Home / CEO / Ok, Aku Nyerah Bos! / Bab 19. Jiwa Babu

Share

Bab 19. Jiwa Babu

Author: Lavinka
last update Last Updated: 2024-01-20 05:49:37

Setelah kembali ke apartemen, aku memilih langsung ke kamar. Melepas asal sepatuku dan menaruh tas yang sedari tadi kubawa. Aku berjalan ke dapur untuk mengambil air minum. Setelah habis, kutaruh lagi gelas itu.

Lanjut pergi ke kamar, di sana ternyata ranjang sudah memanggilku untuk menidurinya. "Fyuhhh!" Kuhempaskan tubuh lelah inidi atas ranjang yang empuk dan nyaman.

Sambil memeluk guling favoritku, kupejamkan mata mencoba untuk terlelap, tetapi nyatanya mata ini justru tak mau diajak kerjasama. Kejadian tadi di mansion milik keluarga Wirasesa cukup banyak mengambil alih.

Kujadikan tanganku sebagai bantal, lalu netra ini menatap kosong langit-langit kamar yang berwarna putih. Aku mengabaikan tubuhku yang sudah lengket oleh keringat. Perasaanku jauh lebih penting sekarang daripada mandi.

"Bego! Bego! Bego! Bego!" Kutendang selimut yang ada di bawah kaki dengan perasaan kesal, gemas, dan juga nelangsa.

Kutarik salah satu bantal dan kututup wajah ini saking rumitnya kejadian hari i
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 20. Ngehamilin Anak Orang

    Setelah drama weekend yang Gatot, alias gagal total. Pagi ini aku sudah berada di kantor, berangkat seorang diri tanpa perlu mengawal si pak tua itu. Aku mendesah lega karena Pak Tama tiba-tiba harus pergi ke tempat yang jauh bersama Gilang dan itu bagaikan angin segar dong untukku.Kenapa aku tidak ikut? Heuh, seperti diriku tak ada kerjaan lain saja selalu ngintilin dia. Lagipula, dia tidak mungkin membiarkanku tinggal di kantor hanya untuk berleha-leha saja. Sudah ada setumpuk dokumen yang harus aku lihat sebelum diberikan kepadanya.Sialan banget memang itu bos kampret. Entah kenapa setiap hari selalu saja ada cara dia membuatku emosi. Capek emang kerja sama orang gila kerja macam pak Tama. Sedang asyik-asyiknya mengghibahi atasan, aku justru berpapasan dengan beberapa karyawan kantor yang hendak naik lift. Aku memberikan senyuman ramah ala-ala wanita berpendidikan tinggi kepada mereka yang satu divisi dengan Nadia.Eh? Memang cara tersenyum orang berpendidikan beda, yah? Iyakah

    Last Updated : 2024-01-20
  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 21. Salting Brutal

    Dua hari tanpa keberadaan Pak Tama sudah seperti Surga Dunia bagiku. Aku bebas dari kata lembur, bebas dari gangguan setiap malam ketika aku ingin tidur, bebas juga dari panggilan telepon yang selalu membuatku jengkel setengah mampus."Seneng amat, Bes? Kirain kamu bakalan ngegalau gegara ditinggal suami minggat," goda Nadia sambil menyerahkan satu map di atas mejaku.Dia bahkan tak sungkan mengambil satu bungkus permen yang memang selalu ada di gelas khusus di atas meja. "Ish, ini permen apa, sih? Kok, asem banget kayak hidupmu?""Sialan kalau ngoceh!" Kutimpuk Nadia dengan map yang baru saja dia bawa. “Lagian, apa gunanya juga aku ngegala, kalau hidup seperti inilah yang aku inginkan,” balasku sambil mengibaskan rambutku yang hari ini digerai.“Preeettt!”Aku hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Nadia. Hari ini adalah hari ke-3 pak Tama dan juga Gilang dinas di luar, tetapi harusnya hari ini mereka pulang. "Eh, hari ini ternyata ada rapat sama klien Jepang,” ucapku sambil memeg

    Last Updated : 2024-01-20
  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 22. Baru Bertemu, sudah Ngomel

    "Maaf, Pak. Em, jadi saya langsung aja, yah. pak Tama dan Gilang apa nanti siang sudah bisa kembali ke kantor?" tanyaku langsung. Sudah gerah aku dibuat Pak Tama salting dan kali ini aku harus segera mengakhirinya. Aku gak boleh kalah, aku harus bisa melawan diriku sendiri. Come on, Naina! Dia itu cuma pak Tama, bukan Mr. Crush yang selama ini kamu dambakan menjadi pendamping hidup."Kamu maunya kapan? Jika kamu memang sudah benar-benar rindu padaku, ya, aku bisa pulang sekarang juga?" Pertanyaan macam apa itu? Aku menatap wajah tampan dan sok iyes milik pak Tama dengan horor. Kucoba untuk menarik napas dalam, lalu membuangnya dari mulut. Setelah itu, kuberikan senyum senatural mungkin agar pria tua itu tak berpikir lain. "Saya serius, Pak?""Loh, aku juga serius, Naina. Kapan sih, aku pernah gak serius sama kamu?" Wajahnya sok ganteng ditumpukkan di atas telapak tangan itu benar-benar membuat bibirku berkedut ingin mengumpat.Boleh nyekek tikus tetangga gak, sih? Gemas sekali aku

    Last Updated : 2024-01-21
  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 23. Aku Mau Susu

    "Apa kamu baik-baik saja? Atau, ada yang terluka? Bagian yang mana?"Aku menelan kasar ludahku. Njir! Ini orang punya berapa kepribadian, sih? Lah, itu tadi siapa yang habis ngomel di tengah jalan? Terus, ini yang lagi megang-megang wajah, bahu, bahkan tubuhku sampai dimiringkan ke kanan dan kiri ini siapa?Woi! Situ siape? Kenapa jadi orang seneng banget bikin orang salah paham, sih? Aku mendengkus melihatnya."Tuh, kan. Apa jangan-jangan karena kamu hampir ketabrak tadi kamu jadi bego?"Mataku menatap tak percaya pada Pak Tama yang kembali mengeluarkan kata-kata saktinya, bahkan mulut ini sampai melongo dibuatnya. Tak menghinaku sedetik saja sepertinya ini orang bakalan mati, deh. Aku yakin itu."Naina," panggilnya lagi.Mulutku sudah hampir mangap, tapi usapan di bagian pipiku mampu membuatku menelan ludah. Aku memejamkan mata saat wajah pria itu semakin mendekat, bahkan terpaan napas pria tua membuat bulu kudukku meremang geli. "Apa kamu mengganti parfummu, hm?" tanyanya dengan d

    Last Updated : 2024-01-21
  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 24. Perjanjian

    "Hei, ada apa dengan teriakanmu itu?" tanyanya dengan wajah tak bersalah."Bapak yang bikin aku berteriak," balasku ketus. Tiba-tiba, dia menyentil lagi keningku. "Apa di dalam otakmu yang kecil itu selalu berpikiran mesum terus, eoh?"Sambil mengusap kening, aku mendengkus. Sialan banget ini orang. "Sakit, Pak!" Hanya keluhan saja yang berani kuungkap, untuk segala umpatan dan pengelakanku hanya kusimpan dalam hati."Dasar manja!" sarkasnya."Dih! Siapa juga yang manja sama situ. Orang sakit beneran juga." Aku menggerutu sambil melihat ke arah luar jendela. Kelakuan Pak Tama memang serandom itu. Setelah membuat anak gadis orang baper, maka mulutnya bisa dalam sekejap akan membuatku ilfill. Belum lagi tangannya yang selalu hobi main sentil kening, itukan sakit. Dasar Pak Tua kuampret.Ketika pangkuanku terasa ringan dan si pelaku ternyata sudah kembali duduk sendiri. Aku pun langsung menggeser dudukku. Kakiku dibiarkan bertumpu pada satu kaki lainnya seolah mencegah ada kepala yang

    Last Updated : 2024-01-22
  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 25. Minta Uang

    Setelah hari itu, kebebasanku semakin terenggut oleh Pak Tama. Ceileh bahasanya, tetapi ini aku tak lagi bercanda. Kalian tahu bukan bagaimana random dan nekadnya seorang Gartama Wirasesa. Iya, apa pun yang dia mau maka akan selalu dikejarnya sampai tetes darah penghabisan. Terdengar begitu cringe, tetapi memang seperti itulah Tama yang aku kenal. Selama ini orang hanya tahunya jika si bos kampret itu adalah orang yang sempurna. Big no.Agak lain memang Gartama Wirasesa.Seperti hal yang dia lakukan sekarang. Pria tua itu kini tengah sibuk menyuruh bawahannya untuk memindahkan semua baju dan barang-barang milikku yang ada di lemari ke dalam sebuah koper. Pindahkah? Tepatnya, aku dipaksa tinggal di penthouse milik pak tua itu. Alasannya klise. Dia takut jika suatu saat Nyonya Anggun akan melakukan sidak dadakan ke apartemen anaknya, sementara mereka tinggal terpisah. Jadi, demi memperlancar sandiwara mereka maka aku harus tinggal di sana. Itu kata Pak Tama. "Apa ada barang lain yan

    Last Updated : 2024-01-23
  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 26. Jual Ginjal atau Jual Tubuh

    Uang 200 juta itu tidak banyak. Heh, kata siapa? Mungkin bagi mereka yang uangnya tak berseri, mengeluarkan segitu tidak ada artinya. Akan tetapi, bagi diriku yang hanya seorang bawahan dan punya cicilan apartemen yang harganya lumayan mencekik membuatku sulit untuk bisa mengumpulkannya.Ditambah rekeningku sekarang memang hanya tersisa saldo sedikit saja dan ini pun akan kugunakan untuk bertahan hidup selama 2 minggu ini. Gajian masih pertengahan bulan lagi sehingga membuat aku harus hemat jika tak ingin mati kelaparan. "Maaf, Ma. Aku gak ada uang segitu," ujarku terdengar memelas. Siapa tahu si ibu Astuti ini mau sekali saja berbaik hati kepada anaknya. "Kamu gak usah bohongin mama, Na! Kamu ini kan simpenan bosmu, jadi mana mungkin duit segitu tidak ada!" ujarnya begitu lancar."Apa?" Sontak aku berdiri dari posisi dudukku. Aku langsung menyugar rambutku frustasi atas tuduhan dari ibu.Belum sempat aku kembali aku bicara, ibu sudah kembali berseloroh, "Apa kamu baru saja berteria

    Last Updated : 2024-01-23
  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 27. Sugar Baby

    "Yakh, kenapa Bapak memukul keningku?" Aku protes saat sentilan yang kudapatkan, bukan jawaban manis ala-ala drakor atau novel romance lain yang biasa kubaca.Pria itu mendengkus, lalu mencubit hidungku. Aku yang melihat itu semakin dibuat cemberut. "Tadi kening, sekarang hidung. Lama-kelamaan wajahku habis ditempelin tangan Bapak," ujarku ketus.Pak Tama di depanku justru malah tertawa. Mana renyah banget lagi ketawanya. Apa selucu itu setelah berhasil mengerjaiku. "Pak!" Tanpa sadar aku merengek.Setelah puas menertawakanku, tangannya kini kembali menarik pinggangku hingga kini aku merasa sudah menempel pada tubuhnya. Duh, bahasanya. Pokoknya, jarak kami sudah begitu dekat hingga aku bisa merasakan terpaan napasnya yang menderu di leherku."Naina, mana mungkin aku mengambil kesucian seorang perempuan, apalagi itu kamu. Kamu terlalu berharga untuk kunodai," tuturnya lembut, bahkan tangan pria tua itu kini tengah mengusap rambutku.Duh, ini Pak Tama sebenarnya makan apa, sih? Kok, mul

    Last Updated : 2024-01-24

Latest chapter

  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 121. End

    “Mama! Di mana kaos Abang?”“Huwaa! Abang kenapa buang dasi Nina?”Suara teriakan dan tangisan mengawali pagiku hari ini. Astaga! Kepalaku hampir pecah mengurus dua bocil kesayangan Tama. Setiap hari, bahkan setiap pagi telingaku hampir berdengung mendengar teriakan duo kembar itu.Itu sebenarnya anak siapa, sih? Sumpah berisik banget.“Mah, gak usah dumel dalam hati, deh! Buruan bantu Abang cariin kaos kaki!” Teriakan dari dalam kamar anak pertamaku kembali terdengar. Aku menghela napas. Tangan yang sedang memegang spatula rasanya sudah gatal ingin melempar benda tersebut. Namun, jika teringat bagaimana aku mengandung, melahirkan, dan menyusui, semua amarahku langsung luruh.Berganti menjadi rasa sayang. “Mama lagi masak, Abang,” balasku berteriak. Berharap Nino mau mengerti akan kesibukan mamanya juga.Ya, Nina dan Nino adalah anakku dan Mas Tama. Mereka kini sudah besar, bahkan sudah belajar di sekolah swasta, kelas 2. Usia mereka 8 tahun dan sedang aktif-aktifnya. Jadi, ibunya ju

  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 120. Menyambut Kelahiran Penerus Wirasesa

    Masa kehamilan adalah masa di mana semua para ibu harus bekerja extra untuk menjaga diri serta calon jabang bayi di dalam kandungan. Dia tidak boleh stres, tidak boleh makan makanannya yang terlalu manis, atau pedas, dan masih banyak pantangan lainnya.Seperti yang sedang kurasakan sekarang. Pada trimester pertama dan kedua, aku tak begitu banyak keluhan. Namun, ketika trimester akhir, aku jadi sulit tidur, tidak leluasa bergerak, bahkan ketika bangun tidur pun kesulitan bangun.Oh my God. Ini jelas sangat menyiksa. Namun, tidak semua ibu hamil buruk, kok. Ada kalanya aku merasa menjadi orang yang spesial, yaitu ketika semua keluarga memberikan apa pun yang aku inginkan. Dari perhatian hingga semua kasih sayang tercurah untukku.I’m so happy.Kini di usia kehamilanku yang sudah mencapai 37 minggu, perutku sudah beberapa kali mengalami yang namanya kontraksi palsu. Aku sedikit ada cerita. Waktu itu, pada saat pertama kali mengalami kontraksi palsu, aku sampai heboh dan memanggil Mas T

  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 119. Kunjungan

    “Ya, aku memang gila karena dirimu. Jadi, jangan pernah bermain-main denganku! Mengerti!”Aku terkikik, mengangguk sambil menangkupkan kedua tangan dengan menundukkan kepala sebagai tanda menyerah. “Ok, aku takut dikutuk eh kamu, Sayang. Jadi, kita akhiri inis emua sebelum merembet ke mana-mana!”“Nah, gitu, dong! Itu baru istri Gratama Wirasesa.” Senyumnya culas. Perdebatan kecil itu pun berakhir dengan kemenangan Mas Tama. Lebih tepatnya aku yang mengalah.Astaga, random banget emang itu calon bapak satu. Dia pikir manusia bisa memilih? Jelas tidak. Takdir itu sudah diatur oleh Tuhan. Jodoh, rezeki, anak, hidup, dan mati seseorang semua hanyalah Tuhan yang tahu. Jadi, daripada perdebatan kami tak selesai, akhirnya aku mengalah. “Mas, kita telpon kakek, yuk!”“Ah, benar. Sebentar, biar aku ambilkan ponselmu.”Aku menunggu dengan kaki selonjor yang digoyang-goyang, lucu. Apalagi sandal bulu dengan kepala boneka kelinci yang besar semakin membuat gak henti memainkannya.Mas Tama data

  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 118. Dikutuk Suami

    Setelah aku mengusir Mas Tama, aku tidak mendengar suara apa pun lagi. Aku pikir, dia pergi dan lebih memilih mementingkan egonya. Tanpa sadar, aku mendengkus dan menitikkan air mata.Bodoh.Akan tetapi, aku langsung menghentikan tanganku yang hendak mengusap mata. Mataku mengerjap ketika merasakan sisi ranjang di belakang punggungku bergerak. Aku sedikit berjengit kala kepalaku diangkat olehnya.Akan tetapi, yang membuat bibirku tak bisa menahan senyum adalah saat tangan Mas Tama dijadikan bantalan untuk kepalaku. Semua emosi yang sempat mengisi relung hatiku seketika luruh. Digantikan oleh rasa hangat dan nyaman di mana darahku berdesir mendapati perhatian-perhatian kecil itu. Aku tetapi, aku tetap bergeming. Tak mengatakan apa-apa, walau kini tubuhku sudah ditarik untuk didekap erat olehnya. Bibir bagian bawahku seketika turun. Ragu, antara ingin tetap diam, atau bicara padanya.“Maaf, Naina,” bisiknya tepat di sisi telingaku.Aku melipat bibir ke dalam, menunggu kelanjutan ucapa

  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 117. UGD

    Sebuah kecelakaan baru saja terjadi. Mobil yang kami tumpangi ditabrak oleh mobil yang lawan arah. “Ada apa ini?” Mas Tama keluar dari mobil untuk mengecek kondisi di luar.Sementara diriku hendak menyusul dan membuka pintu, tetapi mulutku langsung merintih kesakitan sambil memegang bagian perut. “Arkh, kenapa sakit sekali?” tanyaku bingung.Aku menarik napas, membuangnya lewat mulut, berusaha untuk menetralisir rasa sakit itu. Namun, hal itu sama sekali tidak membantu. Perutku terasa melilit, seperti diaduk-aduk hingga membuat keringat mulai keluar dari pori-pori kulitku.“M-mas,” panggilku tertatih. Aku mendongak, menatap Mas Tama dari kaca jendela. Dia sedang berdebat di luar. Aku kembali menunduk, memelukku perutku sendiri. Rasanya, aku ingin meraung dan menangis sejadi-jadinya. Ini benar-benar sakit sekali.“Nona.”Kepalaku mendongak saat mendengar bunyi pintu dibuka dan ditutup dari depan. Jack–supir pribadi Mas Tama– masuk untuk mengecek keadaanku. “Nona? Nona kenapa?” Wajah

  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 116. Kecelakaan

    "Bagaimana, Dok?” tanya Mas Tama tak sabar.Aku sendiri baru saja duduk di kursi samping Mas Tama, setelah dokter memeriksa perutku. Entah cream apa yang digunakan karena terasa dingin di kulit perutku. Tangan kami saling bertaut satu sama lain di bawah meja. Aku yakin Mas Tama juga merasakan apa yang sedang kurasakan. “Sebentar, yah!” Dokter bernama Karina tersenyum sambil menulis sesuatu di kertas catatan milikku. Untuk sementara waktu, kami semua dilingkupi keheningan hingga perasaan gugup dan juga deg-degan begitu terasa. Dokter Karina sendiri tetap santai di kursinya dan jujur aku kesal.Dia tak tahu saja jika sekarang jantungku dugun-dugun gak jelas, kayak lagi nungguin Mas Tama nyatain cinta sama aku. Jadi, please, deh, Dok! Gak usah bikin anak orang mati penasaran.“Dok,” panggil Mas Tama sekali lagi.Aku melirik Mas Tama yang juga sudah tak sabar menunggu hasil pemeriksaan. Aku menepuk punggung tangannya dan mengusapnya lembut. Dia lalu mengangguk, tersenyum kecil sambil m

  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 115. Cek Kandungan

    Tiga hari kemudian, aku dikejutkan dengan suara seseorang yang tengah muntah-muntah. “Itu siapa, sih?” keluhku. Aku meraba ke sisi ranjang, mencari keberadaan suami tercintaku. Namun, kosong. Sontak, mataku terbuka. Rasa kantukku langsung hilang tatkala menyadari jika Mas Tama tak ada di mana-mana. “Mas, kamu di mana?” Suaraku serak. Aku segera bangun, duduk di atas ranjang dengan sedikit sisa kantuk. Aku mengucek kelopak mataku, lalu bergumam, “Mas Tama ke mana, sih? Masa iya, dia udah ke kantor?”Mulutku menguap, tetapi segera kututup dengan lengan. Setelah itu, mataku mengedar dengan tangan menggaruk rambut, linglung. Sekitar kosong, dan lagi-lagi suara itu kembali terdengar. “Itu siapa, sih, yang lagi muntah? Atau, jangan-jangan….”Mas Tama.Sontak, perasaanku dilingkupi cemas. “Mas, apa kamu di dalam?” Aku segera turun dari ranjang dan berjalan menuju kamar mandi. Rambut segera ku gelung ke atas agar tidak mengganggu. Ketika tiba di depan pintu kamar mandi yang terbuka, suara

  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 114. Tama Berubah

    Sepanjang perjalanan, Mas Tama tak pernah melepaskan tautan tangan kami. Dia bahkan melakukan pemindahan perseneling saja masih dengan tangan kami seperti itu.Seneng, sih, dapat perhatian, dan merasa disayang. Tapi, ngeri-ngeri sedep juga, kalau terjadi sesuatu. Apalagi, kita kan lagi di jalan raya, dan tahu dong, bagaimana kondisi lalu lintasnya? Mau heran, tapi dia suamiku. “Kita mau makan apa, Dear?” tanya Mas Tama. Dia melirik ke arahku sekilas, lalu kembali melihat ke arah depan.“Mas. Bukankah kita baru saja makan tadi di rumah mama?” Aku bertanya heran. Ya, kali perutnya yang udah kek roti sobek itu mau dihancurkan dengan makan malam, lagi. “Aku lapar, Sayang. Aku pengin makan di tempat langganan aku beli. Kamu mau ikut, kan?” Wajahnya begitu memelas. Aku pun menggaruk belakang kepala. Mau menolak, tetapi gak enak. Tapi, kalau aku iyakan, mau ditaruh mana itu makanan. Secara, aku masih kenyang. Kalaupun diisi, palingan hanya minuman saja yang muat.“Apa aku punya pilihan?”

  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 113. Apaan, sih?

    Menjadi seorang istri adalah hal yang baru buatku. Namun, untuk membuatkan sarapan, menyiapkan teh, dan juga baju untuk Mas Tama, itu sudah menjadi kebiasaan untukku beberapa tahun lalu. Maksudnya, aku hanya menyiapkan roti panggang dengan selai saja. Untuk memasak, aku masih harus menjalani kursus agar tidak membakar apartemen suamiku.Tidak lucu, kan, kalau pasangan suami istri yang baru saja menikah dikabarkan mati, dikarenakan si istri membakar rumahnya karena lupa cara mematikan kompor. Itu jelas nanti akan sangat mencoreng nama baik Naina. Jadi, hari ini aku berkesempatan untuk mengikuti les memasak dengan para mama muda yang usianya di bawahku. Iya, kalian gak salah lihat. Seorang Naina rela meluangkan waktunya hanya untuk membuat dirinya dianggap sebagai istri yang pandai memasak. Aish, tolong jangan melihatku dengan syirik begitu. Santai saja.Tapi, aku sedikit canggung karena, you know lah, usiaku paling tua di sini. Huhuhu, nyesel banget sekarang. Kenapa gak sedari dulu

DMCA.com Protection Status