Malam yang berkuasa memeluk Alyssa dalam lelahnya langkah-langkah yang diayun menuju kediamannya. Angin malam berhembus tak tahu diri, hingga Alyssa merapatkan coat lusuhnya. Nafas yang keluar berkali-kali adalah nafas lelah yang meski dihembuskan ternyata tak mampu mengurangi beban hidupnya.
Saat kakinya berhenti di depan rumah, Alyssa melihat tiga orang pria berbadan besar berdiri di sana. Ada perasaan takut dalam diri Alyssa ketika mata ketiga pria itu menatapnya. Waswas dalam dirinya, namun Alyssa tetap melangkah mendekat.“Kalian siapa?” tanyanya takut-takut. Mata-mata mereka menatapnya dengan garang. Alyssa memberanikan diri menatap mereka agar tak mudah diintimidasi.Salah satu dari mereka dengan tato Naga di lengan kirinya menghampiri Alyssa. “Apa kau putri dari Samuel Moore?”“I-iya. Kalian siapa?”“Kami datang untuk mengambil uang yang ayahmu janjikan tiga hari yang lalu.”Mata Alyssa awas memperhatikan ketiganya. Rasanya ingin kabur, tapi badan-badan besar mereka rasanya menutupi segala jalannya. Alyssa menelan ludahnya sendiri susah payah.“Uang apa yang kalian maksud?”“Ayahmu berhutang pada tuan kami sebesar sepuluh ribu Pounds, dia berjanji akan membayarnya hari ini."“Se-sepuluh ribu Pounds?!” Alyssa menggeleng tak percaya. Uang sebanyak itu digunakan untuk apa oleh ayahnya? Kenapa dia tak pernah melihat wujudnya. “Itu tidak mungkin.”“Ayahmu kalah di meja judi.”Alasan yang sama untuk setiap masalah yang diciptakan ayahnya. Alyssa bahkan harus membayar sewa rumah sendiri karena sang ayah nyaris tidak pernah pulang, tapi selalu meninggalkan hutang.“Baik kalau begitu aku akan masuk dan mencari uang itu di dalam. Mungkin ayah menyimpannya di dalam,” ucap Alyssa gugup.“Jangan coba-coba kabur, atau kami akan menjadikan kamu target berikutnya,” ujar pria bertato itu dengan jari telunjuk tepat di depan wajah Alyssa, memperingati dengan tegas.“Tidak akan. Kalian bisa melihat saya terlalu kecil untuk melarikan diri dari kalian.”Bergegas Alyssa menuju pintu rumahnya. Tangannya gemetar mengambil kunci dari dalam tas. Pandangan tiga pria itu tidak lepas darinya. Alyssa langsung masuk begitu pintunya berhasil dibuka, lalu ditutup dengan cepat.Gadis itu panik sendiri mencari kesana dan kemari perihal keberadaan uang itu. Lemari-lemari, dan bahkan hingga kolong tempat tidur tidak lepas dari sasarannya tapi, kemudian terdiam. “Ayah tidak mungkin mempunyai uang sebanyak itu.”Alyssa berlari ke kamarnya dan di depan pintu ada kertas yang menempel bertuliskan pesan dari ayahnya. Pesan yang membuat Alyssa geram bukan main sampai kertas kecil itu diremas kuat oleh tangannya sendiri, lalu memasukkan bulatan kertas itu ke dalam saku coat yang besar.Suara gedoran pintu terdengar nyaring di luar sana. Alyssa yang kaget buru-buru mengambil tasnya, memasukkan beberapa pakaiannya dengan cepat. Alyssa harus segera kabur dari orang-orang di luar sana. Terakhir kali Alyssa berhadapan dengan penagih hutang, dia berakhir dengan sebuah tamparan keras di pipinya.“Buka pintunya!”Teriakan itu menggema di telinga Alyssa. Buru-buru mengaitkan ransel ke punggung. Alyssa keluar dari rumahnya lewat pintu belakang. Dia mengendap-endap seperti seorang pencuri. Ketika melewati sisi rumah yang memperlihatkan tiga orang itu, secepat kilat Alyssa berlari.Salah satu dari mereka melihat Alyssa. Berteriak pada gadis yang mencoba kabur itu. “Hei! Jangan kabur!”Alyssa mengumpat. “Sial!”Kakinya berlari dengan cepat, tas di punggungnya ikut terombang-ambing mengikuti langkah kakinya. Alyssa terus berlari, melewati gang-gang sempit yang kumuh. Beberapa tunawisma berkeliaran di sana. Saat kakinya mulai tak sanggup berlari lagi Alyssa bersembunyi di antara tumpukan tong besar, kayu-kayu dan juga sampah-sampah dalam kantong besar. Membekap mulutnya sendiri agar suara nafasnya pun tak terdengar.“Ke mana larinya perempuan itu?” tanya salah satu dari tiga orang yang mengejarnya. Mereka mengamati sekitar dengan awas, tapi yang mereka lihat hanya para tunawisma dan juga tumpukan sampah.Ada persimpangan di sana, jalan yang mungkin salah satunya dilewati Alyssa pikir mereka hingga berpencar mencari jejak Alyssa. Sementara Alyssa yang bersembunyi keluar pelan-pelan. Dia sudah tidak tahan dengan bau menyengat dari tumpukan sampah yang belum diambil petugas kebersihan itu.“Weeeek!” Alyssa muntah meski hanya cairan bening yang keluar. “Benar-benar bau busuk.”Alyssa segera keluar melalui jalan yang dilewatinya tadi setelah memastikan mereka benar-benar jauh. Sekarang tujuannya adalah kediaman kekasih ayahnya, Jane. Berharap wanita itu bisa menolongnya.***“Jadi kamu sudah putus dengan ayahku? Sejak kapan? Karena apa?” tanya Alyssa pada Jane bertubi-tubi ketika dia sudah duduk manis di kediaman Jane sambil menikmati kue jahe yang dibuat Jane.“Sekitar dua minggu yang lalu. Ayahmu menjual kalung milikku secara diam-diam untuk berjudi. Kalung itu adalah milik nenekku, sangat berharga bagiku.”Bahu Alyssa merosot mendengar penuturan Jane. Dia merasa sangat bersalah pada wanita itu. “Maafkan ayahku yang kurang ajar itu, Jane.”Jane tersenyum kecil. “Tidak perlu meminta maaf untuknya. Seharusnya dia yang datang menemuiku dan meminta maaf, bukan kamu yang sekarang berlari dari para penagih hutang ayahmu itu.”“Aku tidak mengerti kenapa ayah masih bermain judi seperti itu. Aku pikir setelah dia bertemu kamu, dia akan berubah, tapi ternyata tidak.”“Manusia tidak akan berubah secepat itu, Alyssa.”Alyssa mengangguk setuju dengan apa yang Jane katakan. “Jadi apakah kamu mempunyai alamat tempat ayah bekerja dulu?” tanyanya dengan harapan bisa menemukan ayahnya di tempat pria itu bekerja.“Iya, ada. Tunggu sebentar,” Jane beranjak dari tempat duduknya. Dia mencari alamat yang Alyssa minta di antara laci-laci kayu di ruang keluarga.Sedangkan Alyssa mengamati rumah Jane yang tampak sederhana, tapi tertata rapi. Alyssa sebenarnya berharap juga jika Jane menjadi ibunya, namun sepertinya Jane terlalu baik untuk ayahnya yang brengsek itu.Jane kembali dengan sebuah kartu nama di tangannya. “Ini alamat yang kau pinta.”“Terima kasih Jane,” ungkap Alyssa menerima kartu nama berwarna perak itu. Alyssa mengeja nama yang tertera di atas kartu nama itu. “Assa Zachary?”Nama yang sepertinya tidak asing bagi Alyssa. Seperti pernah mengenal, tapi tidak tahu kapan dan di mana? Alyssa menatap Jane penuh tanya, berharap ada sedikit informasi yang bisa Jane berikan padanya terkait sosok pemilik identitas di tangannya itu.“Namanya memang seperti itu. Aku belum pernah bertemu atau datang ke tempat ayahmu bekerja, aku hanya mendapatkan kartu nama itu.”“Baiklah Jane, terima kasih atas bantuannya. Aku harus pergi sekarang.”“Apa kamu tidak mau bermalam dulu?”“Tidak, aku harus segera menyelesaikan urusanku ini.”“Baiklah kalau begitu, hati-hati di jalan Alyssa.”“Terima kasih Jane, selamat malam," ucap Alyssa seraya keluar dari rumah Jane sambil membawa kartu nama yang dia harap pemiliknya bisa membantunya seperti yang tertulis di kertas yang ditinggalkan ayahnya.Maafkan ayah karena harus pergi dan meninggalkan hutang, tapi tenang saja kamu bisa meminta bantuan pada atasan ayah. Dia akan menolongmu, dan untuk sementara tinggallah di tempatnya sampai ayah kembali.Ayah akan segera pulang.Alyssa menghela nafas lelahnya, dia belum berani untuk pulang karena takut para penagih hutang itu datang lagi ke rumahnya. Menemui Assa adalah satu-satunya cara yang bisa Alyssa lakukan. Dia pergi ke stasiun Waterloo untuk menuju Hampstead.Tapi Alyssa merasa ada yang mengikutinya. Dia berbalik, tapi tak mendapati orang yang dirasa mengikutinya. Rasanya Alyssa ingin cepat-cepat sampai ke stasiun dan duduk dengan tenang. Alyssa mempercepat jalannya. Stasiun Waterloo jaraknya tinggal beberapa langkah lagi darinya.Langkah Alyssa kemudian berhenti ketika dia melihat sosok ayahnya dari kejauhan. “Ayah? Ayah!”Alyssa berlari lagi mengejar ayahnya sampai ke seberang jalan, tapi ayahnya itu naik taxi dan jauh meninggalkan Alyssa yang terdiam di tempatnya dengan nafas memburu. Alyssa tak mengerti dengan semua ini.“Harusnya ayah mendengar teriakanku, tapi kenapa ayah tak mendengar? Apa ayah benar-benar membuang diriku sekarang? Ayah!”Hampstead, Bishops Avenue terasa sangat lengang ketika kaki-kaki lelah Alyssa menyusurinya. Sudah sangat larut malam memang untuk mencari sebuah alamat. Alyssa sudah hampir kehabisan daya ketika mencocokkan setiap nomor rumah di sana. Jarak dari rumah ke rumah lainnya cukup memakan tenaga.“Nomor tiga sembilan sudah, berarti setelah ini nomor empat puluh,” Alyssa berbicara pada dirinya sendiri mengingat setiap nomor rumah yang dilewatinya.Tak ada satu pun rumah yang kecil di sini. Lebih pantas disebut mansions dari pada rumah. Ada juga yang rupanya seperti istana, atau gereja yang megah. Alyssa berhenti di depan pagar rumah dengan nomor empat puluh. Pagar yang menjulang tinggi sementara rumah di dalamnya terletak sangat jauh dari pandangan Alyssa.Dua penjaga berdiri di balik pagar. Pakaian mereka serba hitam dengan alat komunikasi di telinga. Alyssa yakin masing-masing dari mereka menyembunyikan pistol di balik jaket kulit yang dikenakan. Alyssa melihat dirinya kini seperti kelinci
Suara Assa terdengar seperti sebuah rayuan manis dari penyair yang membaca setiap untaian kata-kata cinta yang melenakan hati pendengarnya. Rupa parasnya seperti lukisan nyata yang dicipta seniman paling handal di muka bumi. Senyum tipisnya serupa Oase di tengah gurun.Alyssa terpana untuk sesaat, tapi seluruh kewarasannya kembali membawa Alyssa berpijak pada kenyataan bahwa tujuannya menemui Assa adalah untuk membereskan hutang-hutang ayahnya. “Se-selamat pagi Tuan,” balas Alyssa dengan terbata-bata.Assa tersenyum tipis melihat kegugupan Alyssa. “Duduklah, kita bicarakan apa yang ingin kau sampaikan sambil sarapan.”Alyssa setuju, dan Helga segera menarik kursi untuk Alyssa duduk berhadapan dengan Assa. Setelahnya Helga menepuk tangannya, lalu beberapa pelayan datang membawakan sarapan untuk mereka. Lagi-lagi Alyssa dibuat takjub dengan tempat yang sekarang diinjaknya.Aneka makanan untuk sarapan tersaji. Alyssa disuguhi wafel dengan taburan gula halus, madu dan juga potongan str
Assa Zachary Welsh adalah seorang pewaris tunggal Welsh Company yang sudah sangat lama menginginkan seorang Alyssa. Gadis yang selalu memenuhi mimpi-mimpinya. Tepat di depan matanya kini Alyssa berbaring dengan tenang setelah dokter datang dan merawatnya lagi.“Helga! bisakah kau menggantikan pakaiannya dengan pakaian tidur agar dia bisa beristirahat dengan nyenyak?"Helga menghela lelah nafasnya. Sejak kedatangan Alyssa, tuan mudanya itu belum juga pergi ke perusahaan untuk bekerja. Ketika Alyssa pingsan di depan mansions Assa langsung memerintahkan pengawalnya membawa Alyssa ke rumah yang ada di belakang mansion dan meminta dokter keluarganya untuk datang tanpa tetapi. “Baiklah tapi, setelah ini Anda harus berjanji untuk pergi ke kantor, Tuan Muda.”“Bukankah ada ayah di sana? Lalu untuk apa aku datang?”Assa tidak bisa dibujuk seperti anak kecil yang jika diiming-imingi permen maka, akan langsung menurut. Helga sudah kehabisan alasan untuk disampaikan pada tuan besarnya perihal pu
Daun-daun bergoyang saling bergesekan begitu angin menyapa mereka. Sesekali ranting yang sudah terlalu panjang itu mengetuk-ngetuk kaca. Mengusik lelapnya Alyssa. Kembali terbangun dalam keadaan yang jauh lebih. Tidak lagi merasakan denyutan hebat seperti semula di kepalanya.Alyssa menggerakkan kepalanya ke kiri melihat pada ranting yang mengetuk-ngetuk kaca jendelanya. “Apa kau ingin masuk? Sebaiknya jangan, jika kau masuk sepertinya tidak akan bisa keluar.”Alyssa frustasi hingga mengajak ranting pohon bicara. Pelan-pelan dia bergerak bangun, bersandar pada kepala ranjang lalu melihat tangannya yang kembali ditusuk jarum guna menyalurkan cairan ke tubuhnya.Dua pelayan masuk dengan mendorong troli makanan. Membawanya mendekat pada Alyssa. “Kalian siapa?”Salah satu dari mereka menjawab. “Kami pelayan Anda, Nona.”“Maksudku, nama kalian siapa?”“Saya Bertha, dan dia adalah Diana. Kami ditugaskan untuk menjaga dan merawat Nona.”“Termasuk mengganti pakaianku ini?” tanya Alyssa lagi s
Assa menarik nafas, lalu menghembuskan perlahan berusaha untuk tenang menghadapi kaburnya Alyssa. Pria itu benar-benar tak habis pikir dengan Alyssa. “Dia belum jauh, Argo perintahkan semuanya untuk mencari Alyssa. Bagi menjadi dua tim, gunakan juga anjing pelacak.”“Baik Tuan Muda!” Argo bergegas melaksanakan perintah Assa. Dia keluar dari mansion dan menghampiri para penjaga. Mereka langsung rapi berdiri tegak siap menerima perintah dari Argo. “Kita bagi menjadi dua tim. Cari Alyssa di hutan dan juga perkebunan, bawa beberapa anjing pelacak. Pastikan Alyssa ditemukan sebelum malam.”“Siap!”Karena begitu sudah terlatih mereka langsung bisa membagi tim, menyebar sesuai dengan apa yang diperintahkan. Sementara Assa tengah duduk di ruang tamu sambil mengganti sepatunya. Argo geleng kepala melihat tingkah tuannya itu.“Di luar mereka sedang tergesa mencari Alyssa, tapi Anda masih santai begini?”Assa berdiri, melepas jasnya. “Kamu pikir akan nyaman masuk ke hutan dengan sepatu kerja. M
Alyssa menggeliat di atas tempat tidur, tapi sesuatu terasa membebani perutnya. Matanya melihat pada tangan kekar yang menjadi alasan berat di atas perutnya. Alyssa menyingkirkan tangan itu dengan kasar tapi, Assa kembali memeluknya. Lebih erat.“Lepaskan saya!”“Bukan kamu sendiri yang semalam minta dipeluk?”Mata Alyssa kian terbuka lebar. “Ahahaha! Itu tidak mungkin, saya tidak pernah meminta siapapun memeluk saya.”Assa melepaskan pelukannya, lalu bergerak untuk bisa duduk bersandar pada kepala ranjang. “Semalam kamu bermimpi, kamu menangis dan minta dipeluk.”Apa yang Assa katakan tidak bisa langsung dipercayai Alyssa, tapi pikirannya mengingat sesuatu. Semalam memang mimpi buruknya datang menghantuinya lagi setelah sekian lama tapi, apakah benar sampai menangis dan minta dipeluk. “Anda pasti mengarang cerita,” ujar Alyssa mengelak pernyataan Assa akan dirinya semalam.“Apa perlu aku tunjukkan rekaman kamera dari kamar ini?”Alyssa langsung duduk begitu mendengar ada kamera di
Alyssa merasa kondisinya jauh lebih. Perutnya juga sudah diisi penuh. Alyssa masih mengibarkan bendera perang baik pada Helga ataupun pada Bertha dan juga Diana. Sejak pagi Alyssa sangat menyusahkan ketiganya. Mulai dari makan yang katanya tidak mau, tapi akhirnya Alyssa meminta makanan yang tidak ada. Mau tidak mau Bertha dan Diana meminta chef di rumah untuk memasak ulang, tapi Alyssa ingin mereka bertiga yang memasak.Entah itu soal rasanya ataupun soal porsinya. Selain soal makanan Alyssa juga protes perihal air yang disiapkan Diana untuk mandi. “Saya ingin mandi susu dengan taburan kelopak bunga mawar dan harus berjumlah seratus tangkai.”Diana memberitahu hal itu pada Helga, dan tentu saja apa yang Alyssa mau dituruti, tapi ketika bak mandi sudah siap seperti yang diminta, Alyssa lagi-lagi protes karena katanya airnya terlalu dingin. Alyssa ingin mandi dengan air hangat.Tujuannya jelas ingin membuat mereka lelah dengan tingkahnya lalu dibebaskan tapi, tentu saja hal itu tidak a
Ada seorang wanita baik hati yang mau meminjamkan Alyssa ponsel sehingga gadis itu bisa menghubungi Jane dan meminta tolong pada mantan pacar ayahnya itu untuk dijemput. Jane bersedia menjemput Alyssa. Sekarang Alyssa duduk di dekat bangku taman. Dia bersembunyi di antara pohon-pohon sebab takut Assa bisa menemukannya.Alyssa menunggu dengan cemas kedatangan Jane. Di setiap kali ada mobil melintas dia akan buru-buru bersembunyi tapi, mobil yang melintas kali ini adalah mobil Jane sehingga Alyssa keluar dari persembunyiannya. Jane menghentikan mobilnya di tepi jalan dekat taman.“Astaga! Alyssa!” seru Jane begitu keluar dari mobil dan mendapati Alyssa yang kacau.“Aku akan jelaskan tapi, tolong sekarang kita pergi dulu.”“Baiklah,” ujar Jane dan segera kembali masuk ke mobil. Jane benar-benar terlihat khawatir dengan kondisi Alyssa. “Apa kau sudah makan?”“Belum.”Satu-satu yang sekarang Jane pikirkan adalah memberi Alyssa makan. Mobilnya melaju cepat mencari restoran cepat saji yang m