Sudah Yerinsa duga, jika sampai Luga mengantar ke rumah, maka besar kemungkinan akan bertemu Gabriella dan semakin sering adegan pertemuan mereka.Seperti saat ini, pasangan itu saling mengulas senyum formal, mengabaikan Yerinsa yang memutar bola mata menahan kesal di samping pilar teras."Maaf kalau kembaranku merepotkanmu," ucap Gabriella setelah mendengar penjelasan dari Luga tentang mengapa Yerinsa ikut dengannya."Tidak masalah sama sekali," balas Luga entengSetiap bicara dengan Gabriella, senyum Luga cenderung lebih manis dan hangat, berbeda saat bersama Yerinsa tadi, senyum itu selalu terlihat menakutkan seperti seringai penjahat.Tidak adil.Yerinsa mencebik menatap interaksi dua orang itu yang kalau dilihat lagi sangat bertolak belakang. Luga terlalu badass, sedangkan Gabriella feminim, tapi mungkin perbedaan mencolok itulah yang membuat mereka cocok di novel."Kalau begitu aku pergi sekarang," kata Luga berpamitan singkat.Gabriella mengangguk. "Ya, hati-hati," balasnya den
***"Oh iya, Yerin ..." Margareth mengangkat suara setelah meja makan sempat hening sebentar. "Akhir pekan nanti Ibu akan ada gathering lagi, di rumah Nyonya Zuarenz. Kami berencana membawa putra dan putri masing-masing," lanjutnya dengan tatapan ke arah putri bungsu.Pisau yang memotong daging di piring Yerinsa selesai, balas menatap sang ibu. "Lalu? Ibu berencana membawaku?" tanyanya santai sebelum memasukkan potongan daging ke mulut.Mereka tengah menikmati makan malam bersama tanpa Abrady, karena sang kepala keluarga sedang melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri untuk dua minggu."Ya, apa bisa?" angguk Margareth dengan pertanyaan memastikan.Yerinsa tampak berpikir sejenak. "Satu minggu ini aku memang full tanpa kegiatan apapun. Tapi kenapa aku? Bukan Gabby?" jawabnya sekaligus bertanya balik."Kamu lupa? Akhir pekan nanti Justin datang." Gabriella menyahut dengan lirikan pada sang adik sambil mengunyah makanan."Oh, aku tidak memperhatikan," balas Yerinsa enteng mengangkat ba
***Tidak terlalu lama duduk, seorang pegawai lain datang dari luar membawa teko dan gelas teh di atas nampan, serta sepiring kue makaron. Menyajikan di depan dua ibu dan anak itu, aroma teh melati segera menyeruak saat isi teko dituangkan.Setelah cukup lama memilih kerumitan keinginan hati, akhirnya Yerinsa memutuskan selesai. Segera mendekati sofa tempat ibu dan kakaknya duduk menikmati hidangan kecil."Sudah?" tanya Margareth begitu Yerinsa berdiri di depan.Gadis itu mengangguk, mengambil satu makaron di piring, dan memakan sambil berdiri."Kalau begitu ayo ke kasir," ajak Margareth sebelum bangkit berdiri disusul Gabriella.Tiga perempuan bagai tiga bersaudara itu keluar dari ruangan diikuti tiga pegawai yang membawa baju pilihan mereka, menuju kasir untuk membayar total semua harga pakaian."Bu, setelah dari sini kita makan siang dulu, ya?" pinta Yerinsa saat mereka berdiri di depan meja pegawai butik yang bertugas menjumlah harga pakaian.Margareth melirik kecil. "Iya," angguk
***Setelah satu hari yang melelahkan kemarin, berkeliling di pusat perbelanjaan dan mengunjungi toko-toko kebutuhan wanita, nyatanya rasa lelah itu hanya berkurang sedikit saat tidur di malam hari.Hari selanjutnya, Margareth dan Yerinsa sibuk kembali dari pagi hari pergi ke klinik kecantikan, lalu mengundang penata rias profesional datang ke mansion. Kemarin memanjakan mata, sekarang memanjakan wajah dan sekujur tubuh.Biasanya saat hanya Margareth yang pergi, wanita itu tidak repot-repot mengundang penata rias standar aktris begini, langsung saja pergi ke salon sendiri dan berangkat sendiri.Tapi, hari ini karena Yerinsa ikut, jadi sengaja mendatangkan orang saja ke rumah daripada malah kelelahan jika harus memaksakan berdandan di luar.Untungnya, acara gathering yang akan dihadiri itu diadakan sore nanti, jadi ada cukup waktu untuk bersiap-siap sebelum meluncur langsung ke kediaman keluarga Zuarenz.Sementara Gabriella juga sibuk dengan urusan bersama Justin dan keluarga laki-laki
***Ketukan tumit dari high heels D'Orsay abu-abu di kaki Margareth menggema di lorong mansion, diikuti Yerinsa menuju tangga untuk turun ke lantai bawah.Gaun hitam membalut ketat tubuh singset itu dengan kerah bulat, gaun bermodel mermaid tale itu membentuk sempurna lekuk tubuh Margareth.Rambut coklat disanggul dengan hiasan mutiara yang senada dengan kalung di leher. Black diamond menjadi perhiasan di telinga dan pergelangan tangan, Margareth juga menenteng sebuah tas biru tua bermerk terkenal dari toko mode terkenal di Italy.Kuku jari tangan dan kaki sudah dimenicure-pedicure sama seperti Yerinsa, hanya berbeda warna kuteks tampak begitu indah seperti kuku palsu. Milik Margareth berwarna merah menyala, sementara Yerinsa coklat mahoni."Kami pergi sekarang." Margareth berkata sesaat setelah kaki menginjak lantai dasar, ditunjukkan untuk pria yang berdiri menyambut di dekat tangga.Antoni, kepala pelayan mansion De Vries yang sudah bekerja puluhan tahun, tidak asing lagi melihat w
***Hampir pukul tujuh malam Margareth dan Yerinsa baru kembali dari acara gathering itu, tepat beberapa menit sebelum waktu makan malam. Gabriella justru belum kembali, dan di perjalanan mendapat telpon bahwa putri sulungnya itu akan makan malam di kediaman keluarga Laventez."Bagaimana menurutmu putra Zuarenz tadi?" tanya Margareth saat melangkah menaiki undakan tangga teras."Tampan. Dan dia baik, sangat ramah," jawab Yerinsa memberikan komentar mononton.Margareth berdecak gemas. "Itu Ibu juga tau. Maksud Ibu, apa kesanmu saat bicara dengannya tadi? Apa kamu merasakan sesuatu, semacam itu?" tanyanya memperjelas, sambil membuka pintu mansion Margareth mendelik pada Yerinsa."Apa yang Ibu harapkan? Kami tidak bicara banyak," jawab Yerinsa masih cuek bebek."Huh, dasar." Margareth malah sebal sendiri. "Ya sudah, ganti bajumu sebelum turun kembali untuk makan malam," lanjutnya sambil berjalan lebih dulu."Iya," balas Yerinsa singkat.Jujur saja Yerinsa sudah lelah sekali, riasannya mu
***Tidak terlalu lama karena Yerinsa hanya menambahi rok untuk menyembunyikan celana pendeknya, rok sebetis berwarna biru muda. Mengganti atasan dengan kaos crop lengan panjang warna putih dan menyisir rambut lebih rapi sebelum diberi jepitan hitam di sisi kanan.Menguatkan pondasi polesan make up di wajah dan mengenakan jam tangan putih di pergelangan kiri. Tidak lupa membaluri tubuh dengan tabir surya hingga ke ujung kaki sebelum mengambil sepasang high heels boot ala Korea.Segera keluar dari kamar setelah memasang boots itu dan menemui Fiona lagi, tas kecil tersampir di pundak kiri ke pinggul kanan, itu berisi barang pribadi seperti handphone dan dompet uang."Ayo pergi," kata Yerinsa dengan senyum manis.Fiona bangkit berdiri setelah menyeruput habis teh di cangkir porselen. "Ayo," katanya lebih semangat.Berjalan dengan lengan terkait, Yerinsa mendadak berhenti sebelum mencapai pintu keluar, membuat Fiona menoleh heran."Ngomong-ngomong bagaimana kita pergi? Supirku pasti masih
***Yerinsa meremas cukup erat tangan Fiona yang digenggam agar tidak meladeni ocehan melantur Anastasya, kemudian menoleh dengan senyum manis yang dipaksakan.Ini bocil cakep-cakep bacotnya ngeselin."Nona Claymond, kenapa kamu sangat ingin tau uang bulananku? Harusnya kamu khawatir apakah uang di dompet kekasihmu cukup untuk membayar makanan di sini walaupun sedang diskon promo," balas Yerinsa sengit, bernada merendahkan yang jarang sekali digunakan jika tidak sedang emosi.Anastasya menggeram. "Kamu-! Apa maksudmu Raven tidak bisa membayar makanan di sini? Heh! Dengar. Orang kalangan atas di sini tidak hanya kamu! Dasar sombong! Uangmu saja masih sama seperti kami yang meminta dari orang tua!" cercanya malah tersulut emosi yang dibuat sendiri.Yerinsa menjulurkan lidah meledek terang-terangan. "Sayang sekali kamu salah, uang bulananku dan Fiona tentu saja tidak sama seperti kalian," balasnya, lalu terkikik sambil melanjutkan melangkah pergi.Anastasya melotot semakin tidak terima,
***"Vie, tenanglah," bisik Luga kesulitan menahan lonjakan tenaga gadis itu."Sakit! Sakiitt! Sakiitt!" Yerinsa tidak menahan jeritan untuk mengeluarkan segala keluhan yang hanya bisa diwakili satu jenis kata itu saja.Memeluk erat gadis yang menggeliat seperti cacing kepanasan, Luga tidak mengatakan apapun selain membantu menekan kepala itu ke dadanya, juga membiarkan kemeja kusut direnggut Yerinsa.Bercak kemerahan timbul di kemeja, Luga mendesis rendah merasakan luka jahitan pasti terbuka kembali karena tersikut lengan Yerinsa, membuat kain kasa ikut bernoda darah."Gerald!" teriak Luga ke arah pintu masuk.Hanya butuh satu detik untuk seorang pria masuk terburu-buru. "Saya, Tuan Muda," sahutnya."Bantu aku," kata Luga sambil mengeluarkan sebuah botol kecil dan suntikan dari saku celana.Pria bernama Gerald mendekati tempat tidur, membantu memindah isi cairan dari botol ke dalam suntikan, lalu menyerahkan kembali pada Luga, membiarkan sang tuan muda menyuntik sendiri.Tubuh Yerins
***Abrady menegang di posisi memangku Yerinsa, merasakan moncong dingin revolver menyentuh tepat di pelipis sama seperti sebelumnya dialami Luga. Selain itu, tanpa diduga sederet pria kekar bersenjata yang sebelumnya mengancam Luga, kini malah berpaling mengancam Abrady.Pertemuan mengharukan yang diimpikan akan berakhir indah nyatanya tidak semulus yang dibayangkan. Rencana diam-diam memang sudah disusun sebelum keberangkatan, membayar sejumlah penembak jitu sebagai pelindung dan bisa digunakan mengancam.Namun, siapa menyangka Luga tau satu langkah di depan Abrady."Kupikir manusia, ternyata memang serangga yang tidak memiliki akal," desis Luga dengan sorot mata kelewat dingin."Apa yang sudah kamu lakukan pada orang-orangku?" tanya Abrady geram.Seringai Luga tersungging lebar. "Sejak kapan mereka orang-orangmu?" tanyanya mengejek."AYAH!" teriak Gabriella saat situasi dua pria itu mendadak terbalik.Margareth menangis melihat sang suami berada di bawah target ancaman Luga sekaran
***"Luga!" pekik Yerinsa kencang melihat Luga ambruk di tanah dengan memegang satu kaki.Tubuh Yerinsa gemetar, menatap sang ayah yang baru saja memberikan perintah menembak. Bagaimana bisa ayahnya memerintahkan hal sekejam itu dilakukan pada Luga, bahkan tanpa pembicaraan apapun di antara mereka."Yerin, jangan ke mana-mana! Tetap di sini!" Margareth menyusul berteriak saat Yerinsa benar-benar akan turun dari kursinya."Lepaskan aku, Bu. Ayah melukai Luga," pinta Yerinsa tanpa sadar mata sudah berkaca-kaca."Dia pantas mendapatkannya, Yerin. Bahkan harusnya lebih dari itu," sentak Gabriella, menarik kasar Yerinsa agar kembali duduk.Yerinsa menoleh tercengang. "Apa maksudmu dia pantas mendapatkan itu? Kamu mendukung Ayah melakukan kejahatan?" tanyanya tidak percaya."Sayang, percayalah pada Ayahmu, dia ingin kita semua kembali, seperti dulu lagi, mengertilah," ujar Margareth lembut mengusap pipi basah Yerinsa."Tapi, tidak perlu dengan hal keterlaluan seperti ini, Bu. Jangan melukai
***Kerinduan yang terpendam selama berbulan-bulan membuncah di mata biru itu, segera pandangan Yerinsa buram akibat berkaca-kaca. Bahagia menggelegak dari lubuk hati begitu melihat sosok Gabriella, Margareth, lalu disusul Arbady turun dari helikopter dibantu beberapa orang berpakaian hitam tebal seperti jaket boomber.Mereka benar-benar di sini, melihatnya, bertatapan dengannya penuh rindu, dalam jarak yang hanya terpaut lebih dari sepuluh meter.Satu langkah pertama Yerinsa ambil saat helikopter dimatikan dan udara sekitar menjadi tenang, lupa bahwa tadi berlari bersama Luga hingga tautan tangan itu terlepas untuk menyongsong menyambut keluarga tercinta.Luga menatap tangan sendiri yang menggantung di udara, kehangatan kecil dari tangan lembut menghilang perlahan. Menatap punggung sempit bak peri yang berlari menuju gerbang kehidupan alam bebas, tangan Luga mendadak terkepal."Ibu," lirih Yerinsa dengan setetes linangan air mata jatuh di pipi, menatap sang ibu yang juga mendekat."A
***Yerinsa mengangguk sambil menerima jabat tangan itu, bangkit berdiri di atas kekuatan kaki sendiri. Aroma musk yang familiar di hidung Yerinsa sekarang tercium dari tubuh Luga bersama campuran wangi mint dari sabun mandi."Ayo turun sekarang," ajak Yerinsa saat tangan sudah digenggam erat.Baru saja akan melangkah lebih dulu memimpin jalan ke arah pintu keluar, niatnya tidak bisa terlaksana karena kaki Luga masih terpaku kuat di lantai, tidak bergeser saat ditarik."Ada apa?" tanya Yerinsa heran, menoleh menatap Luga yang masih diam."Morning kiss, kamu belum memberikannya," kata Luga dengan dahi berkerut samar."A- ... Oh," gumam Yerinsa gugup, masih ada dua pelayan selain mereka di kamar ini, jadi mendadak canggung oleh kalimat Luga yang diucapkan tanpa malu.Luga melirik Chang Mei dan Ruan Ruan yang menjadi sumber kegugupan Yerinsa. Dengan gerakan bola mata saja sudah cukup membuat mereka mengerti dan merundukkan tubuh."K-Kalau begitu kami permisi, Nona, Tuan." Chang Mei berka
***Hari yang dinanti Yerinsa selama dua hari belakangan, tidak, lebih tepatnya tujuh bulan ini, akhirnya tiba. Bangun pagi dengan semangat empat-lima bahkan sebelum Chang Mei dan Ruan Ruan membangunkan.Saat dua pelayan itu memasuki kamar, Yerinsa sudah berendam di air hangat dalam bathup. Bersenandung kecil sambil memainkan busa sabun yang menggunung di permukaan air hingga wangi semerbak memenuhi kamar mandi.Jadi, setelah Yerinsa keluar kamar mandi, Lolita dress hitam beserta seluruh aksesoris dari atas kepala hingga ujung kaki sudah disiapkan Ruan Ruan, sementara Chang Mei menunggui di depan pintu ruang ganti."Anda sangat senang, Nona," komentar Chang Mei sambil membantu mengeringkan sisa bulir air di wajah dan leher Yerinsa."Tentu, hari ini akhirnya aku dijemput keluargaku," balas Yerinsa lebih bersemangat dari hari biasanya.Dua pelayan yang membantu Yerinsa mengenakan pakaian itu saling tatap sejenak, ada sepintas keresahan di sorot mata mereka sebelum menatap Yerinsa dengan
***Untuk sementara Luga hanya diam membalas senyum itu dengan tatapan tenang, tak lama ikut tersenyum dan mengangguk sebelum menarik kepala Yerinsa untuk jatuh ke dalam pelukan."Aku tau," kata Luga singkat.Sesaat Yerinsa berkerut dahi, balasan Luga bukankah sedikit tidak nyambung?Tapi, tidak masalah, selagi laki-laki itu tidak tersinggung, Yerinsa aman.Luga menatap dinding dengan pandangan kelewat tajam seakan ingin melubangi menggunakan laser dari mata, sesaat kemudian menyeringai sinis sebelum menutup mata dan mengecup puncak kepala gadis dalam pelukan."Aku tidak khawatir dibenci siapapun," ujar Luga sambil mengurai pelukan."Ya. Ya. Tuan tidak takut apapun. Aku tau, bahkan kalau seluruh dunia membencimu, kamu tidak akan khawatir," cibir Yerinsa sambil bersandar di sofa dan mengayunkan kaki.Luga terkekeh rendah, mengusak puncak rambut gadis itu. "Kecuali kebencianmu," ujarnya.Yerinsa melirik dengan bersidekap di dada, "jangan mencoba menggoda, kamu sangat tidak cocok."Kekeh
***Lolita dress biru muda lembut dengan renda di ujung rok dan berlengan panjang, hari ini dikenakan Yerinsa. Panjang hanya mencapai lutut, dan bagian lengan berwarna putih.Jepit rambut burung bangau dari permata disematkan ke sisi telinga sebelah kiri Yerinsa, sementara sejumlah kecil rambut di sisi kanan dikepang menjuntai hingga ujung.Suara jatuhnya belenggu menghantam lantai membuat Yerinsa mendesah lega tanpa sadar, saat ini duduk di pangkuan Luga yang baru saja melepas rantai di kaki hingga terasa lebih ringan."Lebih nyaman?" tanya Luga sambil mengelus bekas kemerahan di pergelangan kaki itu yang selama dua bulan ini menyandang pengekang.Yerinsa mengangguk. "Ini jadi lebih ringan," jawabnya.Chang Mei datang dari ruang ganti membawa sepasang high heels jenis ankle straps tidak terlalu tinggi, haknya hanya sekitar lima senti berwarna biru muda senada dress, dan kaus kaki putih transparan berenda.Berlutut di kaki Yerinsa, pelayan itu memasangkan kaus kaki sebelum sepatu, den
***Siapa yang tidak akan terkejut jika mendapati jari dimasukkan ke mulut seseorang seakan itu sebuah lolipop.Luga tertawa pelan. "Sudah kubilang untuk memelukku," katanya sambil merebahkan diri kembali.Kening di antara alis Yerinsa bertaut sebal sebelum menjatuhkan diri dalam pelukan Luga, meletakkan kepala di atas dada bidang itu dan membiarkan laki-laki itu mengusap pundaknya.Kamar menjadi hening saat keduanya tidak ada yang membuka mulut untuk bicara, Luga menikmati waktu nyaman mereka, sementara Yerinsa setengah melamun.Apa yang Luga urus selama pergi dua bulan ini?"Vie," panggil Luga memecah keheningan, yang dibalas dengan gumaman samar."Kalau aku ... mempertemukanmu dengan keluargamu, apa kamu senang?" tanya Luga dengan suara rendah seakan ragu.Yerinsa mengerjab, kemudian mengangkat pandangan untuk menatap Luga yang rupanya hanya menatap lurus ke atas lampu di langit-langit."Tentu saja. Apa kamu akan melakukan itu? Kamu akan mengembalikanku? Kapan?" Pertanyaan Yerinsa