Seperti rencananya, Jia akan berlibur ke luar kota hari ini bersama Gyta, Tiara dan juga Lily. Segala persiapan telah tersusun rapi, dari tiket pesawat, hotel dan rencana kecelakaan. Hari ini Jia ingin berangkat lebih pagi agar Rose maupun Allen tidak mengetahuinya. Jia mempercayakan pada Gyta untuk mengajak Tiara beserta Lily ikut pergi.Di mobil, Jia menunggu kedatangan mereka yang tak kunjung datang. "Apa saja yang mereka persiapkan? Bagaimana jika Rose atupun Allen mengetahuinya dan menanyakannya pada Gyta? Dasar Wanita itu..." Jia keluar dari mobilnya dan berkeinginan menghampiri Gyta, akan tetapi Gyta akhirnya keluar dari rumah.Segera Gyta membawa Tiara bersamanya. "Maaf Jia, aku berusaha membujuk Lily tetapi dia tetap tidak ingin ikut bersamaku."Jia nampak kesal, namun apa boleh buat? Mungkin ini adalah takdir baik untuk Lily agar tetap hidup. "Baiklah, cepat masuk... Aku tidak ingin membuang waktu lagi."Jia, Gyta dan Tiara akhirnya pergi bersama sesegera mungkin.Tidak butu
Pagi harinya, Rose terbangun lalu pergi ke kamar mandi, ia menatapi pantulan dirinya di cermin. Rose menarik kerah pakaiannya hingga terbuka. Disana ada begitu banyak bekas kiss marx, sontak wajahnya memerah. "Aku benar-benar gila!" Rose kembali membenarkan pakaiannya. Rose menyikat giginya dengan perlahan, kedua matanya menatap pantulan bibirnya dan membuat tangan kirinya menyapu bibirnya perlahan. Segera Rose berkumur. "Sial! Aku menginginkannya lagi!" Karena tidak ingin membuang banyak waktu di kamar mandi, Rose segera bersiap untuk berangkat ke sekolah. Ketika semuanya telah siap, ia pergi kebawah dan bertemu Allen di sana. Saat melihat Allen kejadian malam itu terus terbayang, karenanya ia bergegas mengalihkan tatapan matanya dan segera pergi. Allen hanya sekilas menatapi kepergian Rose, kemudian melanjutkan langkahnya pergi ke kamar Lily. Kejadian bersama Rose malam tadi hampir membuatnya melupakan Lily yang berdiam di kamar, beruntungnya saat ia pulang Lily tengah tertidur pu
Aku pun pergi ke kediaman Jia untuk mengusulkan jika Lily akan bersama ku untuk kedepannya.Di ruang tamu, Jia tengah bersama dengan Rose seraya menangis pilu. Aku akhirnya memasuki kembali rumah itu dan duduk di sofa.Saat kedatangan Shella, akhirnya Jia memberhentikan tangisan nya dan menatap Shella. "Maafkan aku yang telah gagal menjaga Gyta dan Tiara... Aku..." Jia kembali berakting layaknya seorang aktris drama profesional.Di balik wajah yang terlihat sedih tersebut aku dapat melihat seburuk apa perilaku Jia. Bukan setahun atau dua tahun aku mengenal wanita itu dan jika melihat dia menangis rasanya aku teringat hari dimana ayah meninggal dunia, sama, dan tidak jauh berbeda ekspresi yang dulu maupun sekarang ini."Untuk itulah Jia-Ah maksudku Ibu... Tolong biarkan aku merawat Lily di Apartemen tempat ku tinggal!"Jia menghapus airmata nya. Sebenarnya bagus jika Lily tinggal bersama Shella, tetapi ia tidak ingin Shella mencari tahu tentang kematian Gyta dan Tiara melewati Lily. "A
Semakin hari aku merasa prilaku Max jauh lebih baik setelah keluar dari Rumah Sakit, seolah kini dia benar-benar terlihat berbeda dari sebelumnya. Aku senang melihatnya, begitupun dengan adanya Lily yang membuat suasana Apartemen seolah hidup.Untuk setiap pagi hari, aku selalu bangun lebih awal untuk pergi bekerja, karena sekarang aku telah pindah dari perusahaan lama ku. Tentunya berat untuk beradaptasi dengan lingkungan baru tetapi aku tidak mempunyai pilihan untuk memikirkan hal-hal itu, karena mulai sekarang semuanya adalah tanggung jawab ku.Aku pergi ke dapur untuk menyeduh kopi namun ternyata aku mendapati Max di sana. "Sedang mencari sesuatu?" tanyaku.Max menatap kearah Shella. "Tidak... Aku hanya menunggumu!"Menungguku? Apa yang Max bicarakan? "Apa?""Aku menunggu mu Shella." Max membuka laptopnya dan mencari sebuah data. Aku terdiam dan menunggu apa yang akan dikatakan Max selajutnya. Ekspresi wajah Max terlihat begitu serius memandangi laptop.Ketika data yang Max cari
Aku, Shella Yolanda seorang wanita yang saat ini berumur 25 tahun. Di usia yang tidak tergolong muda tersebut aku terus-menerus didesak pihak keluargaku untuk mengakhiri masa-masa karier beralih menjadi seorang istri. Keluargaku yang cukup keras kepala berusaha dengan sangat keras mendatangkan pria-pria pilihan mereka ke rumah. Namun sayangnya tidak ada satu pun di antara pria-pria itu menggugah seleraku untuk melepaskan karier. Baik tinggi badan, penampilan dan sifat, tidak satu pun memenuhi kriteriaku. Karena desakan pihak keluargaku yang semakin membara, akhirnya aku memutuskan untuk menjalani kencan buta. Benar, kencan buta lewat sebuah situs daring yang di rekomendasikan oleh seorang temanku. Walaupun peluang keberhasilan dari sistem kencan seperti ini hanya 20-30%. Aku tetap harus mengundi keberuntunganku bukan? Restoran Ayam Miny Aku telah berada di Restoran lebih dari 30 menit dan beberapa orang yang yang ingin aku ajak kencan telah tiba satu per satu. Selama 30 menit itu la
Max benar-benar membenci ini. Elisa tidak bisa membiarkan ia menghirup udara ketenangan sehari pun? Meskipun sudah berulang kali Max menolak permintaan Elisa untuk memulai kembali hubungan mereka. Benar, Elisa adalah mantan kekasihnya namun itu sudah setahun berlalu. Karena beberapa alasan untuk itulah Max memutuskan hubungannya dengan Elisa. Akan tetapi Max tidak menyangka jika Elisa masih memiliki perasaan terhadapnya hingga sekarang. Selama setahun ini Max hidup dengan teror obsesi dari Elisa. Alasan itulah yang membuat Max berada di Restoran dan di hampiri beberapa wanita pilihannya, yang terpilih dari hasil kencan buta di situs daring. "Dengar Elisa.... Sampai kapan kau akan terus mengikuti seperti ini? Apa jika aku mati kau akan ikut masuk ke peti mati juga?" "Tentu saja Max kecuali kau bisa melupakanku, aku akan menjauh darimu." Alis Max menyatu. "Melupakanmu? Apa selama ini kau menganggap ku seperti itu?" "Oh ayolah, apa kau berpura-pura? Ah... Manisnya... Tidak apa-apa
Aku tahu singkat ceritanya dan siapa wanita cantik di hadapanku ini, dia adalah Elisa mantan kekasih pria bernama Max. Dari yang aku dengar dari Max, Elisa adalah mantan kekasih yang selalu mengusik kehidupannya, lebih tepatnya obsesi terhadap Max. Seperti perkataan Max sebelumnya, aku hanya perlu membantunya berpura-pura menjadi calon istri untuknya. Tentu tidak ada pilihan untuk ku menolak karena aku telah mendengar perbincangan mereka sebelumnya. "Berhentilah tidak menerima kenyataan Elisa. Kau benar-benar terlihat sangat menyedihkan." "Apa kau pikir aku akan percaya semudah itu? Mungkin saja saat ini Wanita yang kau bawa itu bukanlah calon Istrimu, mainkan seseorang yang baru kau kenal. Jangan meremehkan ku Max, aku lebih mengenalmu dari siapa pun di dunia ini," jelas Elisa. Tidak ada satu pun yang luput dari ingatan Elisa tentang beberapa kebiasaan Max. Tidak ada. Max mencoba mencari jalan keluar. Jika ia tidak bisa melepaskan ikatan yang di bentuk Elisa maka hidupnya tidak aka
Perkataan Shella sangat menyakitkan untuk Vio dan membuat air matanya keluar. Vio bahkan menutup mulutnya dengan tangan. Tidak lupa kebiasaannya menutup rapat kedua kakinya, seperti di saat masa-masa terpuruk seperti sekarang. "Shella!" tegur Jia dengan lantang. "Mengapa kau mengatakan hal seperti itu? Vio datang ke rumah kita dengan niat baik tetapi kau..." "Apa? Mengapa denganku? Apakah salah jika aku mengatakan itu? Bagaimana menurut Ibu jika Pria seperti ini mendatangi Ibu dan membanggakan diri atas pencapaian yang bukan miliknya?" Ibu akan menerimanya?" "Ibu tidak seperti dirimu Shella." "Benar. Ibu tidak seperti diriku, Ibu adalah Wanita yang mengedepankan harta, tentu kita berbeda." Jia bangkit dan menatap tajam kepada Shella. "Sebenarnya ada apa dengan dirimu, Shella? Sejak kematian Ayahmu... Kau tidak pernah menghargai Ibu? Apa karena kita hanya keluarga tiri jadi kau bertingkah seperti ini?" Aku tidak takut pada wanita tua seperti Jia ataupun keluarga besar ku lainnya.