"Gak akan dengar kok, Sayang. Kita mainnya jangan brutal.""Aku lagi gak mau, Om. Capek," keluh Grace.Marvel tahu bagaimana kerasnya dia bekerja malam ini. Mencuci piring sendiri dan menimba air dari sumur menggunakam katrol manual sangatlah berat. Pria itu tersenyum smirk menatap gadisnya itu dengan tatapan tajam dan Marvel mendekatkan wajah Grace dengan mendorong tengkuk gadis itu mendekat ke arahnya dan Marvel mengecup pelan bibir Grace. Grace secara tidak sengaja meremas dada Marvel dengan sedikit kuat karena dia selalu saja terkejut dengan pergerakan bibir Marvel di atas bibirnya itu.Hal itu membuat Marvel sedikit terangsang dengan perbuatan Grace pada dirinya. Marvel malah semakin brutal, pria itu menyesap birai gadis itu dengan sedikit kuat dan menimbulkan suara decakan yang masih ringan di telinga Grace. Gadis itu menaikkan tangannya ke atas untuk memukul bahu pria itu, tetapi karena Marvel memeluknya dengan erat dan tubuh mereka juga sangat berdekatan membuat tangan mungil
Pagi hari, Grace lebih dahulu terbangun dari pada pria itu. Ia membuka matanya dan merasakan perutnya tertimpa sesuatu yang berat. Pandangannya di awal itu terasa kabur dan perlahan-lahan pun kembali jelas. Kepalanya bergerak dan dahinya sedikit terbentur oleh kening pria itu yang setengahnya tertutupi oleh poni miliknya. Grace tersenyum melihat wajah Marvel yang sangat lucu itu. Apalagi bibirnya yang sedikit maju itu sangat terlihat seperti bayi saja baginya.Grace menyentuh pipi mulus pria itu dengan telapak tangannya lalu kepalanya bergerak ke bawah untuk mencari sesuatu yang membuat perutnya keberatan. Ternyata itu adalah tangan Marvel. Grace melepaskan pelukan pria itu dengan hati-hati lalu ia perlahan bangun dari ranjangnya itu. Grace berhenti beringsut saat Marvel bergerak, gadis itu menoleh ke belakang ternyata pria itu hanya mrngganti posisi tidurnya saja alias menggeliat pelan dengan mata tertutup dan juga gumaman kecil di sana. Grace pun dengan hati-hati beranjak dari ranja
Marvel yang telah selesai mengantar gadisnya itu ke sekolah kini menuju ke rumah Claire yang ditunggu Gio. Sesampainya di sana, Marvel melihat Gio yang tengah memakan serealnya duduk di atas karpet berludru dengan bersila, sementara mangkuknya ia letakkan di atas meja tamu berlapis kaca bening itu sesekali pria bertubuh jangkung itu menatap layar televisi yang menyala."Hei!"Gio terkejut dengan suara teriakan laki-laki di belakangnya. Pria itu menoleh dan tersenyum saat melihat sang kakak telah berada di rumahnya. Marvel duduk di atas sofa dengan menegakkan satu kakinya di atas sofa itu lalu ia meminum seteguk dan meletakkan kembali gelas susu putih milik adiknya itu."Jadi gak?" tanya Marvel pada sang adik."Bentar lah, Bang. Gak liat gue lagi apa?""Seharusnya lo itu gak usah makan. Sebelum olahraga gak boleh makan. Kram lah nanti perut lo.""Gak ada tenaga dong.""Ada sereal lagi gak?"Gio menoleh ke belakang. Sang kakak meminta sereal? Padahal setelah pria itu selesai sarapan mer
"Setelah kita menikah nanti.""Hum, aku masih semester 1 lho Om.""Ya, saya gak lupa. Cuman ngingetin aja bahwa kamu milik saya dan kamu harus menjaga semuanya yang ada di dalam tubuh kamu dan juga hati kamu. Saya gak mau dengar kamu suka sama laki-laki lain lalu kalian berpacaran.""Ih, kok gitu sih? Hati orang itu juga berbalik kali Om. Kayak roda berputar.""Kamu jangan gerak kalo kayak gitu biar gak berputar."Grace kemudian diam, tak berguna juga jika dia berdebat dengan Marvel. Yang ada Marvel lah yang membuatnya bertambah sakit kepala memikirkan pertanyaan dan jawaban Marvel itu. Setelah mereka selesai makan siang, Marvel dan Grace kembali masuk ke dalam mobil untuk mengantar gadis itu pulang ke rumahnya.****"Hati-hati, ya."Grace melambaikan tangannya, Marvel pun membalas lambaian tangan gadisnya itu karena pria itu membuka kaca bagian penumpang dan ia menjalankan mobilnya seraya menutup kaca mobilnya itu.Ping!Ponselnya berbunyi. Pria itu mengambilnya di atas dashboard mob
Sesampainya di kampus Grace, ia melihat pakaian yang dikenakan gadis itu sekarang telah basah. Sabtu ini dia masuk ke sekolah untuk mengikuti les matematika. Grace mengikutinya dan juga membayar uang tambahan untuk masuk ke kelas iti bersamaan dengan teman sekelasnya dan ada kelas lainnya yang disatukan."Lho, Sayang? Kok basah gini?" tanya Marvel melihat Grace itu."Tadi itu kepeleset Om. Jadinya basah.""Astaga, ayo masuk."Marvel menuntun Grace masuk ke dalam mobilnya itu dan mereka pun pergi ke hotel milik Marvel untuk mengeringkan seragam gadis itu. Sesampainya di kamar hotel, Marvel mematika. pendingin ruangan di kamar President Suite itu dimatikan oleh Marvel."Kamu ganti aja bajunya di sini, baju kamu masih ada di lemari kok. Baju seragamnya langsung di cuci aja. Terus keringkan dan jemur di angeran."Grace pun berlalu dari hadapan pria itu lalu masuk menuju kamar mandi. Sementara Marvel mengambil ponselnya untuk memberitahu Gerland bahwa dia tak lagi menjadi CEO di kantor itu
"Halo."Terdengar suara perempuan di sana. Dia mengernyitkan dahinya. Bagaimana bisa ponsel Marvel ada pada seorang perempuan? Grace yang tadinya itu memejamkan mata, beralih pada ponsel milik Marvel yang berdering. Marvel tak kunjung jua membuka matanya itu dan terpaksa ia mengambil ponsel Marvel yang tertera di sana adalah Gio Faminiano Tremont dan ada gambar lumba-lumba di sana."Lho, maaf. Ini siapa, ya? Marvel ada?" tanya Gio dengan hati-hati. Pria itu masuk ke dalam kamar mandinya walaupun kamar miliknya itu kedap suara, tetapi bisa jasi saja entah Lin, Claire atau Retirado menguping di balik pintu kamarnya itu."Ah, dia sedang tertidur.""Lo siapanya dia?"Grace terdiam, gadis itu lalu menepuk dengan kasar bahu Marvel sehingga pria itu meringis dan terdengar oleh Gio dati seberang. Pria itu mengernyitkan keningnya. Apakah mereka tengah bermain? Pikir Gio. Ah, padahal umurnya masih 25 tahun.Grace yang melihat Marvel sudah membuka matanya itu, dia memperlihatkan bahwa Gio tengah
Grace membuka secara diam-diam kancing baju pria itu lalu ia menyibaknya dengan perlahan membuat Marvel yang tadinya menatap ke arah lain kini beralih pada Grace yang telah membuka kancing kemejanya. Kulit tubuhnya itu terasa dingin karena terpaan pendingin ruangan yang menyala dan juga terkejut ketika kancing kemejanya telah terbuka oleh Grace. Marvel menatap manik mata gadis itu dengan tatapan bertanya, tetapi Grace tak mengindahkan tatapan itu.Dia cukup terpesona dengan bentuk tubuh Marvel itu dan ia teringat dahulu Marvel pernah menyuruhnya untuk menyentuh puting dada milik Marvel itu saat pria itu menginap di rumahnya. Grace pun menyentuh ujung dada Marvel itu membuat pria itu memejamkan matanya. Entah apa yang dirasakan oleh Marvel itu, tetapi di otak Grace cukup lucu sekali. Ia mengira bahwa pria tak memiliki puting dada seperti dirinya dan bentuk anatomi tubuh pria dan wanita itu juga cukup berbeda."Grace."Marvel memanggil nama Grace diiringi dengan desahannya dan juga bera
"Bolehkah aku mengambilnya, Sayang?" tanya Marvel memastikan pada gadisnya itu.Grace terdiam, sejujurnya ia belum pernah merasakan berhubungan dengan pria manapun apalagi Marvel yang baru saja ia kenal dan sekarang rasanya penasaran sekali."Apa itu akan berdarah?"Marvel tersenyum mendengar pertanyaan gadisnya itu."Pastinya Sayang, kalo kamu masih memiliki selaput darah maka selaput darah itu akan robek dan mengeluarkan darah. Tapi, jika kamu tak mempunyai selaput darah. Kamu tak akan mengeluarkan darah," jawab Marvel."Apa kamu pernah kecelakaan atau terjatuh?" tanya Marvel.Grace menggelengkan kepalanya."Jadi, apakah boleh aku mengambilnya sekarang? Kalo kamu gak mau gak apa-apa. Aku gak mau 'bermain' sama seorang perempuan yang dipaksa."Grace menatap mata Marvel. Terlihat ada hasrat yang ia tahan di sana."Boleh."Mendengar penerimaan dari gadis itu, Marvel memangut bibir mereka dengan penuh kasih sayang. Grace memeluk leher Marvel. Ia juga ketakutan jika dirinya nanti mengelu
"Sekarang buka gerbangnya, kalian bisa memastikannya saat aku sudah pergi," ujar Nantsu menatap sinis pada pengawal.Pengawal itu berpikir keras, mungkin saja itu benar. Nantsu adalah salah satu orang kepercayaan tuannya, jadi tidak mungkin dia berbohong."Baiklah, tetapi cepatlah kembali!" pengawal kemudian membuka gerbangnya.Tanpa mengacuhkan pengawal tersebut, Nantsu kemudian mengemudikan mobilnya dengan sangat kencang. Nantsu tersenyum puas dan sangat lega, karena semua rencananya berjalan dengan lancar. Sesekali dia melihat ke belakang dan melihat Grace yang masih tidak sadarkan diri di sana."Sebentar lagi Sayang, sebentar lagi!" Nantsu berujar dengan smirknya yang licik.2 jam lamanya Nantsu mengemudikan mobilnya, dia ha
Kemudian dia segera mencari kamar Marvel, dan ketika dia membuka pintu kamarnya dia tersenyum senang melihat Grace di sana. Akhirnya tujuannya akan tercapai yaitu merebut Grace dari Marvel dan membawanya pergi. Nantsu masuk dan menutup pintunya kembali. Terlihat seorang gadis sedang terlelap tidur di atas ranjang.'Oh, jika saja aku sedang tidak terburu-buru, akan aku pastikan kita akan bercinta saat ini juga,' batin Nantsu melongo menatap keindahan tubuh Grace meskipun dari belakang.Nantsu berjalan mendekat ke arah Grace dan duduk di sampingnya. Perlahan Nantsu membelai lembut pipi Grace membuat Grace terganggu dan mengerjap membuka matanya. Seketika Grace membuka matanya lebar dan menjauhi Nantsu."Apa yang kau lakukan?! Bagaimana bisa kau sampai di sini?! Untuk apa kau kemari?!!" bentak Nantsu merasa terkejut akan keberadaan Nantsu di kamar Marvel."Waktu kita tidak lama, pergilah bersamaku
"Ah tidak, aku akan menerimanya. Tapi aku tidak akan memakainya, bagaimana jika tergores, bagaimana jika hilang dan bagaimana jika kalung ini diambil orang. Aku akan menyimpannya, dan akan aku pakai lain kali di acara penting saja," lanjut Grace merasa sayang dengan kalung itu."Terserah padamu saja!" Marvel kembali memasukkan kalung itu pada kotak beludru itu dan menyerahkannya pada Grace.Grace menerima kotak itu dan menatap mata Marvel begitu dalam. Lalu dengan tiba-tiba dia berdiri dan meraih tengkuk Marvel Menciumnya dengan penuh kelembutan, memainkan lidah Marvel dan menyesapnya dalam. Marvel terkejut tetapi sangat menikmati ciuman ini, dia terkejut dengan ciuman Grace. Rasanya masih tidak percaya jika saat ini Grace sedang menciumnya. Grace melepas ciumannya dengan nafas yang masih tersenggal-senggal dan dengan cepat dia berlari ke kamar mandi menahan malu. Grace merutuki kebodohannya sendiri yang dengan tiba-tiba mencium Marvel.
Grace hanya diam dan kembali mengeratkan selimut untuk menutupi tubuhnya. Marvel berdiri dari duduknya dan mengambil sebuah buket bunga dan kotak beludru biru yang cukup mewah. Entah apa isinya tetapi Grace bisa menebak bahwa isinya pasti sebuah kalung atau perhiasan lainnya."Pilihlah salah satu, ini hadiah untukmu!" Marvel menyodorkan buket bunga sederhana di tangan kanannya yang menurut Grace itu benar-benar payah, karena bunga itu cukup berantakan dan dapat Grace tebak jika bunga itu dipetik dari kebun belakang, sementara kotak beludru biru di tangan kirinya."Hadiah? Untuk apa?" Grace menatap Davian bingung. Hari ini bukan hari ulang tahunnya lalu mengapa Marvel repot memberinya hadiah, Grace menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Untuk semalam."Grace yang semula menunduk kemudian menatap mata Davian. Ingatannya kembali kepada kejadian semalam, saat dirinya dengan paksa harus mengulum junior Marvel. Oh, sun
Marvel berjalan memasuki mobilnya dan berlalu pergi ke kantor meninggalkan mansion mewahnya. Setelah melihat mobil Marvel pergi, Grace bergegas masuk. Grace mulai menjalankan semua aktivitas paginya, tanpa tahu seseorang sedang mengawasinya dari jauh. Hari berlalu begitu cepat, jam menunjukkan pukul 7 malam. Dan benar saja, Marvel mengirimkan seseorang untuk meriasnya. Grace bingung dibuatnya, pasalnya dia tidak tahu alasan dibalik ini. Dia hanya bisa Grace semua perintah Marvel. Satu jam kemudian Grace sudah siap. Grace berdiri di depan cermin dan memandangi dirinya, dia menelan ludahnya sendiri.'Ke mana dia akan mengajakku pergi, mengapa aku harus memakai gaun terbuka seperti ini,' batin Grace menghela napasnya.Grace berjengit kaget ketika tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang. Marvel memeluk erat Grace dari belakang dan mendaratkan ciuman di leher jenjang Grace, kemudian menumpukkan dagunya di bahu Grace.
Jeol berhenti di tepi jalan yang sepi setelah tadi usai kebut-kebutan di jalanan. Jeol berteriak, memukul kepalanya sendiri dan berulang kali menghantam kemudinya dengan keningnya."Bego lo Jeol! Gila! Sinting!" maki Jeol pada dirinya sendiri."Dia Grace, istri Marvel, sahabat lo!" teriaknya yang tentu di tujukanpada dirinya sendiri."Jeol gila!" Lagi, Jeol kembali menghantam kemudi dengan keningnya sendiri."Kak ... jangan nyakitin diri sendiri." Sebuah suara halus, lembut dan begitu ia kenali membuat Jeol cepat-cepat mengangkat kepalanya, menatap kursi di sebelahnya yang semula kosong namun kini sudah terisi dengan objek kegilaannya tadi. Jeol berteriak, memukul kepalanya sendiri guna menghilangkan sosok Grace di sampingnya."Pergi Grace! Pergi!" teriak Jeol frustasi.Setelah bermenit-menit kemudian, baru Jeol berani membuka mata, di tatapnya kursi sebelahnya yang kini telah kosong seperti semula. Jeol lelah, ia menyandarkan punggung dan kepalan
la kembali ikut tertawa begitu melihat Bryan dikerjai oleh ayahnya, tawa kosong, tawa yang diam-diam di penuhi rasa iri hingga membuat matanya di isi buliran air yang siap jatuh kapan saja. Marvel yang sedari tadi memperhatikan istrinya, kini sedikit bergerak merapatkan kursinya agar lebih dekat pada istrinya. la genggam jemari Grace yang di letakkan di paha lalu membawanya ke pahanya sendiri. Begitu Grace mengalihkan tatapan ke arahnya, Marvel makin mengeratkan genggaman tangannya, ia berikan tatapan seteduh mungkin, sehangat yang ia bisa untuk menyalurkan rasa hangat pada istrinya. Grace tersenyum kecil, matanya yang sedikit memerah jadi menyipit kala bibirnya tertarik ke atas. "Mau nambah?" tanya Grace sebisa mungkin meredam rasa sesaknya. Marvel menggeleng, ia malah meletakkan sendoknya dan beralih mengusap pelan pipi Grace. "I'm here," bisik Marvel pelan, Grace mengangguk dengan mata memerahnya yang cepat-cepat ia usap dengan gerakan seolah mengusap hidungnya.
"Terus nanti kalau mogok lagi, Bapak gimana?" tanya Grace. "Gini ajalah, kebetulan di depan sana sekitaran beberapa meter lagi ada pom bensin. Bapak berhenti di situ, nanti saya carikan tukang bengkel yang bisa jemput Bapak," ucap Jeol pada Pak Didit. Grace kali ini setuju, Pak Didit pun mengiyakan. Sebelum menaiki mobil Jeol, Grace berjalan menuju mobilnya terlebih dahulu guna mengambil tasnya. Setelah segala macam barang bawaannya sudah di tangannya, Grace menghampiri Jeol dan Pak Didit yang masih menunggu. "Bapak duluan Pak, biar kita ngiringin di belakang," ucap Grace sebelum masuk ke dalam mobil Jeol. Setelah mobil Pak Didit melaju, barulah Jeol juga ikut melajukan mobilnya tepat di belakang mobil Pak Didit. Sementara Jeol sibuk menyetir, Grace sendiri sibuk mengistirahatkan badan. "Capek, ya?" tanya Jeol yang diangguki Grace. "Aku boleh numpang tidur nggak, Kak?" tanya Grace dengan suara lelah dan bercampur ngantuk. Jeol menoleh kearah Graxe
"Ya biarin," jawab Grace tak acuh.Marvel hanya tersenyum kecil, ia tahu Grace hanya ingin dirinya istirahat, tapi ya mau bagaimana lagi, pekerjaannya masih ada sedikit lagi, dan ia pun baru selesai makan. Dengan Grace masih berada di gendongan depannya, Marvel kembali menuju sofa tempatnya bekerja tadi, ia duduk di sana dengan Grace yang juga ikut duduk di pangkuannya. Marvel mulai kembali bekerja, sementara Grace hanya bisa cemberut karena Marvel kembali berkutat pada laptopnya.Merasakan gerakan abstrak jemari Grace di punggungnya, Marvel membujuk, "sebentar ya, ini dikit lagi selesai."Setelahnya, ia kembali fokus pada laptopnya. Dua keluarga besar kini sudah berkumpul memenuhi meja makan Marvel, para orang tua sedang asik berbincang sambil menunggu masakan siap di sajikan. Sementara Bryan dan Gio asik berdebat mengenai ajang badminton yang memang sedang diadakan di Korea. Marvel? Marvel ya Marvel, ia hanya akan bersuara ketika di tanya, atau bahkan hanya mengangg