Di sebuah kamar yang sudah dihias sedemikian rupa oleh bunga-bunga mawar putih layaknya kamar pengantin. Dua insan manusia itu duduk di pinggir kasur membisu tidak ada yang mau membuka pembicaraan hampir setengah jam.
Baju pengantin pun sudah ditanggalkan dan mereka berdua sudah memakai baju piyama berwarna merah maroon.
Arunika menundukkan wajahnya dan butiran-butiran air mata luruh terus-menerus berlomba-lomba keluar. Irwansyah melirik Arunika dan dia beringsut mendekati gadis itu.
“Kenapa menangis terus? Ambumu berkata seperti itu karena dia memang wanita yang melahirkanmu,” ucap Irwansyah seraya menyeka air mata Arunika.
“Jadi aku benar anak Ambu?” tukas Arunika.
“Iya, buktinya tadi dia bilang seperti itu ‘kan. Bahwa kamu adalah anaknya. Jadi sudahlah jangan cengeng. Mana Arunika yang dulu?” protes Irwansyah.
Andaikan berada di dalam posisi Arunika. Pasti akan bertanya-tanya dengan sikap Wulandar
Kalau kata orang cinta itu indah, tetapi tidak bagi Rino. Duda tampan itu sekian kalinya patah hati. Namun, dia kembali berdiri tegak tetap mencari cinta sejati dan berharap jika gadis yang dicintainya akan membalas, walau hanya dalam mimpi.Entah setan apa yang merasuki tubuh Rino sungguh berani dia mengetik pesan kepada Arunika dan mengajak gadis itu untuk bertemu. Gayung pun disambut hangat.Kini lelaki berhidung bangir itu berdiri di tengah taman ditemani oleh pohon-pohon menjulang tinggi hampir mencakar langit. Semilir angin sore mengusap rambut hitamnya yang disisir rapi.Dia menatap telaga yang jernih dan sesekali mengembuskan napas panjang. Tiga puluh menit sudah menunggu di sana.“Rino!!” panggil suara bariton yang membuat Rino balok badan dan membelalak.Tampak Irwansyah memakai baju kasual dan memakai topi putih. Tangan lelaki itu menggandeng tangan Arunika. Melempar senyum kepada Rino.“Hai, sudah tunggu lama,&r
“Rino ....” Arunika berdesis dan dia menarik napas dalam-dalam.Mata lelaki tampan itu sudah membulat dan menunggu jawaban dari Arunika.Tak sabar menunggu, lalu Rino mendekatkan wajahnya kepada Arunika. Kini jarak mereka sejengkal. Terasa sekali embusan napas hangat Arunika yang dirasakan oleh Rino. Nampak jakun Rino turun naik dan sorot matanya menajam memelesat ke lubuk hati si gadis.Lantas langsung gerakan cepat mencuri kesempatan. Lelaki berhidung bangir itu menggigit bibir bawah Arunika. Sontak gadis itu tersentak kaget dan dia melawan hendak mendorong tubuh Rino. Akan tetapi, kini gadis itu berada di bawah kungkungan si duda keren.Di bawah pohon rindang dan bersama semilir angin sore menjelang petang. Senja pun sudah nampak menjadi saksi bisu di saat Rino mencurahkan cintanya kepada Arunika. Memagut bibir merenda kasih sayang penuh dengan kelembutan.Memang dasarnya Arunika pun menyukai Rino. Dia akhirnya diam pasrah tidak meno
Irwansyah terus menarik tangan Arunika hingga sampai ke dalam kamar. Ekspresi wajah Irwansyah tetap sumringah. Bahkan dia meminta Arunika agar diam saja dulu di dalam kamar.Lantas Irwansyah beranjak keluar dari kamar dan ternyata Mahendra berdiri di depan kamar dengan tatapan menajam.“Istrimu mana? Suruh dia keluar!” bentak Mahendra.“Kek, kami besok mau kembali ke kampung. Terima kasih sudah memberikan pesta pernikahan yang sangat mewah,” balas Irwansyah mengalihkan pembicaraan.Mahendra menggelengkan kepalanya kasar. “Kakek harus bicara dengan ibumu.”Kemudian sang empu rumah itu balik kanan dan Irwansyah mengekori dari belakang.Suara bass Mahendra menggema seantero ruangan. Dia memanggil ibunya Irwansyah.Tak berselang lama. Maria datang sembari tersenyum simpul. Mahendra langsung duduk menopang sebelah kakinya, sedangkan Irwansyah berdiri di samping sang kakek.“Kenapa Ayah?&rdqu
Kerlap- kerlip pendar lampu yang menyorot tugu berwarna keunguan bercampur biru serta merah muda membawa suasana romantis dan indah menenangkan diri. Apalagi di puncaknya, bak lidah api keemasan memancang dengan gagah. Sangat cocok bukan sebagai tempat menambatkan cinta.Seperti saat ini dua insan manusia pun terlihat asyik berbincang dengan hanya duduk di pelataran beraspal taman Monas. Sesekali lelaki berkulit putih itu melirik menoleh ke kanan dan ke kiri.Terlihat banyak keluarga muda dengan menggandeng anak mereka yang masih balita, pemandangan yang sangat harmonis. Bahkan orang tuanya duduk-duduk di pelataran taman dan membiarkan anak-anak mereka berlarian ke sana ke mari dengan suka cita.“Kau ingat ini? Di saat kita remaja sering datang ke sini setiap Sabtu malam,” tanya wanita itu yang menggunakan dress selutut berwarna merah muda dan rambutnya diikat satu ke atas menampilkan lehernya yang jenjang.“Maksudmu apa? Menjadi p
Matahari sudah terik di atas kepala menyengat kulit. Lelaki itu berjalan lebar memasuki halaman rumah sederhana, dengan rahangnya mengeras dan sesekali melirik ke arah ponsel yang menampakkan gambar yang seharusnya dia tidak lihat sama sekali. Dering ponsel berdering terus-menerus, tetapi Rino tidak mengindahkan panggilan tersebut. Lelaki itu sengaja meninggalkan ruang kerja demi memastikan sebuah kebenaran. Brugh!! Rino menendang pintu rumah itu hanya sekali tendangan. Jangan ditanya lagi kekuatan duda itu memang kuat, apalagi pintu itu tidak dikunci, maka dengan mudahnya dia menerobos masuk. Derap langkahnya memasuki ruangan yang dulu tempat di mana dia dan teman-temannya bermain musik. Mata Rino membelalak dan dia langsung membentak. “Apa yang kalian lakukan?!” bentak Rino yang berdiri bergeming dan geram. Sorot mata tajam. Sontak Gisel tersentak kaget terbangun. Dia pun terpekik sambil melirik ke arah sosok lelaki yang masi
“Saya tegaskan sekali lagi. Saya bukan pembunuh,” pungkas Rino.Forguso menyeringai iblis dan dia menepuk pundak Rino dengan tatapan menajam.“Urusan kita belum selesai,” sahut Forguso.“Kurang ajar ... jangan dekati Gisel lagi!” bentak lelaki berhidung bangir itu.Namun, Forguso melambaikan tangan kepada Rino, lalu dia beranjak pergi berjalan dengan pongahnya.Kini di ruangan tersebut hanya ada Tomi dan Rino. Dua lelaki itu berdiri saling berhadapan.“Aku bisa jelasin,” tutur Tomi.Rino bergegas mengangkat membuka tangannya, menandakan bahwa dia tidak mau menerima penjelasan dari Tomi. Apa yang dia lihat semalam sudah menunjukkan.Rino pun berbalik badan, tetapi tangannya diraih oleh Tomi.“Semalam Gisel mencarimu ke sini dan kami hanya makan malam biasa. Kemudian kembali ke sini. Tak disangka ketika terbangun aku ada di lantai,” jelas Tomi. Dia memangkas kesal
Hening.Arunika mulai resah melanda sedari tadi Gisel terdiam membisu, pasca Dewi menuturkan kalimat yang mampu membuat mentalnya terpukul. Bisa-bisanya Dewi mengatakan hal itu kepada Gisel di waktu yang tidak tepat.Gadis berambut panjang itu menundukkan wajahnya seraya meremas-remas buku-buku jarinya, sesekali napasnya tarik dalam-dalam, lalu dihembuskan perlahan.Seketika terdengar suara tepuk tangan. Arunika mendongak dan dia menatap nanar manik mata Gisel yang berbinar.“Cinta itu tak salah dan aku sudah tahu siapa wanita yang dicintai oleh Rino. Akan tetapi, aku tak mempermasalahkan hal itu. Bukankah mencintai itu hak milik seorang manusia. Selagi aku masih ada di samping Rino, maka aku akan berusaha membuatnya jatuh cinta kepadaku,” tutur Gisel seraya meraih tangan Arunika seraya tersenyum simpul.“Arunika, aku tahu jika kamu sudah menikah dengan Irwansyah. Tak mungkin ‘kan kalau kamu melukai hati sahabatmu sendiri ya
“Ibu, aku lapar.” Gisel melempar senyum dan dia lekas menggiring sang ibu agar tidak keluar rumah. “Kamu sudah mandi?” tanya sang ibu. “Belum, Bu. Aku ketinggalan ini,” tukas Gisel sambil mengambil ponselnya yang teronggok di atas meja. “Lantas di mana Rino?” tanya wanita paruh baya itu. “Saya di sini, Bu,” jawab Rino singkat sembari melempar senyum dan dia berdiri di ambang pintu. Gisel terhenyak dan dia pun segera melangkah lebar beralasan belum mandi. Tidak sanggup melihat wajah Rino. Ada sesak di dadanya kala melihat lelaki yang dicintainya mencintai sahabatnya. Rino pun berderap masuk mendekati ibu Gisel. Raut wajahnya ramah dan menghormati calon mertuanya tersebut, sedangkan Arunika kini sudah berada di dalam mobil taksi. Dia lekas menyeka air matanya yang luruh. Untungnya tadi ada mobil taksi yang melintas, lekas gadis itu pun memberhentikan mobil tersebut dan masuk. Arunika sudah bulat dengan keputusannya untuk