“Heh, kamu selalu begitu padaku, entar jodoh baru tahu rasa, aku kekepin tiap hari.” Aku hanya terkekeh.
“Apa? Gue jodoh sama lo? Najis!” Mereka berdua memang tidak pernah akur, tapi saling merindukan satu sama lain ketika tidak ketemu.
***Meyyis***
POV DEVAN
Aku sudah berusaha untuk meyakinkan Shasha, tapi ternyata dirinya masih saja tidak melirikku sama sekali. Aku masih penasaran, siapa sebenarnya yang ditaksirnya. Jujur, aku cemburu. Kenapa bukan aku? Tapi, anaehnya seperti orang bodoh tetap ingin dekat dengannya. Rasanya, aku ingin selalu melindunginya. Hanya saja, apakah dia sulit untuk dipahami? Mau curhat dengan Davin, percuma. Dia sudah jauh. Kalau dulu, dia menjadi penasehatku, sekarang … ah, ini membuatku frustrasi. Lebih baik aku telepon Davin saja.
“Bro, sedang apa?” basa-basi dulu, sudah agak lama sejak terakhir aku telepon
“Apa bule-bule sangat cantik sehingga kamu karasan?” Dia tersenyum, tapi aku melihat senyum kecut.“Tidak ada yang lebih cantik dari cewek Indonesia. Aku akan pulang ketika lulus S2, untuk S3, mungkin nggak terlalu harus stay.” Aku mengangguk, semoga dia benar akan pulang, tidak lari lagi.***Meyyis***POV SHASHAAku tidak mengerti yang diinginkan Elasa. Dia sudah mendapatkan papa dan semuanya, tapi merasa tidak puas. Apa yang tidak dia puas? Apa melihat aku dan mama mati, barulah merasa puas. Dia menggangguku pada jam sibuk seperti ini.“Heh anak pelakor! Dengarkan baik-baik, ya? Kalau sampai pacarku tahu tentangmu, kemudian berubah pikiran, maka aku akan buat perhitungan denganmu.” Daasar wanita sinting. Kenapa tiba-tiba begitu? Ini kalau aku ladeni akan jadi petaka. Biarkan saja.“Dengar nggak sih?” bentak dia.&nbs
“Maaf, Nona. Pelanggan VVIP saya banyak. Jika semua seperti Anda, akan ada berapa pegawai saya yang harus resign? Dia pelayan terbaik saya, sangat istimewa. Jadi saya harus adil dengan dia?” Aku melirik ke arah Elsa. Dia terlihat kesal tidak dapat meraih tujuannya. Aku sedikit lega. Walau belum diputuskan, setidaknya ada dua suara yang mendukungku. Tidak berapa lama, ada yang datang. Ah, Elsa memanggil bala bantuan? Lelaki yang semalam candle dinner bersamanya? Ternyata masih sama, kolokan dan tidak dewasa lenih tepat kekanak-kanakkan. ***Meyyis*** POV AUTHOR “Sayang, pelayan bodoh ini yang semalam. Dia memperlakukanku tidak baik,” manja Elsa. Lelaki itu bernama Arya. Dia seoran CEO di perusahaan yang dikenal lewat kolega Ajisaka. “Kita selesaikan masalah ini,” ucap Arya. Dia melepaskan tangan Elsa dengan lembut, saat wanita itu bergelayut manja.
“Aku akan membelamu jika kamu benar, tapi kamu salah, minta maaf maka semua akan selesai,” bujuk Shasha.“Nggak!” Elsa berlari keluar. Semua terbengong, melihat sikap Elsa.“Baik, saya akan menempuh jalur hukum,” tegas Arkana.***Meyyis***POV AUTHOR“Saya minta maaf mewakili dia, untuk kerugian biar saya yang tangani,” ucap Arya.“Maaf, Tuan Arya. Harus dia sendiri yang meminta maaf. Saya tidak terima ini, akan menempuh jalur hukum.” Shasha memejamkan mata. Waktunya akan banyak tersita jika menempuh jalur hukum.“Bos, tidak perlu. Aku memaafkannya. Tapi, tolong lain kali jaga tunangan Anda, Tuan Arya. Jangan sampai pelayan yang lain mengalaminya. Masalah ini kita anggap selesai saja, bagaimana?” tanya Shasha.“Kamu lihat? Betapa baiknya pelayan saya ini. Makanya, tida
“Oh, begitu? Kalau begitu, lanjuttt … malam ini ke rumah sakit? Lama nggak jengukin tante.” Shasha mengangguk.“Iya, mama juga sudah sadar, dia menanyakanmu.” Nisa kegirangan.***Meyyis***POV SHASHAAku tidak tahu apa yang diinginkan Elsa. Dia sangat serakah menurutku. Kenapa selalu mengusik kehidupanku? Untug saja, Pak Arkana baik, karena menurutnya aku adalah anak atasannya dulu. Mama memang wanita karir sebelum terkulai lemah seperti sekarang. Aku bersama Nisa ke rumah sakit untuk menjenguknya. Mungkin sekitar satu minggu lagi mama pulih. Semoga saja, aku akan berjuang agar skripsiku kelar dalam waktu tiga bulan paling lama. Sudah tidak sabar rasanya untuk bekerja yang lebih layak.“Ma, lihat siapa yang datang,” ucapku.“Nisa, apa kabar, Sayang?” Nisa dan aku bergantian salim sama mama.
“Emang bener hoki kamu, eh tapi aku tidak percaya dia ke sini tidak membuntutimu … dari lirikan matanya, dia suka sama kamu,” ucapnya.“Hus, jangan ngawur!” Dia terkekeh.***Meyyis***POV DAVINAku ingin pulang, tapi ragu. Bagaiman sikapku saat ketemu dengan Shasha? Aku belum siap. Aku tahu saat ini dia sangat kesusahan. Aku tahu juga, jika kemarin baru saja kakak tirinya menyusahkanya. Mungkin, harus menunda kepulanganku. Atau tidak pulang sekalian samapi lulus S2. Aku mengacak rambut, karena merasakan kebimbangan yang merasuk ke salam dada. Bayangan Shasha mewarnai kepalaku. Dia menangis di pojok, seperti saat mengejar ayahnya yang pergi meninggalkannya. Mulutnya boleh saja bilang kalau dia benci dengan sang ayah, tapi sebenarnya hatinya menginginkannya.Aku hanya bisa berbaring di atas ranjang. Temanku baru saja pulang. Kelihatannya, terjad
Aku mengembuskan napasnya. Sepertinya, harus pulang. Bagaimana nanti, saat ketemu dengan Shasha, pikirkan nanti. Belum juga ketemu? Lebih baik menyelesaiakan pekerjaannya. Aku tidak tega dengan Devan sendirian memikirkan semuanya. Tidak egois lagi, biarkan alam saja yang berbicara. Mungkin aku akan menunda S2.***Meyyis***POV DAVINAkhirnya aku pulang pada akhir bulan. Papa sudah di bawa ke Singapura. Sebelum sampai ke Indonesia, mempir sebentar untuk mengetahui keadaannya. Sepertinya memang sangat urgen sekalai. Hanya ada mama dan satu asisten rumah tangga untuk membantu mama. “Ma, bagaimana papa?” tanyaku saat baru sampai. mama memelukku erat. Aku tahu, wanita yang paling istimew itu akan menangis tadi ditahan.“Belum dapat dikatakan baik. Besok operasinya. Kamu temani kakakmu saja. Kasihan pontang-panting kerja sambil kuliah sendiri,” ucap mama. Dia mengurai&
“Pa, aku berjanji akan bergandengan tangan dengan Devan memajukan perusahaan. Maafkan aku yang selama ini egois, mementingkan diri sendiri untuk maju, tidak memikirkan persaan kalian. Aku hanya dapat merasakan pahitnya sekarang.” Davin berjanji di bawah rembulan yang mulai cemerlang, karena dapat keluar dari awan hitam. Davin tersenyum sedikit lega, sepertinya bulan juga menyambut sumpahnya.***Meyyis***POV DAVINAku pulang tepat waktu. Terlihat Devan kepayahan dalam mengurus perusahaan. Aku membantunya memantau sederet angka yang terlihat membosankan. Tapi harus dilakukan. “Vin, saham turun beberapa level. Apa kamu tahu?” Aku mengangguk.“Rumor papa sakit tentu mempengaruhi. Kita akan bersatu untuk segera menstabilkan.” Devan mengangguk. Betapa aku sangat menyesal telah pergi meninggalkan saudaraku ini dalam kepayahan. Untung saja, hanya turun beberapa level. Nam
“Oke, Om. Met istirahat.” Aku mengakhiri panggilan. Untuk besok, mungkin akan sedikit lelah untuk membereskan semua tikus-tikus yang tidak berguna. Sepertinya hal itu yang akan menjadikan perusahaan bermasalah. Jika ketemu dengan sumbernya, aku adalah orang yang tidak akan pernah mengampuni semua kesalahan. Tidak ada bagiku kesempatan kedua itu datang. Semua harus dituntaskan sampai ke akarnya. Jika Devan mewarisi sifat papa yang pemaaf, lain denganku.***Meyyis***POV DAVINPagi ini akan menjadi awal aku masuk ke perusahaan. Jas rapi, warna senada dengan milik Devan. Kami bagai pinang di belah dua. Langkah tegap berkharisma menuju ke dalam, membuat kami menjadi pusat perhatian. Bukan narsis, aku tahu mata mereka selalu silau dengan pakaian dan barang mewah. Coba kalau kami bukan anak dari Direktur Utama PT. GME, tentu mereka akan memandang rendah.Hari ini akan ada rapat seklaigus membah