Laya terus-menerus bertanya tentang keadaanku sejak awal kedatangan ku, dan berulang-kali juga aku telah menjawab pertanyaan, namun Laya terus mengajukan pertanyaan lain. "Kau tidak ingin memeriksa diri ke Dokter, Shella? Bisa saja kau mengalami penyakit pelupa." Aku memutar bola mataku malas. "Ayolah Laya... Kau berlebihan bukan?" "Tetapi apa kau sungguh-sungguh tidak apa-apa?" Laya bertanya untuk kesekian kalinya lagi. Kedua tanganku menepuk wajah Laya dengan pelan. "Sampai kapan kau akan terus menanyakan itu?" Laya mengengam tangan Shella yang berada di wajahnya. "Berjanjilah untuk selalu memberitahu ku Shella..." "Baiklah... Aku berjanji-" "Shella?" panggil Alex. Aku berpindah menatap Alex yang kini berada dibelakang Laya. "Ya? Ada apa Alex?" "Apa kau sudah sarapan pagi ini?" "Mungkin aku akan sarapan di kantin nanti." Alex mengeluarkan makanan yang ia pesan secara khusus untuk Shella. "Makanlah ini." Alex menaruh makanan itu tepat di meja Shella dan pergi. Laya terus m
Aku telah tiba di apartemen lima menit yang lalu dan kini aku menunggu kedatangan Max di ruang tamu. Aku menatap jam tangan ku yang menunjukkan pukul 22:35. "Apakah dia tidak pulang ke Apartemen hari ini?" Pintu Apartemen terbuka menampilkan sosok Max dengan tas panjangnya memasuki Apartemen. Tibanya Max di ruang tamu ia menyadari jika Shella berada disana, namun Max tidak berkeinginan menyapa dan memilih memasuki kamar. "Bisa kita bicara Max?" Tangan Max sudah menarik kenop pintu pun tertahan untuk mendorongnya karena tiba-tiba Shella berkata seperti itu. "Tunggulah..." ucapnya kemudian memasuki kamar. Karena mendapat jawaban yang memungkinkan, aku menunggu Max hingga dia keluar dari kamarnya. Berselang beberapa menit Max, akhirnya keluar dan menghampiri Shella yang tengah duduk di sofa. "Apa ini tentang Alex?" "Lebih tepatnya tentang kalian berdua. Apa yang telah terjadi tadi malam?" "Aku benci menjelaskan Shella." "Perkelahian kalian hari itu... Apakah berhubungan dengan ku
Aku terus merenung dan menyalakan diriku atas apa yang telah terjadi pada max. Sesekali aku memandangi pintu IGD menunggu seseorang keluar dan mengatakan kepada Max. Hingga suara dering handphone membuatku tersentak. Aku mengambil handphone yang ada di saku dan melihat dari siapa panggilan itu berasal. "Alex?" Aku mengangkat panggilan tersebut. "Di mana kau? Kenapa tidak menjawab panggilan ku? Shella... Apa kau baik-baik saja?" Alex mendengar suara isak tangis Shella. "Shella..." "Aku tidak bisa berangkat Alex." "Kenapa? Ada sesuatu yang terjadi?" "Max... Max mengalami kecelakaan." "Max? Lalu bagaimana denganmu? Apa kau ikut terluka." "Tidak... Hanya Max." "Shella tunggu aku, aku akan segera kesana dan tolong kirimkan alamatnya padaku." Alex menutup panggilan dan bergegas meminta izin untuk pergi sebentar. Setelah Alex mengakhiri panggilan, aku beralih memanggil Gael untuk datang ke rumah sakit dan menemaniku. Di Kediaman Jia. Rose menyusun satu demi satu pakaian baru yang d
Aku tiba di Apartemen dan langsung tertunduk lemas di depan pintu. Terus-menerus perasaan bersalah membuatku ingin menangis. Entah mengapa aku begitu merasa sangat bersedih atas kecelakaan yang menimpa Max, mengingat Max hanyalah pasangan kontrak yang pada akhirnya akan meninggalkan ku. Apa ini karena trauma saat kehilangan ayah di Rumah Sakit? Sekilas perasaan trauma itu sungguh benar adanya, namun perasaan yang kini aku rasakan seolah lebih mendalam. Seperti takut kehilangan seseorang tersayang untuk kedua kalinya. Aku mencoba menguatkan diriku dan pergi ke kamar. Saat ini Gael dalam perjalanan ke Apartemen Shella. Ia bahkan membawakan beberapa makanan untuk dinikmati bersama dan juga untuk berjaga-jaga agar tidak kelaparan. Tibalah Gael di depan pintu Apartemen. Ia segera menekan bel lalu tidak berselang lama Shella membukakan pintu. Di Ruang Tamu "Makanlah sesuatu agar kau tetap kuat Shella?" Gael membuka bungkus makanan yang ia pesan sebelumnya dan menatanya di atas meja. "
Di perjalanan menuju Rumah Sakit, Gael dan Shella diberikan tumpangan secara paksa oleh Alex dan membuat mereka berada di satu mobil yang sama. "Inilah kenapa aku tidak ingin mengajaknya bersama kita!" ucap Gael. "Kau sungguh kejam Gael. Apa aku pernah membuat kesalahan padamu?" ucap balasan dari Alex. Hanya perasaannya saja atau memang Gael merasa tidak nyaman padanya? Alex tidak ingat jika pernah membuat Gael marah sebelumnya. "Sudahlah... Kenapa kalian berdua seperti ini?" ucapku menengahi mereka. "Benar! Kau harus memarahi sifat Gael, Shella." "Kau pun sama Alex! Berhenti mengganggunya." Gael tertawa kecil mendengar perkataan Shella. Ia lantas mengambil handphone untuk mengusir rasa bosannya. Ia sangat menyukai membaca artikel yang tengah menjadi pembicara. Saat layar handphonenya menyala ia langsung mencari artikel yang tengah panas hari ini. "Termutilasi nya wanita di dalam koper. Apa ini?" Gael membuka artikel tersebut dan segera membacanya. Semakin ia baca dan gulir, te
Keheningan menyapa mereka dan tidak ada satupun yang ingin memecahkan baik Oky, Jordi dan Elisa. Menangkap perkataan ayahnya, Elisa berpikir jika perkataan itu tertuju olehnya karena hanya ialah yang pernah melakukan hal serupa. Walaupun benar itu adalah perbuatannya, tidak mungkin ia mengatakan dengan lantang jika ia melakukannya di depan orang tuanya. Bisa-bisa Elisa kembali dirawat dan mungkin saja di penjara. "Apa... Kalian mencurigai ku?" ucap Elisa. Ia sengaja menurunkan nada bicaranya agar terdengar memelas. Segera Oky menggenggam tangan putrinya. "Apa yang kau katakan Elisa? Kami tidak berpikir begitu." "Ayah harap kasus itu tidak ada hubungannya denganmu!" "Apa yang kau katakan? Tentunya itu tidak ada hubungannya dengan Putri kita Jordi! Berhentilah memojokkannya!" Oky telah melupakan luka lama itu dan ia yakin jika putrinya telah berubah. Tidak mungkin Elisa melakukannya bukan? "Maafkan Ayah jika mencurigai mu. Ayah hanya sangat berharap bawah ini bukanlah perbuatanmu E
"Apa tujuanmu hanya untuk menyampaikan berita itu?" ucap Jordi. "Bukankah ini informasi yang penting? Aku dengan baik hati menyampaikannya. Harusnya kau berterima kasih padaku." Elisa tengah berada di ruangannya, ia mencoba berpikir bagaimana caranya agar kedua orang tuanya tidak mencurigainya. Padahal dirinya telah menjadi pribadi yang baik selama ini, dan jika sesuatu terkuak di hadapan mereka, kira-kira seperti apa nasibnya selanjutnya? Elisa benar-benar tidak ingin kembali ke RSJ itu. "Mungkin aku harus bersikap lebih baik dihadapan mereka. Aku akan menemui Ayah dan Ibu diluar." Elisa keluar dari ruangan pribadinya untuk menghampiri kedua orang tuanya. Dari tangga Elisa melihat seseorang yang sudah begitu lama tidak ia lihat. "Siapa ini? Ternyata ada tamu yang tidak diundang? Paman Boni." Sebuah senyum terukir di bibirnya. Perlahan-lahan Elisa menuruni tangga dengan senyum. Jordi menenangkan dirinya sejenak. Kedatangan Boni ternyata hanya membuat luka lamanya terbuka kembali.
Setelah berbicara dengan Kamelia aku merasa jauh lebih baik. Aku akan menggunakan kesempatan ini untuk membalas budi pada Max. "Max... Hubungan kita tidak lebih dari sebatas hubungan pernikahan kontrak bukan? Jika kau berpikir seperti itu maka aku harus merubah pemikiran awal ku jika kau adalah seseorang yang membuat hidupku berwarna. Aku tarik kata-kata itu." Di Rumah Sakit tidak ada tamu yang mengunjungi Max. Seharusnya Max senang karena inilah yang ia harapkan tetapi seiring berjalannya waktu ternyata ini tidak membantu dirinya lebih baik. Hari demi hari Max jalanin di ruangan tempatnya di rawat. Max sempat melupakan beberapa hal seperti kerugian yang harus ia bayar nantinya pada Shella, karena telah membuat mobil wanita itu rusak parah dan lagi kebutuhan yang harusnya ia tanggung tidak bisa ia jalankan karena situasinya. Hal itu memicu Max untuk berpikir jalan keluar saat ia telah pergi dari rumah sakit ini. Tepat sudah satu minggu berlalu dan Max tidak mendapati Shella datang d
Pertemuan yang tidak terduga itu membawa Alex berkahir duduk bersama mereka yang mengelilingi Allen."Jadi dia Shema?" Melihat Shema yang ternyata anak dari Shella dan Max membuat Alex senang. Ia bahkan tidak dapat mengalihkan pandangannya darinya.Max tersenyum, walaupun ia sedikit kesal karena beberapa hal tentang Alex di masa lalu. "Dia sangat mirip denganku bukan?" Wajah Max begitu ceria saat menayangkannya, namun Alex hanya menatap datar padanya. "Menurutku... Tidak! Shema benar-benar sangat mirip dengan Shella!" jawab Alex menyunggingkan senyumnya pada Shella."Tidak! Shema cucuku sangat mirip dengan diriku, benarkan cucu ku?" Tidak mau di bandingkan, Thomas akhirnya memilih jalan yang mungkin terdengar tidak masuk akal ini.Wajah Alex mengungkapkan semuanya dan aku hanya tersenyum seraya menangapi perkataan ayah."Apakah kau memiliki perlu Alex sehingga datang ketempat Gael?" tanyaku yang sejak tadi ingin mengatakannya.Wajah Alex seperti akan terbakar karena rasa malu, bagaim
Veny, Oky dan Jordi akhirnya masuk ke rumah tua tempat peristirahatan terakhir Elisa, di tempat ini juga Elisa dimakamkan. Veny pun memulai acara pemakaman.Beberapa menit kemudian pemakaman akhirnya telah selesai, seperti kebiasaan mereka Veny selalu tinggal dan Oky, Jordi pergi lebih dahulu.Sebuah kotak yang berukuran cukup besar itu akhirnya Veny buka, terlihatlah dua cangkir yang malam itu ia dan Elisa gunakan.Dengan perasaan yang berat Veny menyusun cangkir tersebut di atas meja lalu menuangkan teh yang ia telah siapkan sebelumnya."Selamat minum..." Veny menikmati teh tersebut dengan berat hati, lalu kembali menaruhnya kala tehnya telah habis.Ingatan Veny kembali ke beberapa bulan yang lalu saat Elisa masih berada di sampingnya. "Kau merasa senang? Bagaimana rasanya hidup disana? Aku juga ingin pergi dan merasakannya!" Akhirnya airmata mata Veny mengalir.Dadanya sesak dan terasa begitu sempit, ia sangat tidak menginginkan semuanya terjadi seper
Thomas menikmati makan malam bersama dengan keluarganya, yang kini bertambah satu orang. Sejak tadi Thomas melihat Max yang begitu perhatian terhadap Shella kebersamaan keduanya membuat ia teringat seseorang yang kini telah pergi.Untuk pertama kalinya setelah sekian lama Viano dapat duduk kembali di meja makan yang begitu sepi kehangatan ini. Thomas mencoba membuang pikirannya sejenak dan menatap Viano, ia lupa menanyakan keadaan Martin dan Daniel padanya. "Viano? Bagaimana dengan Martin dan Daniel?" "Mereka telah di sana, aku akan bertanggung jawab hingga mereka akhirnya menyadari perbuatan mereka, tetapi butuh waktu yang cukup lama untuk itu!" jelas Viano.Tentu pembicaraan keduanya dapat kudengar dengan jelas. Mendengar nama Martin kembali di sebutkan sebuah ingatan di hari itu muncul di benakku.Max pun mendengar apa yang dikatakan ayahnya dan Viano, hanya saja ia merasa sedih melihat Shella yang tiba-tiba berekspresi tegang. Ia pun memandang ayah dan
Wajah Martin kala ini sungguh jauh dari kata baik begitupun dengan Daniel. Akibat perkelahian yang mereka lakukan.Daniel lebih dulu bangkit untuk duduk, senyumnya mengembang kala melihat Martin. "Akhirnya aku dapat memukulmu!" "Sial! Kau pikir siapa yang lebih parah di antara kita?" Martin bangkit dan berdiri. "Ayo kita buat rencana, pasti saat ini Thomas telah sembuh dan berniat mencari kita. Jika kita tertangkap maka aku pastikan dia akan benar-benar memasukkan kita ke penjara."Cara jalan Martin yang begitu berat membuat Daniel kembali tersenyum. "Setidaknya aku berhasil membalaskan pukulan hari itu!"Tibalah saatnya dimana Thomas akan membawa kedua adiknya tersebut kembali, terlebih Viano telah mengetahui keberadaan mereka.Kedua bola mata Thomas melirik kearah Viano yang tengah berdiri di sampingnya. "Siapkan semuanya! Kali ini kita akan menangkap Martin dan Daniel."Viano memahami perasaan Thomas, ia bahkan dengan sengaja menceritakan beberapa ke
Viano yang awalnya berada di luar area rumah sakit memutuskan untuk masuk kedalam dan menemui Max untuk menyampaikan beberapa informasi yang ia dapatkan. Sebenarnya ia tidak ingin membuang waktu lagi dan ingin segera menangkap Martin dan Daniel akan tetapi mengingat janjinya pada Max ia memutuskan untuk kembali dan memberikan kabar ini.Max yang tengah sibuk di ruangan ayahnya akhirnya berhasil keluar setelah Dokter datang lalu membius ayahnya. Ia pun keluar dan mendapati Viano duduk di kursi. Viano mendongak. "Bagaimana keadaan Thomas?""Ayah benar-benar tidak berubah sedikitpun, dia masih tetap keras kepala seperti dulu. Bagaimana denganmu? Kau tidak mengejar mereka berdua bukan?""Martin dan Daniel? Tidak! Aku telah berjanji pada seseorang untuk kembali?"Max tertawa. "Hahaha... Aku senang kau berbicara seperti ini denganku, Viano?""Benarkah? Sepertinya aku harus berbicara seperti ini sampai seterusnya?""Itu tidak buruk dan terdengar jauh lebih
Karena Elisa penasaran dengan kota yang ia tinggali seperti apa, ia pun memutuskan untuk mengelilingi kota tersebut beberapa hari setelah kedatangannya kemari dan begitupun dengan hari ini.Elisa pergi seorang diri tanpa penjaga atau pengawas siapapun, kedua orang tuannya pun tidak mempermasalahkan hal tersebut dan membiarkan Elisa bebas. Melihat sebuah danau yang indah, Elisa mengentikan mobilnya dan turun. Angin yang menerpa wajahnya dan cuaca yang cerah membuat suasana terlihat indah. Begitupun dengan pemandangan danau dan beberapa keluarga yang berujung untuk menikmati waktu santai bersama dengan keluarga mereka."Tidak buruk jika aku pergi kemari bersama Ayah dan Ibu." Elisa duduk untuk menikmati keindahan seperti orang-orang.Beberapa menit kemudian setelah menikmati momen tenang tersebut, ia memutuskan untuk pergi namun tiba-tiba seseorang duduk disampingnya. Dari penampilannya yang serba tertutup tentunya ia tidak mengenali siapa orang itu."Lama ti
Dengan pisau yang berada di tangannya ini, Martin akan mengakhiri semuanya.Akhirnya Martin telah mendapatkan sidik jari Thomas di surat yang ia bawa. Segera ia memasukan kembali surat penting itu dan kini ia akan menjalankan rencana keduanya.Matanya menatap Thomas. "Kau tidak perlu khawatir Thomas. Karena setelah ini semuanya akan berkahir, jadi hiduplah lebih baik lagi di kehidupan mu yang baru? Selamat tinggal-"Kepala Martin berdenyut ketika mendapati sebuah benda tumpul berukuran kecil menghantam kepalanya dengan begitu kuatnya, hingga ia terhuyung.Setelah mendapatkan peluang aku segera mengambil handphone yang tengah mengeluarkan cahaya itu untuk memantau kondisi ayah Max. Aku memeriksa detak jantung dengan indra pendengaran ku dan mendapati jantung ayah Max masih berdetak."Syukurlah... Aku harus segera membawanya sebelum orang itu kembali bangun?" Perlahan-lahan aku berusaha mencari cara untuk memindahkan ayah Max, karena alat medis di samping tubuhnya terpasang begitu banya
Perlahan-lahan aku berhasil membuka mataku dan aku langsung mengingat hal yang aku dan Max lakukan malam tadi. Wajahku pun memerah karena mengingat kejadian itu. Segera aku pergi ke kamar mandi dengan terburu-buru dan mencari Max karena dia tidak berada di ranjang.Sejak tadi Max selalu memandangi gelas kosong. Pikirannya benar-benar tidak dapat terkontrol malam tadi dan terjadilah hal itu. Sebagai seorang pria tentunya Max sangat menantikan momen tersebut namun ia hanya sedikit takut jika saat Shella bangun maka dia akan terkejut dan mungkin saja marah padanya, walaupun terlihat tidak mungkin karena malam tadi Shella yang dengan senang hati melakukannya, ia bahkan berulang kali mencoba menahan diri tetapi Shella sepertinya menerima.Hari ini mungkin akan lebih baik jika Max menghindari Shella sedikit? "Bagaimana jika dia benar-benar hanya bercanda dan tidak melakukannya dengan senang hati-""Kau seperti orang gila, berbicara seorang diri Max?" sela Daniel yang awal
Segera Gael mendongak setelah mendengar perkataan Alex. "Apa... Apa maksudmu?"Wajah yang tampak tidak ingin berkata jujur itu membuat Alex tersenyum. "Katakan padaku kenapa Allen bisa menyukaimu?"Gael terdiam, ia benar tidak salah dengar bukan? Alex mengatakan tentang kenapa Allen menyukainya? Tetapi kenapa Alex tahu, mungkinkah Allen telah lebih dulu memberitahu Alex sebelumnya?"Allen yang mengatakannya padamu?"Alex menyatukan alisnya, sepertinya Gael tidak paham candaannya. "Lupakanlah! Aku akan pergi mencari sesuatu jadi pastikan Lily tidak mencari ku?" Gael menatap Lily yang tertidur pulas dengan jaket Alex sebagai selimutnya. Setelah kepergian Shella, Lily menjadi dekat dengan sosok Alex dan bahkan Lily tidak ingin bermain apapun bersama Gael.Tetapi itu cukup menguntungkan bagi Gael karena ia tidak harus bersusah payah menjaga Lily dan ia juga bisa menghabiskan waktu dengan Allen."Apa aku salah mendengar dari Dokter jika kau akan segera b