“Apa?” Sakti merasa tidak percaya dengan permintaan anaknya. Pasti bukan itu yang Devanda maksud, kan?
“Vanda ingin menikah dengannya,” ucap Devanda sambil menunjuk ke arah Andriyan.
“Dia siapa?” Sakti menoleh ke arah Aji. “Om Aji?”
Devanda melotot dan segera menggeleng. “Iyan. Andriyan Prakarsastra.”
Andriyan yang sibuk mengedarkan pandang akhirnya kembali menatap Sakti, Aji, dan Devanda dengan tatapan bingung karena mereka memperhatikan dirinya bersamaan. “Saya?”
Devanda mengangguk mantap. “Keputusan Vanda sudah bulat, Pa. Vanda harus menikah dengan Iyan.”
Sakti masih bingung karena anak perempuannya yang masih bau kencur ini bahkan baru memperoleh KTP tahun ini. Kenapa jadi tiba-tiba sekali ingin menikah dengan laki-laki yang belum mapan maupun jelas masa depannya? Namun, sejak kecil sampai sekarang, Devanda bukan anak yang rewel. Bahkan belum pernah meminta apa pun padanya. Sehingga Sakti sangat terharu karena akhirnya anaknya mengajukan permintaan.
“Boleh Papa tahu kenapa Vanda ingin menikah dengan Iyan? Vanda kan baru pertama kali bertemu dengan Iyan,” ucap Sakti. Aji jadi ikut menyimak dengan saksama.
“Karena … dia ganteng?” Vanda mengatakannya dengan serius. Bahkan raut wajahnya menunjukkan kejujuran, tidak ada indikasi bahwa dia bercanda atau bohong. Devanda sangat serius dan sadar dengan apa yang diucapkannya.
“Tapi ini terlalu tiba-tiba, Nak. Selama ini Papa saja tidak tahu kalau selera pria Devanda adalah yang tampan.”
Andriyan tidak memiliki prestasi yang begitu luar biasa selain wajah tampannya, sehingga Sakti masih sulit percaya dengan penilaian Devanda. Sebagai ayah, Sakti sangat tahu bagaimana Devanda memiliki pemikiran yang lebih dewasa daripada anak seusianya. Devanda juga lebih cerdas dalam menilai sesuatu hal sehingga Sakti jarang merasa cemas dengan keputusan yang perempuan itu ambil, tapi sekarang tiba-tiba sekali dia ingin menikah? Dengan laki-laki yang baru pertama kali dia temui? Hanya karena … tampan?
“Kalau permintaan Vanda terlalu sulit untuk dilaksanakan sekarang, kami bisa bertunangan dulu. Lagi pula masih sama-sama sekolah,” ucap Devanda.
Semuanya masih tercengang. Aji dan Sakti seperti kehabisan kata-kata. Aura yang Devanda bawa itu seperti aura dominan yang mana permintaannya bisa langsung dipenuhi saat itu juga.
“Apa maksudnya, Ayah?” tanya Andriyan yang tidak paham.
“Apa kamu … mencintainya?” tanya Aji pada Devanda. Setidaknya sebagai calon mertua, dia harus tahu isi kepala menantunya.
Devanda melirik Andriyan yang masih seperti orang bodoh karena tidak bisa memahami percakapan di depannya. “Saya ingin menikahi orang paling tampan di dunia! Andriyan lah solusinya.”
Alasan pernikahan yang tidak masuk akal bagi Andriyan kala itu. Tapi menarik.
Awalnya Andriyan ingin membiarkan pertunangan itu berjalan tanpa arah sembari memahami isi kepala Devanda yang sebenarnya. Namun berbeda dengan apa yang wanita itu katakan, perilakunya terhadap Andriyan sama sekali tidak menunjukkan rasa ketertarikan. Ia bahkan tumbuh dengan menutup mata dan telinga atas segala perselingkuhan atau pengkhianatan yang Andriyan lakukan. Padahal kalau memang Devanda tertarik pada wajah tampan Andriyan, akan muncul rasa kepemilikan yang mengharuskan Andriyan untuk hanya menjadi milik Devanda seorang.
Tapi kenapa Devanda diam saja membiarkan Andriyan berbuat nakal dan berkeliaran? Apa karena mereka belum menikah? Atau … Devanda sengaja diam saja untuk menarik perhatian Andriyan?
Memang tidak masuk akal jika Andriyan masih menjadi tunangannya selama delapan tahun, batin Andriyan.
“Andriyan.”
Sontak Andriyan mendongak ketika sadar dirinya masih berada di ruangan ayahnya. Tanpa sengaja pikirannya tadi melayang jauh akan hari pertemuan pertamanya dengan Devanda.
“Jadi, apa kamu ingin membatalkan pertunangan ini?”
Pertanyaan ini terlalu tiba-tiba. Andriyan bingung harus menjawab apa. Sudah dari lama dia memang tidak memiliki keinginan untuk menjadi bagian hidup Devanda dan tidak ingin perempuan aneh itu menjadi istrinya. Tapi sejak berusia 19 tahun, benak Andriyan seolah sudah tertancap pernyataan bahwa dia merupakan calon suami Devanda. Sehingga jika tiba-tiba dia sudah bukan lagi calon suami Devanda, dia merasa aneh.
“Iyan tidak tahu, Ayah.”
“Memangnya kamu sudah mencintainya? Sebenarnya ayah tidak ingin kalau kamu sampai menyakiti anaknya dan membuat Keluarga Kusumawirya merasa dendam pada keluarga kita, tapi selama ini Ayah menerima pertunangan yang diinginkan Vanda karena dia tertarik padamu.”
Tapi dia sama sekali tidak tertarik padaku!
Itulah yang membuat Andriyan kesal. Dia dan ayahnya seperti dipermainkan. Itu sebabnya Andriyan merasa dia tidak bisa membatalkannya begitu saja.
“Ayah tidak perlu khawatir lagi. Biarkan hal ini menjadi urusan Iyan dan Vanda.”
Aji tampak menghela napas berat lalu mengurut keningnya. “Baiklah, selesaikan semuanya dengan cara yang benar. Jangan mengecewakan ayah, Iyan.”
“Baik, Ayah.”
***
Andriyan sudah mendapatkan informasi bahwa Devanda berada di kamarnya. Saat ini di dalam rumah Keluarga Kusumawirya, hanya ada Devanda, asisten, dan para pembantu hingga ajudan. Katanya adiknya ikut perjalanan bisnis orang tua mereka. Untuk menyambut Andriyan, Devanda sudah menunggu dan duduk rapi di sofa tamu yang memang sudah tersedia di dalam kamarnya yang luas. Ini akan menjadi kali kedua Andriyan melihat kamar Devanda.
“Selamat datang, Kak Iyan,” ucap Devanda dengan ekspresinya yang serius, seperti biasa.
Andriyan juga seperti biasa, bersikap tak sopan dan semena-mena. Ia memberikan kode pada para asisten untuk menunggu di luar. Setelah pintu tertutup, Andriyan langsung mendudukkan diri di hadapan Devanda. Tatapannya sangat merendahkan, tapi tak berhasil membuat Devanda menciut sama sekali.
“Sepertinya ada yang sangat ingin Kakak bicarakan.”
“Sudah 15 hari aku terus mengajukan permintaan untuk bertemu, tapi kamu terus menolak kedatanganku,” kata Andriyan dengan kening berkerut. Harga dirinya sangat tercoreng akan hal itu.
“Saya sedang tidak enak badan, semoga Kakak bisa memakluminya,” dalih Devanda.
Ini respon yang wajar kalau memang dia sakit hati setelah melihatku yang berciuman dengan perempuan lain saat itu, tapi ini adalah pertama kalinya dia mengabaikan permintaanku untuk bertemu, batin Andriyan yang terus menatap lurus Devanda.
“Tentang hari itu, aku tahu apa yang kamu pikirkan sampai kamu memperlakukanku begini,” kata Andriyan. Nadanya penuh emosi dan penekanan.
“Saya kurang paham dengan apa yang Kakak maksud,” ucap Devanda.
“Aku tahu kamu paham apa yang kumaksud.”
“Tidak sama sekali,” jawab Devanda langsung, tidak mau kalah.
Devanda, perempuan ini memang terlihat tidak peduli dan mengacuhkanku. Tapi sebenarnya, dia menyukaiku. Dia pasti sangat menyukaiku sampai gila dan menjadi bersikap begini. Dari awal sebenarnya dia sadar bahwa dia berpotensi untuk dijodohkan dengan Jonathan Prakarsastra, putra sulung dari anak paman tertuaku. Bisa dibilang sepupuku. Daripada aku, Jonathan memiliki pengaruh lebih besar melalui kemampuan dan prestasi yang berhasil dia capai. Dia sangat membanggakan nama besar Prakarsastra dan ada kemungkinan untuk menjadi gubernur dalam pemilihan tahun depan.
Tapi kenapa dia malah memilihku? Tentu karena aku tampan dan dia menyukaiku.
Mau dipikirkan dari sudut pandang apa pun, status yang dimiliki Jonathan itu lebih baik daripada aku. Ini semua pasti karena Devanda menyukaiku dan dia rela mengabaikan ambisinya demi bersamaku.
Masalahnya hanya … aku tidak menyukainya.
Itu yang Andriyan pikirkan tentang Devanda.
“Aku bisa menjelaskan semuanya--”“Saya tidak butuh penjelasan karena saya melihatnya langsung. Jadi, hal tersebut sama sekali tidak menjadi masalah. Kakak tenang saja,” ucap Devanda langsung.Entah mengapa ini membuat Andriyan semakin kesal pada Devanda.“Itu saja?”“Iya--”“KENAPA?!” Emosi Andriyan berhasil tersulut. “Kenapa tidak menjadi masalah? Kenapa aku harus tenang? Marahlah! Marahlah seperti yang seharusnya, kamu layak akan hal itu. Marahlah sepuasmu!”Ekspresi Devanda tidak berubah sedikit pun. Semuanya masih sangat datar dan stabil. Tidak ada yang berubah walau nada bicara Andriyan meninggi padanya. “Kakak, saya sama sekali tidak marah.”Tiba-tiba raut Andriyan berubah. Dia menepuk tangannya satu kali lalu berseru, “Ah, ya! Ini dia! Kamu marah!”“Seperti yang sudah saya katakan, saya tidak marah, Kak.”Andriyan menggeleng dengan mantap. “Nggak! Kamu marah, buktinya kamu nggak mau menemuiku selama 15 hari ini!”“Itu karena saya sakit dan saya tidak ingin Kakak tertular penya
Andriyan yang babak belur di tangan ajudan Jonathan itu menatap Jonathan dengan darah berlumuran di wajah dan tubuhnya. “Apa kamu begitu menyukainya, Kak?”Jonathan mengangkat kedua alisnya sembari menyilangkan kakinya. Pria itu memang sedang duduk santai di pinggir karena tidak ingin repot-repot terkena terik matahari. “Aku? Menyukai si kaku itu?”“Bukankah itu yang membuat Kakak sangat menginginkan Vanda? Hingga merasa sangat kesal karena saya telah merebutnya.”“Pffft!” Jonathan tak kuasa menahan tawa mendengar perkataan konyol adik sepupunya itu. “Hahahah! Menginginkan dan menyukai itu berbeda, Adikku Iyan. Aku memang ingin menikah dengan Devanda, tapi aku tidak mencintainya. Di antara para wanita yang bisa kita nikahi, tidak ada yang memiliki latar belakang dan garis keturunan sesempurna anak itu.”***Andriyan mengepalkan tangannya di tempat. Otomatis tubuhnya ikut berdiri dan menghadap Devanda. “Vanda, dari awal kamu itu aneh.”“Aku?”Entah mengapa, Andriyan merasa lebih nyaman
Awalnya, semuanya tidak begini. Seorang Devanda Kusumawirya bukanlah perempuan kaku, dingin, tidak berekspresi, dan tidak menarik. Dia berubah menjadi sekarang karena melewati banyak hal. Berbagai hal … yang jika dipikirkan oleh nalar manusia, tidak akan pernah bisa dipahami dengan baik.Kehidupan pertama ….“Perempuan macam apa kamu?!”Brak!Tubuh Devanda jatuh terduduk di lantai oleh dorongan mertuanya. Mendengar bentakan dan kalimat jahat dari mertuanya merupakan makanan sehari-hari Devanda. Sepertinya mereka tidak akan pernah puas sampai Devanda benar-benar berakhir.Apa gunanya menjadi satu-satunya perempuan beruntung di negeri ini karena bersanding di sebelah seorang Jonathan Prakarsastra? Kecantikan dan bakat unggul Devanda yang sudah terkenal di mana-mana memang membuatnya begitu populer. Cara duduk, cara bicara, dan cara berpenampilannya hampir selalu menjadi patokan standar kecantikan. Menjadi influencer di usia muda membuat setiap pergerakan dan langkah yang ia ambil menjad
Setelah menikah, aku tidak punya pilihan selain Devanda.Jadi, apakah ini kutukan darinya? Atau mungkin hanya tidak berfungsi sementara?Ya, pasti begitu. Karena tidak mungkin aku … impoten di usia sekarang!Tidak, tenang saja. Itu tidak mungkin.Tapi … sejak hari di mana aku melihat tubuh Devanda yang hanya dililit handuk, setiap kali aku memikirkan perempuan itu, aku jadi … terangsang!Tidak, tidak, tidak bisa begini. Ini pasti hanya tidak berfungsi sementara. Aku yakin itu.Rasel, asisten pribadi Andriyan, terus menatap heran atasannya. Apalagi yang sedang terjadi kepada atasan anehnya ini? Beberapa hari sejak pulang dari rumah tunangannya, dia jadi sering bicara sendiri dan melamun begitu. Seolah ada sesuatu yang tidak beres di dalamnya.“Apa Anda ingin dibawakan minuman atau sesuatu yang menyegarkan, Pak?” tanya Rasel.Andriyan tidak menjawab apa pun dan hanya mengibaskan tangannya agar Rasel tidak mengganggu konsentrasi yang dibangunnya dari tadi.Tak lama kemudian, Devanda data
“Aku merasa … kita belum menyelesaikan percakapan kita mengenai pernikahan,” ucap Devanda.“Apa yang belum selesai?” Andriyan masih ingin tau arah pembicaraan Devanda agar dia tidak salah paham.Tumben Andriyan berhati-hati dalam bicara? Dia seperti memastikan lebih dulu tentang apa yang ingin Devanda bahas. Tidak seperti biasanya. Devanda jadi bingung untuk memulainya. Apalagi tatapan pria itu terlalu intens padanya. “Aku menghargai upaya Kakak untuk menyembunyikan kebenaran. Mungkin Kakak tidak ingin aku sakit hati. Khususnya tentang hal-hal yang Kakak sukai di belakangku. Aku tau Kakak melakukannya demi menjagaku.”Apakah yang saat ini sedang dibicarakan Devanda itu mengenai perselingkuhanku dengan wanita-wanita itu? batin Andriyan.Andriyan menghela napas panjang. “Aku paham yang kamu maksud. Sebagai orang yang memang bersalah di sini, aku memang lebih baik tutup mulut. Tapi sepertinya aku bisa menyebutmu
Devanda menghela napas berat sembari memeluk kedua lututnya sendiri. Dua kali kehidupannya sebelumnya berakhir di usia 25 tahun. Yaitu, 2 bulan lagi dari sekarang.Kata orang-orang, hanya mereka yang telah meninggal yang tahu berapa lama masa hidupnya. Dan begitulah Devanda yang juga mengetahui batas-batas hidupnya yang sekilas dan tidak penting.Dia tau karena dia pernah mati sebelumnya, tetapi pengetahuan yang dia peroleh tidak hanya datang dari kematian. Bagaimana pun, kehidupan pertama dan keduanya yang kembali terulang seolah tidak pernah terjadi itu, bergerak secara berbeda di kehidupan ketiga. Semuanya benar-benar berubah setelah Devanda memutuskan untuk menikahi Andriyan. Seolah bayangan gelap yang akan membelenggunya kapan saja mulai terkikis sedikit demi sedikit.Tapi kenapa? Apa bedanya? Memangnya apa bedanya Andriyan dan Jonathan? Keduanya hanya lelaki hidung belang. Mungkin Andriyan hanya lebih lembut saja dan bisa diatur, tapi karakternya sama saja denga
“Saya sudah mencari taunya, Tuan!” bisik Rasel.Andriyan menatap asistennya itu dengan tatapan ngeri, merinding sekali jika berada di jarak sedekat ini. Kalau memang mau bicara, lebih baik menyisakan jarak satu meter di antara mereka. “Bisakah kamu menjauhkan wajahmu? Mulutmu bau!” seru Andriyan sembari mendorong wajah Rasel.Rasel langsung terjungkal ke belakang. Dia bingung karena sudah dia pastikan kalau tadi dia sudah mandi dengan bersih. Hal ini jadi membuat kepercayaan diri Rasel terjun jatuh ke dasar. Otomatis Rasel menciumi mulutnya sendiri. “Itu sangat menyakiti harga diri saya, Tuan.”Andriyan terkekeh mendengarnya. “Kan aku sudah bilang kalau jaga jarak bicaramu denganku! Aku tidak ingin kembali terungkit skandal orientasi seksualku seperti dulu. Apa kamu lupa kalau wajah kita pernah masuk media?”Bukannya kesal, Rasel malah terkekeh. Lebih baik tuannya itu terkenal lewat skandal seperti itu daripada skan
Terlepas aku menginginkan pernikahan ini atau tidak, tapi sejak berusia 19 tahun hingga menjadi 27 tahun seperti sekarang, aku tidak pernah mencoba memikirkan masa depan selain menjadi suami Devanda, batin Andriyan.“Soal kelemahan Vanda, aku hanya penasaran. Tidak ada yang akan aku lakukan meski aku mengetahui itu,” ucap Andriyan.Rasel mengangguk paham. “Emm, Tuan, sepertinya sudah lama Anda tidak mengontrol perusahaan Anda di Bali. Sekiranya kapan Anda akan kembali ke Bali?”“Setelah menikah. Aku akan kembali dan berbulan madu di sana. Untuk ke depannya pun aku akan tinggal di Bali bersama Devanda.”“Jadi Anda berdua akan meninggali rumah masa depan yang sudah dari lama Anda bangun itu, ya?” tanya Rasel karena dia memang paling suka bekerja saat mengikuti Andriyan di Bali.“Benar.”***Suasana satu minggu sebelum pernikahan Andriyan dan Devanda cukup menegangkan. Makan malam hari ini se