"Kalian tinggal di sini saja dulu," ucap Rino. Dia mengajak Arunika agar menetap di basecamp itu.
Arunika mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Memang sudah tidak asing dia dengan tempat itu. Rino menunjukkan kamar untuk Arunika yang hanya ada satu di rumah itu.
"Kamu tidur di mana?" tanya Arunika.
"Saya bisa tidur di luar," jawab Rino sembari tersenyum tipis.
Kemudian Rino beranjak keluar dari kamar itu. Arunika berdiri celingak-celinguk melihat ruangan kamar yang dominan warna hijau tosca. Lalu dia merebahkan Lisna yang sudah tertidur pulas. Kasihan tadi balita itu terganggu tidurnya karena ulah brengseek Forguso.
Usai menidurkan Lisna. Arunika beranjak keluar dari kamar. Dia melangkah lebar mendekati ruang tamu. Tampak Rino berkutat di depan layar ponselnya dengan kedua alis yang saling bertautan.
"Kamu seperti orang kebingungan?" tanya Arunika.
Lelaki tampan itu menghela napas panjang. Dia tak mungkin berbicara
Langkah Arunika seakan-akan tidak mempunyai tulang. Dia melihat sosok lelaki yang dicintainya terpejam bersimbah darah. Tomi menceritakan bahwa Rino tadi ketabrak mobil. Saat hendak menyebrang.Untungnya di sana kebetulan ada Tomi. Ingin membawa Rino ke rumah sakit, tetapi lelaki itu menolak ingin pulang menemui Arunika.Rino terduduk di kursi belakang mobil Tomi. Arunika mendekat sambil menangis tak bersuara. Lisna masih dalam gendongannya."Rino, bangun," ucap Arunika."Tunggu, aku keluarkan dulu Rino," ucap Tomi.Lantas Tomi membopong Rino keluar dari mobil. Dia merebahkan tubuh lelaki itu di bangku panjang teras rumah. Arunika protes sembari memelotot. "Kenapa tak kau bawa ke rumah sakit? Cepat pergi. Ayo, kita bawa!""Arunika," lirih Rino serak.Lekas Arunika pun menghambur mendekati Rino. Tomi bergegas mengambil Lisna dari Arunika. Kini wanita itu menautkan jarinya ke sela-sela jari Nathan.Bibirnya mengatup rapat dan lol
Talita menatap nanar dirinya sendiri. Wajahnya pucat dan air matanya menetes dari pelupuk mata. Buru-buru dia menyeka bulir-bulir bening yang berderai. Wanita itu menyeringai lebar dan menengok ke arah pintu kamar yang berderit.Tampak Raffi berdiri menyulam senyum manis. "Kenapa kamu sedih?" Melihat raut Talita yang sangat membuat Raffi khawatir."Tak apa-apa. Aku hanya capek," jawab Talita sambil merebahkan tubuhnya di kasur.Kakek tua itu naik ke atas ranjang dan tangannya terulur mengusap pipi Talita. Pernah dengar kelapa semakin tua semakin banyak airnya. Begitupun dengan Raffi dia mengalami puber kedua. Libidonya menunggu bila dekat dengan Talita. Namun sayangnya, hanya gairahnya yang menjulang.Wanita itu yang menjadi istrinya hanya memberikan kepuasan melalui mulut."Apakah kamu belum siap juga?" bisik Raffi."Maaf, belum siap," balas singkat Talita."Oke, kalau gitu seperti biasa," cetus Raffi sambil meraba bukit
"Oh, kamu lepaskan berlian hanya demi wanita miskin ini. Kamu lepaskan Gisel demi janda ini?" ucap Raffi menatap nyalang kepada Rino.Suasana menjadi mencekam. Tamu di sana masih ramai. Menyaksikan pertunjukan keributan Rino dan Raffi. Lebih tepatnya Raffi yang hanya berbicara sendiri tanpa diindahkan oleh Rino.Pengantin lelaki itu berdiri tegak tanpa ekspresi apapun. Dia justru mengecup punggung tangan Raffi. Rino tak peduli bila pernikahannya dengan Arunika tak direstui. Lelaki itu sudah benar-benar mengambil keputusan untuk menentukan jalan hidupnya.Sejurus kemudian. Raffi pun kembali cerocos, "Saya umumkan Rino bukan ahli waris harta saya. Tapi, sudah saya serahkan kepada Talita istri saya!"Namun, Rino tidak sedikit pun terkejut. Dia bahkan bertepuk tangan ketika mencerna penuturan sang kakek. Apalagi Talita berdiri di samping Raffi begitu arogan dan dagunya di angkat sedikit."Selamat, Talita. Itu yang kamu mau," ucap Rino seraya meny
Tangan Rino bergerilya di atas bukit kembar Arunika. Gadis itu pun mengerjap-ngerjap merasakan sesuatu yang belum pernah dia rasakan. Bibir keduanya saling berpagutan mesra.Arunika mendesah di dekat telinga Rino, karena tangan lelaki tersebut sudah nakal bermain di area hutan belantara. Sesekali dia hisap hutan belantara itu. Membuat Arunika menggelinjang seperti ulat daun, maka hal itu semakin membangkitkan gairah lelaki matang itu yang sudah sekian lama membeku tidak dicairkan.Hunjaman mulai diloloskan oleh Rino. Lelaki tersebut mulai melakukan hentakan berkali-kali dalam ritme sedang. Keduanya lolos mengeluarkan desahan. Dua insan manusia itu seperti berjalan di gurun pasir yang sedang dahaga, lalu mereka menemukan mata air.Mereka berdua kini bergumul di atas kasur berbagai saliva. Sesekali tangan Arunika meremas lengan Rino. Dia menjadi candu ingin dijamaah oleh sang suami. Entah berapa lama keduanya bertarung bersama birahi yang kini sudah me
"Pak Rino, bangun," bisik Melly lembut. Tangannya terulur sembari meraba pipi Rino dengan sangat hati-hati.Lelaki itu pun membuka matanya perlahan. Spontan dia tertegun dan terkesiap. Betapa terkejutnya dia saat mengetahui saat ini berada di satu kasur bersama Melly, telanjaang dada."Apa ini?!" pekik Rino yang menyadari bahwa dirinya hanya memakai celana pendek bahan, sedangkan pakaiannya teronggok di lantai sembarangan. Sudut matanya berkeliling. Benar, saat ini berada di kamar orang lain, bukan di kamar singgasananya bersama Arunika. "Nggak mungkin!" Rino lolos menaikkan nada bicara tinggi."Pak Rino, lupa. Apa yang kita lakukan tadi malam?" tanya Melly tersenyum simpul, lalu dia mencodongkan tubuhnya yang hanya memakai bra dan celana dalam. Tampak tubuh gadis itu mulus dan putih. Seakan minta dijamaah kembali oleh Rino. Terlihat bulat dan menggoda.Ini sangat mengejutkan Rino. Bangun pagi, justru berada di ranjang seorang gadis. Lelaki itu meng
Bendera kuning berkibar di depan rumah Raffi. Langkah Rino tertatih masuk ke dalam rumah. Di sana banyak tamu yang melayat. Ingin menangis, tetap pantang bagi Rino untuk meneteskan air mata di depan orang banyak. Matanya sayu sembari melangkah lebar mendekati Raffi yang sudah terbujur kaku.Suara tangis Talita sedu-sedan meratapi kematian Raffi. Dia duduk di samping jasad itu. Wajahnya menunduk dan sesekali mengusap air mata yang jatuh ke pipi dari pelupuk matanya.Rino duduk bersimpuh dan tangannya terulur membuka kain batik cokelat yang menutupi jasad Raffi. Saat dibuka, tampak wajah lelaki tua itu cerah dan terpejam tenang."Kakek, sudah tenang. Maafkan saya," ucapnya lirih. Menahan agar air matanya tidak jatuh."Sebenarnya ada apa?" tanya Rino melirik ke arah Talita."Terkena serangan jantung." Talita menjawab parau."Kenapa kamu tak memberitahu soal ini? Pasti Kakek dibawa ke rumah sakit dulu 'kan?" protes Rino yang geram dan kece
Pasca kejadian satu malam dengan Melly. Rino memilih tak datang ke kantor. Dia bahkan lebih dominan di rumah di ruang kerja mematut di depan laptop. Sikap Rino kepada Arunika pun mendadak dingin dan berubah. Ini membuat Arunika semakin penasaran dengan perubahan sikap sang suami.Empat belas hari bukanlah waktu yang sebentar untuk memahami perubahan Rino. Arunika menjadi ragu untuk meminta uang. Dia pun berinisiatif datang ke rumah Yusman. Rasa rindunya kepada Lisna sudah menggunung tinggi.Arunika mengetuk pintu ruang kerja berkali-kali. Tampak di sana ada Rino sedang sibuk menelepon. Dia berdiri bergeming di ambang pintu. Menunggu hampir sepuluh menit di sana. Lantas Rino menutup telepon dan melirik kepada Arunika."Mau ke mana sudah rapi?" tanya Rino."Mas, aku mau keluar. Kalau mau makan sudah aku sediakan di meja makan. Tinggal buka saja tudung sajinya," jawab Arunika melangkah gontai. Lalu dia mengecup punggung tangan Rino."Hati-
Rino tak mengindahkan ucapan Melly. Lelaki itu lekas masuk ke dalam rumah dan menutup pintu.Melly berkali-kali mengetuk pintu, tetapi tidak dibuka oleh sang empu rumah. Rino duduk membeku sambil menunggu Arunika.Mendadak suara ketukan pintu itu berhenti lima detik. Lelaki berhidung bangir itu menghela napas lega karena Melly sudah tidak ada dalam dugaannya. Namun, kembali terdengar suara ketukan pintu.Saking kesalnya Rino langsung membuka pintu dan lantang berkata, "Melly!!""Arunika, Mas. Bukan Melly," jawab Arunika sembari menatap sendu Rino."Sayang, kamu dari mana?" tanya Rino langsung merengkuh erat tubuh Arunika. Akan tetapi, lekas Arunika mengurai pelukan dari Rino.Wanita itu gontai berjalan melewati Rino dan hal itu membuat lelaki berkulit putih itu mengerutkan dahi. Bertanya-tanya. Baru saja Rino mau menguntit Arunika.Suara bariton membuat Rino langsung menoleh ke sumber suara."Lain kali kau jag