“Janganlah kau mencintaiku. Punya rasa rindu padaku. Karena kau takkan mampu. Untuk milikiku, jangan terbayangkan diriku. Selalu terlintas di matamu. Kau akan terbelenggu. Dalam bayang semu. Kau takkan bisa memutar waktu. Tak akan mampu,” balas Arunika langsung bernyanyi dan dia meraih mikrofon yang dipegang oleh Irwansyah.
Rino menatap sendu manik mata Arunika dan dia mengulum senyum tipis. Suara tepuk tangan bergemuruh. Lantas Rino pun bergegas turun dari panggung dan berjalan tegak menuju tempat Gisel dan Raffi.
“Ayo, kita pulang,” ajak Rino datar tanpa ekspresi sambil mendorong kursi roda Raffi, sedangkan Raffi tersenyum lebar bahagia sekali.
“Kakek sudah tak sabar ingin melihat kalian bersanding di pelaminan,” ucap Raffi.
Rino hanya berdeham dan dia tidak melirik ke arah Gisel yang sedari tadi melihatnya. Padahal kini sudah berada di tepat di samping.
‘Lihat aku Mas Rino, apakah aku tak pantas kamu cin
Di sebuah kamar yang sudah dihias sedemikian rupa oleh bunga-bunga mawar putih layaknya kamar pengantin. Dua insan manusia itu duduk di pinggir kasur membisu tidak ada yang mau membuka pembicaraan hampir setengah jam.Baju pengantin pun sudah ditanggalkan dan mereka berdua sudah memakai baju piyama berwarna merah maroon.Arunika menundukkan wajahnya dan butiran-butiran air mata luruh terus-menerus berlomba-lomba keluar. Irwansyah melirik Arunika dan dia beringsut mendekati gadis itu.“Kenapa menangis terus? Ambumu berkata seperti itu karena dia memang wanita yang melahirkanmu,” ucap Irwansyah seraya menyeka air mata Arunika.“Jadi aku benar anak Ambu?” tukas Arunika.“Iya, buktinya tadi dia bilang seperti itu ‘kan. Bahwa kamu adalah anaknya. Jadi sudahlah jangan cengeng. Mana Arunika yang dulu?” protes Irwansyah.Andaikan berada di dalam posisi Arunika. Pasti akan bertanya-tanya dengan sikap Wulandar
Kalau kata orang cinta itu indah, tetapi tidak bagi Rino. Duda tampan itu sekian kalinya patah hati. Namun, dia kembali berdiri tegak tetap mencari cinta sejati dan berharap jika gadis yang dicintainya akan membalas, walau hanya dalam mimpi.Entah setan apa yang merasuki tubuh Rino sungguh berani dia mengetik pesan kepada Arunika dan mengajak gadis itu untuk bertemu. Gayung pun disambut hangat.Kini lelaki berhidung bangir itu berdiri di tengah taman ditemani oleh pohon-pohon menjulang tinggi hampir mencakar langit. Semilir angin sore mengusap rambut hitamnya yang disisir rapi.Dia menatap telaga yang jernih dan sesekali mengembuskan napas panjang. Tiga puluh menit sudah menunggu di sana.“Rino!!” panggil suara bariton yang membuat Rino balok badan dan membelalak.Tampak Irwansyah memakai baju kasual dan memakai topi putih. Tangan lelaki itu menggandeng tangan Arunika. Melempar senyum kepada Rino.“Hai, sudah tunggu lama,&r
“Rino ....” Arunika berdesis dan dia menarik napas dalam-dalam.Mata lelaki tampan itu sudah membulat dan menunggu jawaban dari Arunika.Tak sabar menunggu, lalu Rino mendekatkan wajahnya kepada Arunika. Kini jarak mereka sejengkal. Terasa sekali embusan napas hangat Arunika yang dirasakan oleh Rino. Nampak jakun Rino turun naik dan sorot matanya menajam memelesat ke lubuk hati si gadis.Lantas langsung gerakan cepat mencuri kesempatan. Lelaki berhidung bangir itu menggigit bibir bawah Arunika. Sontak gadis itu tersentak kaget dan dia melawan hendak mendorong tubuh Rino. Akan tetapi, kini gadis itu berada di bawah kungkungan si duda keren.Di bawah pohon rindang dan bersama semilir angin sore menjelang petang. Senja pun sudah nampak menjadi saksi bisu di saat Rino mencurahkan cintanya kepada Arunika. Memagut bibir merenda kasih sayang penuh dengan kelembutan.Memang dasarnya Arunika pun menyukai Rino. Dia akhirnya diam pasrah tidak meno
Irwansyah terus menarik tangan Arunika hingga sampai ke dalam kamar. Ekspresi wajah Irwansyah tetap sumringah. Bahkan dia meminta Arunika agar diam saja dulu di dalam kamar.Lantas Irwansyah beranjak keluar dari kamar dan ternyata Mahendra berdiri di depan kamar dengan tatapan menajam.“Istrimu mana? Suruh dia keluar!” bentak Mahendra.“Kek, kami besok mau kembali ke kampung. Terima kasih sudah memberikan pesta pernikahan yang sangat mewah,” balas Irwansyah mengalihkan pembicaraan.Mahendra menggelengkan kepalanya kasar. “Kakek harus bicara dengan ibumu.”Kemudian sang empu rumah itu balik kanan dan Irwansyah mengekori dari belakang.Suara bass Mahendra menggema seantero ruangan. Dia memanggil ibunya Irwansyah.Tak berselang lama. Maria datang sembari tersenyum simpul. Mahendra langsung duduk menopang sebelah kakinya, sedangkan Irwansyah berdiri di samping sang kakek.“Kenapa Ayah?&rdqu
Kerlap- kerlip pendar lampu yang menyorot tugu berwarna keunguan bercampur biru serta merah muda membawa suasana romantis dan indah menenangkan diri. Apalagi di puncaknya, bak lidah api keemasan memancang dengan gagah. Sangat cocok bukan sebagai tempat menambatkan cinta.Seperti saat ini dua insan manusia pun terlihat asyik berbincang dengan hanya duduk di pelataran beraspal taman Monas. Sesekali lelaki berkulit putih itu melirik menoleh ke kanan dan ke kiri.Terlihat banyak keluarga muda dengan menggandeng anak mereka yang masih balita, pemandangan yang sangat harmonis. Bahkan orang tuanya duduk-duduk di pelataran taman dan membiarkan anak-anak mereka berlarian ke sana ke mari dengan suka cita.“Kau ingat ini? Di saat kita remaja sering datang ke sini setiap Sabtu malam,” tanya wanita itu yang menggunakan dress selutut berwarna merah muda dan rambutnya diikat satu ke atas menampilkan lehernya yang jenjang.“Maksudmu apa? Menjadi p
Matahari sudah terik di atas kepala menyengat kulit. Lelaki itu berjalan lebar memasuki halaman rumah sederhana, dengan rahangnya mengeras dan sesekali melirik ke arah ponsel yang menampakkan gambar yang seharusnya dia tidak lihat sama sekali. Dering ponsel berdering terus-menerus, tetapi Rino tidak mengindahkan panggilan tersebut. Lelaki itu sengaja meninggalkan ruang kerja demi memastikan sebuah kebenaran. Brugh!! Rino menendang pintu rumah itu hanya sekali tendangan. Jangan ditanya lagi kekuatan duda itu memang kuat, apalagi pintu itu tidak dikunci, maka dengan mudahnya dia menerobos masuk. Derap langkahnya memasuki ruangan yang dulu tempat di mana dia dan teman-temannya bermain musik. Mata Rino membelalak dan dia langsung membentak. “Apa yang kalian lakukan?!” bentak Rino yang berdiri bergeming dan geram. Sorot mata tajam. Sontak Gisel tersentak kaget terbangun. Dia pun terpekik sambil melirik ke arah sosok lelaki yang masi
“Saya tegaskan sekali lagi. Saya bukan pembunuh,” pungkas Rino.Forguso menyeringai iblis dan dia menepuk pundak Rino dengan tatapan menajam.“Urusan kita belum selesai,” sahut Forguso.“Kurang ajar ... jangan dekati Gisel lagi!” bentak lelaki berhidung bangir itu.Namun, Forguso melambaikan tangan kepada Rino, lalu dia beranjak pergi berjalan dengan pongahnya.Kini di ruangan tersebut hanya ada Tomi dan Rino. Dua lelaki itu berdiri saling berhadapan.“Aku bisa jelasin,” tutur Tomi.Rino bergegas mengangkat membuka tangannya, menandakan bahwa dia tidak mau menerima penjelasan dari Tomi. Apa yang dia lihat semalam sudah menunjukkan.Rino pun berbalik badan, tetapi tangannya diraih oleh Tomi.“Semalam Gisel mencarimu ke sini dan kami hanya makan malam biasa. Kemudian kembali ke sini. Tak disangka ketika terbangun aku ada di lantai,” jelas Tomi. Dia memangkas kesal
Hening.Arunika mulai resah melanda sedari tadi Gisel terdiam membisu, pasca Dewi menuturkan kalimat yang mampu membuat mentalnya terpukul. Bisa-bisanya Dewi mengatakan hal itu kepada Gisel di waktu yang tidak tepat.Gadis berambut panjang itu menundukkan wajahnya seraya meremas-remas buku-buku jarinya, sesekali napasnya tarik dalam-dalam, lalu dihembuskan perlahan.Seketika terdengar suara tepuk tangan. Arunika mendongak dan dia menatap nanar manik mata Gisel yang berbinar.“Cinta itu tak salah dan aku sudah tahu siapa wanita yang dicintai oleh Rino. Akan tetapi, aku tak mempermasalahkan hal itu. Bukankah mencintai itu hak milik seorang manusia. Selagi aku masih ada di samping Rino, maka aku akan berusaha membuatnya jatuh cinta kepadaku,” tutur Gisel seraya meraih tangan Arunika seraya tersenyum simpul.“Arunika, aku tahu jika kamu sudah menikah dengan Irwansyah. Tak mungkin ‘kan kalau kamu melukai hati sahabatmu sendiri ya
Jantung Talita seakan mencelos dari tempatnya seketika itu juga tubuhnya mendadak bergemetar hebat."Maksudmu apa?" tanya balik Talita."Mau jujur nggak?" Tantang Rino menatap lekat manik mata Talita.Atmosfer di ruangan tersebut terasa sangat menegangkan. Bahkan, butiran keringat mendadak berjatuhan dari wajah Talita. Wanita itu pun menghela napas berat sembari memilin rambut hanya sekadar untuk menghilangkan rasa groginya.Ruangan AC itu tak membuat Talita merasa sejuk. Tatapan Rino semakin menyelisik dalam seakan masuk ke dalam jendela hati Talita."Aku mau jujur," jawab Talita tersenyum getir. Lalu dia pun menarik tangan Rino dan diarahkan ke dadanya."Di sini ada Arunika. Apakah kamu marah padaku? Jika aku hidup karena kebaikan Arunika."Hening.Rino mengurai pegangan tangan Talita. Sorot mata lelaki itu berubah setajam silet. Seakan menyayat hati Talita. Usai berbicara jujur. Talita menundukkan wajahnya tak berani menatap
"Tapi, jika kamu tahu kalau aku mempunyai----" Talita menghentikan ucapannya. Dia menunduk sedih. Tak sanggup untuk jujur."Kenapa?" Rino pun mengangkat wajah Talita. "Lihat saya. Kamu mau bicara apa? Katakan saja.""Anu--it--u so--al." Talita terbata-bata. Dia tak mampu melanjutkan ucapannya lagi. Rasanya dadanya terasa sesak. Akan tetapi, raut wajah Rino meneduhkan tak ada sama sekali amarah yang terpancar dari wajah Rino karena Talita tak melanjutkan ucapannya.Tangan lelaki itu pun meraup wajah Talita dan kembali menyerang wanita itu dengan ciuman bertubi-tubi. Namun, Talita melepaskan pagutan liar dari Rino."Aku capek," ucapnya beralasan. Talita pun langsung memunggungi Rino."Kamu kenapa? Kalau ada sesuatu yang mau dibicarakan katakan saja," urai Rino sambil memeluk pinggang Talita dari belakang.Bibir wanita itu mengatup rapat dan matanya berusaha terpejam. Deguban jantungnya cepat seolah sedang lari maraton. Kendatipun d
Lelaki itu terus melayangkan tinju kepada Rino. Untungnya lelaki berhidung bangir itu mampu menangkis semua serangan dari lawannya.Lalu kali ini giliran Rino menyerang. Dia layangkan tendangan bebas untuk lelaki berjaket hitam kulit. Rino adu jotos dengan preman yang menghadang perjalanannya."Jauhi istri gue!" bentak lelaki yang tiba-tiba muncul sambil turun dari motor."Kamu, jadi ini anak buahmu.""Iya, jangan macam-macam. Apalagi dekat sama istri gue!""Maaf, saya tak bermaksud untuk ikut campur urusan dengan rumah tangga Gisel. Tapi, yang kamu lakukan itu sudah berlebihan.""Sial, banyak ngomong!" tukas suami Gisel sambil menodongkan pisau kepada Rino.Melihat pisau di depan mukanya. Tak membuat nyali Rino menciut. Maka dia pun lekas menepis pisau itu, hingga terjatuh ke sembarang arah."Seraaaaang!" titah suami Gisel.Dua preman itu pun langsung menyerang Rino dengan membabi-buta. Untungnya Rino jago bela di
Gisel berlari sekencang mungkin. Dia menghindar dari kejaran orang yang menagih hutang suaminya. Sungguh malang nasib Gisel. Pasca tak bersama lagi dengan Rino dan wanita itu dibawa berobat agar tak depresi memikirkan Rino. Namun sayangnya, saat di tempat penyembuhan Gisel bertemu dengan lelaki yang salah berpura-pura mencintai wanita itu. Padahal hanya ingin menumpang hidup enak di keluarga Gisel.Wanita berhijab itu pun merasa jika suaminya mempunyai niat terselubung menikahinya. Akhirnya, Gisel memutuskan untuk pergi dari rumah dari zona nyaman tak meminta materi dari kedua orangtuanya. Berharap hidup berdua mengontrak akan membuat suami Gisel sadar agar menjadi sosok lelaki dan suami yang tanggung jawab mau bekerja. Ini justru gila judi dan pemain wanita.Ini adalah titik di mana Gisel sudah muak diteror oleh banyak preman yang menagih hutang suaminya. Bahkan, saat ini Gisel dikejar oleh lelaki berusia lima puluh rintenir yang menginginkan Gisel menjadi istri kelim
"Pagi," sapa Rino seraya melempar senyum.Namun, tak diindahkan oleh Talita. Wanita itu sibuk menyiapkan sarapan di atas meja. Lisna sudah duduk manis sembari menonton ponsel."Hari ini lagi ada yang marah?" sindir Rino.Mau marah bagaimana coba? Kalau menjadi posisi Talita, pasti marah karena di saat mau ke puncak kenikmatan. Justru yang disebut oleh Rino nama wanita lain."Hemmmm." Talita berdeham."Siapa, Om?" tanya Lisna sembari mendongak."Itu Bundamu yang cantik," jawab Rino sambil menarik kursi. Dia duduk di samping Lisna."Aku cuma nyuapin nasi goreng. Kamu mau makan nasgor atau roti?" tanya Talita datar."Nggak apa-apa sama nasgor saja," balas Rini sembari mengulum senyum simpul.Lantas Talita langsung menaruh nasi goreng di piring Rino. Lelaki itu menatap nanar Talita."Terima kasih," ucapnya.Namun, Talita tak mengindahkan ucapan Rino. Wanita tersebut kembali menyelesaikan cucian yang
"Mau tahu banget?" ejek Rino sambil menyetir mobil."Terima kasih, yah. Sudah mau menolongku.""Ini sudah berapa kali kamu bilang seperti itu."Talita pun tersenyum simpul. Pipinya merona memerah seketika itu juga di saat Rino mulai mau berdialog hangat dengannya. Sebagai mengalihkan pembicaraan. Lantas Talita kembali melontarkan tanya tentang cara Rino dapat berhasil masuk ke apartemen Wiro.Ternyata Rino sudah mempunyai jadwal yang di mana Wiro akan melakukan bisnis kotor yang tersambung dengan para wanita. Lelaki itu mendapatkan kabar itu dari salah satu kolega Wiro adalah kolega Rino juga dengan memberikan uang yang nominalnya cukup besar. Makanya, Rino dapat masuk ke acara Wiro di pesta topeng bersama beberapa polisi. Iya, lelaki itu telah melaporkan kehilangan Talita.Mencerna cerita dari Rino. Talita manggut-manggut dan mengulum senyum tipis. Dia tak menyangka bahwa lelaki itu mau menolongnya.Jalanan lengang. Sorot lampu jalanan menj
Wiro penyuka wanita cantik yang untuk didekati lalu dijual ke teman-teman kolega kerjanya sebagai bentuk kerja sama agar terhubung dengan baik. Memiliki ketampanan dan kemampuan merayu. Siapa yang tak akan jatuh ke pelukan Wiro kecuali Talita yang tak mudah jatuh termakan rayuan gombal maut Wiro. Begitulah yang dicerna oleh Talita saat mendengar cerita dari wanita yang duduk di depannya. Menceritakan awal pertemuannya dengan Wiro, dengan iming-iming akan dinikahi dan diberi mobil. Akan tetapi, ternyata justru wanita-wanita itu dijebak oleh Wiro untuk dijual."Dasar bedeebah," ucap Talita yang geram mendenga cerita itu."Lalu bagaimana ini? Kita tak bisa kabur dari sini. Teman kita pasti sudah digrepek sama laki-laki tua bangka," kilah salah satu wanita yang sudah memakai baju tidur sexi sesuai permintaan Wiro.Talita tertegun dan dia berusaha berpikir tenang. Agar dapat keluar dari kamar apartemen Wiro. Dia pun tak mau dijual. Suasana menjadi hening.
"Kamu mau bawa aku ke mana?!" pekik Talita berontak melawan.Wiro terus menarik paksa tangan Talita. Dia tak peduli pekikan Talita. Sampai wanita itu dipaksa masuk ke dalam mobil."Diam, ikut saja. Jangan melawan. Jika tidak anakmu akan jadi korbannya!" sentak Wiro."Jangan macam-macam. Jangan pernah sentuh Lisna." Talita memelotot. Dia pun harus mematuhi perintah Wiro. Akhirnya, Talita duduk tenang di belakang sambil meremas-remas buku-buku jarinya sendiri. Bahkan, dia sudah tak peduli lagi dengan dirinya sendiri yang penting Wiro tak menyakiti Lisna.Perjalanan mereka hampir satu jam. Tiba di tempat tujuan. Talita terbelalak saat turun dari mobil. Gedung pencakar langit di depan mata dan dia pun menelan ludah untuk menilimisir rasa takutnya. Wiro benar-benar mengintimidasinya, sampai Talita diam seribu bahasa saat tangannya digandeng oleh Wiro."Pokoknya kamu patuhi apa yang saya perintahkan."Talita mengangguk pelan dengan raut wajah send
"Kamu berani sama saya!" bentak Wiro.Talita terhuyung limbung jatuh ke lantai. Dia meringis kesakitan. Wiro menyeringai iblis tatapannya seolah-olah ingin menelaanjangi Talita.Lantas tangannya terulur mencengkram erat lengan Talita. "Malam ini kamu akan menjadi milik saya," bisik Wiro."Lepaasssssin aku!" Talita berontak melawan dengan susah payah. Namun, memang tenaga Wiro lebih kuat. Maka Talita tak bisa melawan. Wanita itu didorong ke kasur sampai Talita meringis menahan sakit.Saking kasarnya Wiro memperlakukan Talita. Terbit senyum jahat dari bibir Wiro. Lelaki mengerlingkan mata dan merayap naik ke ranjang.Sontak Talita beringsut mundur menghindari dengan tatapan sendu dan tampak ketakutan sekali.Wiro mendekati dan tangannya sudah menangkap tangan Talita. "Diam saja. Tinggal nikmati jangan berontak."Tiba-tiba terdengar suara bariton mengetuk pintu. Siapa lagi jika bukan teman Wiro. Maka lelaki tersebut mengurungkan niatnya