengan cepat menuju kantor Alfredo. Hal yang tidak pernah dia disangka-sangka sebelumnya ternyata terlibat dalam kasus kecelakaan yang menewaskan istrinya. Seperti sang putri, Samuel juga mengurutkan kejadian demi kejadian setelah kecelakaan itu. Sekarang mengerti benar mengapa selama ini dia sangat kesulitan mencari
“Sial!” Assa berteriak marah karena ketika kembali ke Mansions dia tak mendapati Alyssa. Assa memang menerima laporan dari Wolf bahwa Samuel datang untuk membawa Alyssa, maka Assa bergegas pulang dari pekerjaannya. Dalam perjalanan dia juga mendapatkan kabar dari ayahnya bahwa Samuel sudah mengetahui semuanya.Kemarahan Assa kini bertumpu pada Dastan. Pria itu menendang perut Dastan dengan kuat tak peduli pada Dastan yang sudah lemah dan meringkuk di lantai. “Bodoh! Berani sekali kau membantu Alyssa pergi.”Buk!“Wolf!” panggilnya.“Saya, Tuan Muda.”“Bawa sampah ini keluar,” titah Assa sebelum kemudian berlalu.Wolf segera membawa Dastan keluar dibantu oleh dua menjaga lainnya. Dastan yang berdaya diseret seperti seekor bangkai hewan. Wolf dan rekannya membawa Dastan sampai keluar gerbang, lalu memasukkan pria itu ke mobil. Dastan bisa mendengar Wolf memerintah sang supir untuk membawanya jauh.Sementara di Mansion Assa tengah berkutat dengan laporan yang dibawa Sam dan Argo. Sejak a
Edmund berada di ruang interogasi untuk ditanyai sejumlah pertanyaan terkait laporan Mark terhadapnya. Sunyinya ruangan itu tak membuat Edmund menciut. Duduk di atas kursi besi dengan alas kayu yang keras tak mempengaruhi dirinya. Satu meja di hadapannya menjadi pembatas dengan kursi lainnya.Tangannya diborgol, di atas meja. Kepalanya menunduk dengan mata terpejam. Ketika pintu dibuka dari luar, Edmund masih pada posisinya. Seorang kepala penyidik datang dengan membawa nampan berisi kopi dan buah-buahan kering dalam mangkuk kecil.“Saya dengar Anda sangat menyukai kopi tanpa gula sambil dinikmati dengan buah kering,” tutur kepala penyidik sembari meletakan nampan di atas meja.Edmund mendongak menatap pria paruh baya di hadapannya dengan senyum tipis. “Sepertinya Anda sudah menyelidiki saya lebih jauh sebelum hari ini.”Kepala penyidik bernama Arthur itu menarik kursi untuk dirinya duduk santai. “Kebiasaan saya selalu mencari tahu minuman atau makanan kesukaan tamu-tamu saya di sini,
Assa benar-benar menyusul Alyssa ke Inverness namun sayangnya dia tidak bisa mendapatkan alamat rumah yang ditinggali Alyssa dengan cepat. Dia baru mendapatkannya ketika matahari terbit, saat itu dirinya sudah terlambat. Rumah yang disinggahi Alyssa dan Samuel sudah sepi. Assa tak mendapatkan informasi apapun tentang keberadaan mereka.“Kau menemukan keberadaan Dastan?” tanya Assa pada Sam yang diminta mencari tahu tentang kondisi Dastan.Sam menggeleng. “Saya membawanya ke rumahnya, tapi semalam saat saya datangi rumah dan tokonya tutup. Neneknya bahkan tidak ada di sana.”“Neneknya tinggal bersama adik perempuannya di London. Cari tahu dimana mereka tinggal," perintah Assa. “Baik.”Assa segera masuk ke mobilnya. Dia duduk di belakang dengan gelisah. “Jeff, apakah kau mendapatkan informasi dari Hanna tentang keberadaan Alyssa?”“Saya sudah menghubunginya tapi, dia tampaknya tidak tahu apa yang tengah terjadi sekarang,” jawab Jeff memberikan keterangan pada Tuan Mudanya yang tampak k