***Satu minggu setelah acara makan malam itu, yang artinya tidak sampai satu bulan penuh lagi acara pertunangan berlangsung. Semakin tidak sabar Gabriella menanti acara, semakin bahagia orangtua mereka akan pertunangan itu, maka semakin resah hari demi hari Yerinsa lalui.Walaupun Yerinsa sudah berusaha sebisa mungkin membuat pembelokan plot novel secara paksa, tapi tidak menutup kemungkinan dunia ini membuat plot sendiri agar tetap berjalan sebagaimana mestinya.Sama seperti kejadian Yerinsa ingin menghindarkan Gabriella dari Luga saat di hotel malam itu. Yerinsa takut, semakin hari berlalu, perasaan gelisah tidak bisa terkontrol.Akhir-akhir ini Yerinsa sering mengecek catatan plot novel yang disimpan di buku diary berkunci, untuk membandingkan kejadian di dunia ini dan jalan cerita novel asli.Dalam satu minggu ini, Yerinsa hanya pernah dua kali datang ke perusahaan sang ayah, kebetulan untuk melihat proses pengambilan sample iklan, dan yang ke dua beralasan mengajak Abrady makan
*** Luga menggedikkan bahu, mata kuning sawo itu menyapu seluruh sudut ruang tamu yang terasa sangat nyaman dan luas. Ada sejumlah lukisan pemandangan berukuran besar di dinding atas, mungkin ketinggiannya sekitar tiga meter. "Kudengar Gabriel akan bertunangan, jadi hanya ingin memastikan," kata Luga setelah hening cukup menyebalkan. Sebelum Yerinsa membalas kalimat itu, Mauren datang membawa nampan untuk menghidangkan camilan ringan kue kering, dua gelas kosong dan sebuah teko kecil. Menuangkan minuman dingin ke cangkir setelah menata piring di atas meja. Lalu merunduk sekilas sebelum pamit undur diri kembali ke dapur, membiarkan dua orang itu kembali dalam keheningan. "Memastikan apa? Kamu akan diundang walaupun tidak ke sini, pasti merepotkan orang sibuk sepertimu harus meluangkan waktu," ujar Yerinsa sedikit menyindir meskipun terdengar sopan. Luga tersenyum setengah, mengerti sindiran halus itu. "Tidak merepotkan sama sekali, karena aku sedang ada waktu," balasnya. Mencoba
*** Selain hal-hal tentang Gabriella, beban di kepala Yerinsa juga mencakup ayah dan ibunya. Karena pertunangan sudah dipublikasi, sudah pasti perusahaan juga ikut terkena dampak, positif dan negatif. Namun, setelah satu minggu kembali berlalu, tidak ada berita buruk apapun tentang perusahaan, Yerinsa juga dengan berani terang-terangan menunjukkan eksistensi di perusahaan, secara berkala di beberapa waktu luang dia akan pergi ke kantor sang ayah. Menepati kata-katanya pada Abrady saat di mobil menuju pulang dari makan malam bersama keluarga Laventez, Yerinsa memperhatikan pemegang-pemegang jabatan di perusahaan itu. Tidak ada tanda perusahaan terganggu, bukan berarti Yerinsa bisa bersantai, karena mungkin saja Luga belum beraksi. Hari ini, Yerinsa mendatangi perusahaan kembali, membawa sebuah paperbag berisi kotak makan siang untuk dinikmati bersama sang ayah. Margareth dan Gabriella ada pertemuan dengan EO yang mengurus dekorasi hotel. Jadi, sejak pagi rumah sudah sepi, Yerinsa
***"Uh, maaf," ucap Yerinsa singkat, bahkan tanpa merundukkan tubuh dan tidak menatap lawan bicara.Keadaan kepala masih belum sepenuhnya nyaman, jadi mood hati Yerinsa ikut tidak stabil. Hanya ingin cepat sampai ke ruangan sang ayah dan tiduran di sofa dengan alibi lelah di sekolah.Namun, baru saja ingin pergi berlalu, lengannya ditahan dengan hempasan kuat oleh wanita itu, hingga Yerinsa hampir membentur tembok karena sulit menyeimbangkan diri."Apa yang-""Beraninya kamu bersikap tidak sopan," cerca wanita itu langsung.Yerinsa mengerjab mengenyahkan pandangan tidak fokus, menatap wanita bergincu merah yang senada dengan blazer dan rok itu, setelan formal mencetak lekuk tubuh itu terlihat seksi dikenakan bersama sepasang high heels jenis pumps."Saya sudah minta maaf, jadi, permisi," kata Yerinsa mengulang dengan tata krama lebih sopan.Berpikir masalah akan segera selesai dengan begitu, jadi Yerinsa mengalah, sekilas menyugar rambut sebelum berniat pergi lagi.Tapi, lagi-lagi se
***Pintu mobil tertutup sendiri setelah Yerinsa keluar dari kursi penumpang di bagian belakang. Supir mengeluarkan beberapa buah kotak besar dari bagasi mobil dan sejumlah pelayan yang menunggu di teras segera membantu mengangkat."Hati-hati, bawa ke ruangan yang sudah kuberitahu tadi siang," peringat Yerinsa pada para pelayan yang bekerja sama."Ya, Nona." Mereka menyahut kompak, perlahan satu demi satu kotak-kotak itu dibawa ke dalam rumah dari teras.Hari ini, ribuan kertas undangan cantik sudah selesai dibuat, dan baru saja Yerinsa ambil langsung dari percetakan. Walaupun sudah sore, tidak ada waktu menunda untuk melakukan bagian selanjutnya.Tidak sedikit orang berpengalaman disewa ke rumah De Vries untuk membantu proses penulisan alamat di undangan sebelum dikirim pada tamu. Karena waktu hanya tersisa kurang dari sepuluh hari lagi acara dilaksanakan, jadi butuh banyak tenaga dikuras."Ini buku daftar semua tamu dan alamat rumah mereka, jadi kita bisa mulai sekarang," kata Gabri
***"Aku sudah bicara padanya untuk mau memberikan sedikit waktu kita bicara, tapi dia hanya ingin mendapat jawaban 'iya'. Kalau tidak, AM company dipertaruhkan dalam waktu satu malam saja."Penjelasan Abrady di dalam membuat Yerinsa yang di luar semakin melemas, sudah yakin sekali bahwa inilah awal dari gejolak keluarga mereka."Kita pasti memiliki cara lain agar tidak mengorbankan yang manapun. Aku di sini, Sayang, aku ada untukmu. Semuanya akan baik-baik saja."Kelembutan Margareth dalam bicara selalu berhasil menenangkan hati yang kacau, inilah kenapa wanita itu sangat berarti bagi Abrady.Yerinsa tanpa terasa bersandar di dinding dekat pintu, merasa lelah akan masalah besar yang datang tiba-tiba, seharusnya bisa mengantisipasi ini lebih dulu.Selama ini, Yerinsa terpaku akan rencana keberhasilan pertunangan Gabriella dan Justin, sekaligus berusaha membuat orangtuanya mendapatkan kebahagiaan meski hanya dengan cara sekecil kerikil. Sampai-sampai Yerinsa lupa, lawannya adalah Luga
***Justin tidak bisa diselamatkan.Listrik bertegangan tinggi seakan menyetrum sekujur tubuh Yerinsa hingga membeku dengan kulit kepala berkeringat dingin saat mendengar sebait kalimat itu dari mulut sang ibu. Melihat Natalie dan Gabriella tengah menangis meraung penuh air mata, Yerinsa tidak tau harus mengeluarkan ekspresi apa saat itu juga, bahkan tidak bisa mengontrol gemetar di kaki.Laki-laki 20 tahun itu tidak bisa melewati masa kritis di rumah sakit akibat kecelakaan yang terjadi. Kronologi kecelakaan persis seperti dikatakan dalam novel, mobil Justin masuk ke bawah bagian mobil truk dan setengah remuk terseret ban.Tidak sampai satu minggu lagi harusnya acara pertunangan, tapi semua berubah menjadi duka, hari yang seharusnya penuh kebahagiaan menjadi berkabung.Sekitar pukul dua belas siang, Margareth menyuruh Yerinsa makan siang lebih dulu di kafetaria rumah sakit. Melihat gadis itu melamun akibat syok di kursi tunggu sejak datang tadi seperti orang gila berlari dari ujung l
***Resepsionis itu masih mempertahankan keramahan, meski tak ada yang tau bahwa dalam hati sedang mengeluh akan usaha keras kepala remaja di depannya."Kalau Anda ingin memberitahu langsung dan bertemu Tuan CEO, buatlah janji bertemu dengannya agar memiliki izin masuk," kata resepsionis itu, senyum tidak seramah di awal."Tapi, aku-""Nona, sudah ada puluhan gadis yang melakukan berbagai trik semacam ini, kami tidak bisa membiarkan Anda masuk, jadi tolong pergilah, kembali jika Anda sudah memiliki jadwal janji."Satu resepsionis lain yang semula acuh tak acuh, mengikuti percakapan tanpa diundang, membantu sang teman bicara dengan sinis.Bibir Yerinsa mengatup rapat, tak lama berdecak pasrah mengetahui banyak pasang mata karyawan menatap ke arahnya.Mundur dari meja resepsionis, Yerinsa melirik kiri-kanan diam-diam, memaksa otak bekerja mencari cara bagaimana bisa menemui Luga hari ini juga.Yerinsa tidak berniat pergi dari kantor ini walaupun sudah diusir, menerima sinisme bukan jadi
***"Vie, tenanglah," bisik Luga kesulitan menahan lonjakan tenaga gadis itu."Sakit! Sakiitt! Sakiitt!" Yerinsa tidak menahan jeritan untuk mengeluarkan segala keluhan yang hanya bisa diwakili satu jenis kata itu saja.Memeluk erat gadis yang menggeliat seperti cacing kepanasan, Luga tidak mengatakan apapun selain membantu menekan kepala itu ke dadanya, juga membiarkan kemeja kusut direnggut Yerinsa.Bercak kemerahan timbul di kemeja, Luga mendesis rendah merasakan luka jahitan pasti terbuka kembali karena tersikut lengan Yerinsa, membuat kain kasa ikut bernoda darah."Gerald!" teriak Luga ke arah pintu masuk.Hanya butuh satu detik untuk seorang pria masuk terburu-buru. "Saya, Tuan Muda," sahutnya."Bantu aku," kata Luga sambil mengeluarkan sebuah botol kecil dan suntikan dari saku celana.Pria bernama Gerald mendekati tempat tidur, membantu memindah isi cairan dari botol ke dalam suntikan, lalu menyerahkan kembali pada Luga, membiarkan sang tuan muda menyuntik sendiri.Tubuh Yerins
***Abrady menegang di posisi memangku Yerinsa, merasakan moncong dingin revolver menyentuh tepat di pelipis sama seperti sebelumnya dialami Luga. Selain itu, tanpa diduga sederet pria kekar bersenjata yang sebelumnya mengancam Luga, kini malah berpaling mengancam Abrady.Pertemuan mengharukan yang diimpikan akan berakhir indah nyatanya tidak semulus yang dibayangkan. Rencana diam-diam memang sudah disusun sebelum keberangkatan, membayar sejumlah penembak jitu sebagai pelindung dan bisa digunakan mengancam.Namun, siapa menyangka Luga tau satu langkah di depan Abrady."Kupikir manusia, ternyata memang serangga yang tidak memiliki akal," desis Luga dengan sorot mata kelewat dingin."Apa yang sudah kamu lakukan pada orang-orangku?" tanya Abrady geram.Seringai Luga tersungging lebar. "Sejak kapan mereka orang-orangmu?" tanyanya mengejek."AYAH!" teriak Gabriella saat situasi dua pria itu mendadak terbalik.Margareth menangis melihat sang suami berada di bawah target ancaman Luga sekaran
***"Luga!" pekik Yerinsa kencang melihat Luga ambruk di tanah dengan memegang satu kaki.Tubuh Yerinsa gemetar, menatap sang ayah yang baru saja memberikan perintah menembak. Bagaimana bisa ayahnya memerintahkan hal sekejam itu dilakukan pada Luga, bahkan tanpa pembicaraan apapun di antara mereka."Yerin, jangan ke mana-mana! Tetap di sini!" Margareth menyusul berteriak saat Yerinsa benar-benar akan turun dari kursinya."Lepaskan aku, Bu. Ayah melukai Luga," pinta Yerinsa tanpa sadar mata sudah berkaca-kaca."Dia pantas mendapatkannya, Yerin. Bahkan harusnya lebih dari itu," sentak Gabriella, menarik kasar Yerinsa agar kembali duduk.Yerinsa menoleh tercengang. "Apa maksudmu dia pantas mendapatkan itu? Kamu mendukung Ayah melakukan kejahatan?" tanyanya tidak percaya."Sayang, percayalah pada Ayahmu, dia ingin kita semua kembali, seperti dulu lagi, mengertilah," ujar Margareth lembut mengusap pipi basah Yerinsa."Tapi, tidak perlu dengan hal keterlaluan seperti ini, Bu. Jangan melukai
***Kerinduan yang terpendam selama berbulan-bulan membuncah di mata biru itu, segera pandangan Yerinsa buram akibat berkaca-kaca. Bahagia menggelegak dari lubuk hati begitu melihat sosok Gabriella, Margareth, lalu disusul Arbady turun dari helikopter dibantu beberapa orang berpakaian hitam tebal seperti jaket boomber.Mereka benar-benar di sini, melihatnya, bertatapan dengannya penuh rindu, dalam jarak yang hanya terpaut lebih dari sepuluh meter.Satu langkah pertama Yerinsa ambil saat helikopter dimatikan dan udara sekitar menjadi tenang, lupa bahwa tadi berlari bersama Luga hingga tautan tangan itu terlepas untuk menyongsong menyambut keluarga tercinta.Luga menatap tangan sendiri yang menggantung di udara, kehangatan kecil dari tangan lembut menghilang perlahan. Menatap punggung sempit bak peri yang berlari menuju gerbang kehidupan alam bebas, tangan Luga mendadak terkepal."Ibu," lirih Yerinsa dengan setetes linangan air mata jatuh di pipi, menatap sang ibu yang juga mendekat."A
***Yerinsa mengangguk sambil menerima jabat tangan itu, bangkit berdiri di atas kekuatan kaki sendiri. Aroma musk yang familiar di hidung Yerinsa sekarang tercium dari tubuh Luga bersama campuran wangi mint dari sabun mandi."Ayo turun sekarang," ajak Yerinsa saat tangan sudah digenggam erat.Baru saja akan melangkah lebih dulu memimpin jalan ke arah pintu keluar, niatnya tidak bisa terlaksana karena kaki Luga masih terpaku kuat di lantai, tidak bergeser saat ditarik."Ada apa?" tanya Yerinsa heran, menoleh menatap Luga yang masih diam."Morning kiss, kamu belum memberikannya," kata Luga dengan dahi berkerut samar."A- ... Oh," gumam Yerinsa gugup, masih ada dua pelayan selain mereka di kamar ini, jadi mendadak canggung oleh kalimat Luga yang diucapkan tanpa malu.Luga melirik Chang Mei dan Ruan Ruan yang menjadi sumber kegugupan Yerinsa. Dengan gerakan bola mata saja sudah cukup membuat mereka mengerti dan merundukkan tubuh."K-Kalau begitu kami permisi, Nona, Tuan." Chang Mei berka
***Hari yang dinanti Yerinsa selama dua hari belakangan, tidak, lebih tepatnya tujuh bulan ini, akhirnya tiba. Bangun pagi dengan semangat empat-lima bahkan sebelum Chang Mei dan Ruan Ruan membangunkan.Saat dua pelayan itu memasuki kamar, Yerinsa sudah berendam di air hangat dalam bathup. Bersenandung kecil sambil memainkan busa sabun yang menggunung di permukaan air hingga wangi semerbak memenuhi kamar mandi.Jadi, setelah Yerinsa keluar kamar mandi, Lolita dress hitam beserta seluruh aksesoris dari atas kepala hingga ujung kaki sudah disiapkan Ruan Ruan, sementara Chang Mei menunggui di depan pintu ruang ganti."Anda sangat senang, Nona," komentar Chang Mei sambil membantu mengeringkan sisa bulir air di wajah dan leher Yerinsa."Tentu, hari ini akhirnya aku dijemput keluargaku," balas Yerinsa lebih bersemangat dari hari biasanya.Dua pelayan yang membantu Yerinsa mengenakan pakaian itu saling tatap sejenak, ada sepintas keresahan di sorot mata mereka sebelum menatap Yerinsa dengan
***Untuk sementara Luga hanya diam membalas senyum itu dengan tatapan tenang, tak lama ikut tersenyum dan mengangguk sebelum menarik kepala Yerinsa untuk jatuh ke dalam pelukan."Aku tau," kata Luga singkat.Sesaat Yerinsa berkerut dahi, balasan Luga bukankah sedikit tidak nyambung?Tapi, tidak masalah, selagi laki-laki itu tidak tersinggung, Yerinsa aman.Luga menatap dinding dengan pandangan kelewat tajam seakan ingin melubangi menggunakan laser dari mata, sesaat kemudian menyeringai sinis sebelum menutup mata dan mengecup puncak kepala gadis dalam pelukan."Aku tidak khawatir dibenci siapapun," ujar Luga sambil mengurai pelukan."Ya. Ya. Tuan tidak takut apapun. Aku tau, bahkan kalau seluruh dunia membencimu, kamu tidak akan khawatir," cibir Yerinsa sambil bersandar di sofa dan mengayunkan kaki.Luga terkekeh rendah, mengusak puncak rambut gadis itu. "Kecuali kebencianmu," ujarnya.Yerinsa melirik dengan bersidekap di dada, "jangan mencoba menggoda, kamu sangat tidak cocok."Kekeh
***Lolita dress biru muda lembut dengan renda di ujung rok dan berlengan panjang, hari ini dikenakan Yerinsa. Panjang hanya mencapai lutut, dan bagian lengan berwarna putih.Jepit rambut burung bangau dari permata disematkan ke sisi telinga sebelah kiri Yerinsa, sementara sejumlah kecil rambut di sisi kanan dikepang menjuntai hingga ujung.Suara jatuhnya belenggu menghantam lantai membuat Yerinsa mendesah lega tanpa sadar, saat ini duduk di pangkuan Luga yang baru saja melepas rantai di kaki hingga terasa lebih ringan."Lebih nyaman?" tanya Luga sambil mengelus bekas kemerahan di pergelangan kaki itu yang selama dua bulan ini menyandang pengekang.Yerinsa mengangguk. "Ini jadi lebih ringan," jawabnya.Chang Mei datang dari ruang ganti membawa sepasang high heels jenis ankle straps tidak terlalu tinggi, haknya hanya sekitar lima senti berwarna biru muda senada dress, dan kaus kaki putih transparan berenda.Berlutut di kaki Yerinsa, pelayan itu memasangkan kaus kaki sebelum sepatu, den
***Siapa yang tidak akan terkejut jika mendapati jari dimasukkan ke mulut seseorang seakan itu sebuah lolipop.Luga tertawa pelan. "Sudah kubilang untuk memelukku," katanya sambil merebahkan diri kembali.Kening di antara alis Yerinsa bertaut sebal sebelum menjatuhkan diri dalam pelukan Luga, meletakkan kepala di atas dada bidang itu dan membiarkan laki-laki itu mengusap pundaknya.Kamar menjadi hening saat keduanya tidak ada yang membuka mulut untuk bicara, Luga menikmati waktu nyaman mereka, sementara Yerinsa setengah melamun.Apa yang Luga urus selama pergi dua bulan ini?"Vie," panggil Luga memecah keheningan, yang dibalas dengan gumaman samar."Kalau aku ... mempertemukanmu dengan keluargamu, apa kamu senang?" tanya Luga dengan suara rendah seakan ragu.Yerinsa mengerjab, kemudian mengangkat pandangan untuk menatap Luga yang rupanya hanya menatap lurus ke atas lampu di langit-langit."Tentu saja. Apa kamu akan melakukan itu? Kamu akan mengembalikanku? Kapan?" Pertanyaan Yerinsa