Rasel mengurut pangkal hidungnya karena mulai kembali pusing. Padahal sudah beberapa hari kondisinya membaik karena Senja sedang dalam minggu ujian sehingga tidak berulah. Namun, karena beberapa hal yang terjadi pada keluarga Andriyan baru-baru ini, jadi ada beberapa hal yang perlu Rasel bereskan.
Selain urusan di kantor, dia juga harus menyelesaikan urusan pribadi Andriyan sebagai asistennya. Pria yang dikirim untuk mencari tahu mengenai penyakit yang dialami Devanda selama di ibukota akhirnya tiba. Dia hendak menyampaikan laporan hasil dari penyelidikannya.
“Tidak ada yang mau bicara, Pak. Semua orang bungkam seolah memang benar-benar tidak pernah terjadi apa pun pada beliau,” ucapnya.
Rasel yang sebelumnya akan menandatangani salah satu laporan, langsung terhenti. Dia kembali mendongak untuk memastikan apa yang baru saja dia dengar. “Kekuatan keluarga konglomerat memang besar. Beliau juga satu-satunya putri sulung yang dijaga. Apa kamu tidak bis
“Cucu cantikku.”Isak tangis Devanda pecah seketika. Dia tidak menyangka akan bertemu sang nenek dalam keadaan masih bernapas di kehidupan ketiga ini. Padahal seingatnya di kehidupan pertama dan kedua, sang nenek sudah tiada saat dirinya berusia 7 tahun. Lantas bagaimana bisa sang nenek masih hidup di kehidupan ketiga?“Nenek ….”“Iya, nenek tau. Pasti ada banyak ternyataan yang ingin kamu sampaikan.”Danica memberikan kode kepada pegawai kafe untuk menyiapkan menu sesuai yang ia pesan. Sebagai nenek jelas dia tau selera cucunya. Karena masih tidak percaya dengan apa yang ia lihat, Devanda terus memperhatikan Danica tanpa beralih sedikit pun.“Nenek, bagaimana bisa?”“Sebelum membahas nenek, nenek ingin membahas kamu.” Danica menangkup sebelah pipi Devanda, kemudian mengusapnya dengan ibu jari. “Pasti berat ya harus menjalani tiga kehidupan berturut-turut.”Tubuh Devanda membeku di tempat. Tidak hanya hidup kembali di ke
“Sekali lagi aku bertanya, apa ada sesuatu antara kamu dan Rasel?”Mayja yang sebelumnya menatap Devanda dengan serius jadi ikut terkekeh karena perempuan itu menggodanya. “Tidak ada seperti itu, Nona. Saya dan Rasel hanya rekan kerja.”“Benarkah? Hanya rekan kerja? Sungguh?” Devanda menaik-turunkan alisnya karena merasa tidak yakin jika tidak ada hubungan spesial antara Mayja dan Rasel.Keduanya tertawa, tapi memang tidak ada kebohongan dari Mayja. Di awal mungkin dia sedikit tertarik pada Rasel, tapi hanya itu. Tidak lebih, karena dia sadar bahwa keduanya mungkin hanya cocok dan dapat menjadi dua individu yang berbaur jika dalam konteks rekan kerja saja.“Benar. Saya dan Rasel hanya cocok sebagai rekan kerja.” Mayja mengalihkan pandangannya. Dia teringat beberapa hal baik tentang Rasel. Dari segala permasalahan hidup yang dia punya, sepertinya Rasel tidak cocok berada di sana. Untuk itu Mayja berpikir bahwa Rasel lebih baik bertemu perempu
Rasel tidak mengerti di mana titik salahnya sampai Mayja tampak kesal padanya. Bukankah wajar bagi kita untuk menghormati orang tua? Tidak semua orang beruntung masih memiliki orang tua seperti Mayja. Apa benar kalau memang Mayja yang sedang membangkang kepada orang tuanya?“Mayja, aku hanya ingin membantumu.”“Kamu tidak membantu apa pun!”Mayja pergi, meninggalkan mereka semua karena darahnya sudah naik sampai kepala. Di dapur, dia segera membuka kulkas dan mengambil air dingin untuk diminum. Di sanalah dia bertemu Andriyan yang sedang berniat mengambilkan Devanda beberapa buah-buahan.“Mereka keluargamu, Mayja?”Mayja meminum air di gelasnya dengan penuh amarah. “Saya tak pernah menganggap mereka keluarga lagi dan di mata mereka saya hanyalah alat.”Andriyan mengerti akan situasi itu, sangat mengerti. Di dalam keluarga besar Prakarsastra, kebanyakan cucu-cucunya juga merupakan alat persaingan untuk menuju po
“Are you okay?” Satu pertanyaan itu langsung diterima Mayja ketika mendatangi kamar Devanda. Karena sudah mengenalnya sejak lama, jelas Devanda tau apa saja yang sudah terjadi pada keluarga Mayja dan segala permasalahannya. Tidak hanya sebagai asistennya, Mayja sudah seperti teman dekat Devanda yang saling membantu dan menguatkan satu sama lain.“Mungkin dalam waktu dekat Anda akan datang ke pernikahan saya,” ucap Mayja diiringi kekehan sembari mulai menyisiri rambut Devanda.“APA? Tapi kenapa? Jodohmu kan--”“Jodoh saya kenapa?”Hampir saja Devanda keceplosan mengatakan siapa pria yang seharusnya menikah dengan Mayja di masa depan.Sepulang dari pekerjaannya, Sandy sudah menunggu di depan kediaman Andriyan seperti yang sudah ia janjikan. Mayja menghela napas berat karena dia harus mempersiapkan diri untuk berinteraksi dengan pria yang sama sekali tidak dia inginkan kehadirannya
Devanda terdiam. Dia seperti benar-benar tercerahkan oleh setiap kalimat Senorita. Sepertinya dia harus mempertahankan pelayan itu. Jadi setiap ada hal yang kurang Devanda pahami mengenai kehidupan ketiga ini, dia akan menanyakannya kepada Senorita. Sehingga tidak akan terlalu putus asa dengan keputusan Tuhan.Hah … aku tidak percaya bahwa perkataan Senorita hari ini benar-benar membuatku kepikiran. Andriyan berubah? Itu tidak mungkin, kan? Apalagi aku juga masih ingat dulu dia bilang kalau akan setia jika memiliki istri. Apa keputusanku untuk memilih Andriyan salah?Andriyan baru saja masuk kamar. Hal pertama yang dia perhatikan pastilah sang istri yang tampak banyak pikiran. “Apa yang sedang kamu pikirkan?”Devanda langsung menghela napas berat. Bagaimana mungkin dia bisa tidak terbiasa jika setiap hari melihat pria ini dalam kamar yang sama? Tidak bisakah mereka pisah kamar atau mela
Sampai tengah malam, Devanda sama sekali tidak bisa tidur. Dia sangat bingung dengan situasinya. Kini Andriyan terlelap, dengan posisi memeluk tubuh wanita itu. Rasanya sangat nyaman sekali pria ini karena dia tidak bergerak sedikit pun. Devanda yang sudah pegal dengan berat hati mengalah dan membiarkan Andriyan terus memeluknya.Entah mengapa isi kepala Devanda saat ini sangat buntu. Dia tidak tau lagi dengan cara apa untuk membuat kelekatan Andriyan padanya menghilang, sebab tampaknya perasaan pria itu padanya semakin bertambah. Mengingat nyanyian yang ditunjukkan pria itu tadi kepadanya.Sesekali Devanda melirik wajah Andriyan yang seperti tidak ada beban itu. Apakah suatu saat akan benar-benar ada waktu di mana dia dan Andriyan tidak lagi berjumpa dalam waktu yang lama? Mungkin Devanda akan mengingat Andriyan dengan baik, sebagai suami terbaik dalam ketiga kali kehidupannya.***“Nyonya!”Devanda mende
Tidak mungkin … setelah beberapa minggu dia sengaja tidak memprovokasiku, sekarang kami akan melakukannya lagi.Andriyan mulai menciumi leher Devanda dari belakang, dengan tangan yang meremas kedua buah dada Devanda.Ini mungkin karena kemarin dia sangat mengkhawatirkanku. Kalau sekarang kamu melakukannya lagi tanpa ragu, itu artinya kamu sudah memastikan kondisiku sudah lebih baik. Kehidupan ketiga ini sangat aneh, aku mendapatkan suami yang sangat memperhatikan kondisiku. Berbeda dengan Jonathan dulu yang akan melakukannya kapan pun dia menginginkannya, tidak peduli saat itu aku sakit atau tidak, yang penting kebutuhan biologisnya terpenuhi …Mengingat masa lalu memang cukup menyakitkan, ya.Tapi, sifat Andriyan juga tidak bisa begini terus. Kami bukannya akan tinggal bersama selamanya. Jadi, dia tidak boleh terbiasa denganku.“Devand
Devanda memakan lagi roti suapan dari Andriyan. Dari tadi dia memang duduk dengan anteng di atas kasur dan hanya Andriyan yang bergerak. Tanpa disadarinya, ada perasaan aneh yang mulai mengalir hangat memenuhi dadanya. Hingga menjadi kupu-kupu yang berterbangan di dalam perut.Berada di dekat Andriyan memang tidak akan pernah ada kata terbiasa. Bahkan sampai saat ini, aku masih merasa aneh dan janggal. Tapi perasaan aneh kali ini berbeda, apa ya? Aku pun tidak mengerti, batin Devanda yang terus memperhatikan Andriyan.Setiap gerakan tangan Andriyan yang menyuapinya, tatapan teduhnya yang membuat siapa pun merasa nyaman untuk berada di dekatnya, hingga kekehannya ketika melihat mulut Devanda comot … ini adalah …Devanda menyadari tatapan ini, juga perlakuan yang Andriyan berikan padanya.“Ayo aaa Vanda.” Andriyan tersenyum hangat, memancarkan rasa nyaman yang luar biasa.Tatapan pria