Derap langkah Arunika terburu-buru di koridor rumah sakit. Dia lekas menuju ruang jenazah.
Saat tiba di ruangan tersebut. Perawat yang ada di sana sedari tadi menunggu Arunika datang, kini membuka kain putih yang menutupi sekujur tubuh Wulandari.
"Ambu!! Tidak, Ambu jangan pergi." Dia menangis terisak sambil mendekap erat tubuh yang sudah terbujur kaku.
Untungnya ponsel yang ada di tas Wulandari tidak dikunci. Makanya Rino dapat menghubungi Arunika, mencari nomor teleponnya. Lelaki itu berdiri bergeming di depan pintu kamar jenazah menatap nanar punggung Arunika yang masih terisak-isak.
Satu-persatu orang yang Arunika sayangi meninggalkannya. Semakin hancur perasaan Arunika. Dia tenggelam di dalam lautan kesedihan.
Rino pun menepuk pundak Arunika. Gadis itu menoleh dengan tatapan sayu.
"Ambu, sudah meninggal."
Lelaki itu membiarkan Arunika menangis di pundaknya. "Menangislah sepuasmu."
"Lisna mana?" tanya Arunika sa
"Di mana Arunika?!" gumam Rino sambil menyetir mobil. Dia mampu lolos dari ancaman Yusman. Merasa tidak bersalah. Makanya Forguso membiarkan Rino pergi begitu saja."Sial?! Gara-gara Forguso. Saya kehilangan Arunika," gerutu Rino.Menjelang sore. Orang yang dicari tidak ditemukan. Rino pun menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang, hingga sampai di depan rumah yang dulu Tomi tempati. Melihat rumah itu. Rino mengulum senyum simpul.Dia pun turun dari mobil. Ternyata dia tidak sendiri. Tampak siluet tubuh lelaki berdiri memunggungi Rino. Penasaran siapa gerangan yang berdiri di depan rumah tersebut? Lalu Rino berderap memangkas jarak mendekati."Siapa kamu?" tanyanya.Seketika itu juga. Lelaki tersebut balik kanan dan melempar senyum kepada Rino."Apa kabar?" sapanya."Tomi, kau ada di sini? Bukankah kamu ada di Turki?" tanya Rino."Kejutan. Kamu bilang pulang ke Jakarta. Dan kebetulan sekali aku ada kerjaan jadi pulang ke sin
Forguso dengan gagah berani melawan para preman tersebut sampai terhuyung limbung jatuh ke tanah. Lalu lari terbirit-birit ketakutan takut terkena bogem mentah dari Forguso.Melihat pemuda itu sudah menyelamatkannya. Arunika pun melempar senyum dan mempersilakan Forguso masuk.Lisna tertidur pulas di pangkuan Arunika. Sedari tadi mereka berbincang-bincang hangat di ruang tamu dengan ditemani dua cangkir capucino.Arunika berdiri sambil menggendong Lisna. "Aku mau tidurkan dia dulu. Nanti kita lanjut ngobrolnya.""Siap. Aku akan tunggu." Forguso mengangguk pelan.Lalu Arunika pun beranjak pergi meninggalkan Forguso. Melihat sudah aman, watak mesumnya pun muncul. Dia membubuhi obat gairah ke gelas minum Arunika. Pemuda itu paham betul bila Arunika sampai sekarang masih gadis karena tahu dari Wulandari. Iya, Arunika pernah cerita pada Wulandari karena didesak untuk hamil.Namun, Arunika justru menjawab. Dia tak bisa hamil karena belum melakukan
"Kalian tinggal di sini saja dulu," ucap Rino. Dia mengajak Arunika agar menetap di basecamp itu.Arunika mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Memang sudah tidak asing dia dengan tempat itu. Rino menunjukkan kamar untuk Arunika yang hanya ada satu di rumah itu."Kamu tidur di mana?" tanya Arunika."Saya bisa tidur di luar," jawab Rino sembari tersenyum tipis.Kemudian Rino beranjak keluar dari kamar itu. Arunika berdiri celingak-celinguk melihat ruangan kamar yang dominan warna hijau tosca. Lalu dia merebahkan Lisna yang sudah tertidur pulas. Kasihan tadi balita itu terganggu tidurnya karena ulah brengseek Forguso.Usai menidurkan Lisna. Arunika beranjak keluar dari kamar. Dia melangkah lebar mendekati ruang tamu. Tampak Rino berkutat di depan layar ponselnya dengan kedua alis yang saling bertautan."Kamu seperti orang kebingungan?" tanya Arunika.Lelaki tampan itu menghela napas panjang. Dia tak mungkin berbicara
Langkah Arunika seakan-akan tidak mempunyai tulang. Dia melihat sosok lelaki yang dicintainya terpejam bersimbah darah. Tomi menceritakan bahwa Rino tadi ketabrak mobil. Saat hendak menyebrang.Untungnya di sana kebetulan ada Tomi. Ingin membawa Rino ke rumah sakit, tetapi lelaki itu menolak ingin pulang menemui Arunika.Rino terduduk di kursi belakang mobil Tomi. Arunika mendekat sambil menangis tak bersuara. Lisna masih dalam gendongannya."Rino, bangun," ucap Arunika."Tunggu, aku keluarkan dulu Rino," ucap Tomi.Lantas Tomi membopong Rino keluar dari mobil. Dia merebahkan tubuh lelaki itu di bangku panjang teras rumah. Arunika protes sembari memelotot. "Kenapa tak kau bawa ke rumah sakit? Cepat pergi. Ayo, kita bawa!""Arunika," lirih Rino serak.Lekas Arunika pun menghambur mendekati Rino. Tomi bergegas mengambil Lisna dari Arunika. Kini wanita itu menautkan jarinya ke sela-sela jari Nathan.Bibirnya mengatup rapat dan lol
Talita menatap nanar dirinya sendiri. Wajahnya pucat dan air matanya menetes dari pelupuk mata. Buru-buru dia menyeka bulir-bulir bening yang berderai. Wanita itu menyeringai lebar dan menengok ke arah pintu kamar yang berderit.Tampak Raffi berdiri menyulam senyum manis. "Kenapa kamu sedih?" Melihat raut Talita yang sangat membuat Raffi khawatir."Tak apa-apa. Aku hanya capek," jawab Talita sambil merebahkan tubuhnya di kasur.Kakek tua itu naik ke atas ranjang dan tangannya terulur mengusap pipi Talita. Pernah dengar kelapa semakin tua semakin banyak airnya. Begitupun dengan Raffi dia mengalami puber kedua. Libidonya menunggu bila dekat dengan Talita. Namun sayangnya, hanya gairahnya yang menjulang.Wanita itu yang menjadi istrinya hanya memberikan kepuasan melalui mulut."Apakah kamu belum siap juga?" bisik Raffi."Maaf, belum siap," balas singkat Talita."Oke, kalau gitu seperti biasa," cetus Raffi sambil meraba bukit
"Oh, kamu lepaskan berlian hanya demi wanita miskin ini. Kamu lepaskan Gisel demi janda ini?" ucap Raffi menatap nyalang kepada Rino.Suasana menjadi mencekam. Tamu di sana masih ramai. Menyaksikan pertunjukan keributan Rino dan Raffi. Lebih tepatnya Raffi yang hanya berbicara sendiri tanpa diindahkan oleh Rino.Pengantin lelaki itu berdiri tegak tanpa ekspresi apapun. Dia justru mengecup punggung tangan Raffi. Rino tak peduli bila pernikahannya dengan Arunika tak direstui. Lelaki itu sudah benar-benar mengambil keputusan untuk menentukan jalan hidupnya.Sejurus kemudian. Raffi pun kembali cerocos, "Saya umumkan Rino bukan ahli waris harta saya. Tapi, sudah saya serahkan kepada Talita istri saya!"Namun, Rino tidak sedikit pun terkejut. Dia bahkan bertepuk tangan ketika mencerna penuturan sang kakek. Apalagi Talita berdiri di samping Raffi begitu arogan dan dagunya di angkat sedikit."Selamat, Talita. Itu yang kamu mau," ucap Rino seraya meny
Tangan Rino bergerilya di atas bukit kembar Arunika. Gadis itu pun mengerjap-ngerjap merasakan sesuatu yang belum pernah dia rasakan. Bibir keduanya saling berpagutan mesra.Arunika mendesah di dekat telinga Rino, karena tangan lelaki tersebut sudah nakal bermain di area hutan belantara. Sesekali dia hisap hutan belantara itu. Membuat Arunika menggelinjang seperti ulat daun, maka hal itu semakin membangkitkan gairah lelaki matang itu yang sudah sekian lama membeku tidak dicairkan.Hunjaman mulai diloloskan oleh Rino. Lelaki tersebut mulai melakukan hentakan berkali-kali dalam ritme sedang. Keduanya lolos mengeluarkan desahan. Dua insan manusia itu seperti berjalan di gurun pasir yang sedang dahaga, lalu mereka menemukan mata air.Mereka berdua kini bergumul di atas kasur berbagai saliva. Sesekali tangan Arunika meremas lengan Rino. Dia menjadi candu ingin dijamaah oleh sang suami. Entah berapa lama keduanya bertarung bersama birahi yang kini sudah me
"Pak Rino, bangun," bisik Melly lembut. Tangannya terulur sembari meraba pipi Rino dengan sangat hati-hati.Lelaki itu pun membuka matanya perlahan. Spontan dia tertegun dan terkesiap. Betapa terkejutnya dia saat mengetahui saat ini berada di satu kasur bersama Melly, telanjaang dada."Apa ini?!" pekik Rino yang menyadari bahwa dirinya hanya memakai celana pendek bahan, sedangkan pakaiannya teronggok di lantai sembarangan. Sudut matanya berkeliling. Benar, saat ini berada di kamar orang lain, bukan di kamar singgasananya bersama Arunika. "Nggak mungkin!" Rino lolos menaikkan nada bicara tinggi."Pak Rino, lupa. Apa yang kita lakukan tadi malam?" tanya Melly tersenyum simpul, lalu dia mencodongkan tubuhnya yang hanya memakai bra dan celana dalam. Tampak tubuh gadis itu mulus dan putih. Seakan minta dijamaah kembali oleh Rino. Terlihat bulat dan menggoda.Ini sangat mengejutkan Rino. Bangun pagi, justru berada di ranjang seorang gadis. Lelaki itu meng