Setelah berbicara dengan Kamelia aku merasa jauh lebih baik. Aku akan menggunakan kesempatan ini untuk membalas budi pada Max. "Max... Hubungan kita tidak lebih dari sebatas hubungan pernikahan kontrak bukan? Jika kau berpikir seperti itu maka aku harus merubah pemikiran awal ku jika kau adalah seseorang yang membuat hidupku berwarna. Aku tarik kata-kata itu."Di rumah sakit tidak ada tamu yang mengunjungi Max. Seharusnya Max senang karena inilah yang ia harapkan tetapi seiring berjalannya waktu ternyata ini tidak membantu dirinya lebih baik.Hari demi hari Max jalanin di ruangan tempatnya di rawat. Max sempat melupakan beberapa hal seperti kerugian yang harus ia bayar nantinya pada Shella karena telah membuat mobil wanita itu rusak parah dan lagi kebutuhan yang harusnya ia tanggung tidak bisa ia jalankan karena situasinya. Hal itu memicu Max untuk berpikir jalan keluar saat ia telah pergi dari rumah sakit ini.Tepat sudah satu Minggu berlalu dan Max tidak mendapati
Alex sengaja berkunjung ke rumah sakit tempat Max di rawat hanya untuk melihat keadaan pria itu. Meskipun begitu ada hal yang terjadi ketika ia masuk ke ruangan Max, dimana pria itu tengah bersama seorang wanita. Awalnya Alex mengira jika wanita itu adalah Shella ternyata bukan."Apakah aku mengganggu?" tanya Alex seraya mendekat ke arah mereka.Elisa memilih untuk pergi karena jika ia tetap disini mungkin saja pria yang baru masuk itu mencurigainya. "Tidak! Aku hanya mengunjunginya dan sepertinya dia telah kedatangan tamu. Kalau begitu aku akan pergi Max..."Alex terus memperhatikan gerak-gerik wanita itu hingga keluar dari ruangan. "Dia kekasih mu?""Ada perlu apa kau kemari?" tanya Max.Alex tersenyum menanggapinya. "Kau tidak suka basa-basi ternyata? Aku hanya kebetulan melewati rumah sakit ini saat perjalanan pulang karenanya aku berpikir jika aku mengunjungimu Shella mungkin berada di sini.""Apa Shella tidak ada di kantor?""Kau sungguh tidak tahu? Dia ada saat pagi namun tiba-
Taro terus memandangi wanita yang pernah ia temui sebelumnya bersama kakaknya. "Jadi-""Aku tidak bermaksud mengikuti mu. Aku hanya kebetulan saja lewat," ucapku memotong perkataan nya dan aku sangat berharap jika Taro tidak mencurigai ku."Kau pikir aku tidak tahu? Kau sengaja mengikutiku sejak tadi bukan? Aku melihatnya sendiri!"Sekarang percuma jika aku terus mengelak karena Taro sepertinya tahu semuanya. "Ah... Benarkah?""Katakan kenapa kau mengikutiku? Apa Kakak ku yang meminta mu melakukannya?""Tidak! Kamelia tidak menyuruhku. Tadinya aku tidak sengaja melihat mu saat aku pergi dan aku mengikuti mu.""Haha... Sekarang kau mengakuinya? Untuk kali ini aku tidak akan mempermasalahkannya namun jika kau mengikutiku kembali aku tidak akan bersikap baik untuk kedua kalinya." Taro pergi meninggalkan wanita itu.Entah kenapa aku sempat berpikir untuk mengikuti seseorang sebelumnya. Aku pun berniat pergi dan menjalankan keinginan ku sebelumnya. Namun tiba-tiba saja firasat ku mengataka
Pagi Harinya aku bangun dari tidur ku lalu sesegera mungkin berangkat kerja tanpa menyeduh kopi seperti kebiasaannya. Sebelumnya aku telah berniat untuk mengunjungi Max hari ini saat jam istirahat nanti. "Semoga keadaannya telah membaik..."Di Kediaman Jia.Seluruh keluarga tengah melaksanakan makan pagi bersama. Seperti kebiasaan Rose akan diantarkan ke sekolah dengan ibunya atau dengan Allen, namun kali ini ia ingin meminta pada ibunya agar ia diberikan sebuah kendaraan pribadi. Rose tengah memikirkan bagaimana caranya agar ibunya menyetujuinya usulannya. "Ibu..."Jia mengentikan sesuap nasi yang tadinya akan memasuki mulutnya. "Ada apa sayang?""Aku..." Rose gugup karena semua orang memperhatikannya begitu juga dengan Allen, pria itu sekarang adalah target Rose untuk di jauhi. "Bisakah aku memiliki kendaraan pribadi?"Jia meletakkan kembali sendok tersebut dan memandangi putrinya. "Kenapa tiba-tiba kau memintanya sayang?" Jia tidak memberatkan permintaan
Berkat pria bernama Taro tersebut, Max akhirnya dapat menghilangkan segala jenis pemikiran buruknya, dan ia sungguh menaruh rasa hutang budi pada Shella yang begitu besar dan tidak mampu terbayarkan.Di ruangan tempatnya di rawat, keheningan menyapa setelah kepergian Taro, Kamelia dan Alex secara bersama. Tinggal lah Max dan Shella di ruangan tersebut.Sebisa mungkin aku mencari topik pembicaraan untuk memecahkan kesunyian ini, tetapi aku tidak kunjung mendapatkan pemikiran apapun. Jauh dalam diriku, terbesit berbagai macam pemikiran tentang perkataan Max hari itu. Aku tahu itu adalah luapan emosi, namun sepertinya aku tidak bisa melupakan perkataan itu begitu saja."Aku minta maaf!" Max mengatakannya dengan lantang. Beberapa kali Max telah menyakiti Shella lewat perkataanya dan itu jelas membuat luka pada wanita itu. Namun sungguh, ia benar-benar menyesal mengatakan semua hal itu tanpa berpikir panjang."Kau tidak salah... Aku pantas mendengarkan perkataan itu, walaupun awalnya aku c
Akhir-akhir ini Allen merasakan sesuatu yang berbeda dari sifat Rose, entah itu sifat yang hanya ditujukan padanya atau semua keluarga. Untuk itulah malam ini Allen berencana pergi ke kamar Rose karena Rose tengah belajar di luar rumah sekarang.Allen memasuki kamar Rose yang begitu banyak pernak-pernik berkilau, ia lebih menyukai jika tempat ini disebut dengan taman kanak-kanak daripada sebuah kamar.Langkah kaki Allen berhenti di ranjang tidur Rose, di sana terdapat sebuah buku diary. Tanpa ragu, ia mengambil buku tersebut. Mata Allen mengikuti setiap kata yang tersusun membentuk kalimat. Sesekali ia tertawa melihat buku yang memuakkan ini. "Cinta saat masa remaja memang sangat menyenangkan, tetapi mereka cenderung bodoh. Jadi... Rose menyukai Pria bernama Max? Bukankah itu suami Shella? Ah... Hahaha... Tidak Ibu ataupun Putri nya ternyata mereka sama saja." Allen menutup buku diary tersebut dan menyembunyikannya di sela pakaiannya."Mungkin dengan adanya buku ini aku dapat menggert
Seperti rencananya, Jia akan berlibur ke luar kota hari ini bersama Gyta, Tiara dan juga Lily. Segala persiapan telah tersusun rapi, dari tiket pesawat, hotel dan rencana kecelakaan. Hari ini Jia ingin berangkat lebih pagi agar Rose maupun Allen tidak mengetahuinya. Jia mempercayakan pada Gyta untuk mengajak Tiara beserta Lily ikut pergi.Di mobil, Jia menunggu kedatangan mereka yang tak kunjung datang. "Apa saja yang mereka persiapkan? Bagaimana jika Rose atupun Allen mengetahuinya dan menanyakannya pada Gyta? Dasar Wanita itu..." Jia keluar dari mobilnya dan berkeinginan menghampiri Gyta, akan tetapi Gyta akhirnya keluar dari rumah.Segera Gyta membawa Tiara bersamanya. "Maaf Jia, aku berusaha membujuk Lily tetapi dia tetap tidak ingin ikut bersamaku."Jia nampak kesal, namun apa boleh buat? Mungkin ini adalah takdir baik untuk Lily agar tetap hidup. "Baiklah, cepat masuk... Aku tidak ingin membuang waktu lagi."Jia, Gyta dan Tiara akhirnya pergi bersama sesegera mungkin.Tidak butu
Pagi harinya, Rose terbangun lalu pergi ke kamar mandi, ia menatapi pantulan dirinya di cermin. Rose menarik kerah pakaiannya hingga terbuka. Disana ada begitu banyak bekas kiss marx, sontak wajahnya memerah. "Aku benar-benar gila!" Rose kembali membenarkan pakaiannya.Rose menyikat giginya dengan perlahan, kedua matanya menatap pantulan bibirnya dan membuat tangan kirinya menyapu bibirnya perlahan. Segera Rose berkumur. "Sial! Aku menginginkannya lagi!"Karena tidak ingin membuang banyak waktu di kamar mandi, Rose segera bersiap untuk berangkat ke sekolah. Ketika semuanya telah siap, ia pergi kebawah dan bertemu Allen di sana. Saat melihat Allen kejadian malam itu terus terbayang, karenanya ia bergegas mengalihkan tatapan matanya dan segera pergi.Allen hanya sekilas menatapi kepergian Rose, kemudian melanjutkan langkahnya pergi ke kamar Lily. Kejadian bersama Rose malam tadi hampir membuatnya melupakan Lily yang berdiam di kamar, beruntungnya saat ia pulang Lily t