Di sebuah ruangan serba putih. Arunika berdiri bergeming menatap nanar sosok Rino yang tergeletak tak berdaya di atas ranjang. Orang yang menghubunginya memberitahu saat ditemukan Rino yang tergeletak di sisi jalan dalam keadaan bersimbah darah di dekat hutan Alas Rangon. Hutan itu tak begitu jauh dengan kampung Arunika.
"Dia semalam sebut nama Arunika terus dan dia menunjukkan nomormu," ucap suara lembut seorang wanita berambut sebahu sedikit ikal.
"Bu dokter, terima kasih sudah merawatnya. Sebenarnya dia kenapa? Kenapa ditemukan di pinggir jalan hutan Alas Rangon?" tanya Arunika parau sembari tatapannya tidak kunjung berpaling melihat Rino yang masih tertidur pulas pengaruh obat.
Wanita berpakaian jas putih itu menarik napas dalam-dalam, dihembuskan perlahan. Lalu menggelengkan kepalanya kasar. Dia tidak tahu kejadian sebenarnya.
"Dia belum mau cerita apa-apa. Bahkan aku mau menghubungi kakeknya. Dia memohon agar jangan menghubungi. Dia di sin
"Apa-apaan ini?!" bentak ibu Irwansyah yang baru datang melihat Sri duduk sambil menundukkan wajahnya dan menangis, sedangkan Irwansyah berdiri di ambang pintu dengan tatapan pongah.Sejurus kemudian. Wanita paruh baya itu kembali berkata, "Siapa yang mengajarimu seperti ini? Kasar kepada wanita.""Ibu," lirih Irwansyah malu karena kepergok bersikap kasar kepada Sri.Lekas ibunya Irwansyah membantu Sri berdiri. Dia pun meminta gadis itu agar berhenti menangis. Bibir Sri mengatup memilih diam membisu. Walaupun dicerca banyak pertanyaan oleh wanita paruh baya yang duduk di sampingnya.Sementara itu Irwansyah bergegas pergi begitu saja. Deru mobil terdengar lambat-laun suara tersebut tidak dapat didengar oleh Sri dan ibunya Irwansyah."Sri, ada apa sebenarnya? Kenapa Irwansyah kasar kepadamu? Kakakmu di mana?" tanya wanita itu kembali melontarkan yang sama karena belum mendapatkan satu jawaban dari Sri."Anu-- ini so--al." Sri menjawab terbata-
"Untungnya ada yang memberitahu Kakek tentang kamu. Lihat dirimu, Rino! Siapa yang melakukan ini?" cerca Raffi yang kondisinya sudah membaik.Rino menatap lekat sang kakek yang kini berdiri tegak di hadapannya bersama Talita. Garis bibirnya tertarik untuk tersenyum simpul.'Terima kasih Talita. Kau sudah merawat Kakek dengan baik,' batin Rino bergumam."Ayo, kita ke Jakarta bahkan bila perlu ke rumah sakit yang canggih peralatan medisnya," ujar Raffi yang terkejut melihat kondisi Rino yang kakinya di gifs. Meskipun dia marah karena tingkah laku sang cucu. Tetap saja rasa sayang Raffi kepada Rino besar sekali.Rasa kecewanya dan amarahnya sirna kala melihat kondisi Rino ditemukan seperti itu."Kek, saya tak apa-apa. Ini hanya cedera biasa," tukas Rino sembari tersenyum tipis.Tak berselang lama. Datang dokter yang merawat Rino."Saya senang sekali bila Pak Rino kembali ke keluarganya. Dan ini adalah waktunya yang tepa
"Pergi dari kamar saya!" bentak Rino memelotot."Rino, aku itu cinta sama kamu!""Stop, jangan bilang cinta lagi. Kamu sadar nggak sih? Kalau ini salah. Kamu masuk ke kamar saya! Pergi, Talita!!"Tomi yang sedari tadi masih berdiri di depan kamar, mendengar suara Rino yang kencang seperti itu. Lantas dia pun mengetuk pintu berkali-kali bak seorang pahlawan bagi Rino. Tomi terus-menerus mengetuk pintu kamar Rino, hingga kepala Talita mendongak saat pintu terbuka.Lantas Talita keluar dari kamar tanpa berkata-kata lagi. Tatapannya menajam bersikap dingin kepada Tomi, melewati pemuda tersebut yang masih berdiri bergeming di depan pintu.Rino menghela napas lega dan mengerlingkan mata kepada Tomi. "Thanks, Bro.""Sama-sama," jawab Tomi sambil menutup kembali pintu kamar itu.**Keesokan harinya. Rino yang memaksa Tomi agar membawanya ke tempat di mana dia mengurai janji pertemuan dengan Arunika. Pagi buta tanpa
"Kalian besok datang, yah. Akan ada kejutan untuk kalian," ucap Ambu sembari melirik lelaki yang duduk di sampingnya. Siapa lagi jika bukan Yusman. Lelaki itu pun mengulum senyum tipis.Arunika dan Irwansyah yang duduk di hadapan mereka berdua saling melempar pandangan.Lima detik Arunika terdiam membisu. Sejurus kemudian dia mulai melontarkan kalimat tanya. "Ambu, ada acara apa memangnya? Ambu, Sri 'kan sudah bersikukuh tak mau dijodohkan. Jangan buat batin Sri tertekan."Wulandari terkekeh kecil dan dia mengibaskan tangannya di depan mukanya sendiri."Ah, pokoknya ini kejutan. Kalian mesti datang, catat jam tujuh malam acaranya," tukas Wulandari sumringah."Nanti aku sampaikan ke Sri juga," sambung Arunika datar."Good, kalau begitu kami pamit pergi dulu," ujar Wulandari seraya bangkit berdiri dan Yusman pun ikut berdiri. Lalu mengekori Wulandari yang berjalan di depannya.Arunika tidak bisa berbuat apa-apa, jika Wulandari mem
Di sebuah kamar bernuansa ungu muda. Wanita cantik itu mengurung diri tidak mau pergi ke mana pun. Pasca pernikahannya digagalkan oleh orang tuanya serta calon suaminya. Gisel menjadi tambah pendiam dan sering tepekur melamun.Dia duduk sila di atas kasur, kadang menangis lalu tiba-tiba terkekeh kecil. Tangannya mengacak-acak rambutnya sendiri.Gisel malu karena gagal menikah. Dia bahkan menutup diri dari dunia luar dan tidak mau memakai ponsel. Orang tua Gisel yang melihat kondisi Gisel yang kian hari semakin buruk bermuram durja, sudah tidak ada garis lengkung bibir yang terlukis di wajah Gisel.Tiba-tiba Gisel turun dari ranjang karena mendengar suara yang sudah tidak asing lagi baginya. Dia mendekati pintu dan menempelkan daun telinganya ke pintu."Mau apa kamu ke sini?""Gisel, aku bawa orang special," jawab Tomi yang kerap datang menjenguk Gisel. Akan tetapi, gadis itu tidak mengindahkan kedatangan Tomi. Lebih tepatnya, Gisel lebih seri
Suasana ruangan itu ramai para tamu undangan. Arunika, Sri, dan Irwansyah menghadiri pesta yang dibuat oleh Wulandari. Wanita itu berdiri berdampingan dengan Yusman dengan wajah sumringah.Sebenarnya Sri tidak mau datang. Namun, Arunika menuntunnya untuk ikut karena amanat dari Wulandari."Selamat datang," sapa Wulandari langsung merengkuh tubuh Arunika dan Sri.Lantas dia mempersilakan Arunika, Sri, dan Irwansyah agar duduk di tempat yang sudah disediakan VIP.Sambil duduk Sri bergumam, "Sebenarnya ini acara apa?""Kakak tak tahu. Ini acara apa?" jawab Arunika sembari celingak-celinguk mencari petunjuk. "Sebenarnya apa yang akan direncanakan Ambu?" cetusnya.Terdengar suara bariton yang menghiasi seisi ruangan tersebut yang menggunakan mikrofon. Lelaki berjas putih dan memakai dasi pita berwarna hitam dengan rambut yang kelimis ke bagian samping kanan serta memakai sepatu pentopel hitam. Berdiri di panggung
Satu tahun kemudian.Di sebuah restoran. Rino yang baru selesai rapat. Sudut matanya menangkap sosok seseorang yang sudah lama tidak dijumpai olehnya. Dia membelalak seketika itu juga langsung berdiri bergeming.Wanita itu menggendong balita berusia satu tahun, lalu duduk di meja nomor sepuluh. Dia begitu cantik dengan rambut yang diurai keriting gantung. Memakai rok selutut berwarna putih dan baju atasan berbahaya sifon motif kupu-kupu. Tampak anggun sekali.Rino sumringah melihat Arunika ada di depannya. Wanita itu membawa balita yang cantik dan lucu sangat menggemaskan sekali. Pandangannya tidak mau berpaling melihat Arunika yang sedang bercanda."Kamu sudah bahagia ternyata," ucap Rino lirih.Ketika dia hendak melangkah menghampiri. Ingin menyapa Arunika. Tiba-tiba jantungnya seakan-akan ingin mencelos dari tempatnya. Forguso tiba-tiba datang terburu-buru menghambur menghampi
"Apa? Tender kita kalah?!" Yusman terbelalak sambil mendebrak meja.Suasana menjadi hening dan tegang. Dua lelaki dan dia perempuan yang duduk di ruangan tersebut menundukkan wajah. Tidak berani menatap mata sang pemilik perusahaan itu.Sejurus kemudian. Yusman melontarkan pertanyaan. "Di mana Arunika?!""Dia tak datang ke rapat," jawab salah satu karyawan.Yusman tampak marah dan sorot matanya menajam. "Hubungi dia dan jika datang ke kantor suruh segera ke ruangan saya.""Baik, Pak."Lantas Yusman beranjak pergi meninggalkan ruangan itu.Di sisi lain. Wanita cantik itu baru turun dari mobil dalam keadaan pakaian yang basah. Dia berjalan terburu-buru menuju ruang kerjanya."Arunika, dari mana saja kamu?!" tegur salah satu teman kerjanya yang tadi mengikuti rapat."Nanti aku jelaskan. Aku mau ganti baju dulu," jawab Arunika sambil mengayunkan kedua kakinya masuk ke ruangannya.Arunik
Jantung Talita seakan mencelos dari tempatnya seketika itu juga tubuhnya mendadak bergemetar hebat."Maksudmu apa?" tanya balik Talita."Mau jujur nggak?" Tantang Rino menatap lekat manik mata Talita.Atmosfer di ruangan tersebut terasa sangat menegangkan. Bahkan, butiran keringat mendadak berjatuhan dari wajah Talita. Wanita itu pun menghela napas berat sembari memilin rambut hanya sekadar untuk menghilangkan rasa groginya.Ruangan AC itu tak membuat Talita merasa sejuk. Tatapan Rino semakin menyelisik dalam seakan masuk ke dalam jendela hati Talita."Aku mau jujur," jawab Talita tersenyum getir. Lalu dia pun menarik tangan Rino dan diarahkan ke dadanya."Di sini ada Arunika. Apakah kamu marah padaku? Jika aku hidup karena kebaikan Arunika."Hening.Rino mengurai pegangan tangan Talita. Sorot mata lelaki itu berubah setajam silet. Seakan menyayat hati Talita. Usai berbicara jujur. Talita menundukkan wajahnya tak berani menatap
"Tapi, jika kamu tahu kalau aku mempunyai----" Talita menghentikan ucapannya. Dia menunduk sedih. Tak sanggup untuk jujur."Kenapa?" Rino pun mengangkat wajah Talita. "Lihat saya. Kamu mau bicara apa? Katakan saja.""Anu--it--u so--al." Talita terbata-bata. Dia tak mampu melanjutkan ucapannya lagi. Rasanya dadanya terasa sesak. Akan tetapi, raut wajah Rino meneduhkan tak ada sama sekali amarah yang terpancar dari wajah Rino karena Talita tak melanjutkan ucapannya.Tangan lelaki itu pun meraup wajah Talita dan kembali menyerang wanita itu dengan ciuman bertubi-tubi. Namun, Talita melepaskan pagutan liar dari Rino."Aku capek," ucapnya beralasan. Talita pun langsung memunggungi Rino."Kamu kenapa? Kalau ada sesuatu yang mau dibicarakan katakan saja," urai Rino sambil memeluk pinggang Talita dari belakang.Bibir wanita itu mengatup rapat dan matanya berusaha terpejam. Deguban jantungnya cepat seolah sedang lari maraton. Kendatipun d
Lelaki itu terus melayangkan tinju kepada Rino. Untungnya lelaki berhidung bangir itu mampu menangkis semua serangan dari lawannya.Lalu kali ini giliran Rino menyerang. Dia layangkan tendangan bebas untuk lelaki berjaket hitam kulit. Rino adu jotos dengan preman yang menghadang perjalanannya."Jauhi istri gue!" bentak lelaki yang tiba-tiba muncul sambil turun dari motor."Kamu, jadi ini anak buahmu.""Iya, jangan macam-macam. Apalagi dekat sama istri gue!""Maaf, saya tak bermaksud untuk ikut campur urusan dengan rumah tangga Gisel. Tapi, yang kamu lakukan itu sudah berlebihan.""Sial, banyak ngomong!" tukas suami Gisel sambil menodongkan pisau kepada Rino.Melihat pisau di depan mukanya. Tak membuat nyali Rino menciut. Maka dia pun lekas menepis pisau itu, hingga terjatuh ke sembarang arah."Seraaaaang!" titah suami Gisel.Dua preman itu pun langsung menyerang Rino dengan membabi-buta. Untungnya Rino jago bela di
Gisel berlari sekencang mungkin. Dia menghindar dari kejaran orang yang menagih hutang suaminya. Sungguh malang nasib Gisel. Pasca tak bersama lagi dengan Rino dan wanita itu dibawa berobat agar tak depresi memikirkan Rino. Namun sayangnya, saat di tempat penyembuhan Gisel bertemu dengan lelaki yang salah berpura-pura mencintai wanita itu. Padahal hanya ingin menumpang hidup enak di keluarga Gisel.Wanita berhijab itu pun merasa jika suaminya mempunyai niat terselubung menikahinya. Akhirnya, Gisel memutuskan untuk pergi dari rumah dari zona nyaman tak meminta materi dari kedua orangtuanya. Berharap hidup berdua mengontrak akan membuat suami Gisel sadar agar menjadi sosok lelaki dan suami yang tanggung jawab mau bekerja. Ini justru gila judi dan pemain wanita.Ini adalah titik di mana Gisel sudah muak diteror oleh banyak preman yang menagih hutang suaminya. Bahkan, saat ini Gisel dikejar oleh lelaki berusia lima puluh rintenir yang menginginkan Gisel menjadi istri kelim
"Pagi," sapa Rino seraya melempar senyum.Namun, tak diindahkan oleh Talita. Wanita itu sibuk menyiapkan sarapan di atas meja. Lisna sudah duduk manis sembari menonton ponsel."Hari ini lagi ada yang marah?" sindir Rino.Mau marah bagaimana coba? Kalau menjadi posisi Talita, pasti marah karena di saat mau ke puncak kenikmatan. Justru yang disebut oleh Rino nama wanita lain."Hemmmm." Talita berdeham."Siapa, Om?" tanya Lisna sembari mendongak."Itu Bundamu yang cantik," jawab Rino sambil menarik kursi. Dia duduk di samping Lisna."Aku cuma nyuapin nasi goreng. Kamu mau makan nasgor atau roti?" tanya Talita datar."Nggak apa-apa sama nasgor saja," balas Rini sembari mengulum senyum simpul.Lantas Talita langsung menaruh nasi goreng di piring Rino. Lelaki itu menatap nanar Talita."Terima kasih," ucapnya.Namun, Talita tak mengindahkan ucapan Rino. Wanita tersebut kembali menyelesaikan cucian yang
"Mau tahu banget?" ejek Rino sambil menyetir mobil."Terima kasih, yah. Sudah mau menolongku.""Ini sudah berapa kali kamu bilang seperti itu."Talita pun tersenyum simpul. Pipinya merona memerah seketika itu juga di saat Rino mulai mau berdialog hangat dengannya. Sebagai mengalihkan pembicaraan. Lantas Talita kembali melontarkan tanya tentang cara Rino dapat berhasil masuk ke apartemen Wiro.Ternyata Rino sudah mempunyai jadwal yang di mana Wiro akan melakukan bisnis kotor yang tersambung dengan para wanita. Lelaki itu mendapatkan kabar itu dari salah satu kolega Wiro adalah kolega Rino juga dengan memberikan uang yang nominalnya cukup besar. Makanya, Rino dapat masuk ke acara Wiro di pesta topeng bersama beberapa polisi. Iya, lelaki itu telah melaporkan kehilangan Talita.Mencerna cerita dari Rino. Talita manggut-manggut dan mengulum senyum tipis. Dia tak menyangka bahwa lelaki itu mau menolongnya.Jalanan lengang. Sorot lampu jalanan menj
Wiro penyuka wanita cantik yang untuk didekati lalu dijual ke teman-teman kolega kerjanya sebagai bentuk kerja sama agar terhubung dengan baik. Memiliki ketampanan dan kemampuan merayu. Siapa yang tak akan jatuh ke pelukan Wiro kecuali Talita yang tak mudah jatuh termakan rayuan gombal maut Wiro. Begitulah yang dicerna oleh Talita saat mendengar cerita dari wanita yang duduk di depannya. Menceritakan awal pertemuannya dengan Wiro, dengan iming-iming akan dinikahi dan diberi mobil. Akan tetapi, ternyata justru wanita-wanita itu dijebak oleh Wiro untuk dijual."Dasar bedeebah," ucap Talita yang geram mendenga cerita itu."Lalu bagaimana ini? Kita tak bisa kabur dari sini. Teman kita pasti sudah digrepek sama laki-laki tua bangka," kilah salah satu wanita yang sudah memakai baju tidur sexi sesuai permintaan Wiro.Talita tertegun dan dia berusaha berpikir tenang. Agar dapat keluar dari kamar apartemen Wiro. Dia pun tak mau dijual. Suasana menjadi hening.
"Kamu mau bawa aku ke mana?!" pekik Talita berontak melawan.Wiro terus menarik paksa tangan Talita. Dia tak peduli pekikan Talita. Sampai wanita itu dipaksa masuk ke dalam mobil."Diam, ikut saja. Jangan melawan. Jika tidak anakmu akan jadi korbannya!" sentak Wiro."Jangan macam-macam. Jangan pernah sentuh Lisna." Talita memelotot. Dia pun harus mematuhi perintah Wiro. Akhirnya, Talita duduk tenang di belakang sambil meremas-remas buku-buku jarinya sendiri. Bahkan, dia sudah tak peduli lagi dengan dirinya sendiri yang penting Wiro tak menyakiti Lisna.Perjalanan mereka hampir satu jam. Tiba di tempat tujuan. Talita terbelalak saat turun dari mobil. Gedung pencakar langit di depan mata dan dia pun menelan ludah untuk menilimisir rasa takutnya. Wiro benar-benar mengintimidasinya, sampai Talita diam seribu bahasa saat tangannya digandeng oleh Wiro."Pokoknya kamu patuhi apa yang saya perintahkan."Talita mengangguk pelan dengan raut wajah send
"Kamu berani sama saya!" bentak Wiro.Talita terhuyung limbung jatuh ke lantai. Dia meringis kesakitan. Wiro menyeringai iblis tatapannya seolah-olah ingin menelaanjangi Talita.Lantas tangannya terulur mencengkram erat lengan Talita. "Malam ini kamu akan menjadi milik saya," bisik Wiro."Lepaasssssin aku!" Talita berontak melawan dengan susah payah. Namun, memang tenaga Wiro lebih kuat. Maka Talita tak bisa melawan. Wanita itu didorong ke kasur sampai Talita meringis menahan sakit.Saking kasarnya Wiro memperlakukan Talita. Terbit senyum jahat dari bibir Wiro. Lelaki mengerlingkan mata dan merayap naik ke ranjang.Sontak Talita beringsut mundur menghindari dengan tatapan sendu dan tampak ketakutan sekali.Wiro mendekati dan tangannya sudah menangkap tangan Talita. "Diam saja. Tinggal nikmati jangan berontak."Tiba-tiba terdengar suara bariton mengetuk pintu. Siapa lagi jika bukan teman Wiro. Maka lelaki tersebut mengurungkan niatnya