***Makan siang yang Yerinsa telan terasa sealot sandal karet karena pemandangan wajah tampan laki-laki di depan. Duduk berhadapan hanya terpisah meja bundar di tengah, dalam sebuah restoran cepat saji.Setelah dua jam istirahat tanpa benar-benar menghabiskan cairan infus, Yerinsa meminta pulang dari rumah sakit karena sudah ditanyai Gabriella –sudah pulang jam sekolah–, segera dituruti karena memang tidak ada penyakit yang kambuh pada tubuh gadis itu.Yerinsa tidak mengatakan sedang di rumah sakit, hanya memberi alasan bahwa sedang berjalan-jalan di taman kota, dan menjawab akan segera pulang.Niat Yerinsa pergi dari rumah sakit adalah meninggalkan Luga, tapi gagal total, saat ingin menyetop sebuah taksi, lengannya ditahan dan ditarik menjauh.Penolakan Yerinsa seakan bukan apa-apa bagi Luga yang menarik ke sebuah mobil hitam, tidak tau sejak kapan juga mobil itu ada, Yerinsa dipaksa masuk mobil."Pilih, setuju untuk kuantar, atau kuberitahu orangtuamu kejadian hari ini?"Sebait pert
Sudah Yerinsa duga, jika sampai Luga mengantar ke rumah, maka besar kemungkinan akan bertemu Gabriella dan semakin sering adegan pertemuan mereka.Seperti saat ini, pasangan itu saling mengulas senyum formal, mengabaikan Yerinsa yang memutar bola mata menahan kesal di samping pilar teras."Maaf kalau kembaranku merepotkanmu," ucap Gabriella setelah mendengar penjelasan dari Luga tentang mengapa Yerinsa ikut dengannya."Tidak masalah sama sekali," balas Luga entengSetiap bicara dengan Gabriella, senyum Luga cenderung lebih manis dan hangat, berbeda saat bersama Yerinsa tadi, senyum itu selalu terlihat menakutkan seperti seringai penjahat.Tidak adil.Yerinsa mencebik menatap interaksi dua orang itu yang kalau dilihat lagi sangat bertolak belakang. Luga terlalu badass, sedangkan Gabriella feminim, tapi mungkin perbedaan mencolok itulah yang membuat mereka cocok di novel."Kalau begitu aku pergi sekarang," kata Luga berpamitan singkat.Gabriella mengangguk. "Ya, hati-hati," balasnya den
***"Oh iya, Yerin ..." Margareth mengangkat suara setelah meja makan sempat hening sebentar. "Akhir pekan nanti Ibu akan ada gathering lagi, di rumah Nyonya Zuarenz. Kami berencana membawa putra dan putri masing-masing," lanjutnya dengan tatapan ke arah putri bungsu.Pisau yang memotong daging di piring Yerinsa selesai, balas menatap sang ibu. "Lalu? Ibu berencana membawaku?" tanyanya santai sebelum memasukkan potongan daging ke mulut.Mereka tengah menikmati makan malam bersama tanpa Abrady, karena sang kepala keluarga sedang melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri untuk dua minggu."Ya, apa bisa?" angguk Margareth dengan pertanyaan memastikan.Yerinsa tampak berpikir sejenak. "Satu minggu ini aku memang full tanpa kegiatan apapun. Tapi kenapa aku? Bukan Gabby?" jawabnya sekaligus bertanya balik."Kamu lupa? Akhir pekan nanti Justin datang." Gabriella menyahut dengan lirikan pada sang adik sambil mengunyah makanan."Oh, aku tidak memperhatikan," balas Yerinsa enteng mengangkat ba
***Tidak terlalu lama duduk, seorang pegawai lain datang dari luar membawa teko dan gelas teh di atas nampan, serta sepiring kue makaron. Menyajikan di depan dua ibu dan anak itu, aroma teh melati segera menyeruak saat isi teko dituangkan.Setelah cukup lama memilih kerumitan keinginan hati, akhirnya Yerinsa memutuskan selesai. Segera mendekati sofa tempat ibu dan kakaknya duduk menikmati hidangan kecil."Sudah?" tanya Margareth begitu Yerinsa berdiri di depan.Gadis itu mengangguk, mengambil satu makaron di piring, dan memakan sambil berdiri."Kalau begitu ayo ke kasir," ajak Margareth sebelum bangkit berdiri disusul Gabriella.Tiga perempuan bagai tiga bersaudara itu keluar dari ruangan diikuti tiga pegawai yang membawa baju pilihan mereka, menuju kasir untuk membayar total semua harga pakaian."Bu, setelah dari sini kita makan siang dulu, ya?" pinta Yerinsa saat mereka berdiri di depan meja pegawai butik yang bertugas menjumlah harga pakaian.Margareth melirik kecil. "Iya," angguk
***Setelah satu hari yang melelahkan kemarin, berkeliling di pusat perbelanjaan dan mengunjungi toko-toko kebutuhan wanita, nyatanya rasa lelah itu hanya berkurang sedikit saat tidur di malam hari.Hari selanjutnya, Margareth dan Yerinsa sibuk kembali dari pagi hari pergi ke klinik kecantikan, lalu mengundang penata rias profesional datang ke mansion. Kemarin memanjakan mata, sekarang memanjakan wajah dan sekujur tubuh.Biasanya saat hanya Margareth yang pergi, wanita itu tidak repot-repot mengundang penata rias standar aktris begini, langsung saja pergi ke salon sendiri dan berangkat sendiri.Tapi, hari ini karena Yerinsa ikut, jadi sengaja mendatangkan orang saja ke rumah daripada malah kelelahan jika harus memaksakan berdandan di luar.Untungnya, acara gathering yang akan dihadiri itu diadakan sore nanti, jadi ada cukup waktu untuk bersiap-siap sebelum meluncur langsung ke kediaman keluarga Zuarenz.Sementara Gabriella juga sibuk dengan urusan bersama Justin dan keluarga laki-laki
***Ketukan tumit dari high heels D'Orsay abu-abu di kaki Margareth menggema di lorong mansion, diikuti Yerinsa menuju tangga untuk turun ke lantai bawah.Gaun hitam membalut ketat tubuh singset itu dengan kerah bulat, gaun bermodel mermaid tale itu membentuk sempurna lekuk tubuh Margareth.Rambut coklat disanggul dengan hiasan mutiara yang senada dengan kalung di leher. Black diamond menjadi perhiasan di telinga dan pergelangan tangan, Margareth juga menenteng sebuah tas biru tua bermerk terkenal dari toko mode terkenal di Italy.Kuku jari tangan dan kaki sudah dimenicure-pedicure sama seperti Yerinsa, hanya berbeda warna kuteks tampak begitu indah seperti kuku palsu. Milik Margareth berwarna merah menyala, sementara Yerinsa coklat mahoni."Kami pergi sekarang." Margareth berkata sesaat setelah kaki menginjak lantai dasar, ditunjukkan untuk pria yang berdiri menyambut di dekat tangga.Antoni, kepala pelayan mansion De Vries yang sudah bekerja puluhan tahun, tidak asing lagi melihat w
***Hampir pukul tujuh malam Margareth dan Yerinsa baru kembali dari acara gathering itu, tepat beberapa menit sebelum waktu makan malam. Gabriella justru belum kembali, dan di perjalanan mendapat telpon bahwa putri sulungnya itu akan makan malam di kediaman keluarga Laventez."Bagaimana menurutmu putra Zuarenz tadi?" tanya Margareth saat melangkah menaiki undakan tangga teras."Tampan. Dan dia baik, sangat ramah," jawab Yerinsa memberikan komentar mononton.Margareth berdecak gemas. "Itu Ibu juga tau. Maksud Ibu, apa kesanmu saat bicara dengannya tadi? Apa kamu merasakan sesuatu, semacam itu?" tanyanya memperjelas, sambil membuka pintu mansion Margareth mendelik pada Yerinsa."Apa yang Ibu harapkan? Kami tidak bicara banyak," jawab Yerinsa masih cuek bebek."Huh, dasar." Margareth malah sebal sendiri. "Ya sudah, ganti bajumu sebelum turun kembali untuk makan malam," lanjutnya sambil berjalan lebih dulu."Iya," balas Yerinsa singkat.Jujur saja Yerinsa sudah lelah sekali, riasannya mu
***Tidak terlalu lama karena Yerinsa hanya menambahi rok untuk menyembunyikan celana pendeknya, rok sebetis berwarna biru muda. Mengganti atasan dengan kaos crop lengan panjang warna putih dan menyisir rambut lebih rapi sebelum diberi jepitan hitam di sisi kanan.Menguatkan pondasi polesan make up di wajah dan mengenakan jam tangan putih di pergelangan kiri. Tidak lupa membaluri tubuh dengan tabir surya hingga ke ujung kaki sebelum mengambil sepasang high heels boot ala Korea.Segera keluar dari kamar setelah memasang boots itu dan menemui Fiona lagi, tas kecil tersampir di pundak kiri ke pinggul kanan, itu berisi barang pribadi seperti handphone dan dompet uang."Ayo pergi," kata Yerinsa dengan senyum manis.Fiona bangkit berdiri setelah menyeruput habis teh di cangkir porselen. "Ayo," katanya lebih semangat.Berjalan dengan lengan terkait, Yerinsa mendadak berhenti sebelum mencapai pintu keluar, membuat Fiona menoleh heran."Ngomong-ngomong bagaimana kita pergi? Supirku pasti masih