Suasana ruangan itu ramai para tamu undangan. Arunika, Sri, dan Irwansyah menghadiri pesta yang dibuat oleh Wulandari. Wanita itu berdiri berdampingan dengan Yusman dengan wajah sumringah.
Sebenarnya Sri tidak mau datang. Namun, Arunika menuntunnya untuk ikut karena amanat dari Wulandari.
"Selamat datang," sapa Wulandari langsung merengkuh tubuh Arunika dan Sri.
Lantas dia mempersilakan Arunika, Sri, dan Irwansyah agar duduk di tempat yang sudah disediakan VIP.
Sambil duduk Sri bergumam, "Sebenarnya ini acara apa?"
"Kakak tak tahu. Ini acara apa?" jawab Arunika sembari celingak-celinguk mencari petunjuk. "Sebenarnya apa yang akan direncanakan Ambu?" cetusnya.
Terdengar suara bariton yang menghiasi seisi ruangan tersebut yang menggunakan mikrofon. Lelaki berjas putih dan memakai dasi pita berwarna hitam dengan rambut yang kelimis ke bagian samping kanan serta memakai sepatu pentopel hitam. Berdiri di panggung
Satu tahun kemudian.Di sebuah restoran. Rino yang baru selesai rapat. Sudut matanya menangkap sosok seseorang yang sudah lama tidak dijumpai olehnya. Dia membelalak seketika itu juga langsung berdiri bergeming.Wanita itu menggendong balita berusia satu tahun, lalu duduk di meja nomor sepuluh. Dia begitu cantik dengan rambut yang diurai keriting gantung. Memakai rok selutut berwarna putih dan baju atasan berbahaya sifon motif kupu-kupu. Tampak anggun sekali.Rino sumringah melihat Arunika ada di depannya. Wanita itu membawa balita yang cantik dan lucu sangat menggemaskan sekali. Pandangannya tidak mau berpaling melihat Arunika yang sedang bercanda."Kamu sudah bahagia ternyata," ucap Rino lirih.Ketika dia hendak melangkah menghampiri. Ingin menyapa Arunika. Tiba-tiba jantungnya seakan-akan ingin mencelos dari tempatnya. Forguso tiba-tiba datang terburu-buru menghambur menghampi
"Apa? Tender kita kalah?!" Yusman terbelalak sambil mendebrak meja.Suasana menjadi hening dan tegang. Dua lelaki dan dia perempuan yang duduk di ruangan tersebut menundukkan wajah. Tidak berani menatap mata sang pemilik perusahaan itu.Sejurus kemudian. Yusman melontarkan pertanyaan. "Di mana Arunika?!""Dia tak datang ke rapat," jawab salah satu karyawan.Yusman tampak marah dan sorot matanya menajam. "Hubungi dia dan jika datang ke kantor suruh segera ke ruangan saya.""Baik, Pak."Lantas Yusman beranjak pergi meninggalkan ruangan itu.Di sisi lain. Wanita cantik itu baru turun dari mobil dalam keadaan pakaian yang basah. Dia berjalan terburu-buru menuju ruang kerjanya."Arunika, dari mana saja kamu?!" tegur salah satu teman kerjanya yang tadi mengikuti rapat."Nanti aku jelaskan. Aku mau ganti baju dulu," jawab Arunika sambil mengayunkan kedua kakinya masuk ke ruangannya.Arunik
Terasa hangat ada hembusan napas menerpa wajahnya. Spontan Rino terbangun dan terkesiap saat tahu Talita ada di tepat di depan muka. Lekas lelaki itu mengucek-ngucek mata berharap jika hanya mimpi.Baru saja meloloskan napasnya yang memburu. Pintu terbuka tiba-tiba dan terdengar suara bariton yang membentak Rino. "Rino ... apa yang kalian lakukan?!"Talita terbangun dan dia pun terkejut kala mendapatkan dirinya ada di kasur bersama Rino. "Rino, kamu apain aku?" rintihnya sambil celingak-celinguk melihat pakaiannya yang tercecer di lantai."Saya tak apa-apain kamu," balas Rino tegas.Raffi pun berderap mendekati Rino dan Talita dengan tatapan menajam."Kurang ajar. Pulang dari Paris. Kamu malah seperti ini!" geram Raffi.Talita langsung melilit selimut di tubuhnya. Lalu dia menghambur memeluk Raffi sambil menangis terisak, sedangkan Rino berdiri bergemin
Derap langkah Arunika terburu-buru di koridor rumah sakit. Dia lekas menuju ruang jenazah.Saat tiba di ruangan tersebut. Perawat yang ada di sana sedari tadi menunggu Arunika datang, kini membuka kain putih yang menutupi sekujur tubuh Wulandari."Ambu!! Tidak, Ambu jangan pergi." Dia menangis terisak sambil mendekap erat tubuh yang sudah terbujur kaku.Untungnya ponsel yang ada di tas Wulandari tidak dikunci. Makanya Rino dapat menghubungi Arunika, mencari nomor teleponnya. Lelaki itu berdiri bergeming di depan pintu kamar jenazah menatap nanar punggung Arunika yang masih terisak-isak.Satu-persatu orang yang Arunika sayangi meninggalkannya. Semakin hancur perasaan Arunika. Dia tenggelam di dalam lautan kesedihan.Rino pun menepuk pundak Arunika. Gadis itu menoleh dengan tatapan sayu."Ambu, sudah meninggal."Lelaki itu membiarkan Arunika menangis di pundaknya. "Menangislah sepuasmu.""Lisna mana?" tanya Arunika sa
"Di mana Arunika?!" gumam Rino sambil menyetir mobil. Dia mampu lolos dari ancaman Yusman. Merasa tidak bersalah. Makanya Forguso membiarkan Rino pergi begitu saja."Sial?! Gara-gara Forguso. Saya kehilangan Arunika," gerutu Rino.Menjelang sore. Orang yang dicari tidak ditemukan. Rino pun menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang, hingga sampai di depan rumah yang dulu Tomi tempati. Melihat rumah itu. Rino mengulum senyum simpul.Dia pun turun dari mobil. Ternyata dia tidak sendiri. Tampak siluet tubuh lelaki berdiri memunggungi Rino. Penasaran siapa gerangan yang berdiri di depan rumah tersebut? Lalu Rino berderap memangkas jarak mendekati."Siapa kamu?" tanyanya.Seketika itu juga. Lelaki tersebut balik kanan dan melempar senyum kepada Rino."Apa kabar?" sapanya."Tomi, kau ada di sini? Bukankah kamu ada di Turki?" tanya Rino."Kejutan. Kamu bilang pulang ke Jakarta. Dan kebetulan sekali aku ada kerjaan jadi pulang ke sin
Forguso dengan gagah berani melawan para preman tersebut sampai terhuyung limbung jatuh ke tanah. Lalu lari terbirit-birit ketakutan takut terkena bogem mentah dari Forguso.Melihat pemuda itu sudah menyelamatkannya. Arunika pun melempar senyum dan mempersilakan Forguso masuk.Lisna tertidur pulas di pangkuan Arunika. Sedari tadi mereka berbincang-bincang hangat di ruang tamu dengan ditemani dua cangkir capucino.Arunika berdiri sambil menggendong Lisna. "Aku mau tidurkan dia dulu. Nanti kita lanjut ngobrolnya.""Siap. Aku akan tunggu." Forguso mengangguk pelan.Lalu Arunika pun beranjak pergi meninggalkan Forguso. Melihat sudah aman, watak mesumnya pun muncul. Dia membubuhi obat gairah ke gelas minum Arunika. Pemuda itu paham betul bila Arunika sampai sekarang masih gadis karena tahu dari Wulandari. Iya, Arunika pernah cerita pada Wulandari karena didesak untuk hamil.Namun, Arunika justru menjawab. Dia tak bisa hamil karena belum melakukan
"Kalian tinggal di sini saja dulu," ucap Rino. Dia mengajak Arunika agar menetap di basecamp itu.Arunika mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Memang sudah tidak asing dia dengan tempat itu. Rino menunjukkan kamar untuk Arunika yang hanya ada satu di rumah itu."Kamu tidur di mana?" tanya Arunika."Saya bisa tidur di luar," jawab Rino sembari tersenyum tipis.Kemudian Rino beranjak keluar dari kamar itu. Arunika berdiri celingak-celinguk melihat ruangan kamar yang dominan warna hijau tosca. Lalu dia merebahkan Lisna yang sudah tertidur pulas. Kasihan tadi balita itu terganggu tidurnya karena ulah brengseek Forguso.Usai menidurkan Lisna. Arunika beranjak keluar dari kamar. Dia melangkah lebar mendekati ruang tamu. Tampak Rino berkutat di depan layar ponselnya dengan kedua alis yang saling bertautan."Kamu seperti orang kebingungan?" tanya Arunika.Lelaki tampan itu menghela napas panjang. Dia tak mungkin berbicara
Langkah Arunika seakan-akan tidak mempunyai tulang. Dia melihat sosok lelaki yang dicintainya terpejam bersimbah darah. Tomi menceritakan bahwa Rino tadi ketabrak mobil. Saat hendak menyebrang.Untungnya di sana kebetulan ada Tomi. Ingin membawa Rino ke rumah sakit, tetapi lelaki itu menolak ingin pulang menemui Arunika.Rino terduduk di kursi belakang mobil Tomi. Arunika mendekat sambil menangis tak bersuara. Lisna masih dalam gendongannya."Rino, bangun," ucap Arunika."Tunggu, aku keluarkan dulu Rino," ucap Tomi.Lantas Tomi membopong Rino keluar dari mobil. Dia merebahkan tubuh lelaki itu di bangku panjang teras rumah. Arunika protes sembari memelotot. "Kenapa tak kau bawa ke rumah sakit? Cepat pergi. Ayo, kita bawa!""Arunika," lirih Rino serak.Lekas Arunika pun menghambur mendekati Rino. Tomi bergegas mengambil Lisna dari Arunika. Kini wanita itu menautkan jarinya ke sela-sela jari Nathan.Bibirnya mengatup rapat dan lol
Jantung Talita seakan mencelos dari tempatnya seketika itu juga tubuhnya mendadak bergemetar hebat."Maksudmu apa?" tanya balik Talita."Mau jujur nggak?" Tantang Rino menatap lekat manik mata Talita.Atmosfer di ruangan tersebut terasa sangat menegangkan. Bahkan, butiran keringat mendadak berjatuhan dari wajah Talita. Wanita itu pun menghela napas berat sembari memilin rambut hanya sekadar untuk menghilangkan rasa groginya.Ruangan AC itu tak membuat Talita merasa sejuk. Tatapan Rino semakin menyelisik dalam seakan masuk ke dalam jendela hati Talita."Aku mau jujur," jawab Talita tersenyum getir. Lalu dia pun menarik tangan Rino dan diarahkan ke dadanya."Di sini ada Arunika. Apakah kamu marah padaku? Jika aku hidup karena kebaikan Arunika."Hening.Rino mengurai pegangan tangan Talita. Sorot mata lelaki itu berubah setajam silet. Seakan menyayat hati Talita. Usai berbicara jujur. Talita menundukkan wajahnya tak berani menatap
"Tapi, jika kamu tahu kalau aku mempunyai----" Talita menghentikan ucapannya. Dia menunduk sedih. Tak sanggup untuk jujur."Kenapa?" Rino pun mengangkat wajah Talita. "Lihat saya. Kamu mau bicara apa? Katakan saja.""Anu--it--u so--al." Talita terbata-bata. Dia tak mampu melanjutkan ucapannya lagi. Rasanya dadanya terasa sesak. Akan tetapi, raut wajah Rino meneduhkan tak ada sama sekali amarah yang terpancar dari wajah Rino karena Talita tak melanjutkan ucapannya.Tangan lelaki itu pun meraup wajah Talita dan kembali menyerang wanita itu dengan ciuman bertubi-tubi. Namun, Talita melepaskan pagutan liar dari Rino."Aku capek," ucapnya beralasan. Talita pun langsung memunggungi Rino."Kamu kenapa? Kalau ada sesuatu yang mau dibicarakan katakan saja," urai Rino sambil memeluk pinggang Talita dari belakang.Bibir wanita itu mengatup rapat dan matanya berusaha terpejam. Deguban jantungnya cepat seolah sedang lari maraton. Kendatipun d
Lelaki itu terus melayangkan tinju kepada Rino. Untungnya lelaki berhidung bangir itu mampu menangkis semua serangan dari lawannya.Lalu kali ini giliran Rino menyerang. Dia layangkan tendangan bebas untuk lelaki berjaket hitam kulit. Rino adu jotos dengan preman yang menghadang perjalanannya."Jauhi istri gue!" bentak lelaki yang tiba-tiba muncul sambil turun dari motor."Kamu, jadi ini anak buahmu.""Iya, jangan macam-macam. Apalagi dekat sama istri gue!""Maaf, saya tak bermaksud untuk ikut campur urusan dengan rumah tangga Gisel. Tapi, yang kamu lakukan itu sudah berlebihan.""Sial, banyak ngomong!" tukas suami Gisel sambil menodongkan pisau kepada Rino.Melihat pisau di depan mukanya. Tak membuat nyali Rino menciut. Maka dia pun lekas menepis pisau itu, hingga terjatuh ke sembarang arah."Seraaaaang!" titah suami Gisel.Dua preman itu pun langsung menyerang Rino dengan membabi-buta. Untungnya Rino jago bela di
Gisel berlari sekencang mungkin. Dia menghindar dari kejaran orang yang menagih hutang suaminya. Sungguh malang nasib Gisel. Pasca tak bersama lagi dengan Rino dan wanita itu dibawa berobat agar tak depresi memikirkan Rino. Namun sayangnya, saat di tempat penyembuhan Gisel bertemu dengan lelaki yang salah berpura-pura mencintai wanita itu. Padahal hanya ingin menumpang hidup enak di keluarga Gisel.Wanita berhijab itu pun merasa jika suaminya mempunyai niat terselubung menikahinya. Akhirnya, Gisel memutuskan untuk pergi dari rumah dari zona nyaman tak meminta materi dari kedua orangtuanya. Berharap hidup berdua mengontrak akan membuat suami Gisel sadar agar menjadi sosok lelaki dan suami yang tanggung jawab mau bekerja. Ini justru gila judi dan pemain wanita.Ini adalah titik di mana Gisel sudah muak diteror oleh banyak preman yang menagih hutang suaminya. Bahkan, saat ini Gisel dikejar oleh lelaki berusia lima puluh rintenir yang menginginkan Gisel menjadi istri kelim
"Pagi," sapa Rino seraya melempar senyum.Namun, tak diindahkan oleh Talita. Wanita itu sibuk menyiapkan sarapan di atas meja. Lisna sudah duduk manis sembari menonton ponsel."Hari ini lagi ada yang marah?" sindir Rino.Mau marah bagaimana coba? Kalau menjadi posisi Talita, pasti marah karena di saat mau ke puncak kenikmatan. Justru yang disebut oleh Rino nama wanita lain."Hemmmm." Talita berdeham."Siapa, Om?" tanya Lisna sembari mendongak."Itu Bundamu yang cantik," jawab Rino sambil menarik kursi. Dia duduk di samping Lisna."Aku cuma nyuapin nasi goreng. Kamu mau makan nasgor atau roti?" tanya Talita datar."Nggak apa-apa sama nasgor saja," balas Rini sembari mengulum senyum simpul.Lantas Talita langsung menaruh nasi goreng di piring Rino. Lelaki itu menatap nanar Talita."Terima kasih," ucapnya.Namun, Talita tak mengindahkan ucapan Rino. Wanita tersebut kembali menyelesaikan cucian yang
"Mau tahu banget?" ejek Rino sambil menyetir mobil."Terima kasih, yah. Sudah mau menolongku.""Ini sudah berapa kali kamu bilang seperti itu."Talita pun tersenyum simpul. Pipinya merona memerah seketika itu juga di saat Rino mulai mau berdialog hangat dengannya. Sebagai mengalihkan pembicaraan. Lantas Talita kembali melontarkan tanya tentang cara Rino dapat berhasil masuk ke apartemen Wiro.Ternyata Rino sudah mempunyai jadwal yang di mana Wiro akan melakukan bisnis kotor yang tersambung dengan para wanita. Lelaki itu mendapatkan kabar itu dari salah satu kolega Wiro adalah kolega Rino juga dengan memberikan uang yang nominalnya cukup besar. Makanya, Rino dapat masuk ke acara Wiro di pesta topeng bersama beberapa polisi. Iya, lelaki itu telah melaporkan kehilangan Talita.Mencerna cerita dari Rino. Talita manggut-manggut dan mengulum senyum tipis. Dia tak menyangka bahwa lelaki itu mau menolongnya.Jalanan lengang. Sorot lampu jalanan menj
Wiro penyuka wanita cantik yang untuk didekati lalu dijual ke teman-teman kolega kerjanya sebagai bentuk kerja sama agar terhubung dengan baik. Memiliki ketampanan dan kemampuan merayu. Siapa yang tak akan jatuh ke pelukan Wiro kecuali Talita yang tak mudah jatuh termakan rayuan gombal maut Wiro. Begitulah yang dicerna oleh Talita saat mendengar cerita dari wanita yang duduk di depannya. Menceritakan awal pertemuannya dengan Wiro, dengan iming-iming akan dinikahi dan diberi mobil. Akan tetapi, ternyata justru wanita-wanita itu dijebak oleh Wiro untuk dijual."Dasar bedeebah," ucap Talita yang geram mendenga cerita itu."Lalu bagaimana ini? Kita tak bisa kabur dari sini. Teman kita pasti sudah digrepek sama laki-laki tua bangka," kilah salah satu wanita yang sudah memakai baju tidur sexi sesuai permintaan Wiro.Talita tertegun dan dia berusaha berpikir tenang. Agar dapat keluar dari kamar apartemen Wiro. Dia pun tak mau dijual. Suasana menjadi hening.
"Kamu mau bawa aku ke mana?!" pekik Talita berontak melawan.Wiro terus menarik paksa tangan Talita. Dia tak peduli pekikan Talita. Sampai wanita itu dipaksa masuk ke dalam mobil."Diam, ikut saja. Jangan melawan. Jika tidak anakmu akan jadi korbannya!" sentak Wiro."Jangan macam-macam. Jangan pernah sentuh Lisna." Talita memelotot. Dia pun harus mematuhi perintah Wiro. Akhirnya, Talita duduk tenang di belakang sambil meremas-remas buku-buku jarinya sendiri. Bahkan, dia sudah tak peduli lagi dengan dirinya sendiri yang penting Wiro tak menyakiti Lisna.Perjalanan mereka hampir satu jam. Tiba di tempat tujuan. Talita terbelalak saat turun dari mobil. Gedung pencakar langit di depan mata dan dia pun menelan ludah untuk menilimisir rasa takutnya. Wiro benar-benar mengintimidasinya, sampai Talita diam seribu bahasa saat tangannya digandeng oleh Wiro."Pokoknya kamu patuhi apa yang saya perintahkan."Talita mengangguk pelan dengan raut wajah send
"Kamu berani sama saya!" bentak Wiro.Talita terhuyung limbung jatuh ke lantai. Dia meringis kesakitan. Wiro menyeringai iblis tatapannya seolah-olah ingin menelaanjangi Talita.Lantas tangannya terulur mencengkram erat lengan Talita. "Malam ini kamu akan menjadi milik saya," bisik Wiro."Lepaasssssin aku!" Talita berontak melawan dengan susah payah. Namun, memang tenaga Wiro lebih kuat. Maka Talita tak bisa melawan. Wanita itu didorong ke kasur sampai Talita meringis menahan sakit.Saking kasarnya Wiro memperlakukan Talita. Terbit senyum jahat dari bibir Wiro. Lelaki mengerlingkan mata dan merayap naik ke ranjang.Sontak Talita beringsut mundur menghindari dengan tatapan sendu dan tampak ketakutan sekali.Wiro mendekati dan tangannya sudah menangkap tangan Talita. "Diam saja. Tinggal nikmati jangan berontak."Tiba-tiba terdengar suara bariton mengetuk pintu. Siapa lagi jika bukan teman Wiro. Maka lelaki tersebut mengurungkan niatnya