Share

Bab 12 Tamu

Author: Idry2ni
last update Last Updated: 2024-06-14 22:06:27

Di Kediaman Jia

Aku terpaksa membawa Max masuk ke dalam rumah keluarga ku karena beberapa urusan tentang waris harta peninggalan ayah. Pagi-pagi buta Jia meneleponku dan memintaku untuk datang ke rumah. Rasa malas tentu menyelimuti ku karena aku sungguh tidak berkeinginan datang kembali dan menginjakkan kaki ku di sana. Tetapi Jia? Wanita itu terus memaksa dan memaksa hingga aku berkahir di sini.

"Hanya satu tanda tangan lalu aku bisa pergi bukan? Jadi tolong cepatlah," ucapku.

Rose sejak tadi tidak henti-hentinya memandangi pria yang berada di dekat Shella. "Kakak..." Akhirnya ia pergi mendekat lalu duduk di antara Shella dan Max.

Rose memeluk tangan Shella dengan mengukir sebuah senyum. "Mengapa kau tidak pernah berkunjung... Aku sangat merindukanmu di sini..."

"Benarkah... Maafkan aku Rose sayang. Bagaimana dengan sekolah mu? Apa semuanya baik-baik saja?"

Rose makin mempererat pelukannya. "Sepertinya aku sedikit kesulitan karena Kakak tidak berada di rumah."

Aku mengusap pucuk kepala Rose. "Kau tahu sendiri keadaan Kakak sekarang, kau harus terbiasa Rose."

"Kakak apa kau tahu?" Rose memperbaiki duduknya. "Aku sekarang mempunyai dua orang Kakak. Yang pertama Shella dan yang kedua Max-Ah... Apa aku boleh memanggilnya Max?"

"Mengapa kau tidak mencoba lebih dekat dengan Max. Mungkin kalian bisa saja menjadi teman."

"Apa itu boleh?"

"Tentu... Benarkan max?"

Max menatap sekilas tanpa memberikan reaksi yang berlebihan. "Aku... Aku tidak menyukai anak-anak yang nakal."

"Aku tidak nakal!" jawab Rose dengan cepat dan berpaling menghadap Max. "Aku anak yang baik, rajin, cantik dan pintar benarkah Kakak?"

"Iya..."

"Dan juga... Aku tidak menyukai anak yang pintar berbicara." Pernyataan Max membuat ia menjadi titik pusat perhatian beberapa orang dari keluarga Shella, terkhusus wanita bernama Jia tersebut.

"Shella... Apa kau tidak salah dalam memilih seorang pasangan? Selain asal usul yang tidak jelas ternyata attitude nya sangat buruk dalam berucap," ucap Jia tanpa mengalihkan pandanganya dari Max.

Max menaikan satu kakinya untuk menumpu pada kaki sebelahnya. "Mungkinkah perkataan itu tertuju untuk saya?"

"Kau pintar."

"Menurut saya definisi attitude baik adalah sikap baik pada yang lebih tua seperti Anda. Attitude baik saya tidak berlaku untuk anak-anak yang tidak terdidik."

"Jadi menurutmu aku tidak baik dalam mendidik Rose?"

"Kurang lebih... Jika Anda tahu apa itu attitude yang baik, maka sebagai orang tua seharusnya Anda menerapkannya pada Putri Anda karena tidak semua orang menyukai anak-anak yang terus-menerus mengganggu."

"Hahaha... Kau cukup memiliki kemiripan dengan Shella yang selalu membantah perintahku. Aku tarik perkataan ku sebelumnya, kalian berdua ternyata saling melengkapi... Rose kemari dan duduklah di sini."

Rose merasa sedikit terluka dengan perkataan Max namun ia justru marah pada ibunya yang merendahkan Max. Seharusnya ibunya tidak mengatakan hal seperti itu?

"Max..." ucapku.

"Aku hanya mengatakan fakta."

Tidak beberapa lama, seseorang yang ditunggu-tunggu akhirnya datang. Perbincangan berlangsung amat lama dan panjang sampai akhirnya harta peninggalan ayah dialih wariskan pada keluarga karena beberapa faktor.

Jia sangat senang mendengarnya, ia bahkan merasa sangat kasihan dengan Shella putri tirinya.

"Terima kasih sudah berkenan memberikan informasi tersebut," ucap Jia.

"Baiklah karena sudah selesai saya mohon pamit. Permisi semua..."

Setelah kepergian pria tua itu, aku bangkit dari duduk ku agar secepatnya meninggal rumah.

"Shella mari bicara sebentar dengan Ibu."

Dengan nada yang rendah aku menjawab Jia. "Bukankah urusan kita sudah usai, Ibu?"

"Aku tahu itu. Tetapi Shella apa kau sungguh-sungguh tidak ingin menerima sepeserpun harta peninggalan Ayahmu? Jika saja kau bisa sedikit menghormati ku mungkin Ibumu ini, akan memberimu."

"Menghormati mu? Seperti apa rasa hormat yang kau inginkan itu?"

......

Di Apartemen

Aku pun akhirnya sampai di Apartemen setelah sedikit membuat keributan di rumah keluarga ku. Aku terbawa emosi karena provokasi dari Jia secara terus-menerus.

Aku membuang tas ku ke segala arah dan kemudian duduk di sofa. "Dasar Wanita iblis... Mengapa kau selalu saja membuatku seperti ini..." Aku langsung membenarkan posisi duduk ku saat Max tiba-tiba duduk di sebelah ku.

Max hanya mampu berdiam diri setelah menyaksikan perdebatan antara Shella dan Jia. Ia cukup tercengang karena lontaran pembelaan dari Jia dan membuatnya merasa berhutang budi.

"Kau tahu Shella... Hanya kau satu-satunya seseorang yang membuatku merasa berhutang budi kepadamu. Mengapa kau melakukannya? Membela ku seperti itu. Mengapa kau melakukannya?" ucap Max seraya menatap Shella.

"Aku membenci Jia karena beberapa alasan. Dia yang membuat kehidupanku yang baik-baik saja dengan Ayah menjadi buruk. Setelah Ayah menikah dengan Wanita iblis itu hari, demi hari aku merasa kesehatan Ayah ku makin memburuk hingga akhirnya Ayah tutup usia di saat kelulusan ku sebagai mahasiswa. Aku membelamu... Karena aku tidak ingin satu-satunya seseorang yang membuat hidupku berwarna harus pergi seperti Ayah. Aku hanya ingin hidup bahagia tanpa bayang-bayang Jia. Aku hanya ingin bahagia..."

"Terimakasih, aku tidak menyangka pertemuan kita yang tidak disengaja ini akan membawaku pada gelar seseorang yang telah membuat hidupmu berwarna."

Aku lantas menghapus air mataku dan menatap Max. "Apa kau ingin berbagi ceritamu denganku?" Aku mencoba membuka jati diri Max dengan perlahan-lahan.

Max tidak menjawabnya ia justru sibuk memandangi Shella tanpa berkedip.

"Aku bisa menjadi pendengar yang baik. Walaupun tidak sebaik Gael, jadi ceritakan lah tentang dirimu?"

Max seolah tersihir dan menyentuh wajah Shella dengan kedua tangannya membawa wajah kecil wanita itu untuk mendekat ke wajahnya. Ia memberhentikan wajah Shella tepat di samping wajahnya. Bibir Max terbuka dan meniup air mata Shella. "Tidak peduli siapa pun orangnya, pertanyaan mu itu adalah hal paling aku benci untuk ditanyakan..."

Mak pun menjauhkan wajah Shella dan tersenyum singkat. "Kita hanya menjalin pernikahan kontrak, ingat itu Shella... Dalam pernikahan kontrak ada sebuah batasan-batasan yang seharusnya kau pun tahu. Dari sekian ratus pertanyaan yang pernah aku dengar, hanya pertanyaan mu yang paling aku benci. Jadi aku mohon kepadamu untuk tidak menggali tentang ku." Max pergi dan memasuki kamarnya.

Baru pertama kalinya aku melihat sosok Max yang sedikit menakutkan. "Benar kata Max. Seharusnya aku tidak perlu bertanya-tanya lebih jauh, ini hanyalah pernikahan kontrak. Sebenarnya apa yang aku harapkan?" Aku ikut pergi dan memasuki kamar.

Di Kamar Max

Demi mengusir rasa emosi yang kembali muncul Max memutuskan untuk mencari ketenangan dengan menguyur seluruh tubuhnya dengan air dingin.

Ketika air terus turun membasuh kepala Max, satu demi satu ingatan melintas secara berurutan tentang keluarganya. Ingatan tersebut membuat Max merasa terganggu lalu ia mengeluarkan kepalanya yang terguyur air. Max menyeka tetesan air di wajahnya. "Aku benci mengingat semua ini..."

Di tengah malam, aku terbangun karena tenggorokan ku terasa kering. Ketika aku tengah meminum air di dapur terdengar suara seseorang. Aku meletakkan gelas dan mengikuti ke mana arah suara itu berasal dan ternyata suara itu dari kamar Max. Awalnya aku tidak ingin mengganggu dan ingin melanjutkan waktu tidur ku, tetapi suara Max sungguh membuat ku khawatir dan akhirnya membuat ku berani untuk memasuki kamar Max.

Related chapters

  • ONE DAY IN MY LIFE    Bab 13 Badut

    Max tertidur dengan bercucuran keringat dan aku sempat mendengar jika Max bergumam menyebut ayah dalam tidurnya. Aku berdiri dari jarak yang cukup jauh hanya untuk memastikan keadaan Max. Setelah beberapa menit berlalu aku tidak lagi mendengar gumaman Max. Aku pun memutuskan untuk pergi dari kamarnya. Pukul 02:45 malam, Max terbangun dari tidurnya dengan derasnya cucuran keringat. Ia menarik napas perlahan untuk menenangkan dirinya. "Huh... Sial... Aku terus bermimpi buruk." Max turun dari ranjangnya berjalan ke arah pintu dan berjalan keluar dari Apartemen untuk mencari ketenangan sesaat. Angin malam menyapu wajahnya dan pakaian basah yang ia kenakan. Max benar-benar terlihat seperti seseorang yang habis terjun bebas ke kolam renang. Ia membuka bajunya dan duduk di depan pintu Apartemen. "Aku benci mengingat kedua orang itu, daripada Elisa... Mengapa mereka selalu muncul dalam bayang-bayang ku." Kisah masa lalu Max tidak cukup bagus dalam segi kata sebuah keluarga. Redup tidak berw

    Last Updated : 2024-06-15
  • ONE DAY IN MY LIFE    Bab 14 Terjebak Bersama

    Aku berlari dan mengedarkan pandangan ku untuk mencari badut itu yang ku yakin adalah Max. Aku mungkin terlihat seperti orang aneh karena berlari-lari, tetapi aku tidak peduli dan terus mencari. Sejujurnya aku cukup khawatir dengan Max karena kondisinya tadi malam. Aku juga khawatir jika Max tiba-tiba di sekap oleh Elisa atau hal-hal lain yang berbau negatif terjadi. Mataku membola saat melihat anak-anak berkumpul. Aku yakin di sana ada seorang badut yang tengah menghibur. Aku pun berlari dan langsung berhenti tepat di depan anak-anak, dan benar saja jika mereka berkumpul karena aktrasi badut. "Permisi sebentar..." Aku membelah kerumunan dan berdiri berhadap-hadapan dengan badut itu. Aku yakin jika itu adalah badut yang aku temui. Aku baru saja ingin mengatakan sesuatu tiba-tiba badut itu pergi dan memicu rasa penasaranku yang mungkin saja benar jika badut itu adalah Max. "Hei... Max..." Badut itu berlari sekuat tenaga namun kostum yang ia gunakan sangat mengganggu langkahnya, begit

    Last Updated : 2024-06-15
  • ONE DAY IN MY LIFE    Bab 15 Berhasil Lolos

    Aku mencoba percaya dengan perkataan Max dan mulai berganti kostum badut dengannya. Saat kostum badut itu ku kenakan ternyata ruang didalam kostum itu sangat luas untuk ku. Max kemudian menarik kepala badut maskot kelinci yang ia taruh di bawah dan mulai memasangkan di kepala Shella. "Ingat perkataan ku, tugasmu hanyalah berdiam diri di sini, jika seseorang datang tetaplah diam. Kau mengerti?" Aku menjawab perkataan Max dengan anggukan kepala. "Aku akan pergi sekarang, jaga dirimu." Max perlahan-lahan keluar dari gang dan tersungkur secara sengaja ketika mendekati kerumunan. Ia tidak menciptakan kecurigaan dari orang-orang sekitar. Tiba-tiba benda tumpul mengarah ke kepala Max, beruntung ia mampu menghindarinya. "Lawan aku bede*** sialan," ucap pria itu seraya mengayunkan kembali tongkat bisbol ke arah pria di depannya. Max berusaha keras menghindar dan terus menghindar hingga seseorang membantunya untuk berdiri. "Jangan ragu untuk memukul para parasit itu kawan..." ucap seseoran

    Last Updated : 2024-06-16
  • ONE DAY IN MY LIFE    Bab 16 Alex dan Max

    Aku berakhir satu mobil dengan Max dengan tetap mengenakan kostum badut itu. Sejak tadi aku tidak mengatakan apapun karena kesal. "Kau marah padaku? Aku tidak meninggalkan mu sepenuhnya Shella... Aku kembali." "Aku tidak ingin tahu." "Baiklah aku pun tidak peduli." Di Apartemen Aku terpaksa tidak bekerja karena kejadian hari ini dan langsung pergi membersihkan diriku di kamar mandi. Setelah membersihkan diri aku berbaring di ranjang dengan memikirkan beberapa hal terkait Max. Aku bangkit dari tidur ku dan mencari kostum badut di kamar mandi dan membawanya ke atas ranjang. "Kostum badut?" Aku menyusun kostum itu. "Sebenarnya apa pekerjaan Max selama ini? Mungkinkah dugaan ku diawal salah jika dia adalah seseorang yang kaya?" Aku menyilangkan kedua kaki ku dan berpikir. "Terdengar tidak masuk akal bukan? Jika dia bekerja sebagai seorang aktrasi sulap dengan kostum, kenapa dia bisa tinggal di Apartemen yang bagus dan mempunyai sebuah mobil? Apa dia hanya bosan dan mencari pekerjaan

    Last Updated : 2024-06-16
  • ONE DAY IN MY LIFE    Bab 17 Terluka

    Max tidak bergeming, ia justru tersenyum melihat tingkah Alex. "Jadi... Sudah berapa lama kau menyukainya?" Alex menurunkan cekaman tangannya dari kerah baju Max secara kasar. "Itu tidak ada hubungannya dengan orang seperti mu. Dengar... Aku bertanya sekali lagi dimana Shella?" "Kau itu tuli atau bodoh? Bukankah aku mengatakannya padamu jika Shella tengah tertidur tanpa-" Bugh! Sebuah pukulan melayang di wajah Max karena Alex sudah terlalu sabar menahan emosinya. Max menyapu darah segar yang mengalir di ujung bibirnya dengan ibu jarinya. "Menurutmu aku tidak bisa membalasnya? Aku hanya berusaha untuk menghargai tamu ku tetapi apa ini? Haruskah kita berkelahi di luar?" Tidak terbesit dalam benak Alex jika ia harus menghadapi situasi ini. "Aku tidak ingin membuang waktuku dengan Pria sepertimu." Alex melempar kunci mobil milik Shella ke arah Max. "Simpan itu bajin***" Max diam di tempat seraya memandangi kepergian Alex. Ia menarik tangannya untuk mengusap darah di ujung bibirnya y

    Last Updated : 2024-06-16
  • ONE DAY IN MY LIFE    Bab 18 Mulai Bertindak

    Kejadian malam tadi membuat gertakan tersendiri untuk ku. Walaupun Max tidak mengatakannya dengan rinci, namun aku paham beberapa hal tentang Max yang akan selalu ku ingat. Kini aku tengah berdiri di depan cermin seraya termenung sejenak memikirkan Max. Dengan perlahan-lahan aku menaik-turunkan ganggang pasta gigi ku. "Jika Max berprilaku seperti itu apa dia mempunyai tekanan sejak dini oleh orang tuanya? Aku pun tidak tahu asal-usul Max seperti apa. Mungkin memang benar jika dia mempunyai tekanan karena kedua orang tuanya." Aku berkumur dan langsung pergi dari kamar mandi. Ketika aku telah bersiap untuk pergi berkerja aku memaku pandanganku sejenak di ruangan tamu lewat ambang pintu kamar ku. Tadinya aku pikir Max akan keluar dari kamarnya dan beraktivitas di dapur atau ruang tamu seperti biasanya namun ternyata tidak. Tidak ingin berlarut-larut memikirkan Max aku lantas pergi ke arah pintu dan keluar menuju tempat parkir. Aku tidak menyangka jika di parkiran aku bertemu dengan Ma

    Last Updated : 2024-06-17
  • ONE DAY IN MY LIFE    Bab 19 Allen

    Laya terus-menerus bertanya tentang keadaanku sejak awal kedatangan ku, dan berulang-kali juga aku telah menjawab pertanyaan, namun Laya terus mengajukan pertanyaan lain. "Kau tidak ingin memeriksa diri ke Dokter, Shella? Bisa saja kau mengalami penyakit pelupa." Aku memutar bola mataku malas. "Ayolah Laya... Kau berlebihan bukan?" "Tetapi apa kau sungguh-sungguh tidak apa-apa?" Laya bertanya untuk kesekian kalinya lagi. Kedua tanganku menepuk wajah Laya dengan pelan. "Sampai kapan kau akan terus menanyakan itu?" Laya mengengam tangan Shella yang berada di wajahnya. "Berjanjilah untuk selalu memberitahu ku Shella..." "Baiklah... Aku berjanji-" "Shella?" panggil Alex. Aku berpindah menatap Alex yang kini berada dibelakang Laya. "Ya? Ada apa Alex?" "Apa kau sudah sarapan pagi ini?" "Mungkin aku akan sarapan di kantin nanti." Alex mengeluarkan makanan yang ia pesan secara khusus untuk Shella. "Makanlah ini." Alex menaruh makanan itu tepat di meja Shella dan pergi. Laya terus m

    Last Updated : 2024-06-18
  • ONE DAY IN MY LIFE    Bab 20 Sebuah Kecelakaan

    Aku telah tiba di apartemen lima menit yang lalu dan kini aku menunggu kedatangan Max di ruang tamu. Aku menatap jam tangan ku yang menunjukkan pukul 22:35. "Apakah dia tidak pulang ke Apartemen hari ini?" Pintu Apartemen terbuka menampilkan sosok Max dengan tas panjangnya memasuki Apartemen. Tibanya Max di ruang tamu ia menyadari jika Shella berada disana, namun Max tidak berkeinginan menyapa dan memilih memasuki kamar. "Bisa kita bicara Max?" Tangan Max sudah menarik kenop pintu pun tertahan untuk mendorongnya karena tiba-tiba Shella berkata seperti itu. "Tunggulah..." ucapnya kemudian memasuki kamar. Karena mendapat jawaban yang memungkinkan, aku menunggu Max hingga dia keluar dari kamarnya. Berselang beberapa menit Max, akhirnya keluar dan menghampiri Shella yang tengah duduk di sofa. "Apa ini tentang Alex?" "Lebih tepatnya tentang kalian berdua. Apa yang telah terjadi tadi malam?" "Aku benci menjelaskan Shella." "Perkelahian kalian hari itu... Apakah berhubungan dengan ku

    Last Updated : 2024-06-18

Latest chapter

  • ONE DAY IN MY LIFE    Bab 70 Kebahagiaan

    Pertemuan yang tidak terduga itu membawa Alex berkahir duduk bersama mereka yang mengelilingi Allen."Jadi dia Shema?" Melihat Shema yang ternyata anak dari Shella dan Max membuat Alex senang. Ia bahkan tidak dapat mengalihkan pandangannya darinya.Max tersenyum, walaupun ia sedikit kesal karena beberapa hal tentang Alex di masa lalu. "Dia sangat mirip denganku bukan?" Wajah Max begitu ceria saat menayangkannya, namun Alex hanya menatap datar padanya. "Menurutku... Tidak! Shema benar-benar sangat mirip dengan Shella!" jawab Alex menyunggingkan senyumnya pada Shella."Tidak! Shema cucuku sangat mirip dengan diriku, benarkan cucu ku?" Tidak mau di bandingkan, Thomas akhirnya memilih jalan yang mungkin terdengar tidak masuk akal ini.Wajah Alex mengungkapkan semuanya dan aku hanya tersenyum seraya menangapi perkataan ayah."Apakah kau memiliki perlu Alex sehingga datang ketempat Gael?" tanyaku yang sejak tadi ingin mengatakannya.Wajah Alex seperti akan terbakar karena rasa malu, bagaim

  • ONE DAY IN MY LIFE    Bab 69 Kembali Pulang

    Veny, Oky dan Jordi akhirnya masuk ke rumah tua tempat peristirahatan terakhir Elisa, di tempat ini juga Elisa dimakamkan. Veny pun memulai acara pemakaman.Beberapa menit kemudian pemakaman akhirnya telah selesai, seperti kebiasaan mereka Veny selalu tinggal dan Oky, Jordi pergi lebih dahulu.Sebuah kotak yang berukuran cukup besar itu akhirnya Veny buka, terlihatlah dua cangkir yang malam itu ia dan Elisa gunakan.Dengan perasaan yang berat Veny menyusun cangkir tersebut di atas meja lalu menuangkan teh yang ia telah siapkan sebelumnya."Selamat minum..." Veny menikmati teh tersebut dengan berat hati, lalu kembali menaruhnya kala tehnya telah habis.Ingatan Veny kembali ke beberapa bulan yang lalu saat Elisa masih berada di sampingnya. "Kau merasa senang? Bagaimana rasanya hidup disana? Aku juga ingin pergi dan merasakannya!" Akhirnya airmata mata Veny mengalir.Dadanya sesak dan terasa begitu sempit, ia sangat tidak menginginkan semuanya terjadi seper

  • ONE DAY IN MY LIFE    Bab 68 Surat Untuk Shella

    Thomas menikmati makan malam bersama dengan keluarganya, yang kini bertambah satu orang. Sejak tadi Thomas melihat Max yang begitu perhatian terhadap Shella kebersamaan keduanya membuat ia teringat seseorang yang kini telah pergi.Untuk pertama kalinya setelah sekian lama Viano dapat duduk kembali di meja makan yang begitu sepi kehangatan ini. Thomas mencoba membuang pikirannya sejenak dan menatap Viano, ia lupa menanyakan keadaan Martin dan Daniel padanya. "Viano? Bagaimana dengan Martin dan Daniel?" "Mereka telah di sana, aku akan bertanggung jawab hingga mereka akhirnya menyadari perbuatan mereka, tetapi butuh waktu yang cukup lama untuk itu!" jelas Viano.Tentu pembicaraan keduanya dapat kudengar dengan jelas. Mendengar nama Martin kembali di sebutkan sebuah ingatan di hari itu muncul di benakku.Max pun mendengar apa yang dikatakan ayahnya dan Viano, hanya saja ia merasa sedih melihat Shella yang tiba-tiba berekspresi tegang. Ia pun memandang ayah dan

  • ONE DAY IN MY LIFE    Bab 67 Hukuman Untuk Daniel dan Martin

    Wajah Martin kala ini sungguh jauh dari kata baik begitupun dengan Daniel. Akibat perkelahian yang mereka lakukan.Daniel lebih dulu bangkit untuk duduk, senyumnya mengembang kala melihat Martin. "Akhirnya aku dapat memukulmu!" "Sial! Kau pikir siapa yang lebih parah di antara kita?" Martin bangkit dan berdiri. "Ayo kita buat rencana, pasti saat ini Thomas telah sembuh dan berniat mencari kita. Jika kita tertangkap maka aku pastikan dia akan benar-benar memasukkan kita ke penjara."Cara jalan Martin yang begitu berat membuat Daniel kembali tersenyum. "Setidaknya aku berhasil membalaskan pukulan hari itu!"Tibalah saatnya dimana Thomas akan membawa kedua adiknya tersebut kembali, terlebih Viano telah mengetahui keberadaan mereka.Kedua bola mata Thomas melirik kearah Viano yang tengah berdiri di sampingnya. "Siapkan semuanya! Kali ini kita akan menangkap Martin dan Daniel."Viano memahami perasaan Thomas, ia bahkan dengan sengaja menceritakan beberapa ke

  • ONE DAY IN MY LIFE    Bab 66 Kecemasan Yang Terbayar

    Viano yang awalnya berada di luar area rumah sakit memutuskan untuk masuk kedalam dan menemui Max untuk menyampaikan beberapa informasi yang ia dapatkan. Sebenarnya ia tidak ingin membuang waktu lagi dan ingin segera menangkap Martin dan Daniel akan tetapi mengingat janjinya pada Max ia memutuskan untuk kembali dan memberikan kabar ini.Max yang tengah sibuk di ruangan ayahnya akhirnya berhasil keluar setelah Dokter datang lalu membius ayahnya. Ia pun keluar dan mendapati Viano duduk di kursi. Viano mendongak. "Bagaimana keadaan Thomas?""Ayah benar-benar tidak berubah sedikitpun, dia masih tetap keras kepala seperti dulu. Bagaimana denganmu? Kau tidak mengejar mereka berdua bukan?""Martin dan Daniel? Tidak! Aku telah berjanji pada seseorang untuk kembali?"Max tertawa. "Hahaha... Aku senang kau berbicara seperti ini denganku, Viano?""Benarkah? Sepertinya aku harus berbicara seperti ini sampai seterusnya?""Itu tidak buruk dan terdengar jauh lebih

  • ONE DAY IN MY LIFE    Bab 65 Kabar Buruk

    Karena Elisa penasaran dengan kota yang ia tinggali seperti apa, ia pun memutuskan untuk mengelilingi kota tersebut beberapa hari setelah kedatangannya kemari dan begitupun dengan hari ini.Elisa pergi seorang diri tanpa penjaga atau pengawas siapapun, kedua orang tuannya pun tidak mempermasalahkan hal tersebut dan membiarkan Elisa bebas. Melihat sebuah danau yang indah, Elisa mengentikan mobilnya dan turun. Angin yang menerpa wajahnya dan cuaca yang cerah membuat suasana terlihat indah. Begitupun dengan pemandangan danau dan beberapa keluarga yang berujung untuk menikmati waktu santai bersama dengan keluarga mereka."Tidak buruk jika aku pergi kemari bersama Ayah dan Ibu." Elisa duduk untuk menikmati keindahan seperti orang-orang.Beberapa menit kemudian setelah menikmati momen tenang tersebut, ia memutuskan untuk pergi namun tiba-tiba seseorang duduk disampingnya. Dari penampilannya yang serba tertutup tentunya ia tidak mengenali siapa orang itu."Lama ti

  • ONE DAY IN MY LIFE    Bab 64 Thomas

    Dengan pisau yang berada di tangannya ini, Martin akan mengakhiri semuanya.Akhirnya Martin telah mendapatkan sidik jari Thomas di surat yang ia bawa. Segera ia memasukan kembali surat penting itu dan kini ia akan menjalankan rencana keduanya.Matanya menatap Thomas. "Kau tidak perlu khawatir Thomas. Karena setelah ini semuanya akan berkahir, jadi hiduplah lebih baik lagi di kehidupan mu yang baru? Selamat tinggal-"Kepala Martin berdenyut ketika mendapati sebuah benda tumpul berukuran kecil menghantam kepalanya dengan begitu kuatnya, hingga ia terhuyung.Setelah mendapatkan peluang aku segera mengambil handphone yang tengah mengeluarkan cahaya itu untuk memantau kondisi ayah Max. Aku memeriksa detak jantung dengan indra pendengaran ku dan mendapati jantung ayah Max masih berdetak."Syukurlah... Aku harus segera membawanya sebelum orang itu kembali bangun?" Perlahan-lahan aku berusaha mencari cara untuk memindahkan ayah Max, karena alat medis di samping tubuhnya terpasang begitu banya

  • ONE DAY IN MY LIFE    Bab 63 Pertarungan

    Perlahan-lahan aku berhasil membuka mataku dan aku langsung mengingat hal yang aku dan Max lakukan malam tadi. Wajahku pun memerah karena mengingat kejadian itu. Segera aku pergi ke kamar mandi dengan terburu-buru dan mencari Max karena dia tidak berada di ranjang.Sejak tadi Max selalu memandangi gelas kosong. Pikirannya benar-benar tidak dapat terkontrol malam tadi dan terjadilah hal itu. Sebagai seorang pria tentunya Max sangat menantikan momen tersebut namun ia hanya sedikit takut jika saat Shella bangun maka dia akan terkejut dan mungkin saja marah padanya, walaupun terlihat tidak mungkin karena malam tadi Shella yang dengan senang hati melakukannya, ia bahkan berulang kali mencoba menahan diri tetapi Shella sepertinya menerima.Hari ini mungkin akan lebih baik jika Max menghindari Shella sedikit? "Bagaimana jika dia benar-benar hanya bercanda dan tidak melakukannya dengan senang hati-""Kau seperti orang gila, berbicara seorang diri Max?" sela Daniel yang awal

  • ONE DAY IN MY LIFE    Bab 62 Lingkungan Baru

    Segera Gael mendongak setelah mendengar perkataan Alex. "Apa... Apa maksudmu?"Wajah yang tampak tidak ingin berkata jujur itu membuat Alex tersenyum. "Katakan padaku kenapa Allen bisa menyukaimu?"Gael terdiam, ia benar tidak salah dengar bukan? Alex mengatakan tentang kenapa Allen menyukainya? Tetapi kenapa Alex tahu, mungkinkah Allen telah lebih dulu memberitahu Alex sebelumnya?"Allen yang mengatakannya padamu?"Alex menyatukan alisnya, sepertinya Gael tidak paham candaannya. "Lupakanlah! Aku akan pergi mencari sesuatu jadi pastikan Lily tidak mencari ku?" Gael menatap Lily yang tertidur pulas dengan jaket Alex sebagai selimutnya. Setelah kepergian Shella, Lily menjadi dekat dengan sosok Alex dan bahkan Lily tidak ingin bermain apapun bersama Gael.Tetapi itu cukup menguntungkan bagi Gael karena ia tidak harus bersusah payah menjaga Lily dan ia juga bisa menghabiskan waktu dengan Allen."Apa aku salah mendengar dari Dokter jika kau akan segera b

DMCA.com Protection Status