***"Gabriella, apa kamu sudah selesai?""Sebentar lagi, Ibu." Gabriella sedikit berseru menjawab pertanyaan sang ibu yang berada di luar pintu kamar."Ya ampun, kamu berdandan seperti akan tampil di televisi saja," keluh Yerinsa yang berdiri di samping Margareth.Gadis itu mengenakan dress biru gelap bertabur glitter seperti langit malam berhias bintang, di kaki terpasang ankle strap hitam yang menunjang tinggi badan. Rambut yang biasa tergerai malam ini ditata dengan gaya half updo tier braid, tanpa hiasan rambut selain boby pin."Cerewet, diam saja." Balasan Gabriella terdengar kesal dari dalam kamar.Margareth menggeleng menegur Yerinsa. "Kami akan menunggu di lantai bawah, Sayang. Oke?" katanya kembali pada Gabriella."Baik, Ibu. Aku akan segera menyusul," balas Gabriella lagi.Wanita dengan gaun ketat hitam dan rambut disanggul itu kemudian menatap Yerinsa, mengajaknya turun lebih dulu sementara menunggu Gabriella selesai bersiap-siap. Ketukan hak stiletto itu terdengar berirama
***Tanpa disangka, Margareth dan kedua putri cantik itu tiba di restoran bersamaan dengan mobil Abrady. Segera saja mereka masuk bersama tanpa membuang waktu karena keluarga Laventez sudah menunggu.Memasuki restoran mewah itu, mereka yang sudah memesan tempat VVIP diantar oleh seorang waiters berjas hitam di luar kemeja putih dan berdasi kupu-kupu. Ke lantai atas restoran dengan fasilitas lift, mereka dibimbing hingga tiba di sebuah ruangan dengan privasi sangat terjaga dan nyaman.Kedatangan mereka langsung disambut hangat oleh pasangan Laventez dan putra mereka. Bercipika-cipiki sambil menanyakan apakah perjalanan lancar dan bagaimana kabar mereka."Abrady, kamu benar-benar memiliki tiga permata," komentar Sergio selaku kepala keluarga Laventez.Abrady tertawa, diiring tawa istri mereka juga, dan mulai duduk satu persatu di kursi yang sudah disiapkan.Saking dekatnya keluarga mereka, tidak akan sungkan lagi bicara informal, karena sudah sama-sama tau keluarga masing-masing sejak d
***Satu minggu setelah acara makan malam itu, yang artinya tidak sampai satu bulan penuh lagi acara pertunangan berlangsung. Semakin tidak sabar Gabriella menanti acara, semakin bahagia orangtua mereka akan pertunangan itu, maka semakin resah hari demi hari Yerinsa lalui.Walaupun Yerinsa sudah berusaha sebisa mungkin membuat pembelokan plot novel secara paksa, tapi tidak menutup kemungkinan dunia ini membuat plot sendiri agar tetap berjalan sebagaimana mestinya.Sama seperti kejadian Yerinsa ingin menghindarkan Gabriella dari Luga saat di hotel malam itu. Yerinsa takut, semakin hari berlalu, perasaan gelisah tidak bisa terkontrol.Akhir-akhir ini Yerinsa sering mengecek catatan plot novel yang disimpan di buku diary berkunci, untuk membandingkan kejadian di dunia ini dan jalan cerita novel asli.Dalam satu minggu ini, Yerinsa hanya pernah dua kali datang ke perusahaan sang ayah, kebetulan untuk melihat proses pengambilan sample iklan, dan yang ke dua beralasan mengajak Abrady makan
*** Luga menggedikkan bahu, mata kuning sawo itu menyapu seluruh sudut ruang tamu yang terasa sangat nyaman dan luas. Ada sejumlah lukisan pemandangan berukuran besar di dinding atas, mungkin ketinggiannya sekitar tiga meter. "Kudengar Gabriel akan bertunangan, jadi hanya ingin memastikan," kata Luga setelah hening cukup menyebalkan. Sebelum Yerinsa membalas kalimat itu, Mauren datang membawa nampan untuk menghidangkan camilan ringan kue kering, dua gelas kosong dan sebuah teko kecil. Menuangkan minuman dingin ke cangkir setelah menata piring di atas meja. Lalu merunduk sekilas sebelum pamit undur diri kembali ke dapur, membiarkan dua orang itu kembali dalam keheningan. "Memastikan apa? Kamu akan diundang walaupun tidak ke sini, pasti merepotkan orang sibuk sepertimu harus meluangkan waktu," ujar Yerinsa sedikit menyindir meskipun terdengar sopan. Luga tersenyum setengah, mengerti sindiran halus itu. "Tidak merepotkan sama sekali, karena aku sedang ada waktu," balasnya. Mencoba
*** Selain hal-hal tentang Gabriella, beban di kepala Yerinsa juga mencakup ayah dan ibunya. Karena pertunangan sudah dipublikasi, sudah pasti perusahaan juga ikut terkena dampak, positif dan negatif. Namun, setelah satu minggu kembali berlalu, tidak ada berita buruk apapun tentang perusahaan, Yerinsa juga dengan berani terang-terangan menunjukkan eksistensi di perusahaan, secara berkala di beberapa waktu luang dia akan pergi ke kantor sang ayah. Menepati kata-katanya pada Abrady saat di mobil menuju pulang dari makan malam bersama keluarga Laventez, Yerinsa memperhatikan pemegang-pemegang jabatan di perusahaan itu. Tidak ada tanda perusahaan terganggu, bukan berarti Yerinsa bisa bersantai, karena mungkin saja Luga belum beraksi. Hari ini, Yerinsa mendatangi perusahaan kembali, membawa sebuah paperbag berisi kotak makan siang untuk dinikmati bersama sang ayah. Margareth dan Gabriella ada pertemuan dengan EO yang mengurus dekorasi hotel. Jadi, sejak pagi rumah sudah sepi, Yerinsa
***"Uh, maaf," ucap Yerinsa singkat, bahkan tanpa merundukkan tubuh dan tidak menatap lawan bicara.Keadaan kepala masih belum sepenuhnya nyaman, jadi mood hati Yerinsa ikut tidak stabil. Hanya ingin cepat sampai ke ruangan sang ayah dan tiduran di sofa dengan alibi lelah di sekolah.Namun, baru saja ingin pergi berlalu, lengannya ditahan dengan hempasan kuat oleh wanita itu, hingga Yerinsa hampir membentur tembok karena sulit menyeimbangkan diri."Apa yang-""Beraninya kamu bersikap tidak sopan," cerca wanita itu langsung.Yerinsa mengerjab mengenyahkan pandangan tidak fokus, menatap wanita bergincu merah yang senada dengan blazer dan rok itu, setelan formal mencetak lekuk tubuh itu terlihat seksi dikenakan bersama sepasang high heels jenis pumps."Saya sudah minta maaf, jadi, permisi," kata Yerinsa mengulang dengan tata krama lebih sopan.Berpikir masalah akan segera selesai dengan begitu, jadi Yerinsa mengalah, sekilas menyugar rambut sebelum berniat pergi lagi.Tapi, lagi-lagi se
***Pintu mobil tertutup sendiri setelah Yerinsa keluar dari kursi penumpang di bagian belakang. Supir mengeluarkan beberapa buah kotak besar dari bagasi mobil dan sejumlah pelayan yang menunggu di teras segera membantu mengangkat."Hati-hati, bawa ke ruangan yang sudah kuberitahu tadi siang," peringat Yerinsa pada para pelayan yang bekerja sama."Ya, Nona." Mereka menyahut kompak, perlahan satu demi satu kotak-kotak itu dibawa ke dalam rumah dari teras.Hari ini, ribuan kertas undangan cantik sudah selesai dibuat, dan baru saja Yerinsa ambil langsung dari percetakan. Walaupun sudah sore, tidak ada waktu menunda untuk melakukan bagian selanjutnya.Tidak sedikit orang berpengalaman disewa ke rumah De Vries untuk membantu proses penulisan alamat di undangan sebelum dikirim pada tamu. Karena waktu hanya tersisa kurang dari sepuluh hari lagi acara dilaksanakan, jadi butuh banyak tenaga dikuras."Ini buku daftar semua tamu dan alamat rumah mereka, jadi kita bisa mulai sekarang," kata Gabri
***"Aku sudah bicara padanya untuk mau memberikan sedikit waktu kita bicara, tapi dia hanya ingin mendapat jawaban 'iya'. Kalau tidak, AM company dipertaruhkan dalam waktu satu malam saja."Penjelasan Abrady di dalam membuat Yerinsa yang di luar semakin melemas, sudah yakin sekali bahwa inilah awal dari gejolak keluarga mereka."Kita pasti memiliki cara lain agar tidak mengorbankan yang manapun. Aku di sini, Sayang, aku ada untukmu. Semuanya akan baik-baik saja."Kelembutan Margareth dalam bicara selalu berhasil menenangkan hati yang kacau, inilah kenapa wanita itu sangat berarti bagi Abrady.Yerinsa tanpa terasa bersandar di dinding dekat pintu, merasa lelah akan masalah besar yang datang tiba-tiba, seharusnya bisa mengantisipasi ini lebih dulu.Selama ini, Yerinsa terpaku akan rencana keberhasilan pertunangan Gabriella dan Justin, sekaligus berusaha membuat orangtuanya mendapatkan kebahagiaan meski hanya dengan cara sekecil kerikil. Sampai-sampai Yerinsa lupa, lawannya adalah Luga