“Cincin?”
Apa yang dikatakan supir itu benar. Jika memang Devanda menginginkannya, mengapa ia tidak membelinya? Bahkan jika itu berharga semahal satu toko emas itu, kekayaan Andriyan lebih dari mampu untuk membelinya. Devanda sangat tahu hal itu, tapi kenapa?
“Tolong cari tahu. Cincin apa itu dan mengapa Devanda tidak membelinya. Kamu mengerti?”
Supir tersebut mengangguk patuh. “Baik, Tuan.”
Meski dia tidak tau apa yang sedang ada di dalam benak istrinya hingga sekarang, tapi setidaknya dia harus tau apa yang terjadi pada istrinya sampai suasana hatinya memburuk seharian.
***
“Selamat datang, tapi maaf kami belum buk--” Suara karyawan toko emas itu terhenti ketika melihat Devanda datang dengan wajah pucat dan napas yang terengah-engah di pagi buta. Bahkan toko emas belum buka karena ini bukan jam operasi dan dia masih akan bersih-bersih dulu.
Namun Devanda datang seperti baru berlarian dari rumah ke toko emas ini. Dia bahkan sendirian
Aku seperti hidup sebagai pion permainan takdir. Apakah aku semenarik itu dan semenyenangkan itu untuk dipermainkan? Apakah Tuhan begitu senang melihat penderitaanku? Lantas, mengapa rantai penderitaan terus bersambung dari dulu hingga sekarang? Kesalahan apa yang telah Devanda perbuat hingga dia disebut layak untuk mendapat hukuman Tuhan?Satu-satunya kesamaan antara kehidupan pertama dan kedua adalah keberanian untuk bunuh diri. Tidak peduli seberapa keras Devanda memikirkannya, dia masih belum juga menemukan alasan di bagian mana kah dari perbuatannya yang membuat waktu kembali terulang jauh sebelum penderitaan itu terjadi?Dan kini bukan hanya kematiannya yang sama, melainkan cincin itu.“Mayja, tinggalkan aku sebentar.”“Tapi Nona, kondisi Anda--”“Kumohon, May. Aku baik-baik saja. Tinggalkan aku sendirian.”Devanda menunduk sembari menutup wajahnya. Melihat atasannya menderita benar-benar membuat Mayja ikut ke
“Ini bukan kesalahan dokter itu, bahkan dokter terbaik di ibukota tidak akan bisa memberikan Nona Devanda diagnose yang tepat,” ucap Mayja yang membuat Andriyan mendongak. Di sebelah Mayja ada Rasel berdiri di sebelahnya. Entahlah, Andriyan tidak bisa berpikir jernih sekarang. Dia bisa saja memarahi siapa pun yang mengajaknya bicara jika itu bukan tentang Devanda.“Selama ini kamu tau kondisi Devanda tapi kamu membiarkannya begitu saja? Kamu bahkan tidak mengatakan apa pun padaku yang merupakan suaminya,” kata Andriyan.Mayja memperhatikan Devanda yang masih terbaring lemah. Dia tidak peduli dengan apa pun hal buruk yang hendak Andriyan sampaikan. Posisinya di sini adalah sebagai asisten Devanda yang dari awal hingga akhir akan selalu patuh dan berada di sisi perempuan itu.“Saya tidak pernah merasa nikmat melihat atasan saya sakit. Bahkan jika itu berkaitan dengan perlakuan Anda pada beliau. Saya melakukan semua hal yang memang beliau perlukan. Sa
Ini pertama kalinya aku melihat Andriyan seperti ini. Sepertinya dia benar-benar serius dengan ucapannya padaku, pikir Devanda.“Bukankah kamu harus pergi? Turun saja ke bawah dan ambil sarapannya sendiri. Lagipula, bukannya kamu mau keluar? Kamu kan harus kerja.”Andriyan tidak menjawab, dia tampak menatap Devanda serius seolah mengatakan apakah perempuan itu serius dengan ucapannya barusan.Devanda pun menghela napas berat. “Ini bukan masalah besar, Iyan. Aku tidak tau apa yang Mayja katakan padamu selama aku tidak sadar, tapi ini memang sudah terjadi beberapa kali sebelumnya. Itu terjadi beberapa tahun lalu, setelahnya, aku tidak pernah mengalami kejadian seperti itu lagi. Aku bahkan tidak tau kalau Mayja masih menyimpan obat dan membawanya ke mana-mana. Padahal kejadian seperti ini tidak pernah terjadi selama beberapa tahun terakhir. Aku diberitahu bahwa aku sudah sembuh total.”“Vanda, kalau Mayja tidak ada di sini kemari
“Baris ini dan baris pertama itu.”Andriyan menunjuk hampir seluruh isi etalase perhiasan di toko emas terkenal kota.“Saya beli semuanya,” ucap Andriyan.“HAH?!” ucap seluruh karyawan toko bersamaan.“Aku serius.”Mungkin setelah ini akan gempar rumor dan berita bahwa ada orang kaya gila yang memborong isi toko emas. Sembari menyiapkan untuk membungkus perhiasan-perhiasan yang Andriyan beli, karyawan tersebut bertanya, “Tapi, Tuan, apakah memang boleh membeli seperti ini? Maksud saya, mungkin saja orang yang akan menerima hadiah lebih suka perhiasan berwarna.”Kalau dipikir-pikir, sejak menikahi Devanda aku tidak pernah tau apa yang dia suka. Belum lama ini, aku aku tidak pernah mengira kalau Devanda akan tertarik pada perhiasan.Andriyan jadi merasa bersalah karena telah menjadi suami yang buruk untuk sang istri. Meski pun Devanda sama sekali tidak peduli dengan kemewahan, tapi bukankah seharusnya ia tau apa y
Pagi ini seluruh pelayan kediaman Andriyan Prakarsastra berbondong-bondong memindahkan barang yang baru saja Andriyan beli. Devanda yang mendengar keributan itu tentu langsung berjalan keluar dari kamarnya dan turun ke lantai bawah. Di sana dia bersedekap dada dan memperhatikan barang-barang itu dipindahkan. Ternyata saat dibuka, itu adalah perhiasan-perhiasan yang dibelikan Andriyan untuk Devanda.“Astaga, kenapa membeli begitu banyak? Ini tidak berguna.”Mayja yang baru datang langsung menyapukan pandangannya. Tidak biasa rumah seberisik ini. Apakah akan ada acara? Tapi kenapa nonanya tidak mengatakan apa pun padanya?“Mayja, kamu sudah datang,” ucap Devanda. Mayja pun berlari mendekati nonanya. “Bagaimana? Apa kamu sudah mengantar Daffa ke bandara dengan aman?”Mayja mengangguk. “Ya, Nona. Dia mungkin akan sampai di ibukota nanti malam,” kata Mayja. Karena Daffa harus segera masuk sekolah, maka dari itu Devanda segera menendangnya untuk k
“Ini malam yang sangat menarik,” ucap Andriyan sembari terus berjalan dan menggendong Devanda.Lama-lama Devanda jadi merasa nyaman saja berada dalam gendongan Andriyan. Ia pun terus menyapukan pandangannya ke sekitar. “Aku baru tau bentuk tempat ini hari ini.”“Tentu saja kamu tidak tau karena kamu jarang berkeliling ke belakang rumah,” kata Andriyan.“Aku berharap aku tau sebelumnya,” kata Devanda dengan tatapan yang mulai sendu.“Di sini?”Devanda mengangguk. “Ya, mungkin aku bisa lebih sering datang ke sini selama aku tinggal di Bali.”“Kamu terdengar seperti mau pergi ke suatu tempat,” kata Andriyan yang tidak nyaman dengan kata-kata Devanda.Devanda baru menyadari beberapa perkataannya barusan. Ini memang terdengar menyedihkan, tapi Andriyan adalah suami yang baik. Mungkin dibandingkan ketiga kehidupan yang Devanda jalani, Andriyan akan selalu menjadi urutan teratas. Tapi yang pasti, posisi ini tidak akan selamanya
Rasel mengurut pangkal hidungnya karena mulai kembali pusing. Padahal sudah beberapa hari kondisinya membaik karena Senja sedang dalam minggu ujian sehingga tidak berulah. Namun, karena beberapa hal yang terjadi pada keluarga Andriyan baru-baru ini, jadi ada beberapa hal yang perlu Rasel bereskan.Selain urusan di kantor, dia juga harus menyelesaikan urusan pribadi Andriyan sebagai asistennya. Pria yang dikirim untuk mencari tahu mengenai penyakit yang dialami Devanda selama di ibukota akhirnya tiba. Dia hendak menyampaikan laporan hasil dari penyelidikannya.“Tidak ada yang mau bicara, Pak. Semua orang bungkam seolah memang benar-benar tidak pernah terjadi apa pun pada beliau,” ucapnya.Rasel yang sebelumnya akan menandatangani salah satu laporan, langsung terhenti. Dia kembali mendongak untuk memastikan apa yang baru saja dia dengar. “Kekuatan keluarga konglomerat memang besar. Beliau juga satu-satunya putri sulung yang dijaga. Apa kamu tidak bis
“Cucu cantikku.”Isak tangis Devanda pecah seketika. Dia tidak menyangka akan bertemu sang nenek dalam keadaan masih bernapas di kehidupan ketiga ini. Padahal seingatnya di kehidupan pertama dan kedua, sang nenek sudah tiada saat dirinya berusia 7 tahun. Lantas bagaimana bisa sang nenek masih hidup di kehidupan ketiga?“Nenek ….”“Iya, nenek tau. Pasti ada banyak ternyataan yang ingin kamu sampaikan.”Danica memberikan kode kepada pegawai kafe untuk menyiapkan menu sesuai yang ia pesan. Sebagai nenek jelas dia tau selera cucunya. Karena masih tidak percaya dengan apa yang ia lihat, Devanda terus memperhatikan Danica tanpa beralih sedikit pun.“Nenek, bagaimana bisa?”“Sebelum membahas nenek, nenek ingin membahas kamu.” Danica menangkup sebelah pipi Devanda, kemudian mengusapnya dengan ibu jari. “Pasti berat ya harus menjalani tiga kehidupan berturut-turut.”Tubuh Devanda membeku di tempat. Tidak hanya hidup kembali di ke
Lantas muncul-lah kepingan-kepingan ingatan dari kehidupan pertama. Semua ingatan tentang bagaimana sosok Andriyan terus mewarnai dan memutari hidupnya. Andriyan di kehidupan pertama bagi Devanda sungguh indah. Dia merupakan pria yang sangat bisa diandalkan dan menjadi pelindung hidup Devanda.Tidak berhenti Devanda terkekeh melihat Andriyan yang terus memainkan gitarnya di taman mereka sambil memanggili namanya. Pria yang tidak takut dengan apa pun dan menjadi bagian dari keindahan melodi, itu yang terbenam dalam hati Devanda. Sampai akhirnya satu demi satu peristiwa terjadi yang membuat kecemasan dan ketakutan pada diri pria itu bermunculan.Orang-orang jahat yang tidak suka Andriyan dan Devanda bahagia berkeliling di sekitar mereka untuk bergantian memberikan racun mereka. Tubuh Devanda tiba-tiba tidak seperti normalnya. Dia terus sakit-sakitan dan hanya berdiam di kamar. Meski begitu Devanda selalu menginginkan anak dari Andriyan. Dia ingin melahirkan anak Andriyan padahal kondisi
Lantas muncul-lah kepingan-kepingan ingatan dari kehidupan pertama. Semua ingatan tentang bagaimana sosok Andriyan terus mewarnai dan memutari hidupnya. Andriyan di kehidupan pertama bagi Devanda sungguh indah. Dia merupakan pria yang sangat bisa diandalkan dan menjadi pelindung hidup Devanda.Tidak berhenti Devanda terkekeh melihat Andriyan yang terus memainkan gitarnya di taman mereka sambil memanggili namanya. Pria yang tidak takut dengan apa pun dan menjadi bagian dari keindahan melodi, itu yang terbenam dalam hati Devanda. Sampai akhirnya satu demi satu peristiwa terjadi yang membuat kecemasan dan ketakutan pada diri pria itu bermunculan.Orang-orang jahat yang tidak suka Andriyan dan Devanda bahagia berkeliling di sekitar mereka untuk bergantian memberikan racun mereka. Tubuh Devanda tiba-tiba tidak seperti normalnya. Dia terus sakit-sakitan dan hanya berdiam di kamar. Meski begitu Devanda selalu menginginkan anak dari Andriyan. Dia ingin melahirkan anak Andriyan padahal kondisi
“Senorita, dengarkan aku. Tolong jangan katakan apa pun, kepada siapa pun, kalau suatu saat kau tiba-tiba melihatku tidak sadarkan diri.”“Sa—saya tidak mungkin berani melakukan itu, Tuan! Nyonya … Nyonya harus tahu, kan?”Andriyan menggeleng. “Jangan! Jangan sampai dia tahu! Cukup pengawal saja agar mereka membawaku ke kamar tamu di ujung,” ucap Andriyan.“Tapi Tu … Tuan!” Senorita terkejut melihat tuannya tiba-tiba kehilangan kesadaran. Dia bingung dan panik atas apa yang harus dilakukan. Memanggil nyonyanya tidak mungkin karena Andriyan baru saja memberikan amanat untuk tidak bercerita pada siapa pun jika dirinya kehilangan kesadaran. Dengan panik, Senorita segera berlari keluar rumah untuk memanggil pengawal. “TUAN-TUAN! TOLONG SAYA!”Karena khawatir, para pengawal segera ikut masuk dan menyiapkan senjata mereka apabila memang terjadi bahaya, tapi ternyata yang mereka lihat adalah tuannya yang tergeletak di atas lantai. “Apa yang terjadi, Senorita?!” tanya mereka yang panik.“Ini
“Senorita, dengarkan aku. Tolong jangan katakan apa pun, kepada siapa pun, kalau suatu saat kau tiba-tiba melihatku tidak sadarkan diri.”“Sa—saya tidak mungkin berani melakukan itu, Tuan! Nyonya … Nyonya harus tahu, kan?”Andriyan menggeleng. “Jangan! Jangan sampai dia tahu! Cukup pengawal saja agar mereka membawaku ke kamar tamu di ujung,” ucap Andriyan.“Tapi Tu … Tuan!” Senorita terkejut melihat tuannya tiba-tiba kehilangan kesadaran. Dia bingung dan panik atas apa yang harus dilakukan. Memanggil nyonyanya tidak mungkin karena Andriyan baru saja memberikan amanat untuk tidak bercerita pada siapa pun jika dirinya kehilangan kesadaran. Dengan panik, Senorita segera berlari keluar rumah untuk memanggil pengawal. “TUAN-TUAN! TOLONG SAYA!”Karena khawatir, para pengawal segera ikut masuk dan menyiapkan senjata mereka apabila memang terjadi bahaya, tapi ternyata yang mereka lihat adalah tuannya yang tergeletak di atas lantai. “Apa yang terjadi, Senorita?!” tanya mereka yang panik.“Ini
“Senorita, dengarkan aku. Tolong jangan katakan apa pun, kepada siapa pun, kalau suatu saat kau tiba-tiba melihatku tidak sadarkan diri.”“Sa—saya tidak mungkin berani melakukan itu, Tuan! Nyonya … Nyonya harus tahu, kan?”Andriyan menggeleng. “Jangan! Jangan sampai dia tahu! Cukup pengawal saja agar mereka membawaku ke kamar tamu di ujung,” ucap Andriyan.“Tapi Tu … Tuan!” Senorita terkejut melihat tuannya tiba-tiba kehilangan kesadaran. Dia bingung dan panik atas apa yang harus dilakukan. Memanggil nyonyanya tidak mungkin karena Andriyan baru saja memberikan amanat untuk tidak bercerita pada siapa pun jika dirinya kehilangan kesadaran. Dengan panik, Senorita segera berlari keluar rumah untuk memanggil pengawal. “TUAN-TUAN! TOLONG SAYA!”Karena khawatir, para pengawal segera ikut masuk dan menyiapkan senjata mereka apabila memang terjadi bahaya, tapi ternyata yang mereka lihat adalah tuannya yang tergeletak di atas lantai. “Apa yang terjadi, Senorita?!” tanya mereka yang panik.“Ini
“Tidak! Kumohon! Kumohon jangan!” Mayja terus mencoba membuka ikatan tangannya. Dia tidak bisa mati begitu saja. Rasel pun memintanya untuk tetap hidup. Jadi Mayja tidak boleh mati.“Jika tak bersamaku lagi, ingat warna langit favoritku. Jika memang sudah tak berjalan seiring, jaga diri masing-masing. Jika tiba waktunya nanti, yang tak dipaksa yang kan terjadi. Walau memang sudah tak berjalan seiring, jaga diri masing-masing. Sampai bertemu di lain bumi … sampai bertemu di lain hari ….”Mendadak lagu itu terngiang di dalam telinga Mayja. Lagu ini adalah lagu yang Mayja dengar di dalam mimpinya ketika bertemu Rasel. Apa Rasel ada di sini? Apa Rasel akan membantunya? Pandangan Mayja terus mengedar, sedangkan langkah Sandy semakin maju untuk menjatuhkan mereka bersama.Air mata sudah berlinangan di pipi Mayja. Di saat begini dia paling merindukan Rasel yang tidak akan ragu untuk datang setiap dirinya berada dalam bahaya. Namun Mayja sama sekali tidak bisa menjaga dirinya sendiri. Ini bod
“Maafkan aku, tapi hasilnya menunjukkan adanya tumor di dalam otakmu, Andriyan. Tumor ini cukup besar dan sudah mencapai stadium akhir. Berdasarkan kondisi tumor yang sudah mencapai stadium akhir dan ukurannya yang cukup besar, prognosisnya memang tidak menggembirakan.”Akhir-akhir ini Andriyan lebih sering melamun jika tidak diajak bicara. Seolah ada banyak hal yang sedang dia pikirkan. Bio yang kini menggantikan posisi Rasel sebagai asisten pribadinya mulai menyadari beberapa keanehan itu.Ia pun meletakkan tangannya di bahu Andriyan. “Ada masalah, Tuan?”“Kapan kita bisa menemukan Sandy?” tanya Andriyan yang pandangannya sama sekali tidak beralih dan masih melamun.“Tuan!”Sontak Andriyan tersentak mendengar teriakan itu. Dia segera menoleh ke arah Bio dengan raut marah. “Kenapa kamu berteriak?!”“Saya hanya khawatir pada Anda yang akhir-akhir ini sering tidak fokus. Padahal baru beberapa waktu lalu saya melaporkan bahwa kami menerima kabar bahwa kini dia berada di Bali. Ada orang
“Takdir sedang berulang. Akan ada konsekuensi dibalik pengulangan peristiwa yang pernah terjadi sebelumnya.”Konsekuensi, tampaknya itu yang sedang Andriyan hadapi saat ini. Kejadian di kehidupan kali ini memang banyak mirip di kehidupan pertama, tapi bedanya Devanda yang diserang oleh penyakit mematikan. Entah mengapa rasanya Andriyan lebih tenang jika memikirkan bahwa orang yang diberi penyakit adalah Devanda, bukan dirinya. Sehingga Andriyan hanya perlu menemukan Sandy Gautama agar Devanda tidak lagi dalam bahaya.Tubuh Andriyan terjatuh lemas di bangku tunggu rumah sakit. Dari banyaknya orang yang berlalu-lalang, dia merasa seperti hanya dirinya yang memiliki waktu singkat dan terhenti di tempat. Dia tidak bisa memikirkan apa pun. Mengetahui kabar bahwa akan mati ternyata tidak terlalu menyenangkan saat memiliki seseorang yang berharga. Bukankah tangis Devanda akan begitu kencang berhari-hari setelah kepergiannya nanti?Berbagai hal indah yang masih ingin dibagikan Andriyan pada D
“Anak dan wanita? Kalau melihat dari situasi di sekitarnya, kemarin saat diperiksa Moana itu sedang hamil … hah?!” Devanda langsung menutup mulutnya. Tidak percaya jika apa yang dikatakan Andriyan waktu itu memiliki kemungkinan untuk benar. “Ti—tidak mungkin, kan?”Andriyan mengedikkan kedua bahunya sembari bersedekap dada. Sebenarnya dia mendatangi Jonathan atas permintaan istrinya itu. Padahal berbincang dengan pria itu terasa sangat menyebalkan. Meski Andriyan memang merasakan perubahan yang signifikan darinya.Di lain sisi, Devanda merasa tenang karena Jonathan di penjara. Sehingga ancaman terbesarnya dalam kehidupan ketiga ini bisa dia hindari sejauh-jauhnya. Satu-satunya masalah yang harus Devanda tuntaskan hanya tentang Sandy Gautama yang posisinya masih berkeliaran di luar sana. Kapan pun dia bisa mendatangi Mayja lagi. Itu sebabnya Devanda masih belum bisa merasa sepenuhnya tenang.“Siapa pun wanita dan anak yang Jonathan maksud, semoga saja dia baik-baik saja. Karena tidak a