Share

3. Handoko.

Penulis: TT.nuya
last update Terakhir Diperbarui: 2022-03-25 19:04:36

"Hem..aku ambil kamar kanan malam ini." Sahutnya datar, sembari berlalu pergi menuju kamar yang akan di tempati malam ini.

"Terserah." Anggara.

........................................

Flash back on.

Sebuah mobil hitam melesat menembus keramaian, menuju sebuah rumah makan yang bergaya klasik di pinggiran kota.

Mobil itu bertengger kurang lebih 1 jam di area parkiran, sebelum akhirnya melesat kembali membawa dua tubuh gagah, menuju sebuah Hunian yang berjarak tempuh 1 jam dari rumah makan tersebut.

"Beristirahatlah dulu jika sudah sampai, nanti ku bangunkan." Ucap sosok di balik kemudi, yang tak lain adalah Handoko.

Mendengar perkataan itu, sosok Anggara di belakang menyeringai sejenak dan menjawab. "Sikap macam apa itu?, kau adalah seorang supir. Beraninya memerintah tuan ini."

Kali ini sosok Handoko yang giliran tersenyum tipis, dan menyahuti. "Oh...Jadi hari ini sudah di hitung, baaaiiik!, jangan menyesal nanti." Handoko tersenyum sedikit lebar, setelah tak mendengar bantahan dari balik punggung.

"Aku akan mengambil satu dari 10 cluster terbaik di sana."

Setelah mengatakan itu, Handoko membawa mobil dengan santai menuju sebuah jalan yang akan membawanya ke sebuah hunian rumah terbaik, diantara deretan bangunan rumah di pusat tujuan.

"Rumah cantik tunggu kedatanganku." Candanya lagi, dengan sumringah kuat terpancar pada raut wajah.

Sementara itu, sosok di belakang hanya bisa tersenyum melihat kekonyolan sahabatnya serta mulai memejamkan mata.

"Selama aku tidak terganggu dalam perjalanan ini, kau bisa mengambil apa yang kau inginkan." Sahutnya malas. Angga telah bersiap untuk menutup mata sebab memang sejak keduanya keluar dari rumah makan, pria tersebut telah memutuskan untuk beristirahat sejenak, lagi pula ini adalah salah satu manfaat memperkerjakan sopir mahal.

Sementara Handoko yang bertugas membawa mobil, memutar musik yang tersimpan pada flash disk yang tersedia disana, untuk menemani dirinya terjaga selama perjalanan.

Handoko memilih lagu dengan irama lembut serta tenang, untuk memuluskan jalan sang bos menuju pulau kapuk.

Sesekali ia akan melantunkan lirik lagu yang tengah di dengarnya dari pemutar musik.

Bahkan, terkadang jari-jarinya melakukan ketukan pelan di atas pegangan setir kemudi, dan tentu saja gerakan jari itu, di selaraskan dengan nada intonasi musik di alat pemutar.

"Hidup memang harus di nikmati, sebagai seorang supir high class, aku tidak akan pusing dan bosan untuk beberapa hari ke depan." Gumamnya untuk diri sendiri.

Dan itu benar adanya, untuk memperoleh salah satu rumah terbaik di pemukiman menengah keatas di depan sana, Handoko hanya menerima syarat dari Anggara, untuk menjadi sopir spesialnya seminggu.

Dan hal tersebut bukanlah hal yang merugikan,

justru Handoko merasa sangat antusias.

Dimana lagi, akan ada supir yang berkerja hanya dalam seminggu, mampu menerima gaji setara 1M lebih.

Membayangkannya saja, bibir pria tersebut telah mencetak senyum lebar, dan melelehkan madu ajaib yang super-duper manis.

"Oh...my sweet home, aku datang." Ucapnya lagi. Dan masih untuk dirinya sendiri.

Handoko tidak ambil pusing, tentang orang di belakang sana, baik ia mendengar perkataan itu atau tidak, yang jelas perjanjian masih berlaku.

Salah satu rumah terbaik disana, harus tetap ia peroleh.

Orang selalu berkata, hati yang bahagia akan memperpendek waktu, dan itu benar adanya.

Tanpa terasa, siang hari itu telah terlewati merambat menuju sore.

Mobil yang ia kemudikan, menggelindingkan roda dijalan utama memasuki kawasan proyek perumahan.

Jalanan yang masih segar, dengan ketenangan serta warna abu tanah paving yang tertata rapi, menyambut kedatangan kedua pengendara tampan itu.

Handoko menikmati suasana sepi sepanjang jalan memasuki kawasan tersebut.

Meski hunian di sana memang telah siap huni, namun masih sedikit keluarga yang telah tinggal.

Akan tetapi, keheningan serta khayalan Handoko segera menghilang, ketika sesosok tubuh berdiri mematung di tengah jalan membelakangi mobilnya.

Bukan hanya itu saja, pria tersebut menjadi kesal ketika sosok wanita di depan sana, mengabaikan bunyi peringatan klakson yang beberapa kali ia tekan.

"Dia pasti bercanda." Pekiknya, sebelum menghentikan mobil dan membuka kaca samping seraya kembali menekan klakson mobil.

Melihat masih tak ada reaksi, Handoko semakin kesal. Pria tersebut menyembulkan kepala keluar dan berucap sedikit keras. "Apa kau ingin mati Haah...!."

Ia telah kehilangan kesabaran untuk sosok wanita di depan mobil.

'Apa dia dari planet lain, dan tidak tahu jika jalan itu tempat kendaraan berlalu lalang.' Sambungnya dalam hati.

Handoko kembali kedepan kemudi, ia berpikir setelah ucapan kasarnya, wanita di depan sana akan beranjak dan pindah.

Namun, apa yang terjadi justru sebaliknya.

Wanita itu memang memberi reaksi gerak keterkejutan atas suara keras yang ia ucap barusan.

Meski begitu tubuh wanita itu masih berdiri kokoh di tengah jalan, dengan mata yang masih terfokus kearah depan, mengabaikan keberadaannya.

Mendapati reaksi yang demikian, level kemarahan Handoko meningkat tajam.

Ia membuka pintu dan turun dari mobil. Bergerak mendekati punggung di tengah jalan, seraya meneriaki wanita disana. "Dasar gila, apa kau mau mati hah?."

Suaranya yang lantang serta jelas, kini telah menarik perhatian tubuh disana.

Perlahan namun pasti, sosok wanita itu perlahan berbalik dan melihat kearah dirinya.

Handoko terkesiap sejenak, di depannya sebuah tampilan wajah cantik yang pucat, kini tengah berurai air mata.

Akan tetapi, bukan kecantikan atau bulir bening yang membuat hatinya tak tenang, ia merasa wajah itu tampak akrab dalam ingatan Handoko.

'Apa aku mengenalmu?.' Pertanyaan itu ingin di utarakannya.

Namun belum sempat bibir Handoko terbuka, ia kembali di kejutkan dengan tindakan dari sang wanita.

Wanita tersebut, tiba-tiba melepas tas selempang dari pundaknya, dan melemperkan tepat di kaca depan mobil, sembari berucap dengan keras. "Ia...aku ingin mati, ayo cepat tabrak saja aku...tabrak."

Handoko merasa perkataan itu, tak dapat di anggap sebagai sebuah jawaban, dari suatu pemikiran yang benar.

'Apa dia tidak waras?.' Pikirnya dalam hati.

Ia tertegun sejenak, dan memperhatikan sosok wanita di hadapannya dari atas hingga bawah.

'Pakaian rapi, bersih, memakai perhiasan meski tak mencolok, berjam tangan, memakai sepatu dan membawa tas, dia bukan orang gila.

Lalu kenapa sikapnya demikian?'Sambungnya lagi masih dalam benaknya.

Handoko berpikir ia masih dalam kondisi wajar, keculi dengan raut wajah yang pucat serta derai air mata disana.

Akan tetapi, ketika melihat sorot mata milik sang wanita, Handoko bergidik.

Tatapan itu tampak tajam sekilas, namun sedetik kemudian itu jelas tak memiliki titik fokus orang pada umumnya.

Ditambah lagi, dengan kesunyian di bibir mungil yang serangkai dengan air mata mengalir deras, jelas wanita di depannya tidak sedang dalam kondisi baik.

Menyadari keanehan itu, dengan langkah cepat ia mendekati samping mobil bagian belakang.

"Tok..tok..tok"

Suara kaca mobil di ketuk.

"sreeeeet."

Suara kaca mobil terbuka.

"Tuan...Sepertinya wanita ini agak tidak normal."

Bab terkait

  • Oh...Jandaku tersayang.   4. Anggara

    "Tok..tok..tok" Suara kaca mobil di ketuk. "Sreeeeet." Suara kaca mobil terbuka. "Tuan...Sepertinya wanita ini agak tidak normal." Ucap Handoko pelan. Mendengar bisikan tersebut, Anggara masih bersikap acuh tak acuh. Baginya apapun atau siapapun di depan sana tidak ada sangkut paut dengan diri sendiri, lalu apa pedulinya?. Ia adalah Anggara prawira, sosok realistis tinggi dalam segi apapun, termasuk segi hubungan di antara manusia. Dengan sikapnya yang demikian, tak salah jika orang yang tidak mengenalnya dengan baik, akan selalu melebelkan sosok egois, arogan, serta sombong untuk pria tersebut. Bahkan, julukan terbaik yang melekat untuknya selama setahun terakhir ini, adalah tubuh tak berjantung, hati batu, iron man, dan masih ada beberapa lagi. Lalu dengan sebutan itu, masihkan dapat di harapkan ia akan berbelas kasih ataupun bersimpati untuk sosok di depan sana, yang jelas-jelas telah menggangu perjalanan nyaman yang di nikmati?. Dan jawabannya tentu saja tida

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-25
  • Oh...Jandaku tersayang.   5. Bagas dan vanesa.1.

    *Flash back on* Waktu berlalu dengan cepat, setelah beberapa bulan pertengkaran diantara Angel dan Bagas. Pada akhirnya kasih sayang yang kuat di antara ke duanya, mampu menemukan titik penyelesaian yang baik. Angel memutuskan untuk memaafkan kesalahan Bagas suami, meskipun terasa berat. Angel berpikir, jika mencoba untuk bersabar, serta berupaya sebaik mungkin, serta mengingat cinta mereka dahulu, semua akan lebih mudah. Sudah hampir dua bulan ini, keduanya berusaha sebaik mungkin untuk menjadi sosok lebih sabar dan memahami pasangan. Tak ada lagi perkataan saling tuding, serta tindakan melempar tanggung jawab untuk masalah beberapa waktu lalu. Bagas membuktikan dirinya dengan memblokir no telepon WIL-nya, dan juga benar-benar menyesali apa yang telah ia perbuat. Sesungguhnya, wanita yang tak lain adalah Vanesa tersebut, tak dapat di katakan sebagai WIL milik Bagas. Sebab pria tersebut memang tidak pernah memiliki perasaan kasih sayang, untuk sosok Vanesa. Akan tetap

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-26
  • Oh...Jandaku tersayang.   6. Hanum dan Hartono.

    "Kau sudah pulang...Bagus..Pulang saja, jangan pikirkan apapun." Ucap Hartono lembut, sembari mengusap kepala sang menantu. Entah mengapa begitu tubuhnya yang lelah, menerima kehangatan pelukan dari Hanum, air mata kembali meleleh. Bulir bening tersebut, seolah ingin berteriak kepada kedua orang tua di sana, dan mengadukan keburukan Bagas putra mereka. Sebagai seorang wanita, Hanum mampu memahami penderitaan Angel. Ia juga tahu dengan benar, bahwa seorang istri tak ada satu di antara ke duanya, yang rela untuk berbagi suami. Hanum ikut merasakan kepedihan Angel, dan itu tulus adanya. Bagaimanapun, ia telah menganggap wanita itu sebagai putri sendiri, bahkan sebelum menjadi istri Bagas putranya. Angel adalah sahabat Cantika, adik kandung dari Bagas, putri kesayangan Hartono. Keduanya telah berteman sejak mereka masih duduk di bangku SMP, dan ketika kedua orang tua Angel mengalami musibah yang membuat Angel menjadi yatim piatu, Hanum lah yang banyak maju, untuk memberikan k

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-26
  • Oh...Jandaku tersayang.   7. Ikan asin dan kucing.

    "Sial...sial...ternyata ini benar ulahnya. Sial...sial.." Rahang Bagas mengeras, telapak tangan itu rapat mengepal menahan kemarahan yang besar atas kebenaran yang baru ia sadari. Dengan cepat, Bagas meraih ponsel dari dalam saku celana, menempelkan sidik jari jempol kanan miliknya pada layar ponsel. Ia membuka deretan kontak disana, setelah menemukan apa yang di cari, jarinya bergerak membuka kembali pemblokiran pada sebuah nama kontak yang tertera di layar. "Tut...Tut...Tut..." Nada ponsel menyambungkan ke suatu alamat IP seseorang. "Ceklek...Hallo..ap..." Sebuah suara renyah terdengar dari dalam ponsel. Namun, seolah suara itu tidak pernah berpengaruh apapun, langsung terjeda dengan suara dari Bagas. "Satu jam lagi temui aku di restoran Palma, jangan terlambat." Bagas bangkit dari duduk, ia berjalan mendekati ruang di mana sang ibu membawa Angel masuk beberapa saat lalu. Langkah Bagas sedikit tertahan, ketika melihat Hartono ayahnya hanya berdiri mematung di

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-27
  • Oh...Jandaku tersayang.   8. Sosok suami hebat.

    Hanum merasa selama keduanya masih bisa dipersatukan, jangankan sekedar mengatakan Bagas bodoh, meskipun harus memandikan sang putra dengan 7 air comberan pasti akan ia lakukan. Hanum berpikir itu sah-sah saja, karena Bagas putranya memang telah menyelam dan berenang di dalam comberan, bukankah dia tinggal menenggelamkannya 6 kali lagi. Sementara, mendengar setiap detil pembicaraan ibu dan Angel dari luar, wajah Bagas menghitam dengan kemarahan. Dan tentu saja, itu tidak di tujukan untuk kedua orang di balik pintu, melainkan untuk sosok di luar sana. Bagas masih belum menyadari, bahwa semuanya bukan karena orang lain semata, melainkan dirinya sendiri juga ikut berperan. Tangan besarnya yang kokoh mengepal kuat, ia mengingat air mata serta kekecewaan di mata Angel beberapa hari lalu, ketika menerima Vidio dari sosok tak di kenal. Bagas mengakui kejadian itu adalah kesalahan bodohnya, yang berpikir bahwa ia akan dapat mencuci segalanya, dengan pengakuan dan permintaan maaf. Sunggu

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-27
  • Oh...Jandaku tersayang.   9. Gayung bersambut.

    "Baiklah..Katakan apa yang ingin kau bicarakan." Seberapa besarpun kemarahan yang di miliki Hartono untuk sang putra, ia tetap harus luluh dan berusaha sebaik mungkin memberikan bantuan, bagaimanapun kegagalan Bagas memperoleh pengampunan dari Angel, juga berarti bahwa keluarga mereka juga akan kehilangan wanita itu selamanya. ................................... Meninggalkan kedua pria disana, dengan percakapan serius tentang usaha menyelamatkan biduk rumah tangga Bagas, dan beralih di suatu sisi tempat lain. Di sebuah rumah mewah, berlantai dua dengan gaya klasik, kokoh serta halaman yang luas, seorang wanita cantik dengan penuh kebahagiaan meraih kunci mobil di atas meja. "Akhirnya kau bersedia menemui ku, lihat apa kali ini kau akan bisa menghindar?." Ucap Vanessa, sembari mengusap lembut perutnya yang rata. Vanessa Aditama Prawirya, seorang wanita modis, dengan materi kelengkapan yang berjut-jut melekat di tubuhnya, setiap kali ia berdandan. Baju, tas, sepatu, bahkan mungki

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-28
  • Oh...Jandaku tersayang.   10. Hanya memastikan.

    Di rumah makan Palma. Vanesa yang datang lebih cepat 10 menit, tampak tengah menikmati minuman dingin yang ia pesan. Maklum dengan rasa gerogi yang ia miliki, tenggorokannya seolah jauh lebih cepat kering. Bahkan belum sepuluh menit ia duduk di sana untuk menunggu kedatangan Bagas, minuman dingin yang ia pesan telah tinggal sepertiganya saja. "Kau sudah datang." Sapa nya lembut, ketika melihat sosok Bagas mendekat. "Mengapa tidak memesan ruangan pribadi?." Tanya Bagas balik dengan datar. Sebenarnya, ketika baru datang Vanesa hendak memesan ruangan pribadi untuk mereka. Akan tetapi, entah mengapa ia urungkan itu. Vanesa tidak tersinggung dengan perkataan Bagas barusan, ia hanya tersenyum kecil dan menjawab."Baik...kita pindah." Setelah memanggil pelayan rumah makan, dan meminta mengatur ruangan khusus di sana, keduanya menuju ruangan khusus rumah makan tersebut. "Ingin memesan apa?, apa aku yang pilihkan seperti biasanya?." Vanesa membuka topik pembicaraan, setelah melihat Bag

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-28
  • Oh...Jandaku tersayang.   11. Aku lebih konyol darimu.

    "Mengapa kau lakukan itu?, apa tujuanmu?." Suara Bagas terdengar dalam, serta penuh penekanan. Vanesa terkejut sejenak, namun dengan cepat berusaha menghilangkan perasaan takut yang mulai hadir di hati, dan kembali berkata. "Apa lagi?, aku cemburu melihatmu begitu perhatian kepadanya." Vanesa mengakui itu tanpa menutupi sama sekali. "Aku pikir semua akan baik-baik saja, selama kau memberiku sedikit perhatian, tapi Aku ingin lebih, aku menginginkan yang sama seperti dirinya." Mendengar perkataan itu, Bagas melebarkan mata tak percaya, ada kemarahan semakin membesar dalam hati. Kemarahan untuk sosok di depannya, dan kemarahan untuk diri sendiri. Ia menyesal telah bermain api dan telah tergoda, untuk datang ke sangkar madu Vanesa. "Bukankah di awal kau tidak menyebutkannya, mengapa sekarang jadi seperti ini?." Bagas. "Iya..Aku tahu semua memang salahku. Tapi kenyataannya, aku semakin menginginkanmu." Vanesa. Wajah itu berusaha dengan kuat menjadi tetap tenang, sehingga yang tersa

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-31

Bab terbaru

  • Oh...Jandaku tersayang.   Hanya karena teh.

    "Maa..maaf pak." Dengan secepat kilat ia kembali menarik tangan dari tatakan cangkir, Wajah cantiknya memerah dengan rasa hangat yang seolah merambat di sekujur tubuhnya. 'Benar-benar memalukan.' Teriaknya dalam hati.Di awal ia berpikir bahwa teh tersebut untuknya, pasalnya di dalam ruangan tersebut hanya ada mereka berdua saja, jadi dengan tanpa ragu Angel menerima cangkir yang di sodorkan ke arahnya. Namun dengan tindakan sang bos yang masih mempertahankan cangkir tersebut, wanita itu sadar bahwa pemahamannya salah. "Ya tuhan...." Jeritnya lagi dalam hati. Angel kembali merasa malu, mungkin dia harus mengingat tanggal dan bulan hari ini, agar bisa di tetapkan sebagai hari malu nasional baginya, ataukah dirinya memang lebih bodoh dari keledai. Belum juga hilang rasa malu sebelumnya, dan kini sudah membuat kesalahan lain. Ada rasa

  • Oh...Jandaku tersayang.    Daftar hitam.

    "Jangan lakukan itu lagi", terutama di depan orang lain. Ucap Anggara ringan, dengan baris kalimat diakhir tidak di utarakan. Jika Angel tidak kembali menunduk, mungkin ia bisa menangkap sekilas ragu pada tampilan wajah Anggara di depannya. "Baik." Sahut Angel cepat, secepat menundukkan kepala.Ada rasa malu yang tak terukur dalam benak, benar saja bagaimana mungkin seorang sekertaris dari Aditama bisa membuat kesalahan konyol seperti barusan. "Maaf pak, saya berjanji tidak akan ada lain kali." Sambung Angel lirih. 'Tentu saja tidak akan lagi, bagaimana mungkin akan melakukan kesalahan yang memalukan seperti ini?, apa dia lebih bodoh dari keledai.' Lanjut Angel dalam pikiran. Anggara merasa ada yang salah dengan perkataan Angel barusan, namun di pikir berapa kali pun tidak tah

  • Oh...Jandaku tersayang.   Lebih bodoh darimu

    "Bawakan "Beauty Phoenix" dengan extra biji teratai." Ucap Anggara ringan, setelah berhenti tertawa. Pria itu menatap wanita dengan kepala tertunduk di depannya. Ada rasa gemes seperti yang terlontar dari bibir sang pelayan, namun ada juga selingan cemas saat sekilas menangkap rasa malu tergambar di wajah Angel barusan. "Baik tuan, terimakasih." Ucap wanita pelayan, sebelum bergerak cepat menjauh dari ruangan mereka, seolah kedua orang disana adalah dewa kesialan. Anggara tidak memperdulikan itu, ia hanya fokus pada sosok di depannya yang kini sedang menunduk dalam. 'Mengapa aku cemas?, 'apa aku sudah benar-benar tertarik dengan wanita ini?.' Anggara masih menatap sosok yang menundukkan kepala. Namun, tatapan itu tidak memiliki ketajaman seperti biasanya, justru kelembutan tulus yang bahkan dia tidak akan mempercayai jika itu di ucapkan oleh orang lain. Melihat Angel yang masih menundukkan kepala, entah mengapa ada rasa tak nyaman, dan sedikit gugup. "Kau.....dengarkan t

  • Oh...Jandaku tersayang.   Beauty Phoenix.

    " Ada alergi makanan?." Tanya Anggara. "Oh...tidak pak, saya pemakan segala." Jawab Angel reflek, dan sedetik kemudian dia menyesalinya. "Hah bodohnya aku...maluuu..." Sambungnya dalam hati. Anggara mengangkat daftar menu lebih tinggi, hampir menutupi semua wajahnya dari pandangan Angel. Namun sedetik kemudian terdengar tawa kecil dari sisi kanan meja. Dan benar saja, ketika Anggara dan Angel menoleh, sang pelayan cantik yang berdiri di sana membekap bibir sendiri dengan kedua tepak tangan, berusaha dengan keras menahan tawanya. Anggara menurunkan daftar menu dan menatap tajam sosok sang pelayan."Mengapa tertawa?." Tanya Anggara singkat. Dan sontak ruangan menjadi hening, bahkan Angel yang beberapa saat lalu hendak mencari lubang sembunyi, ikut terkejut serta merasa gugup. "Maaf tuan, saya sudah lancang." Jawab sang pelayan dengan rau

  • Oh...Jandaku tersayang.   Pemakan segala.

    "Kenal?." Anggara. "Ah...siapa pak?." Jawab Angel sedikit bingung, setelah menoleh kearah Anggara. Anggara terdiam sejenak, menelisik wajah itu lekat dan kembali berkata. " Sepertinya kau bukan hanya lapar." Pria itu berjalan menapaki anak tangga menuju lantai dua tidak menunggu jawaban dari Angel, atau memiliki rasa bersalah, meninggalkan wanita itu mematung beberapa detik dengan kebingungan. "Apa maksudnya?." "Haah....benar saja, sulit memahami pikiran orang lain." Gumam Angel lirih, sembari mengikuti langkah Anggara yang sudah tidak terlihat bayang punggungnya. Sesampainya di lantai dua, Angel melihat Anggara sudah menunggu di depan sebuah pintu ruangan diantara 5 deretan pintu di sisi kiri. Disana ada sekitar 12 ruangan pribadi, dengan 5 deret

  • Oh...Jandaku tersayang.   Bertemu lagi.

    "Ayo kita cari sarapan"Sepanjang perjalanan Anggara hanya diam, tidak menanyakan aktifitas untuk hari ini, atau memberikan kesan ia sedang marah.Jadi Angel merasa jauh lebih rileks, dan sesekali melihat keluar melalui kaca mobil di sampingnya.Hanya 10 menitan dengan mobil, keduanya telah memasuki pelataran rumah makan.Angel sedikit terkesiap dan berceletuk ringan "Ini tempatnya?." "Menurutmu?." Jawab Anggara ringan juga."Turun." Sambung pria itu lagi."Oh." Jawab Angel singkat, sembari membuka pintu mobil dan keluar dengan cepat. Angel berjalan masuk ke rumah makan lebih dulu sesuai perintah Anggara, dan tentu saja ini masih sesuai dengan pemikirannya sendiri. Padahal yang sebenarnya Anggara meminta wanita itu turun dari mobil lebih dulu, menunggunya di depan rumah makan sementara ia memarkirkan mobil. Anggara juga tidak menjelaskan apapun atau memintanya menunggu di depan, hanya menyuruh Angel

  • Oh...Jandaku tersayang.   Han..jangan harap!.

    "Jangan khawatir di jamin bapak akan kembali bugar, dan tenaga yang terkuras akan terisi kembali." Ucap Angel ringan. Tak ada maksud apapun dari perkataan yang meluncur, ia hanya ingin menyampaikan kepedulian secara transparan apa adanya, tentu saja tulus perduli sebagai seorang sekertaris pribadi. Namun dalam penerimaan Anggara jelas sangat berbeda, pria tersebut diam sejenak berusaha untuk mencari penjabaran baik dari inti perkataan barusan. Akan tetapi semakin di cermati kalimat tersebut, semakin jelas kekesalan hatinya. "Apa wanita ini sedang meragukan kemampuanku?", Kurang lebih demikian pemikiran Anggara. Ia menatap wanita di depannya dengan tajam sembari bertanya. "Apa maksudmu?". "Apa ini lelucon?." Sambungnya dalam hati. Seolah tidak mendengar, Angel tidak menjawab dan masih fokus pada dasi di lehernya. "Sudah pak." Ucap wanita itu setelah selesai membantu memakaikan dasi. "Apa menurutmu aku lemah?." Tanya Anggara lagi dengan nada dalam, serta wajah yang se

  • Oh...Jandaku tersayang.   Nikah di bawah tangan.

    "Sudah berapa lama kau berkerja seperti ini?." Anggara membuka pembicaraan. Namun, hanya baris kalimat." Sudah berapa lama?yang keluar dari bibir, baris yang lain di rasa tidak perlu. Dan seperti sebelum-sebelumnya, Eva sudah bisa mengerti, memahami arah pembicaraan serta pertanyaan Anggara. "2 tahun." Jawabnya singkat. Eva kembali meneguk minuman dalam gelas, namun kali ini ia tidak langsung menghabiskannya. Wanita itu memutar-mutar gelas pelan seraya kembali melanjutkan perkataan. "Aku pernah beberapa kali kerja di tempat lain, tapi karena status sia*an ini semua tak bertahan lama." Anggara menatap mata jernih sosok di sampingnya, seakan mencoba menelisik lebih jauh dengan apa yang di dengar barusan. "Ada apa dengan itu?, bagaimana status janda bisa mempengaruhi pekerjaan?." Anggara berdiri dari duduk, membayangkan sosok janda lain dan berjalan menuju meja kecil untuk mengambil gelas satu lagi. Sejenak Anggara menatap gelas tersebut dengan tatapan lembut yang tak bisa di paha

  • Oh...Jandaku tersayang.   Bersihkan tubuhmu.

    Dan benar saja, kurang dari 2 menit dari waktu yang di janjikan, pintu kamar hotel di ketuk dari luar."Evangeline." Ucap sosok sang wanita, ketika pintu terbuka.Ia sengaja menyebut "Evangeline", untuk memperkenalkan diri seperti yang biasa ia lakukan.Anggara memperhatikan sosok di sana sejenak, sebelum berbalik masuk dan membiarkan wanita itu mengikuti.Ia sudah menebak bahwa sosok di sana adalah teman kencannya kali ini."Evangeline, Angeline." Nama itu berputar sejenak di pikiran, ketika melangkah masuk ruangan.Ada senyum sinis singkat tercetak pada bibir Anggara.Ia tak habis pikir mengapa harus memilih wanita itu dalam kencan singkatnya kali ini, padahal banyak pilihan lain yang jauh lebih baik. Anggara berjalan menuju lemari pendingin kecil, yang berada di sudut ruangan sejajar dengan tempat tidur, mengeluarkan sebuah botol minuman serta mengambil gelas kecil tak jauh dari lemari pendingin, seolah tidak memperdulikan

DMCA.com Protection Status